Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM AGRARIA

HAK-HAK ATAS TANAH


MENURUT UUPA

Ditulis oleh :
ABDUL MAJID
NPM : 742012022019

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GUNUNG RINJANI
2022/2023
HAK-HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA

Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan

oleh UUPA, adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan. Hak atas tanah adalah hak

yang memberi wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau

mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.

A. Hak Atas Tanah Bersifat Tetap

Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah yang akan tetap

ada selama UUPA masih berlaku. Macam-macam hak atas tanah yang masuk

dalam kelompok ini yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak

pakai, hak sewa untuk bangunan, hak membuka tanah, dan hak memungut hasil

hutan.

Secara yuridis pengertian tanah dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-

Undang Pokok Agraria, yang berbunyi sebagai berikut : “Dalam pengertian bumi,

selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta berada di

bawah air”. Dalam penjelasan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Pokok Agraria

tersebut diatas, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan

bumi. UUPA menentukan bahwa dengan pemberian hak atas tanah sudah

termasuk wewenang untuk mempergunakan tanah tersebut, demikian pula tubuh

bumi, air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk

kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam

batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Hak atas tanah merupakan salah satu materi yang diatur dalam UUPA. Tanah

merupakan asset yang sangat berharga dan penting juga diliputi oleh banyak

permasalahan yang timbul dan bersumber dari hak atas tanah. Guna

mengantisipasi dan mencegah permasalahan yang mungkin timbul maka pemilik

1
hak perlu mendaftarkan tanah supaya tidak terjadi sengketa yang merugikan di

kemudian hari. Hak atas tanah suatu bidang tanah harus didaftarkan karena

dengan mendaftarkan hak atas tanah yang kita miliki maka kepemilikan kita atas

bidang tanah tersebut berkekuatan hukum.

1. Hak milik

Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA pengertian hak milik adalah

sebagaiberikut:

hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah

dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Berdasarkan ketentuan tersebut

bahwa sifat-sifat hak milik membedakan dengan hak-hak lainnya. Hak milik

adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas

tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang

mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu-gugat. Kata-kata turun–temurun

berarti bahwa hak milik atas tanah tidak hanya berlangsung selama hidup

pemegang hak, akan tetapi apabila terjadi peristiwa hukum yaitu dengan

meninggalnya pemegang hak dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya. Kata

terkuat berarti bahwa hak milik atas tanah dapat dibebani hak atas tanah

lainnya, misalnya dibebani dengan Hak Guna Bangunan, hak pakai, dan hak

lainnya. Hak milik atas tanah ini wajib didaftarkan. Sedangkan kata terpenuh

berarti bahwa hak milik atas tanah telah memberi wewenang yang luas kepada

pemegang hak dalam hal menggunakan tanahnya.

Berdasarkan Pasal 21 UUPA yang menjadi subyek hak milik adalah sebagai

berikut:

a. Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik;

b. Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai

2
hak milik.

c. Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak

milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena

perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak

milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan

kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu

tahun sejak diperoleh hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.

Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan,

maka hak itu hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara,

dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lainnya tetap berlangsung.

d. Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai

kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak

milik dan baginya berlaku ketentuan ayat (3) Pasal ini. Pemegang hak

milik atas tanah pada prinsipnya hanya dipunyai oleh perorangan, yaitu

sebagai warga negara Indonesia tunggal. Oleh karena itu, hak milik pada

dasarnya diperuntukkan khusus bagi warga negara Indonesia saja yang

berkewarganegaraan tunggal.

2. Hak Guna Usaha (HGU)

Dalam dunia properti, ada beragam bentuk kepemilikan tanah atau

bangunan salah satunya Hak Guna Usaha (HGU). Tidak sama seperti Sertifikat

Hak Milik (SHM), ternyata HGU adalah hak yang diberikan oleh pemerintah

dan hanya bersifat sementara. Bentuk penggunaan HGU juga telah diatur

sehingga tidak bisa sembarangan. Sesuai aturan pemerintah, HGU bisa

diberikan untuk dijadikan usaha perikanan, peternakan, atau perkebunan.

3
HGU adalah singkatan untuk Hak Guna Usaha. Sesuai UU Nomor 5

Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Hak Guna Usaha atau HGU adalah

hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara dalam jangka waktu

tertentu. Seseorang atau badan usaha yang memiliki Sertifikat Hak Guna

Usaha (SHGU) dari pemerintah berarti diberikan izin untuk mengelola

sebidang tanah dengan tujuan tertentu seperti peternakan, perikanan, dan

lainnya. Biasanya, tanah yang bisa dijadikan HGU harus memiliki luas tanah

minimal 5 hektar dan maksimal 25 hektar. Dari pengertian tersebut, jenis tanah

negara yang bisa diberikan HGU adalah tanah yang termasuk dalam kategori

hutan produksi. Selanjutnya, status tanah tersebut dialihkan jadi lahan untuk

perkebunan, peternakan, atau perikanan. Jadi, hutan lindung dan konservasi

tidak termasuk dalam HGU.

Dalam pertanahan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA),

Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai

langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu untuk digunakan sebagai

usaha pertanian, perikanan, atau peternakan.

Regulasi tentang HGU juga diatur dalam sejumlah aturan lain seperti Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Atas Pakai Tanah. Tetapi, aturan itu telah direvisi dengan

terbitnya PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas

Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

Pada pasal 19 PP terbaru tersebut, mereka yang berhak atas HGU adalah

Warga Negara Indonesia (WNI) dan badan hukum yang didirikan menurut

hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Jika pemegang HGU tidak

4
lagi memenuhi kedua syarat tersebut, maka ia wajib melepaskan haknya pada

orang lain dalam jangka waktu 1 tahun.

Karena bukan milik pribadi, maka dalam penggunaannya pemegang HGU

memiliki beberapa kewajiban yang harus ditaati sesuai dengan Pasal 27 PP

Nomor 18 Tahun 2021. Apa saja? Berikut penjelasannya:

 Mengusahakan tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan

kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

 Melaksanakan usaha pertanian, perikanan, dan/atau peternakan sesuai

peruntukan dan persyaratan yang telah ditetapkan dalam keputusan

pemberian haknya paling lama 2 tahun sejak hak diberikan;

 Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah

kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

 Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas yang ada

dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha;

 Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi

pekarangan atau bidang tanah yang terkurung;

 Mengelola, memelihara, dan mengawasi serta mempertahankan fungsi

kawasan konservasi bernilai tinggi dalam hal areal konservasi berada pada

areal Hak Guna Usaha;

 Menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi

lainnya;

 Mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata

ruang;

5
 Memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20

persen dari luas tanah yang diberikan Hak Guna Usaha, dalam hal

pemegang hak merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas dan

penggunaannya untuk perkebunan;

 Menyampaikan laporan setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna

Usaha;

 Melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal

dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan

 Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha

kepada negara atau pemegang Hak Pengelolaan, setelah hapusnya Hak

Guna Usaha.

Selain kewajiban, ada juga 6 larangan yang harus ditaati pemegang HGU

sesuai dengan Pasal 28 PP Nomor 18 Tahun 2021 seperti berikut:

 Menyerahkan pemanfaatan tanah Hak Guna Usaha kepada pihak lain,

kecuali dalam hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan;

 Mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas

umum, akses publik, dan/atau jalan air;

 Membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar;

 Merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup;

 Menelantarkan tanah; dan

 Mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi

tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, dalam

6
hal dalam areal Hak Guna Usaha terdapat sempadan badan air atau fungsi

konservasi lainnya.

3. Hak Guna Bangunan

Status kepemilikan hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik

(SHM) memiliki perbedaan yang harus diketahui calon pembeli sebelum

membeli propertinya. Menjadi salah satu hal penting yang perlu dicermati

setelah lokasi dan harga. Berdasarkan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), HGB

adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah

yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) no. 5 Tahun 1960 Pasal 35

ayat 1, HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-

bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri selama jangka waktu

tertentu. Ini artinya, pemegang sertifikat HGB nantinya tidak memiliki lahan,

melainkan hanya memiliki bangunan yang dibuat di atas lahan tersebut.

Penggunaan HGB (Hak Guna Bangunan) juga diatur dalam Peraturan

Pemerintah (PP) no. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah. Pada pasal 32 dinyatakan bahwa

pemegang HGB berhak untuk menguasai dan mempergunakan tanah yang

diberikan dengan HGB, selama jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan

mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya, serta untuk

mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.

7
4. Hak Pakai

Hak Pakai merupakan salah satu hak atas tanah yang diatur dalam aistem

penguasaan dan pengelolaan tanah di Indonesia diatur di dalam Undang-

Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(UUPA). Pasal 16 UUPA menentukan macam-macam hak atas tanah, yakni:

Hak Milik, Hak Guna-Usaha, Hak Guna-Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa,

Hak Membuka Tanah, Hak Memungut-Hasil Hutan, dan hak-hak lain yang

tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan

Undnag-Undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang

disebutkan dalam Pasal 53 UUPA, antara lain: Hak Gadai, Hak Usaha Bagi

Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian. Pasal 41 Undang-

Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(UUPA) menjelaskan bahwa Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan

dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau

tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang

memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan

perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu

asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA. Yang

membedakan Hak Pakai dengan hak-hak tanah yang lain adalah Hak Pakai

merupakan satu-satunya jenis hak tas tanah dalam UUPA yang dapat diberikan

kepada warga negara asing atau badan hukum asing, karena hak atas tanah ini

memberikan wewenang yang terbatas (Pasal 42 UUPA). Hak Pakai hanya

dapat dimiliki oleh antara lain:

8
1. Warga negara Indonesia;

2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia;

4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Kemudian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2022 tentang Cipta Kerja (Perpu Cipta Kerja) menambahkan bahwa

sebagaimana diatur pada Pasal 129 Perpu Cipta Kerja, tanah yang dikelola

badan bank tanah diberikan hak pengelolaan, dimana hak atas tanah di atas hak

pengelolaan yang dimaksud dapat diberikan hak Pakai. Badan bank tanah

merupakan badan khusus yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat untuk

mengelola tanah (Pasal 125 Perpu Cipta Kerja). Tak hanya itu, Hak Pakai juga

dapat diberikan kepada, antara lain:

1. Di atas tanah Hak Pengelolaan yang pemanfaatannya diserahkan kepada

pihak ketiga baik sebagian atau seluruhnya (Pasal 138 Angka 2 Perpu

Cipta Kerja),

2. Rumah Susun (Pasal 145 Perpu Cipta Kerja),

3. Tanah atau ruang yang terbentuk pada ruang atas dan/atau bawah tanah

dan digunakan untuk kegiatan tertentu (Pasal 146 Angka 1 Perpu Cipta

Kerja), dan

4. Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada ruang atas dan/atau bawah tanah

oleh pemegang hak yang berbeda (Pasal 146 Angka 4 Perpu Cipta Kerja).

9
B. Hak Atas Tanah Bersifat Sementara

Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan

dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat

feodal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam-macam hak atas tanah ini

adalah Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil),

Hak Menumpang, dan Hak sewa Tanah pertanian.

Berdasarkan pengelompokan macam-macam hak atas tanah di atas, maka

pembahasan selanjutnya akan dibatasi hanya pada ruang lingkup hak-hak atas

tanah yang bersifat tetap sebagaimana tercantum di dalam UUPA yang dapat

diberikan kepada seseorang atau badan hukum, sehingga penerima hak akan dapat

mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

1. Hak Gadai

Hak gadai adalah hak hukum yang diberikan oleh pemilik properti,

oleh hukum atau diperoleh oleh kreditor. Setelah dijalankan, hak gadai

menjadi hak hukum kreditor untuk menjual properti jaminan dari debitur yang

gagal memenuhi kewajiban pinjaman atau kontrak lainnya. Properti yang

menjadi subjek hak gadai tidak dapat dijual oleh pemiliknya tanpa persetujuan

dari pemegang hak gadai. Hak gadai mengambang mengacu pada hak gadai

pada inventaris, atau properti tidak tetap lainnya.

Gadai juga sering diberikan ketika seseorang mengambil pinjaman

dari bank untuk membeli mobil. Individu membeli kendaraan dan membayar

penjual menggunakan dana dari bank, akan tetapi mereka memberi bank gadai

pada kendaraan tersebut. Jika individu tersebut tidak membayar kembali

pinjaman, bank berhak mengambil kendaraan, dan menjualnya untuk

membayar kembali pinjaman. Jika individu membayar kembali pinjaman

10
secara penuh, pemegang hak gadai (bank) kemudian melepaskan hak gadai

tersebut, dan orang tersebut memiliki kendaraan yang bebas dan bebas dari

segala hak gadai.

Hak gadai berfungsi untuk menjamin kewajiban yang mendasarinya,

seperti pembayaran kembali pinjaman. Jika kewajiban yang mendasarinya

tidak terpenuhi, kreditor mungkin dapat menyita aset yang menjadi subjek hak

gadai.

2. Hak Usaha Bagi Hasil

Hak usaha bagi hasil adalah seseorang atau badan hukum (yang

disebut pemilik), dengan perjanjian bahwa hasilnya akan di bagi dua menurut

imbangan yang di setujui bersama.3 Perjanjian bagi hasil ini dilakukan antara

pemilik tanah dan penggarap yang dalam hal ini timbul karena ada seorang

individu yang membutuhkan tanah.

3. Hak Sewa Atas Tanah Pertanian

Menurut Urip Santoso, yang dimaksud dengan hak sewa tanah

pertanian adalah suatu perbuatan hukum dalam bentuk penyerahan kekuasaan

tanah pertanian oleh pemilik tanah pertanian kepada pihak lain (penyewa)

dalam jangka waktu tertentu.

Kewajiban orang yang menyewakan sebagai berikut :

a. Beritikad baik dalam melaksanakan perjanjian sewa menyewa.

b. Memberikan informasi yang benar dan jelas mengenai kondisi barang

yang akan disewakan disertai penjelasan mengenai cara penggunaan,

pemeliharaan, dan perbaikan.

c. Merupakan pemilik, wakil, atau pengampu dari objek yang akan

disewakan.

11
d. Tidak melakukan sesuatu yang sifatnya diskriminatif.

e. Memberikan jaminan mutu barang atau jasa yang akan disewakan, dan

memberikan kesempatan kepada penyewa untuk melihat dan menguji

kelayakan barang yang akan dimanfaatkan.

f. Memberikan ganti rugi atau kompensasi jika manfaat yang diberikan tidak

sesuai.

Hak bagi orang yang menyewakan sebagai berikut :

a. Menerima bayaran atau harga barang atau jasa yang diterima sesuai

dengan kesepakatan yang ditentukan berdasarkan waktu

b. Mendapatkan perlindungan hukum terhadap penyewa yang tidak beritikad

baik.

c. Melakukan pembelaan jika terjadi sengketa.

d. Rehabilitasi nama baik jika dan terbukti secara hukum jika kerugian

konsumen tidak diakibatkan dari barang atau jasa yang disewakan.

e. Dan hak yang lainnya dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak bagi orang yang menyewakan sebagai berikut :

a. Menerima bayaran atau harga barang atau jasa yang diterima sesuai

dengan kesepakatan yang ditentukan berdasarkan waktu

b. Mendapatkan perlindungan hukum terhadap penyewa yang tidak beritikad

baik.

c. Melakukan pembelaan jika terjadi sengketa.

d. Rehabilitasi nama baik jika dan terbukti secara hukum jika kerugian

konsumen tidak diakibatkan dari barang atau jasa yang disewakan.

e. Dan hak yang lainnya dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak Penyewa sebagai berikut

12
a. Mendapat kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam memanfaatkan

barang atau jasa.

b. Hak memilih barang yang sesuai dengan harga yang ditentukan.

c. Mendapatakan informasi yang benar dan jelas.

d. Hak didengar pendapatnya serta keluhannya dan mendapatkan advokasi

dalam perlindungan hukum untuk penyelesaian sengketa.

e. Hak mendapatkan kompensasi dan pelayanan yang baik.

f. Dan hak lain yang diatur dalam peraturan lain.

4. Hak Menumpang

Hak Menumpang adalah merupakan hak adat, ketika seseorang

diberikan izin untuk mendirikan dan menempati rumah di atas tanah milik

orang lain, tanah tersebut bukan termasuk tanah tanah hak guna bangunan dan

hak sewa, pemegang hak menumpang tidak membayar sesuatu kepada pemilik

tanah, akan tetapi menurut pandangan umum pemegang hak menumpang

mempunyai kewajiban untuk membantu pemilik tanah untuk melakukan

pekerjaan - pekerjaan ringan sehari - hari. Hak menumpang pada hakekatnya

adalah "species" dari hak pakai (Boedi Harsono,1999 :281). Sedangkan di

dalam UUPA sendiri tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan

hak menumpang tersebut.

1. Sifat - Sifat dan Ciri - Ciri dari Hak Menumpang sebagai berikut :

• Tidak mempunyai jangka waktu jelas,bisa saja sewaktu - waktu dapat

dihentikan.

• Hubungan hukumnya lemah yaitu sewaktu - waktu dapat diputuskan

oleh pemilik tanah jika ia memerlukan tanah tersebut.

13
• Pemegang hak menumpang tidak wajib membayar sesuatu berupa uang sewa

kepada pemilik tanah.

• Hanya terjadi pada tanah pekarangan (tanah untuk bangunan).

• Tidak wajib di daftarkan ke kantor pertanahan.

• Tidak bisa di alihkan kepada pihak lain yang buka ahli warisnya.

2. Hapusnya Hak Menumpang sebagai berikut :

• Pemilik tanah sewaktu - waktu dapat mengakhiri hubungan hukum

antara pemegang hak menumpang dengan tanah yang bersangkutan.

• Hak milik atas tanah yang bersangkutan dicabut untuk kepentingan umum.

• Pemegang hak menumpang melepaskan secara sukarela hak menumpang.

14

Anda mungkin juga menyukai