Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH HUKUM AGRARIA

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH DIPANDANG DARI


SUDUT OMNIMBUS LAW

Oleh:

DAVIN YUSRIPUTRA ALITION

NRP: 124220517

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SURABAYA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Tanah adalah sumber kehidupan manusia, dimana tanpa adanya tanah,

manusia tidak akan dapat hidup, bahkan semua mahluk hidup dan tanaman yang

ada sangat membutuhkan tanah didalam kehidupannya. Dikarenakan gaya

gravitasi bumi, seluruh kehidupan mahluk hidup harus didasarkan kepada tanah.

Maka dari itu, hukum tentang pertanahan ini sangatlah penting untuk dibahas

karena sangat penting tidak hanya bagi kehidupan manusia saja, melainkan

mahluk hidup lain dan alam yang harus dijaga dan dilestarikan.

Pengaturan tentang tanah di Indonesia sudah ada beratus-ratus tahun

lamanya dari zaman Hindia-Belanda, sehingga sudah diketahui bahwa peraturan

tentang tanah diakui sangat penting dari dahulu kala. Dimana dalam menjajah

suatu bangsa, tentu yang harus dijajah dan paling dicari adalah adalah tanahnya

yang sangat kaya akan kekayaan alam. Tentu kekayaan alam tersebut adalah emas

bagi penjajah, dimana letak emas tersebut terdapat tidak didalam tanah saja, tetapi

dipermukaan tanah dalam wujud rempah-rempah dan kekayaan alam lainnya.

Hukum pertanahan kolonial ditujukan untuk mendapatkan keuntungan

bagi Pemerintah Hindia-Belanda. Semua kebijakan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Hinda Belanda sebagaimana dikeluarkannya Agrarische Wet,

Agrarische Besluit, semata-mata ditujukan untuk memperbesar kas Pemerintah

Hindia Belanda. Berdasarkan kenyataan itulah maka pada waktu Indonesia

merdeka, politik pertanahan kita diubah dengan tujuan utama untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dasar konstitusional politik hukum agraria

nasional kita adalah Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang mengatur “bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung didalanya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat”.1

Filosofi UUPA bercita-cita bahwa tanah adalah untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Oleh karena itu secara normatif hukum tidak boleh menutup

peluang kepada siapapun yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan, termasuk

dalam penguasaan dan penggunaan Hak Pengelolaan. Artinya konsentrasi

penguasaan tanah-tanah Hak Pengelolaan tidak boleh hanya ada di satu tangan,

sehingga menimbulkan monopoli di bidang pertanahan. Dengan demikian

pengaturan dan penataan normatif terhadap Hak Pengelolaan harus segera

dilakukan dengan memberikan dasar hukum yang kuat atas keberadaan Hak

Pengelolaan sebagai pelaksanaan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

Tuntutan agar Hak Pengelolaan diatur dalam landasan hukum yang kuat

ternyata direspon oleh Pemerintah, meski tidak diatur dalam suatu Undang-

Undang yang mandiri. Pengaturan tersebut dituangkan dan menjadi bagian dari

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Undang-Undang ii

dikenal dengan Omnimbus Law, yaitu suatu Undang-undang yang mengatur dan

menampung banyak bidang, salah satunya adalah bidang Pertanahan.

1
Hajati, Sri, Winarsi, Sri, Sekarmadji, Agus, Moechtar, Oemar, Politik Hukum Pertanahan,
Airlangga University Press, Surabaya, 2017, h. 35
Bidang pertanahan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 diatur

dalam Bab VIII Tentang Pengadaan Tanah, Bagian Keempat Pasal 125 sampai

dengan Pasal 147. Sedangkan ketentuan khusus mengenai Hak Pengelolaan diatur

dlam Paragraf Ketiga Tentang Penguatan Hak Pengelolaan tersebut mengatur

tentang isi, kewenangan, subyek dan obyek, tata cara terjadinya atau pemberian

Hak Pengelolaan, pengawasan dan pengendalian oleh Pemerintah atas

penggunaan atau pemanfaatan tanah Hak Pengelolaan, pembatalan atau

pencabutan Hak Pengelolaan, dan evaluasi pemanfaatan hak atas tanah dengan

Hak Pengelolaan.

Menurut Pasal 142 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta

Kerja, ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan

Pemerintah. Berdasarkan ketentuan tersebut kemudian Pemerintah menerbitkan

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas

Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, tanggal 2 Februari 2021.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tersebut ketentuan mengenai

Hak Pengelolaan diatur dalam Pasal 4 - Pasal 18, yang mengatur:

a. Tanah yang dapat dibebani dengan Hak Pengelolaan.

b. Subyek Hak Pengelolaan.

c. Pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan.

d. Terjadinya Hak Pengelolaan.

e. Pembebanan, peralihan, dan pelepasan Hak Pengelolaan dan Hak Atas

Tanah diatas Hak Pengelolaan.

f. Hapusnya Hak Pengelolaan.


g. Pengawasan dan Pengendalian Hak Pengelolaan.

h. Tanah Reklamasi yang dibebani Hak Pengelolaan.2

2
Soerodjo, Irawan, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) Eksistensi,
Pengaturan dan Praktik, LaksBang Mediatama, Surabaya, 2021, h. 30-31
BAB II

PERMASALAHAN

2.1. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah yang akan dikaji adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan Hak Pengelolaan pada Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnimbus Law)?

2. Apakah dapat dibenarkan jika Hak Guna Bangunan diatas Hak

Pengelolaan?

2.2. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu, agar pembaca dapat mengetahui

bagaimana eksistensi Hak pengelolaan atas tanah yang dipandang dari sudut

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnimbus Law).


BAB III

PEMBAHASAN

1. Tanah Yang Langsung Dikuasai Oleh Negara

Penguasaan berasal dari kata “kuasa” yaitu suatu kemampuan atau

kesanggupan untuk berbuat sesuatu. Atau dengan pengertian lain sebagai

wewenang atas sesuatu atau menentukan (memerintah, mewakili, mengatur,

mengurus dan sebagainya) sesuatu hal. Dengan demikian penguasaan atau

dikuasai oleh negara adalah suatu kemampuan atau kesanggupan yang ada pada

negara berdasarkan wewenang yang dimiliki atau ada padanya untuk menentukan

sesuatu, dapat dalam bentuk memerintah, mewakili atau mengurus bumi dan air

dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Dengan konsep hak menguasai tersebut bukan berarti rakyat/masyarakat

kedudukannya dibawah negara. Dalam prinsip “negara menguasai” maka dalam

hubungan antara negara dan masyarakat/rakyat, masyarakat/rakyat tidak

disubordinasikan kedudukannya dibawah negara, karena negara justru menerima

kuasa dari masyarakat/rakyat untuk mengatur tentang peruntukan, persediaan dan

penggunaan tanah serta hubungan hukum yang bersangkutan dengan tanah. Jadi,

negara hanya berperan sebagai wasit yang adil yang menentukan aturan main

yang ditaati oleh semua pihak dan negara juga tunduk pada peraturan yang

dibuatnya sendiri ketika turut berperan sebagai aktor dalam aktivitasnya

melakukan pemanfaatan tanah.


Timbulnya pemikiran Hak Menguasai dari Negara yang bersumber pada

Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 jo. Pasal 2 Undang-Undang Pokok

Agraria tersebut sebagai upaya untuk menghilangkan atau mengganti paradigma

lama dimana negara sebagai pemilik. Pengertian dikuasai oleh negara bukan

berarti dimiliki melainkan hak yang memberi wewenang kepada negara untuk

mengatur peruntukan dan penggunaan bumi dan air dan kekayaan yang

terkandung didalamnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara adalah

penguasa bukan pemilik atas seluruh tanah air di Indonesia.

Hak menguasai adalah suatu bentuk hubungan hukum atas penguasaan

yang nyata terhadap suatu benda untuk digunakan atau dimanfaatkan bagi

kepentingan sendiri. Di dalam istilah Hak Menguasai mengandung arti adanya

fungsi pengawasan (kontrol) secara fisik terhadap benda yang dikuasainya. Salah

satu prinsip Hak Menguasai adalah adanya kekuasaan untuk mengenyahkan atau

menyingkirkan dengan kekuatan fisik atau dengan menyimpan benda yang

dikuasainya itu.

Untuk mewujudkan sikap saling menghormati atas hak masing-masing

dalam menguasai benda dan guna menghindari benturan penguasaan atas suatu

benda, maka Hak Menguasai perlu diletakan dalam suatu kerangka aturan yang

didasarkan pada hukum yang berlaku, sehingga dapat tercipta perlindungan

hukum bagi setiap individu atau kelompok atas penguasaan terhadap suatu benda

tersebut. Adanya hukum yang mengatur maka akan memberika kepastian hukum

bagi setiap orang yang mempunyai hak menguasai atas suatu benda.
Boedi Harsono berpendapat bahwa pengertian “penguasaan” dan

“menguasai” dapat dipakai dalam arti fisik dan arti yuridis. Penguasaan yuridis

dilandasi oleh suatu hak yang dilindungi hukum dan umumnya memberikan

kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik atas tanah yang

dihaki. Akan tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi

kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, namun pada

kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain. Jadi dalam hukum

pertanahan disamping dikenal penguasaan yuridis yang diikuti penguasaan fisik,

ada pula suatu penguasaan yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk

menguasai tanah secara fisik.

Hak menguasai ini berbeda dengan Hak untuk memiliki (yang dikenal juga

sebagai Hak Milik). Hak Milik adalah hubungan antara seseorang dengan benda

yang membentuk suatu kepemilikan terhadap benda tersebut. Hak Menguasai

apabila tidak diikuti dengan kepemilikan benda tersebut bersifat sementara,

sedangkan Hak Milik bersifat permanen (tetap). Selain itu Hak Milik berada

dalam suatu koridor ketentuan hukum atau sistem hukum sedangkan Hak

Menguasai semata-mata hanya didasarkan pada keadaan fakta adanya hubungan

dengan benda tersebut. Atau dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa hak

milik merupakan pengertian dalam perspektif hukum, sedang hak menguasai

merupakan pengertian secara riil bahwa seseorang menguasai suatu benda. Dalam

hukum agraria nasional Hak Menguasai dari Negara adalah sangat penting untuk
dibahas terlebih dahulu secara menyeluruh tentang apa yang dimaksud dengan

Hak Menguasai dari Negara tersebut.3

Jadi didalam Hak Menguasai Negara, pemerintah hanya menguasai dalam

bentuk yuridisnya saja, tidak menguasai secara fisik. Hal demikian yang berarti

bahwa negara bukanlah pemilik seluruh tanah di negara ini, melainkan negara

hanya menguasai tanah.

2. Hak Pengelolaan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang

Cipta Kerja (Omnimbus Law)

Sebelum dan sesudah lahirnya UUPA istilah Hak Pengelolaan tidak

dikenal dalam tatanan hukum pertanahan nasional (hukum agraria). Hak

Pengelolaan yang dahulu diterjemahkan dengan Hak Penguasaan berasal dari

terjemahan bahasa Belanda yaitu “Beheersrecht”. Sejarah Hak Pengelolaan telah

ada sejak Pemerintahan Hindia Belanda dengan menggunakan istilah “in beheer”,

yang kemudian oleh pemerintah Indonesia diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor

8 Tahun 1953 Tentang Penguasaan Tanah Negara. Filosofi penjajah terhadap

eksistensi Hak Pengelolaan adalah ingin menguasai tanah jajahan sedangkan pada

masa pemerintah Indonesia eksistensi Hak Pengelolaan adalah jawaban terhadap

kebutuhan pembangunan dan kondisi obyektif bangsa dan negara Indonesia.

Istilah Hak Pengelolaan secara eksplisit tidak terdapat dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043). Undang-Undang Nomor 5

3
Irawan, 2021, Op Cit , h. 6-9
Tahun 1960 dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria atau disingkat

“UUPA”. Dengan demikian maka berarti bahwa Undang-Undang Pokok Agraria

tidak mengatur secara tegas kedudukan Hak Pengelolaan.

Kendati istilah Hak Pengelolaan tidak tercantum secara eksplisit dalam

batang tubuh Undang-Undang Pokok Agraria, namun didalam Penjelasan Umum II

angka 2 Undang-Undang Pokok Agraria terdapat istilah “Pengelola” (bukan Hak

Pengelolaan), yang selengkapnya berbunyi:

“......Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang


atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan
keperluannya, misalnya: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, atau Hak Pakai atau memberikannya dalam pengelolaan
kepada suatu Badan Pengusaha (Departemen, Jawatan, atau Daerah
Swatantra) untuk dipergunakan bagi Pelaksanaan tugasnya masing-
masing”.

Nama Hak Pengelolaan berasal dari istilah bahasa Belanda yaitu

“Beheersrecht” yang diterjemahkan dengan Penguasaan. Dengan munculnya

terjemahan Hak Penguasaan ini, maka selanjutnya istilah tersebut dipakai dengan

sebutan “Hak Penguasaan” sebagai penyebutan awal mula nama Hak Pengelolaan.

Seiring dengan perkembangan hukum pertanahan nasional (hukum agraria),

pengertian Hak Pengelolaan yang dahulu disebut dengan Hak Penguasaan ini

tersebar di berbagai jenis peraturan hukum di bidang pertanahan.

Hak Pengelolaan adalah Hak Menguasai dari Negara yang kewenangan

pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Apabila

kewenangan pemegang Hak Pengelolaan tersebut dikaitkan dengan wewenang

yang terdapat pada Hak Menguasai dari Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2

Ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria, maka kewenangan yang terdapat pada


Hak Menguasai dari Negara mencakup ruang lingkup yang lebih luas. Negara

sebagai pemegang hak penguasaan atas tanah tidak hanya terbatas pada

pengaturan tanah (bumi) melainkan memberikan pengaturan pemanfaatan hak

guna air dan hak guna ruang angkasa.4

Tuntutan agar Hak Pengelolaan diatur dalam landasan hukum yang kuat

ternyata direspon oleh Pemerintah, meski tidak diatur dalam suatu Undang-

Undang yang mandiri. Pengaturan tersebut dituangkan dan menjadi bagian dari

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Undang-Undang ii

dikenal dengan Omnimbus Law, yaitu suatu Undang-undang yang mengatur dan

menampung banyak bidang, salah satunya adalah bidang Pertanahan.

Bidang pertanahan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 diatur

dalam Bab VIII Tentang Pengadaan Tanah, Bagian Keempat Pasal 125 sampai

dengan Pasal 147. Sedangkan ketentuan khusus mengenai Hak Pengelolaan diatur

dlam Paragraf Ketiga Tentang Penguatan Hak Pengelolaan tersebut mengatur

tentang isi, kewenangan, subyek dan obyek, tata cara terjadinya atau pemberian

Hak Pengelolaan, pengawasan dan pengendalian oleh Pemerintah atas

penggunaan atau pemanfaatan tanah Hak Pengelolaan, pembatalan atau

pencabutan Hak Pengelolaan, dan evaluasi pemanfaatan hak atas tanah dengan

Hak Pengelolaan.

Jadi, pada saat ini masih belum ada Undang-undang yang khusus dalam

mengatur Hak Pengelolaan, tetapi Hak Pengelolaan sudah diakui keberadaannya

yang tersebar dibeberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti


4
Irawan, 2021, Op Cit, h. 15-19
salah satunya yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Tentang Cipta Kerja (Omnimbus Law). Akan lebih baik jika pembuat Undang-

undang dapat menyatukan peraturan-peraturan mengenai Hak Pengelolaan

kedalam satu kesatuan Undang-undang khusus yang mengatur tentang Hak

Pengelolaan ini karena Hak Pengelolaan sangatlah luas.

3. Hak Guna Usaha yang berada diatas Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan berisi sebagian pelaksanaan wewenang Hak Menguasai

dari Negara, sudah barang tentu mengandung wewenang yang lebih luas dari pada

hak dan wewenang yang terkandung pada hak atas tanah. Maka dari itu adalah

tepat jika disebut dengan kalimat “hak atas tanah dapat berdiri diatas tanah Hak

Pengelolaan” bukan “Hak Pengelolaan berdiri diatas hak atas tanah”. Pemberian

Hak Pengelolaan diatas sesuatu hak atas tanah (misalnya Hak Milik, Hak Guna

Bangunan, Hak Guna Usaha, atau Hak Pakai) jelas tidak dimungkinkan. Hak

Pengelolaan hanya diberikan diatas tanah Negara, karena Hak Pengelolaan bukan

merupakan hak atas tanah melainkan gempilan dari tanah negara.

Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1

Tahun 1977, Hak-hak atas tanah yang dapat diberikan di atas tanah Hak

Pengelolaan adalah Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai dan Hak Milik.

Seiring dengan perkembangan hukum pertanahan saat ini, ketentuan dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tersebut dikukuhkan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 (Viide Pasal 21 dan Pasal 41).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, disebutkan bahwa hak atas
tanah yang dapat diberikan diatas tanah Hak Pengelolaan adalah Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai.5

Jadi, Hak atas tanah dapat diberikan diatas tanah Hak Pengelolaan, karena

Hak Pengelolaan adalah hak menguasai secara yuridis, tidak secara fisik, sehingga

dapat diberikan hak atas tanah kepada pihak ketiga yaitu berupa Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai. Menjawab pertanyaan diatas, maka sudah semestinya

Hak Guna Bangunan dapat diberikan diatas tanah Hak Pengelolaan.

BAB IV

KESIMPULAN

5
Irawan, 2021, Op Cit, h. 78.
Pada analisis yang sudah dilakukan diatas, maka dapat disimpulkan:

1. Pada saat ini masih belum ada Undang-undang yang khusus dalam

mengatur Hak Pengelolaan, tetapi Hak Pengelolaan sudah diakui

keberadaannya yang tersebar dibeberapa peraturan perundang-undangan

yang berlaku seperti salah satunya yang terbaru adalah Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnimbus Law). Akan lebih

baik jika pembuat Undang-undang dapat menyatukan peraturan-peraturan

mengenai Hak Pengelolaan kedalam satu kesatuan Undang-undang khusus

yang mengatur tentang Hak Pengelolaan ini karena Hak Pengelolaan

sangatlah luas.

2. Hak atas tanah dapat diberikan diatas tanah Hak Pengelolaan, karena Hak

Pengelolaan adalah hak menguasai secara yuridis, tidak secara fisik,

sehingga dapat diberikan hak atas tanah kepada pihak ketiga yaitu berupa

Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Maka sudah semestinya Hak Guna

Bangunan dapat diberikan diatas tanah Hak Pengelolaan.

Anda mungkin juga menyukai