Anda di halaman 1dari 8

Makalah

Hukum Agraria Nasional

Disusun dan diajukan kepada Fakultas Syariah


Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-guluk Sumenep
untuk memenuhi tugas kuliah materi
yang diampu oleh Bapak.

Oleh:

FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH ( I N S T I K A )
GULUK-GULUK SUMENEP JAWA TIMUR
2023 M.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan keberagamaannya. Banyaknya


pulau yang dimiliki oleh Indonesia yang hamper lebih dari tujuh belas ribu pulau
(17.000) membuat Indonesia kaya akan budaya, bahasa, suku, dan kebiasaan
masing-masing. Sebelum Indonesia merdeka setiap daerah memiliki hukum yang
berlaku di daerahnya masing-masing yang sering disebut dengan hukum adat.
Setelah Indonesia merdeka Indonesia merupakan negara hukum yang
penyelengaraan kekuasaan pemerintahannya berdasarkan kedaulatan hukum
(supremasi Hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum.

Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 ditentukan bahwa
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara
dan digunakan sebesar-sebarnya untuk kemakmuran rakyat”. Berdasarkan pasal
tersebut kemudian diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, yang sering dikenal dengan UUPA.
Dikeluarkannya UUPA dengan latar belakang bahwa susunan kehidupan masyarakat
Indonesia masih bercorak agraris; bumi,air, dan ruang angkasa sebagai karunia
Tuhan memiliki fungsi yang amat penting untuk membangun masyarkat yang adil
dan makmur; Hukum Agraria sebelum UUPA berlaku tersusun berdasarkan tujuan
dan sendi-sendi dari pemerintahan jajahan sehingga bertentangan dengan
kepentingan masyarakat dan Negara dalam menyelesaikan revolusi nasional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi


rumusan masalah adalah:

1. Bagaimana yang dimaksud hak penguasaan atas tanah?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Atas Tanah

Adapun yang di maksud dengan Hak atas Tanah adalah hak yang
memberikan wewenang untuk mempergunakan permukaan bumi atau tanah yang
bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada di
atasnya, sekedar diperlukan untuk keperluan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UU ini dan peraturan hukum lain
yang lebih tinggi.1

B. Macam-macam Hak Penguasaan atas Tanah

Penguasaan tanah dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu aspek yuridis dan
aspek fisik. Penguasaan tanah secara yuridis dilandasi oleh suatu hak yang dilindungi
oleh hukum dan umumnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk
menguasai tanah tersebut secara fisik.2

Meskipun demikian, penguasaan fisik tidak selalu melekat pada pihak yang
menguasai secara yuridis. Contohnya adalah tanah yang disewakan. Penguasaan
yuridis ada pada pemilik tanah, sedangkan penguasaan fisik ada pada penyewa tanah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria (UUPA) memuat beberapa tingkatan atau jenjang hak penguasaan atas tanah,
yaitu:

1. Hak Bangsa Indonesia;


2. Hak Menguasai dari Negara;
3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat; dan
4. Hak-hak Perorangan/Individual.

1
Fadhil Yazid, Pengantar Hukum Agraria, (Medan Undhar: Press), Hlm. 61
2
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2005), Hlm. 23.
a. Hak Bangsa Indoseia

Mengenai hak Bangsa Indonesia diatur dalam Pasal 1 ayat (1) sampai
ayat (3) UUPA. Hak Bangsa Indonesia merupakan hak penguasaan atas tanah
yang tertinggi dalam Hukum Tanah Nasional. Hak ini juga menjadi sumber bagi
hak-hak penguasaan atas tanah yang lain.

Hak Bangsa Indonesia mengandung 2 unsur, yaitu unsur kepunyaan dan


unsur tugas kewenangan. Unsur kepunyaan berarti subyek atas hak Bangsa
Indonesia ada pada seluruh rakyat Indonesia dan meliputi seluruh wilayah
Indonesia. Unsur tugas kewenangan berarti tugas kewenangan untuk mengatur
penguasaan dan memimpin pengurusan tanah dilaksanakan oleh negara.

Hak Bangsa Indonesia merupakan sebuah hubungan hukum yang bersifat


abadi. Ini berarti selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa
Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan ruang angkasa Indonesia masih
ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun, tidak ada sesuatu kekuasaan yang
akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut (Penjelasan Umum
II UUPA).

b. Hak Menguasai dari Negara

Hak menguasai dari negara diatur dalam Pasal 2 UUPA. Hak ini
bersumber dari hak Bangsa Indonesia yang telah diuraikan di atas. Kewenangan
yang terdapat di hak menguasai dari negara merupakan kewenangan yang
bersifat publik, sehingga hak ini tidak sama dengan konsep domein yang
diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.7

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA, hak menguasai dari negara
memberi wewenang untuk:

1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan


dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;
2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.

Subyek dari hak menguasai dari negara adalah Negara Republik


Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia dan meliputi
semua tanah yang berada di wilayah Republik Indonesia, baik tanah yang belum
maupun yang sudah dihaki dengan hak perorangan.8 Tanah yang belum dihaki
dengan hak perorangan disebut tanah yang dikuasai langsung oleh negara (dalam
praktik administrasi disebut tanah negara), sedangkan tanah yang sudah sudah
dihaki dengan hak perorangan disebut tanah hak dengan nama sebutan haknya,
misalnya tanah hak milik.

Lebih lanjut tanah negara dapat dibagi menjadi:

1) Tanah wakaf, yaitu tanah hak milik yang sudah diwakafkan;


2) Tanah hak pengelolaan, merupakan tanah yang dikuasai dengan hak
pengelolaan yang merupakan pelimpahan pelaksanaan sebagian
kewenangan hak menguasai dari negara kepada pemegang haknya;
3) Tanah hak ulayat, adalah tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum
adat teritorial dengan hak ulayat;
4) Tanah kaum, merupakan tanah bersama masyarakat-masyarakat hukum
adat genealogis;
5) Tanah kawasan hutan, adalah tanah yang dikuasai oleh Departemen
Kehutanan berdasarkan Undang-Undang Pokok Kehutanan . Hak
penguasaan tersebut merupakan pelimpahan sebagian kewenangan hak
menguasai dari negara;
6) Tanah-tanah sisanya, adalah tanah yang dikuasai oleh negara yang tidak
termasuk ke dalam kelompok tanah yang sudah disebutkan sebelumnya.
Tanah ini benar-benar langsung dikuasai oleh negara, sehingga dapat
disebut sebagai tanah negara dalam arti sempit.
c. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

Hak ulayat diatur dalam Pasal 3 UUPA. Menurut Boedi Harsono, hak
ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat
hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan
wilayahnya. Subyek dari hak ulayat adalah masyarakat hukum adat, baik yang
bersifat teritorial (warganya tinggal di wilayah yang sama) maupun yang bersifat
genealogik (warganya terikat dengan hubungan darah).

d. Hak-hak Perorangan

Hak-hak perorangan terbagi menjadi adalah hak-hak atas tanah, meliputi:

1) Hak atas tanah primer, yaitu hak atas tanah yang diberikan oleh
negara.11 Beberapa bentuk dari hak atas tanah primer adalah hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, yang diberikan oleh
negara dan hak pakai yang diberikan oleh negara.
2) Hak atas tanah sekunder, adalah hak atas tanah yang bersumber dari
pihak lain. Beberapa bentuknya adalah hak guna bangunan dan hak
pakai yang diberikan oleh pemilik tanah, hak gadai, hak usaha bagi
hasil, hak menumpang, hak sewa dan lain-lain.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hak atas Tanah adalah hak yang memberikan wewenang untuk mempergunakan
permukaan bumi atau tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta
ruang angkasa yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk keperluan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu. Penguasaan tanah dapat dibagi menjadi dua
aspek, yaitu aspek yuridis dan aspek fisik. Penguasaan tanah secara yuridis dilandasi
oleh suatu hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberikan kewenangan
kepada pemegang hak untuk menguasai tanah tersebut secara fisik. Penguasaan yuridis
ada pada pemilik tanah, sedangkan penguasaan fisik ada pada penyewa tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan, Isi dan


Pelaksanaannya, Edisi Revisi Cetakan Keduabelas, Jakarta : Djambatan, 2008.

Fadhil Yazid, Pengantar Hukum Agraria. Medan Undhar: Press.

Anda mungkin juga menyukai