Anda di halaman 1dari 9

JUDUL ARTIKEL : HAK USAHA SENGKETA

PERTANAHAN

NAMA : DHIFA RIDHO DWIPUTRA HIDAYAT

NPM : 010122267

PEMBAHASAN .

Tanah mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia karena kehidupan manusia sama sekali tidak dapat

dipisahkan dari tanah atau dengan kata lain hubungan manusia dengan tanah merupakan hubungan yang

abadi. Manusia hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah.

Selamanya tanah akan selalu dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya, untuk tempat tinggal, lahan

pertanian, tempat peribadatan dan sebagainya, bahkan untuk menopang peradaban suatu bangsa.

Agar masyarakat Indonesia terhindar dari permasalahan pertanahan, dalam penyusunan perundang-

undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pengaturan mengenai tanah harus benar benar diperhatikan

agar undang-undang yang dibuat betul-betul memenuhi kepentingan hukum yang berhak. Di dalam Negara

Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya, terutama masih

bercorak Agraris, maka bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang maha Esa mempunyai

fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat adil dan makmur .

Pernyataan dan kenyataan ini membawa konsekuensi agar pengaturan kepemilikan hak atas tanah pun dikaji

lebih mendalam agar hak-hak atas tanah untuk setiap individu mendapat perlindungan. Dengan

terlindunginya hak hak individu atas tanah maka terciptalah sebuah keamanan, kenyamanan untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dasar pemberian hak atas tanah bagi masyarakat Indonesia harus

mengacu pada Pasal 33 ayat (3) Undang-undang dasar 1945 sebagai hak menguasai dari negara. Makna

hak menguasasi dari negara bukan berarti bahwa tanah tersebut dimiliki secara keseluruhan oleh negara2.

Tidak terkecuali permasalahan Hak Guna Usaha dalam hidup bermasyarakat sering terjadi di wilayah

Republik Indonesia. Biasanya permasalahan ini selalu berimbas kerugian kepada masyarakat setempat yang

berdampingan langsung dengan tanah yang diberi Hak Guna Usaha oleh pemerintah. Hal ini dipicu

ketidakjelasan tentang batas-batas hak guna usaha yang diberikan pemerintah kepada pengusaha sebagai

perusahaan yang mengelola hak guna usaha tersebut.

Pemicu sengketa lahan bagi Pengelola dan masyarakat biasanya disebabkan ketidakjelasan asal usul tanah

serta kurang pahamnya masyarakat Indonesia tentang peraturan mengenai pertanahan. Bila kita kaji dari

prinsip negara kesejahteraan sebagaimana yang sudah dituangkan dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 dan

UUPA No 5 tahun 1960, maka pemerintah berkewajiban untuk memberikan kesejahteraan bagi setiap

warganya. Salah satu cara pemerintah untuk mensejahterakan masyarakatnya dengan memberikan

peruntukan tanah sesuai dengan fungsi tanah sebagai hak menguasai dari negara tentang tanah.

1.Subjek Hak Guna Usaha

Dalam istilah hukum ada dikenal dua subyek hukum yaitu orang (person) dan badan Hukum. subyek

daripada Hak guna usaha adalah orang atau badan hukum. Suatu hak hanya dimungkinkan diperoleh apabila

orang atau badan yang akan memiliki hak tersebut cakap secara hukum untuk mempunyai objek yang

menjadi haknya. subjek hukum yang dapat menjadi pemegang hak atas tanah, yaitu :

a.Warga Negara Indonesia Sebagai subjek hukum,

warga negara Indonesia memiliki otoritas untuk melakukan kewajiban dan mendapatkan haknya. Dengan

kata lain, warga negara Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu,

misalnya mengadakan suatu perjanjian , mengadakan perkawinan, membua tsurat wasiat, dan lain

sebagainya termasuk mengadakan suatu perbuatan hukum yang menyangkut dengan tanah dan hak- hak

atas tanah.
b.Badan Hukum Indonesia

Badan hukum juga disebut sebagai pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa. Perbedaannya dengan

subjek hukum orang perorangan adalah badan hukum itu hanya dapat bergerak bila ia dibantu oleh subjek
hukum orang. Artinya, ia tidak dapat melakukan perbuatan hukum tanpa didukung oleh pihak-pihak lain.

Selain itu, badan hukum tidak dapat dikenakan hukuman penjara (kecuali hukuman denda).

Untuk dapat menjadi subjek Hak Guna Usaha, badan hukum harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:

1. Didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia

2. Berkedudukan di indonesia.

Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap badan hukum, selama didirikan menurut ketentuan hukum dan

berkedudukan di Indonesia dapat menjadi subjek hak guna usaha sebagaimana diatur dalam perundang

undangan Indonesia tentang subyek hukum

2. Objek Hak Guna Usaha

Objek hak guna usaha adalah tanah negara. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah

tanah negara sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, tanah negara adalah tanah yang dikuasai

langsung oleh negara dan belum atau tidak terdapat hak-hak lain di atas tanah tersebut atau tanah negara

bebas. Mengenai obyek yang dimaksud disini tanah negara yang dimaksud harus benar benar dapat

dibuktikan tanah tersebut dalam keadaan kosong dan tidak sedang dikuasai atau digarap oleh masyarakat.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang

ada di atasnya menyebutkan bahwa ganti rugi yang layak itu disandarkan pada nilai nyata/sebenarnya dari

tanah atau benda yang bersangkutan. Ganti kerugian ini ditetapkan oleh Pemerintah atas usul Panitia

Penaksir yang terdiri dari pejabat ahli dalam bidangnya.


Terdapat pada Pasal 721 BW (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) - KUHPerdata (Kitab Undang-undang

Hukum Perdata) – Buku II tentang Barang - Bab VIII Hak Guna.

Pemegang hak guna usaha menikmati segala hak yang terkandung dalam hak milik atas tanah yang ada

dalam usahanya, tetapi ia tidak boleh berbuat sesuatu yang kiranya dapat menurunkan harga tanah itu.

Dengan demikian ia tidak boleh antara lain melakukan penggalian batu, batu bara terpendam, tanah liat

atau bagian tanah lain sejenis itu, kecuali bila penggalian itu memang sudah dimulai ketika hak itu

diperolehnya

Seseorang atau badan usaha yang memiliki Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) dari pemerintah berarti

diberikan izin untuk mengelola sebidang tanah dengan tujuan tertentu seperti peternakan, perikanan, dan

lainnya. Biasanya, tanah yang bisa dijadikan HGU harus memiliki luas tanah minimal 5 hektar dan

maksimal 25 hektar.

A. Dasar hukum HGU

menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (UUPA), Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh

negara dalam jangka waktu tertentu untuk digunakan sebagai usaha pertanian, perikanan, atau peternakan.

Regulasi tentang HGU juga diatur dalam sejumlah aturan lain seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40

Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Atas Pakai Tanah. Tetapi, aturan itu

telah direvisi dengan terbitnya PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan

Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

Pada pasal 19 PP terbaru tersebut, mereka yang berhak atas HGU adalah Warga Negara Indonesia (WNI)

dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Jika pemegang

HGU tidak lagi memenuhi kedua syarat tersebut, maka ia wajib melepaskan haknya pada orang lain dalam

jangka waktu 1 tahun.


B. Jangka Waktu HGU

Sesuai dengan namanya yakni izin hak guna usaha, maka masa berlaku sertifikatnya hanya sementara. Dari

peraturan terbaru HGU tahun 2021 pasal 22, maka Hak Guna Usaha diberikan dalam jangka waktu paling

lama 35 tahun. Namun, Anda bisa memperpanjang masa pakainya paling lama sampai 25 tahun dan

diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 35 tahun.

Perlu diingat, perpanjangan adalah hak penambahan jangka waktu berlakunya suatu hak tanpa mengubah

syarat dalam pemberian hak. Di sisi lain, pembaharuan hak adalah pemberian hak yang sama pada

pemegang hak sebelumnya dengan menambah jangka waktu berlakunya hak setelah jangka waktu berakhir

atau sebelum jatuh tempo perpanjangannya berakhir.

Jika jangka waktu HGU telah habis, maka tanah akan otomatis kembali jadi lahan yang dikuasai langsung

oleh negara atau tanah Hak Pengelolaan. HGU juga tidak bisa diubah menjadi SHM karena status

kepemilikan tanah adalah milik pemerintah bukan perorangan. Karena itu, segala bentuk penataan kembali,

penggunaan, pemanfaatan, dan kepemilikan tanah tersebut akan jadi kewenangan Menteri ATR/Kepala

BPN. Namun perlu diingat, pemerintah bisa memberikan prioritas pada bekas pemegang HGU dengan

memperhatikan beberapa aspek berikut ini:

 Tanah masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan

pemberian hak;

 Pemegang HGU masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;

 Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;

 Tanah masih sesuai dengan rencana tata ruang (tidak diubah);

 Tidak digunakan dan atau direncanakan untuk kepentingan umum;


Sekarang sudah dikeetahui apa itu HGU. Namun saat Anda membeli hunian Anda tidak memerlukan HGU,

Anda bisa mencari hunian yang sudah memiliki SHM.

C. Larangan dan Kewajiban Pemegang HGU

Karena bukan milik pribadi, maka dalam penggunaannya pemegang HGU memiliki beberapa kewajiban

yang harus ditaati . Berikut penjelasan diantaranya:

 Mengusahakan tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan

kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

 Melaksanakan usaha pertanian, perikanan, dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan

yang telah ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya paling lama 2 tahun sejak hak diberikan;

 Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya serta menjaga

kelestarian lingkungan hidup;

 Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas yang ada dalam lingkungan areal

Hak Guna Usaha;

 Mengelola, memelihara, dan mengawasi serta mempertahankan fungsi kawasan konservasi bernilai

tinggi dalam hal areal konservasi berada pada areal Hak Guna Usaha;

 Menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;

 Mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;

 Menyampaikan laporan setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha;

 Melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal dipergunakan bagi

pembangunan untuk kepentingan umum; dan

 Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada negara atau

pemegang Hak Pengelolaan, setelah hapusnya Hak Guna Usaha.

Selain kewajiban, ada juga 6 larangan yang harus ditaati pemegang HGU sesuai dengan Pasal 28 PP Nomor

18 Tahun 2021 seperti berikut:


 Menyerahkan pemanfaatan tanah Hak Guna Usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal

diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan;

 Mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik,

dan/atau jalan air;

 Membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar;

 Merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup;

Menelantarkan tanah.

Anda mungkin juga menyukai