Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ferdinand Rizki Widya Dhana

NIM : 202010110311522
Kelas : G
1. Bagaimana pandangan Anda tentang Gugatan Pertanahan FX Ismanto terhadap
Perda Keistimewaan Jogjakarta ( NIM GENAP)
Jawaban
Pasal 7 ayat (2) huruf d UU Keistimewaan DIY berbunyi: "Kewenangan dalam
urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: d.
pertanahan". Pemberlakuan Pasal a quo (tersebut) telah memberikan kewenangan
Keistimewaan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mengurus bidang
pertanahannya sendiri, secara nyata telah menciptakan kesewenang-wenangan
dalam menentukan suatu kebijakan yang berkaitan dengan urusan pertanahan di
wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kasus gugatan terhadap perda
keistimewaan Jogjakarta menurut pendapat saya sudah benar karena menurut
yuridis dan sangat konstitusional serta melalui Undang-Undang yang benar
seperti dalam Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria menyebutkan bahwa hak milik adalah hak turun-menurun,
terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Kemudian Pasal 21
ayat (1) UU Nomor 1960 ini menyebut bahwa hak milik hanya dapat dimiliki
oleh warga negara Indonesia (WNI). Tetapi karena UU Keistimewaan DIY
menyebabkan UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau
yang dikenal UUPA menjadi tidak berlaku di Yogyakarta.
UU Pokok Agraria tak berlaku, karena UU Keistimewaan DIY memberi
kewenangan selain soal pengaturan Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan
pemda, tata ruang, juga memberi kewenangan tersendiri mengatur pertanahan.
Surat keterangan Pemprov DI Yogyakarta pada 8 Mei 2012
No.593/00531/RO.I/2012 menyebut: "Instruksi Kepala daerah DIY No.
K.898/1975 sampai saat ini masih berlaku dan merupakan affirmative policy
yang tujuannya untuk melindungi warga pribumi agar kepemilikan tanah tidak
beralih kepada warga atau pemodal yang secara finansial memiliki kemampuan
lebih atau kuat". Dalam Pasal 5 Konvensi Internasional Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Rasial, menyebutkan bahwa Sejalan dengan kewajiban-
kewajiban mendasar yang dicantumkan dalam pasal 2 Konvensi ini, Negara-
negara Pihak melarang dan menghapuskan segala bentuk diskriminasi rasial dan
menjamin hak-hak setiap orang tanpa membedakan ras, warna kulit, asal usul
etnik atau kebangsaan untuk mendapatkan kesederajatan di hadapan hukum,
khususnya dalam menikmati hak-hak sebagai berikut salah satunya (e) Hak-hak
ekonomi, sosial, budaya, khususnya : iii) Hak untuk perumahan, dengan
demikian menyebabkan adanya "perilaku diskriminatif atas dasar ras dan suku
terhadap WNI berketurunan Tionghoa" karena tidak dimungkinkannya WNI
keturunan Tionghoa menguasai suatu hak atas tanah dengan status hak milik di
wilayah Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai