Anda di halaman 1dari 5

Nama : Kuni arij zakiyah

NIM : 202010110311424
Kelas : G
TUGAS HUKUM AGRARIA

HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara. HGU dapat dimiliki dengan jangka waktu paling lama 25 tahun,guna
perusahaan pertanian,perikanana atau peternakan. Perusahaan yang memerlukan
waktu yang lebih lama dapat diberikan HGU paling lama 35 tahun. Setelah
jangka waktu HGU tersebut berakhir, pemilik HGU dapat memohon
perpanjangan untuk waktu yang paling lama 25 tahun.
HGU dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan badan-badan Indonesia
yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Selain karena berakhirnya jangka waktu, HGU juga dihapus karena:
1. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak di
penuhi.
2. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.
3. dicabut untuk kepentingan umum.
4. ditelantarkan
5. tanahnya musnah
6. pemilik HGU kehilangan syarat-syarat sebagai pemilik HGU atau suatu pihak
menerima pengalihan menurut hukum atas sebuah HGU namun tidak memenuhi
syarat sebagai pemilik HGU dan dalam jangka waktu 1 tahun tidak melakukan
pelepasan atau pengalihan hak kepada yang berhak.
Pemilik HGU berhak untuk mengalihkan HGU kepada pihak lain,selain itu
pemilik HGU juga dapat menjaminkan tanah HGU tersebut dengan hak
tanggungan.

HGU dalam Pasal 23 PP NO 18 TH 2021


PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
Pendaftaran Tanah merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja yang akan menjadi kebijakan strategis nasional dan akan
mengatur secara rinci pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja. Arahan kebijakan dalam penguatan Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,
Satuan Rumah Susun, pemberian hak pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah,
termasuk percepatan Pendaftaran Tanah berbasis elektronik adalah untuk mengatasi
berbagai hambatan dan tantangan birokrasi dan regulasi yang menghambat pertumbuhan
ekonomi dan bisnis di Indonesia.
PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
Pendaftaran Tanah menyatukan (omnibus law), mengharmoniskan, mensinkronkan,
memperbarui, dan mencabut ketentuan yang sudah tidak relevan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja antara lain Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
Atas Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat
Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia, serta beberapa
pengaturan mengenai penguatan Hak Pengelolaan juga akan memperbarui ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara.
Kebijakan baru dalam PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,
Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah mengatur tanah yang berada melayang di
atas tanah dan/atau berada di bawah permukaan tanah seperti pemberian hak pada Ruang
Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah. Tujuannya adalah mengatasi masalah keterbatasan
ketersediaan lahan bagi pembangunan perkotaan, efisiensi penggunaan lahan yang ada,
serta pengembangan bangunan secara vertikal termasuk pengembangan infrastruktur di
atas/bawah tanah, contohnya: mass rapid transit, fasilitas penyeberangan, dan pusat
perbelanjaan bawah tanah.
Tanah adalah permukaan bumi baik berupa daratan maupun yang tertutup air, termasuk
ruang di atas dan di dalam tubuh bumi, dalam batas tertentu yang penggunaan dan
pemanfaatannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan dan
pemanfaatan permukaan bumi. Ruang Atas Tanah adalah ruang yang berada di atas
permukaan Tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan pada bidang Tanah. Ruang Bawah Tanah adalah ruang yang berada di
bawah permukaan Tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan pada bidang Tanah. Itulah definisi Tanah, Ruang Atas
Tanah dan Ruang Bawah Tanah dalam PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak
Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,
Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah ditetapkan Presiden Joko Widodo pada
tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang
Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah
diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada tanggal 2
Februari 2021 di Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,
Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah ditempatkan pada Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 28. Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun,
dan Pendaftaran Tanah ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6630. Agar setiap orang mengetahuinya.
HAK GUNA USAHA DALAM UUPA
Pengertian
Mengenai hak guna usaha diatur dalam Pasal 28 – 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA).
Ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UUPA kemudian dijabarkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah (selanjutnya disebut PP 40/1996). Menurut
ketentuan Pasal 28 ayat (1) UUPA, hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan
tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu untuk usaha
pertanian, perikanan atau peternakan
Subyek
Pasal 30 ayat (1) UUPA menentukan bahwa yang dapat mempunyai hak guna usaha
adalah: Warga negara Indonesia, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.

Hak dan Kewajiban pemegang Hak Guna Usaha


Pemegang hak guna usaha berhak untuk menguasai dan menggunakan tanah yang
dipunyainya untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan
atau peternakan. Untuk mendukung usahanya tersebut, maka pemegang hak guna usaha
berhak untuk menguasai dan menggunakan sumber air dan sumber daya alam lainnya
yang terdapat di atas tanah tersebut dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dan
kepentingan masyarakat sekitar.

Pemegang hak guna usaha berkewajiban untuk:

1. Membayar uang pemasukan kepada negara;


2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan
sesuai dengan peruntukan dan syarat yang ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya;
3. Mengusahakan sendiri tanah tersebut dengan baik sesuai dengan kelayakan
usaha yang ditetapkan oleh instansi teknis;
4. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang
ada di lingkungan areal tanah tersebut;
5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan
menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan
tanah tersebut;
7. Menyerahkan kembali tanah tersebut kepada negara setelah hak guna
usahanya hapus;
8. Menyerahkan sertifikat hak guna usaha yang telah hapus kepada Kepala
Kantor Pertanahan;
Selain kewajiban-kewajiban tersebut, pemegang hak guna usaha juga dilarang untuk
menyerahkan pengusahaan tanah tersebut kepada pihak lain, kecuali diperbolehkan
menurut ketentuan yang berlaku. Pemegang hak yang tanahnya mengurung atau menutup
pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air juga wajib
memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang
tanah yang terkurung tersebut.

Terjadinya Hak Guna Usaha


Hak guna usaha terjadi karena penetapan pemerintah, yaitu melalui keputusan
pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pemberian hak guna
usaha wajib didaftarkan di buku tanah pada Kantor Pertanahan dan terjadi sejak
didaftarkan. Adapun tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha adalah
tanah negara. Apabila tanah tersebut berupa kawasan hutan, maka pemberian hak
guna usaha dapat dilakukan setelah tanah tersebut dikeluarkan dari status
kawasan hutan. Apabila tanah yang akan diberikan dengan hak guna usaha sudah
dikuasai dengan hak tertentu yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka
pemberian hak guna usaha dapat dilaksanakan setelah dilakukan pelepasan  hak
atas tanah  itu. Demikian pula apabila di atas tanah yang akan diberikan hak guna
usaha terdapat tanaman atau bangunan milik pihak lain yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, maka pemilik tanaman atau bangunan tersebut berhak
untuk mendapatkan ganti rugi dari pemegang hak guna usaha.
Jangka waktu hak guna usaha
Hak guna usaha diberikan untuk pertama kalinya paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang
paling lama 25 tahun. Setelah jangka waktu dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang
hak dapat diberikan pembaruan hak di atas tanah yang sama (Pasal 8 PP 40/1996 juncto Pasal 29
UUPA). Adapun syarat untuk perpanjangan atau pembaruan hak guna usaha adalah sebagai
berikut:
Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak;
Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak, yaitu merupakan warganegara
Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia).
Permohonan perpanjangan atau pembaruan hak guna usaha wajib diajukan paling lambat
dua tahun sebelum berakhirnya hak guna usaha. Perpanjangan atau pembaruan tersebut
juga wajib dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.
Beralihnya Hak Guna Usaha

Hak guna usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan cara:

1. Jual beli;
2. Tukar menukar;
3. Penyertaan dalam modal;
4. Hibah;
5. Pewarisan.
Peralihan hak guna usaha wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Apabila peralihan
hak guna usaha dilakukan melalui jual beli (kecuali lelang), tukar menurkar, penyertaan
dalam modal dan hibah, maka wajib dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Sedangkan terhadap peralihan hak yang dilakukan melalui jual beli secara lelang wajib
dibuktikan melalui Berita Acara Lelang. Namun apabila peralihan hak guna usaha terjadi
karena pewarisan, maka harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan
waris.

Hapusnya Hak Guna Usaha

Hak guna usaha hapus karena (Pasal 34 UUPA):

1. Jangka waktunya berakhir dan tidak diperpanjang atau diperbarui;


2. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
3. Dicabut untuk kepentingan umum (berdasarkan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda
yang Ada di Atasnya);
4. Diterlantarkan;
5. Tanahnya musnah;
6. Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha tidak lagi
memenuhi syarat sebagai pemegang hak (wajib melepaskan atau
mengalihkan haknya paling lambat satu tahun).
Terhadap tanah yang hak guna usahanya hapus karena ketentuan tersebut, maka tanahnya
menjadi tanah negara.

Anda mungkin juga menyukai