Anda di halaman 1dari 14

HAK ATAS TANAH YANG BERSIFAT TETAP

Makalah ini disusun untuk memenuhi kebutuhan mata kuliah

Dosen Pengampu:

Chairul Bariah, M.H

Disusun oleh kelompok 2:

Syifa Mufida 220102172

Putri Fathiyya Rizka 220102156

Nazilah Amalia Shanty 220102157

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

2023/2024
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................................5

A. Latar belakang.....................................................................................................................................5

B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................5

C.Tujuan Penelitian..................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6

A. Hak Milik..............................................................................................................................................6

B. Hak Guna Usaha..................................................................................................................................7

C. Hak Guna Bangunan............................................................................................................................8

D. Hak Pakai...........................................................................................................................................10

E. Hak pengelolaan................................................................................................................................11

PENUTUP...................................................................................................................................................14

Kesimpulan............................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................14
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang bertema “Hak atas tanah yang
bersifat tetap” ini tepat pada waktunya. Adapun maksud dari penulisan ini adalah untuk
memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Hukum Agraria. Makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan tentang hak atas tanah yang bersifat tetap bagi para pembaca dan juga
penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Chairul Bariah, M. H. Selaku dosen
pengampu mata kuliah hukum agraria yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang
membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh,7 Maret 2023


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional membagi hak-hak atas
tanah dalam dua bentuk. Pertama, hak- hak atas tanah yang bersifat primer. Kedua, hak-hak atas
tanah yang bersifat sekunder. Pengertian hak-hak atas tanah primer adalah hak-hak atas tanah
yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang
mempunyai waktu lama dan dapat dipindah tangankan kepada orang lain atau ahli warisnya.
Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu:

a. Hak Milik atas tanah (HM);

b. Hak Guna Usaha (HGU);

c. Haka Guna Bangunan (HGB);

d. Hak Pakai (HP).

e. Hak pengelolaan (HPL).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak
pengelolaan?

2. apa penyebabnya hilangnya hak" tersebut?

C.Tujuan Penelitian
Agar mengetahui pengertian dari hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan
hak pengelolaan, serta mengetahui bagaimana hak-hak tersebut bisa hilang.
BAB II

PEMBAHASAN

Hak atas tanah yang bersifat tetap


Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah yang akan tetap ada selama
UUPA masih berlaku. Macam-macam hak atas tanah yang masuk dalam kelompok ini yaitu hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa untuk bangunan, hak membuka
tanah, dan hak memungut hasil hutan.

A. Hak Milik
Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA pengertian hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat
dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.
Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa sifat-sifat hak milik membedakan dengan hak-hak
lainnya. Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tak
terbatas dan tidak dapat diganggu-gugat. Kata-kata turun–temurun berarti bahwa hak milik atas
tanah tidak hanya berlangsung selama hidup pemegang hak, akan tetapi apabila terjadi peristiwa
hukum yaitu dengan meninggalnya pemegang hak dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya. Kata
terkuat berarti bahwa hak milik atas tanah dapat dibebani hak atas tanah lainnya, misalnya
dibebani dengan Hak Guna Bangunan, hak pakai, dan hak lainnya. Hak milik atas tanah ini wajib
didaftarkan. Sedangkan kata terpenuh berarti bahwa hak milik atas tanah telah memberi
wewenang yang luas kepada pemegang hak dalam hal menggunakan tanahnya.
Hanya warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik. Oleh pemerintah, ditetapkan
pula badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya. Orang asing
yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena
perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan kehilangan
kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak
diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.
Jika sesudah jangka waktu tersebut, hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus
karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung. Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya
mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia juga tidak dapat mempunyai tanah dengan hak
milik.

Hak milik di hapus apabila:


a. tanahnya jatuh kepada negara karena:
1.) pencabutan hak
2.) penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3.) ditelantarkan, atau
4.) orang asing yang mendapatkannya berdasarkan waris atau percampuran harta akibat
perkawinan, kehilangan kewarganegaraan, serta jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian
dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik
kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum yang tidak
ditetapkan pemerintah;
b. tanahnya musnah.

B. Hak Guna Usaha


HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka
waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Untuk
perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling
lama 35 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya, jangka
waktu HGU dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun. HGU diberikan atas
tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau
lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan
perkembangan zaman.

Yang dapat mempunyai/memiliki HGU adalah:


1.) warga negara Indonesia;
2.) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain dengan ketentuan-ketentuan,yaitu:
1.) jangka waktunya berakhir
2.) dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi
3.) dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
4.) dicabut untuk kepentingan umum
5.) ditelantarkan
6.) tanahnya musnah.
Orang atau badan hukum yang mempunyai HGU dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat,
dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain
yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh HGU, jika
ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika HGU yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan
dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-
hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.

Perpanjangan dan Pembaruan HGU


Perpanjangan HGU adalah penambahan jangka waktu berlakunya HGU tanpa mengubah syarat-
syarat dalam pemberian hak tersebut. Sedangkan pembaruan HGU adalah penambahan jangka
waktu berlakunya HGU setelah jangka waktu berakhir atau sebelum jangka waktu
perpanjangannya berakhir. HGU di atas tanah negara dapat diperpanjang atau diperbarui atas
permohonan pemegang hak, apabila memenuhi syarat:
1.) tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan
tujuan pemberian hak
2.) syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak
3.) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak
4.) tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang
5.) tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.

Sedangkan bagi HGU di atas tanah hak pengelolaan, selain harus memenuhi syarat-syarat
di atas,harus pula mendapat persetujuan dari pemegang hak pengelolaan agar dapat diperpanjang
atau diperbarui. Permohonan perpanjangan jangka waktu HGU dapat diajukan setelah usia
tanaman atau usaha lainnya efektif atau maksimal sebelum berakhirnya jangka waktu HGU.[14]
Sedangkan permohonan pembaruan HGU diajukan maksimal 2 tahun setelah berakhirnya jangka
waktu HGU. Khusus HGU di atas tanah hak pengelolaan, jangka waktu perpanjangan dan
pembaruan hak dapat diberikan apabila tanahnya telah digunakan dan dimanfaatkan sesuai
dengan tujuan pemberian haknya. Sama halnya dengan pemberian HGU, perpanjangan atau
pembaruan HGU juga wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

C. Hak Guna Bangunan


HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang
hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu HGB
dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Yang dapat mempunyai HGB adalah
warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia. HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
HGB hapus karena:
1.) jangka waktunya berakhir;
2.) dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
3.) dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
4.) dicabut untuk kepentingan umum;
5.) ditelantarkan; dan
6.) tanahnya musnah.
Orang atau badan hukum yang mempunyai HGB dan tidak lagi memenuhi syarat, dalam jangka
waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi
syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-bangunan, jika ia
tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika HGB yang bersangkutan tidak dilepaskan atau
dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan,
bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.

Perpanjangan Hak Guna Bangunan


Alasan perpanjangan HGB sendiri diatur lebih rinci dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor
40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah yang
berbunyi:
1.) Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, atas
permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau diperbaharui, jika memenuhi syarat:
a. tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian
hak tersebut
b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak
c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19.
2.) Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.
3.) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas
permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak
Pengelolaan.
Menurut Penjelasan Pasal 26 ayat (1) PP 40/1996, ketentuan ini diadakan untuk menjamin
kelangsungan penguasaan tanah dengan HGB yang pada umumnya dipergunakan untuk tempat
tinggal yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Perpanjangan dan pembaruan HGB
diberikan atas permohonan pemegang hak.
D. Hak Pakai
Berdasarkan Pasal 41 UU Pokok Agraria, hak pakai adalah hak menggunakan dan atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Hak
pakai diberikan berdasarkan keputusan pejabat berwenang atau berdasarkan perjanjian dengan
pemilik tanahnya.Hak pakai dapat dialihkan kepada pihak lain jika hal tersebut dimungkinkan
dalam perjanjian yang bersangkutan. Mengenai sertifikat hak pakai, pemilik sertifikat hak pakai
memiliki hak untuk mengembangkan tanah yang dimiliki, seperti membangun atau mengelola
tanah untuk mendapatkan hasil produksi. Objek dari sertifikat hak pakai dapat berupa tanah
negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik. Properti dengan sertifikat hak pakai ini
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas maupun lembaga yang membutuhkannya selama
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
1.) tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya, atau
2.) tanah milik orang lain dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian
sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
Selain itu, hak pakai juga dapat diberikan atas tanah dengan hak pengelolaan, yang diberikan
dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan. Hak
pengelolaan sendiri adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Yang dapat mempunyai hak pakai adalah:
1.) warga negara Indonesia;
2.) orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
3.) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
4.) badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama 20 tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
Mengenai hak pakai,perlu diketahui bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah:
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak Pengelolaan;
c. Tanah Hak Milik.
Hak pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk
keperluan tertentu diberikan kepada:
1.) departemen, lembaga pemerintah non departemen, dan pemerintah daerah;
2.) perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional;
3.) badan keagamaan dan badan sosial.
Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur
pemerasan.

Jangka waktu untuk hak pakai adalah sebagai berikut:


1. Hak Pakai atas tanah Negara dan Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama
dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun
atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan tertentu.
2. Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima
tahun dan tidak dapat diperpanjang. Atas kesepakatan antar pemegang Hak Pakai dengan
pemegang Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak
Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib
didaftarkan.

E. Hak pengelolaan
HPL adalah hak Pengelolaan yang merupakan hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan. Hak atas tanah
merupakan hak yang memberikan wewenang untuk memakai tanah yang diberikan kepada orang
atau badan hukum. Pada prinsipnya, tujuan pemakaian tanah adalah untuk memenuhi dua jenis
kebutuhan yaitu untuk diusahakan dan untuk membangun sesuatu.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (UUPA) mengenal
beberapa hak atas tanah yang antara lain meliputi: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai. Dalam perkembangan hukum tanah nasional dikenal pula Hak
Pengelolaan. Jika melihat pengaturan yang ada di dalam UUPA, tidak ada ketentuan yang secara
eksplisit menyebutkan “Hak Pengelolaan” sebagai salah satu hak atas tanah. UUPA hanya
menyebut istilah “pengelolaan” dalam Penjelasan Umum II angka 2 UUPA.
Keberadaan Hak Pengelolaan bukan merupakan hak atas tanah yang didasarkan pada
undang-undang (dalam hal ini UUPA), tetapi merupakan hak yang didasarkan pada peraturan di
bawah undang-undang, yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965
tentang Pelaksanaan Konversi Hak Menguasai Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang
Kebijaksanaan Selanjutnya.
Peraturan Menteri ini memperkenalkan istilah Hak Pengelolaan untuk pertama kalinya.
Dalam perkembangannya, Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 diubah dengan
Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak
Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yang antara lain mengatur mengenai badan-badan
hukum yang dapat diberikan Hak Pengelolaan atau HPL adalah instansi pemerintah termasuk
pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
PT Persero, Badan Otorita dan badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh
Pemerintah.
Tata Cara Pendaftaran Hak Pengelolaan
Mendaftarkan hak pengelolaan harus melalui proses dan aturan yang berlaku di masing-
masing daerah administrasi. Secara garis besar, di bawah ini syarat yang dibutuhkan untuk tata
cara pendaftaran hak pengelolaan lahan.

 Surat permohonan yang ditujukan kepada kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP
Provinsi setempat bermaterai Rp10.000.
 Indentitas Pemohon/Penangung Jawab.

WNI : Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) (Fotokopi)
WNA : Kartu Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau VISA / Paspor (Fotokopi)
Badan Usaha : Akta Pendirian, Surat Keterangan Domisili dan NPWP Badan Hukum
(Fotokopi)

 Jika dikuasakan Surat kuasa di atas kertas bermaterai RP 10.000 dan KTP orang yang
diberi kuasa.
 SPPT PBB Tahun berjalan dan Bukti pembayaran PBB (Fotokopi
 Surat Petunjuk Pelaksanaan (SPP) atau Akta Jual Beli (Fotokopi yang dilegalisasi
Notaris)
 Foto lokasi HPL.
 Surat pernyataan di atas kertas bermaterai Rp10.000 tentang kesanggupan membayar,
keabsahan dokumen, penguasaan fisik, tidak sengketa dan pernyataan tidak akan
menuntut pembayaran pemasukan yang telah dikeluarkan.
 Ketetapan Rencana Kota (KRK)
Perbedaan Hak Pengelolaan dan Hak Pakai
Perbedaan antara hak pakai dan hak pengelolaan mungkin sekilas diartikan adalah jenis
legalitas yang sama bagi sebagian masyarakat awam. Padahal, keduanya jelas berbeda menurut
pengertian juga aturan hukum yang mendasarinya. Berikut Rumah.com paparkan perbedaan
antara hak pengelolaan dan hak pakai dirangkum dari UU Cipta Kerja.
Definisi Hak Pengelolaan dan Hak Pakai:

 Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
 Berdasarkan Pasal 41 pada UUPA, hak pakai adalah hal menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang
lain. Hak pakai ini diberikan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang atau
berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanahnya.
Subjek yang Bisa Memperoleh Hak Pengelolaan dan Hak Pakai:
Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada:
– Pemerintah Pusat
– Pemda
– BUMN/BUMD
– Badan hukum milik negara/daerah
– Badan bank tanah
– Badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

Hak pakai dapat diberikan kepada:


– Warga Negara Indonesia (WNI)
– Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
– Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
– Badan hukum asing yang memiliki perwakilan di Indonesia
– Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah
Badan keagamaan dan sosial
– Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.

Wewenang Pemegang Hak Pengelolaan:


Terkait dengan wewenang yang diberikan kepada pemegang Hak Pengelolaan baik kementerian,
pemerintah daerah, maupun Hak Pengelolaan yang diberikan kepada perusahaan (djawatan),
tidak ada perbedaan, yaitu meliputi wewenang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2)
UUPA sebagai berikut:
1.) Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan.
2.) Menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.
3.) Menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut untuk pihak ketiga menurut persyaratan
pemegang Hak Pengelolaan yang meliputi hal peruntukan, penggunaan, jangka waktu, dan
kompensasi dengan ketentuan pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga dilakukan oleh
pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah dapat diberikan
kepada perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga negara asing,
sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik badan hukum privat
maupun badan hukum publik. HGU adalah hak yang khusus untuk mengusahakan tanah
dengan kata lain hak diberikan kepada Negara kepada perusahaan. HGU terjadi karena
penetapan Pemerintah. melalui pemberian keputusan hak oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Pemberian HGU wajib didaftarkan dikantor Pertanahan dan terjadi sejak
didaftarkan. HGU termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan
dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang
dimaksud dalam Pasal 19 Jo Pasal 32 UUPA.
HGU yang diberikan kepada orang perorangan maksimum 25 hektar, sedangkan untuk
badan hukum luas maksimum ditetapkan Menteri, dengan demikian badan hukum dapat
mempunyai HGU dapat mempunyai HGU dengan luas lima hektar sampai dengan luas
yang nanti akan ditetapkan oleh Pemerintah dengan pertimbangan. Pada umumnya HGU
meliputi tanah yang luas, di dalam tanah HGU seringkali terdapat sumber air atau sumber
daya alam lainnya. Pemegang HGU berhak menggunakan sumber daya alam ini
sepanjang hal itu diperlukan untuk keperluan usaha yang dijalankannya, dengan
mengingat ketentuan peraturan Perundang - undangan yang berlaku dan kepentingan
masyarakat sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
H. M. Arba. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2015.
https://www.rumah.com/panduan-properti/hak-pengelolaan-48589

Anda mungkin juga menyukai