Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KONSEP HAK BANGSA ATAS TANAH


Dosen Pengampu Mata Kuliah: H. Alhadiansyah, SH, MH

Mata Kuliah: Hukum Agraria

Disusun Oleh:

YOGA ALPINDO (A1012211011)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2023
ABSTRAK
Konsep Hak Menguasai Negara Terhadap Tanah dalam Hukum Tanah (UUPA) dan
Konstitusi merupakan hal yang perlu di perjelas berdasarkan hukum. Jenis penelitian dalam
penelitian ini adalah penelitian normatif yaitu penelitian terhadap azas-azas hukum yang
terkait dengan konsep hak menguasai Negara terhadap tanah dilihat dari aspek Undang-
Undang Pokok Agraria dan Konstitusi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-
undangan (the statute approach), Pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu
memanfaatkan pandangan dan pemikiran para ahli yang berkenaan dengan konsep negara
hukum dan pendekatan sejarah (historical approach) dilakukan dengan menelaah latar
belakang apa yang mendasari suatu konsep hak bangsa atas tanah.

Kata Kunci: Konsep hak bangsa atas tanah, UUPA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak secara umum adalah kepunyaan atau kewenangan yang dimiliki
seseoranguntuk berbuat sesuatu (KBBI). Kajian disini hak mengacu kepada
kekuasaan berbuat sesuatuyang dikarenakan telah ditentukan oleh Undang-Undang,
aturan, dan lainnya. Demikian yangakan dibahas disini bahwa manusia dalam
kehidupan tidak akan pernah terlepas dari unsur yang bernama “tanah,” selalu
bergantung pada tanah dari lahir hingga meinggal saja akanmenjadi bagian dari
kehidupannya yang hakiki. Oleh karenanya, tanah menjadi kebutuhan dasar manusia.
Pada masa penjajahan Belanda sangat tidak menguntungkan bagi bangsa
Indonesia peraturan-peraturan dibidang agrarian pada masa tersebut berlandaskan dari
tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan. Hukum agraria pada masa tersebut
pun bersifat dualisme dan tidak menjamin kepastian hukum, agar hal tersebut tidak
merugikan bangsa Indonesia maka dibutlah Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). UUPA merupakan undang-
undang yang bersifat formal, yaitu hanya berisi asas-asas dan pokok-pokok saja.
Sedangkan peraturan pelaksanaannya akan diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang lain.
Penguasaan hak atas tanah secara rinci diawali dari ketentuan pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yang
menentukan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kemudian dijabarkan lebih lanjut dengan diundangkannya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(UUPA), Diundangkan UUPA dengan pertimbangan bahwa hukum agraria yang
berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dan
pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi dipengaruhi olehnya, hingga
bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam melaksanakan
pembangunan semesta dalam rangka menyelesaikan revolus: nasional sekarang ini.
Sebagaimana Penjelasan Umum UUPA bahwa akibat dari politik-hukum pemerintah
jajahan itu hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu dengan
berlakunya peraturan-peraturan dari hukum-adat disamping peraturan-peraturan dari
dan yang didasarkan atas hukum barat, hal mana selain menimbulkan perbagai
masalah antar golongan yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan
Bangsa. rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum,
berhubung dengan itu maka perlu adanya hukum agraria baru yang nasional, yang
akan mengganti hukum yang berlaku sekarang ini, yang tidak lagi bersifat dualisme,
yang sederhana dan yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hukum agraria yang baru itu harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi
bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksudkan diatas dan harus sesuai pula
dengan kepentingan rakyat dan Negara serta memenuhi keperluannya, menurut
permintaan zaman dalam segala soal agraria. Lain dari itu hukum agraria nasional
harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerohanian, Negara dan cita-cita
Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan. Kerakyatan
dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan dari pada
ketentuan dalam pasal 33 UUD 1945.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa makna dari hak penguasaan tanah?


2. Bagaimanakah konsep hak bangsa atas tanah?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui makna dari hak penguasaan tanah.


2. Untuk mengetahui bagaimana konsep hak bangsa atas tanah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Makna Hak Penguasaan Tanah


Dalam KBBI, hak itu sendiri ialah kepemilikan, kepunyaan, atau kekuasaan
untuk berbuat sesuatu yang telah ditentukan oleh Undang-Undang, aturan selain dari UU, 
dan lain sebagainya. Hak menguasai Negara menurut UUD 1945 harus dilihat dalam
konteks hak dan kewajiban Negara sebagai pemilik kekuasaan yang mengemban tugas
menciptakan kesejahteraan rakyat.
Menurut Wikipedia hak adalah sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang
telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Pernyataan tersebut sangatlah nyata, salah
satunya mengenai tanah, dapat dinyatakan bahwa manusia dari sejak lahir hingga
meninggal pun sangat membutuhkan unsur yaitu “Tanah Tidak pernah terlepas dari
manusia bahwa tanah menjadi kebutuhan dasar manusia selain air.
Pengertian hak atas Penguasaan Tanah ialah menurut Pasal 1 Undang-Undang Pokok
Agraria, berisi tentang “ruang lingkup bumi adalah permukaan bumi dan
tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.” Pengertian penguasaan dapat
dilihat secara fisik dan secara yuridis (hukum).
Penguasaan secara yudiris adalah penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh
hukum dan secara umum memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai
tanah yang telah diberi hak.Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang,
kewajiban, atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah
yang diberihak. Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat, merupakan isi
hak penguasaan itu sendiri yang menjadi ciri dan tolak ukur pembeda di antara hak-hak p
enguasaan tanah yang diatur dalam hukum tanah. Kedudukan Negara sebagai badan
penguasa pemilik kekuasaan ialah perwujudan dari pola hubungan antara perseorangan
dengan masyarakat dalam konsep hukum adat yang penegasannya berasal dari nilai-nilai
yang terumuskan dalam bentuk Pembukaan UUD 1945, sehingga hak menguasai oleh
Negara yang didalamnya untuk melaksanakan hak dan kewajiban dan melahirkan
kekuasaan, wewenang, dan bahkan daya paksa. 1
Pengertian hak menguasai negara adalah kewenangan yang dimiliki oleh negara
berisi wewenang, merencanakan, mengelola, mengatur, serta mengawasi pengelolaan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah baik dalam hubung anantara perseorangan,
masyarakat, serta negara dan tanah maupun hubungan
antara perseorangan, masyarakat, serta negara satu dengan yang lainnya dan masih da
lam hal yang berkaitan dengan tanah. hal tersebut dimaksudkan untuk menemukan
dan mengembangkan konsepsi hukum hak menguasai negara atas tanah yang berada
di indonesia dan implementasinya dalam peraturan perundang-undangan. karena
tanah merupakan
faktor pendukung utama kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, namun dalam
implementasinya tidak jarang menimbulkan masalah politik, hukum, sosial, dan
ekonomi.
Hak menguasai Negara atas tanah bersumber pada hak bangsa Indonesia atas tanah,
pada hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang
mengandung unsur publik. Tugas mengelola tanah bersama tidaklah mungkin dikelola
sendiri oleh bangsa Indonesia, maka dari itu dalam penyelenggaraannya, bangsa
Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat itu, pada tingkatan tertinggi
dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat. (Pasal 2 Ayat 1, UUPA).

2.2 Konsep Hak Bangsa Atas Tanah

Konsep pemilikan tanah bangsa Indonesia tergolong unik dibanding sistem


pemilikan tanah bangsa lain. Berbagai keunikan tersebut menjadi salah satu pilar
pemikiran Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5/ Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria) dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan tanah serta kekayaan alam yang ada di atas dan di calam tanah tersebut.
Penyusun UUPA menyadari berbagai keterbatasan sistem pemilikan tanah asli dan
berbagai kebutuhan baru bertalian dengan tanah. Oleh karena itu, selain pembatasan-

1
NI LUH ARININGSIH SARI, ‘Konsep Hak Menguasai Negara Terhadap Tanah Dalam Hukum Tanah (Uupa) Dan
Konstitusi’, Ganec Swara, 15.1 (2021), 991 <https://doi.org/10.35327/gara.v15i1.202>.
pembatasan terhadap asas dan kaidah hukum adat, juga dimasukkan berbagai unsur
baru hubungan perorangan dengan tanah, seperti Hak Guna Bangunan (HG8), Hak
Guna Usaha (HGU), dan unsur administrasi negara seperti sertifikat yang diaku dan
diatur dalam undang-undang tersebut. Didorong keinginan mengintegrasikan antara
pemilikan asli dengan berbagai kebutuhan, UUPA melahirkan berbagai keunikan
baru yang tidak jarang menimbulkan masalah-masalah dalam pelaksanaannya
seperti : hukum agaria adalah hukum adat akan tetapi substansi pengaturan hukum
adat yang ada di dalamnya sangat minim, hak milik adalah hak terkuat dan terpenuh
namun selalu menjadi yang lemah bila berhadapan dengan Hak Penguasaan Negara,
negara yang hanya dikatakan menguasai tanah tetapi dipihak lain berwewenang
melahirkan hak milik perorangan atas tanah, larangan menelantarkan yang akan
menjadi dasar hapusnya hak milik atas tanah dengan mengenyampingkan prinsip
bahwa tanah dipandang sebagai hak asasi dan lain-lain. 2

Hal-hal faktual menunjukkan, meskipun UUPA mengatur hak-hak atas tanah


secara mendasar seperti hak milik. Persoalan pemilikan tanah bagi bangsa Indonesia
menjadi lebih signifikan untuk diteliti dalam hubungannya dengan hak asasi, Hak
Penguasaan Negara dan konsep asli hak milik Indonesia. Hingga saat ini, masih
belum ada kesepakatan mengenai apa ukuran substansi dan metode hak asasi,
sehingga dapat ditemukan sesuatu merupakan hak asasi dan yang lainnya bukan hak
asasi. Kekosongan ini tidak jarang menimbulkan kesulitan normatif dan praktek-
praktek, baik pada tatanan normatif, perbuatan administrasi maupun peradilan.
Pada saat ini, langsung atau tidak langsung, yang sangat menentukan substansi
dan metode hak asasi adalah mereka yang mempunyai daya tekan lebih kuat termasuk
hak milik atau hak memanfaatkan tanah. Penyerobot tanah mungkin mendapat
perlindungan dengan dalih hak asasi manusia walaupun secara nyata merugikan
pemegang hak yang sah, atau setidak-tidaknya dipandang sebagai beban yang harus
ditanggung oleh negara. Primaatnya Hak Penguasaan Negara, semakin tidak jelas dan
melemahnya kedudukan hak-hak individual sebagai Hak Asasi Manusia.
Tanah merupakan salah satu aset negara Indonesia yang sangat mendasar, karena
negara dan bangsa hidup dan berkembang di atas tanah. Masyarakat Indonesia
memposisikan tanah pada kedudukan yang sangat penting, karena merupakan faktor

2
indah sari, ‘Hak-Hak Atas Tanah Dalam Sistem Hukum Pertanahan Di Indonesia Menurut Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA)’, Jurnal Mitra Manajemen, 9.1 (2017), 15–33
<https://journal.universitassuryadarma.ac.id/index.php/jmm/article/view/492>.
utama dalam peningkatan produktivitas agraria. Meskipun tanah dianggap sebagai sumber
daya utama dalam masyarakat Indonesia, ternyata di masyarakat, nilai (value) tanah justru
mempunyai makna yang lebih luas dibandingkan dengan wujud fisik tanah, karena nilai
tanah terkait dengan aspek ekonomi, dan sosial. Dalam perspektif ekonomi tanah adalah
salah satu sumber agraria yang paling penting disamping sumber daya lain, misalnya
modal (capital) dan tenaga kerja (berupa ketrampilan). Dalam perspektif sosial tanah
mempunyai fungsi sosial, sehingga semakin banyak tanah yang dimiliki oleh seseorang
maka makin tinggi status sosial orang tersebut. Tanah merupakan kekayaan alam yang
dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, hal ini
dinyatakan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, yang dipertegas kembali dalam Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar-Dasar Pokok Agraria dinyatakan;
Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar dan hal-hal
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
negara, sebagai organisasi kekuasaan.3
Hak bangsa atas tanah tercermin dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1 dan 2). Pasal 1 ayat
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia
yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Pasal 1 ayat (2) Seluruh bumi, air dan ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik
Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air serta ruang angkasa
bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Selanjutnya di dalam Penjelasan
Umum: “bumi, air, dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yang
kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, menjadi hak pula dari
bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata menjadi hak dari para pemilik saja. Demikian
pula tanah-tanah di daerah-daerah dan pulau- pulau, tidaklah semata-mata menjadi hak
rakyat asli dari daerah atau pulau yang bersangkutan. Dengan pengertian demikian maka
hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia merupakan
semacam hubungan Hak Ulayat, yang diangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu
tingkatan yang mengenai seluruh wilayah Negara”. Konsepsi hak bangsa dalam Hukum
Tanah Nasional merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi. Ini berarti bahwa
hak-hak penguasaan atas tanah yang lain, termasuk Hak Ulayat dan hak-hak indvidual

3
Dosen Fakultas, Hukum Universitas, and Kompas Gramedia, ‘Kata Kunci : Kepemilikan, Hak, Tanah.’, 1 (2008),
63–77.
atas tanah yang dimaksudkan oleh Penjelasan Umum, secara langsung atau tidak
langsung, semuanya bersumber pada Hak Bangsa.
Hak Bangsa atas tanah bersifat abadi, hal ini tercermin dalam Penjelasan Umum
angka II dan penjelasannya sebagai berikut: “Adapun hubungan antara bangsa dan bumi,
air, dan ruang angkasa Indonesia itu adalah hubungan yang bersifat abadi. Ini berarti,
bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada dan
selama bumi, air serta ruang angkasa Indonesia masih ada pula, dalam keadaan yang
bagaimanapun, tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau
meniadakan hubungan tersebut. Dengan demikian, maka biarpun sekarang ini (tahun
1960) daerah Irian Barat, yang merupakan bagian dari bumi, air, dan ruang angkasa
Indonesia, berada di bawah kekuasaan penjajah, atas dasar ketentuan pasal ini, bagian
tersebut menurut hukum tetap merupakan bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia
juga”.
Hak Bangsa adalah sebutan yang diberikan oleh ilmuan Hukum Tanah pada lembaga
hukum dan hubungan hukum konkret dengan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia,
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hak ini merupakan hak
penguasaan atas tanah yang tertinggi dalam hukum tanah nasional. Hak-hak penguasaan
tanah lainnya baik secara langsung maupun secara tidak langsung bersumber padanya.
Hak Bangsa ini mengandung 2 (dua) unsur, yaitu hak kepunyaan dan unsur kewenangan
untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan tanah bersama-sama yang
dipunyainya. Hak Bangsa atas tanah tersebut bukan hak pemilikan dalam pengertian
yuridis. Maka dalam rangka hak Bangsa dan Hak Milik perorangan atas tanah. Tugas
kewenangan untuk mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah bersama
tersebut pelaksanaannya dilimpahkan kepada negara.
Subjek hak Bangsa adalah seluruh rakyat Indonesia bangsa Indonesia sepanjang masa
yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia, yaitu generasi-generasi terdahulu, sekarang dan
yang akan datang. Hak Bangsa meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah Negara
Republik Indonesia. Tidak ada tanah yang merupakan “res nullius”. Hak Bangsa
merupakan hubungan hukum yang abadi. Yang dimaksud dengan hubungan yang bersifat
abadi berarti hubungan yang akan berlangsung tiada putus-putus untuk selama-lamanya.
Memaknai rumusan pasal tersebut memberikan kewenangan kepada negara untuk
mengatur pemanfaatan hak-hak atas tanah diwilayah Indonesia. Artinya negara
mempunyai kewenangan untuk mengatur, merencanakan serta mengendalikan
penguasaan dan pemilikan hak atas tanah. Kewenangan negara menguasai hak atas tanah
diperoleh karena permasalahan pertanahan tidak semua dapat diselesaikan sendiri oleh
masyarakat, sehingga hak kekuasaan negara atas tanah merupakan pelengkap terhadap
hak-hak atas tanah yang dikuasai oleh masyarakat.
Dalam Hukum Nasional, hak bangsa atas tanahnya telah ditetapkan bahwa demi
mencapai apa yang ditentukan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar, hak
bangsa atau negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak
selaku pengelola Badan Penguasa. Hak Bangsa atau Negara sebagai Penguasa bukanlah,
bukanlah berarti memiliki, akan tetapi adalah pengertian, yang memberi wewenang
kepada Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia itu, untuk pada
tingkatan yang tertinggi untuk: mengatur dan melaksanakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaannya. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat
dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukkum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa. 4

4
Applied Mathematics, ‘済無 No Title No Title No Title’, 2016, 1–23.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konsepsi hak bangsa dalam Hukum Tanah Nasional merupakan hak penguasaan atas
tanah yang tertinggi. Ini berarti bahwa hak-hak penguasaan atas tanah yang lain, termasuk
Hak Ulayat dan hak-hak indvidual atas tanah yang dimaksudkan oleh Penjelasan Umum,
secara langsung atau tidak langsung, semuanya bersumber pada Hak Bangsa.
Konstitusi dan UUPA memberikan mandat kepada negara untuk menguasai tanah,
bukan untuk memiliki tanah. Akan tetapi dalam perkembangannya ternyata pemerintah
Indonesia memperluas kewenangan negara dari “pemegang hak menguasai” menjadi
“pemilik” atas tanah, terutama tanah-tanah yang tidak ada alat bukti hak-nya, termasuk
tanah-tanah masyarakat adat ditemukan bahwa konsep staatsdomein atas tanah tetap eksis
pada pemerintahan Indonesia bahkan setelah era Reformasi.
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas, Dosen, Hukum Universitas, and Kompas Gramedia, ‘Kata Kunci : Kepemilikan,
Hak, Tanah.’, 1 (2008), 63–77
indah sari, ‘Hak-Hak Atas Tanah Dalam Sistem Hukum Pertanahan Di Indonesia Menurut
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)’, Jurnal Mitra Manajemen, 9.1 (2017), 15–33
<https://journal.universitassuryadarma.ac.id/index.php/jmm/article/view/492>
Mathematics, Applied, ‘済無 No Title No Title No Title’, 2016, 1–23
SARI, NI LUH ARININGSIH, ‘Konsep Hak Menguasai Negara Terhadap Tanah Dalam
Hukum Tanah (Uupa) Dan Konstitusi’, Ganec Swara, 15.1 (2021), 991
<https://doi.org/10.35327/gara.v15i1.202>

Anda mungkin juga menyukai