NIM : D10122350
MATA KULIAH : Hukum Agraria
KELAS : BT.10
Secara hirarki tata susunan hak penguasaan tanah ialah sebagaimana berikut :
Gambar piramida diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hak penguasaan tanah terdapat hirarki
yang memposisikan Hak Bangsa Indonesia berada di paling atas, hal ini sesuai dengan amanah
konstitusi yang tertuang dalam pasal 1 UUPA yang menegaskan bahwa “ Seluruh Wilayah
Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai
Bangsa Indonesia. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya seluruh bumi, air
dan kekayaan yang ada didalamnya termasuk tanah di Indonesia adalah karunia dari
Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh Bangsa Indonesia.
Kemudian pada urutan yang kedua yang kita kenal dengan Hak Menguasai Negara,
menurut Muhammad Bakri susunan istilah Hak Menguasai Negara tidak jelas siapa subyek dan
obyeknya sehingga penulisan yang benar adalah Hak Menguasai Tanah Oleh Negara. Lain
halnya dengan Winahyu Erwiningsih yang menggunakan istilah Hak Menguasai Negara Atas
Tanah. Pada intinya maksud dari dua istilah tersebut sama- sama benar, karena berangkat dari
pemahaman Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa : Atas
dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
Apabila di renungkan lebih dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dua
kata yang menentukan, sebagaimana dikutip oleh Winahyu Erwiningsih yaitu perkataan
“dikuasai” dan “dipergunakan”6. Perkataan dikuasai sebagai dasar wewenang Negara. Negara
adalah badan hukum publik yang dapat mempunyai hak dan kewajiban layaknya manusia.
Perkataan digunakan mengandung suatu perintah kepada Negara untuk mempergunakan bagi
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perintah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Dasar 1945 berisi keadaan berbuat, berkehendak, agar sesuai dengan tujuannya.
Selanjutnya Boedi Harsono menjabarkan pasal 33 ayat (3) mengenai hubungan manusia
dengan tanah sebagaimana berikut:
1) Pernyataan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa dalam wilayah Indonesia adalah
kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia.(pasal 1 ayat(1) hubungan tercipta adalah bersifat abadi pasal 1 ayat (3).
2) Pernyataan bahwa bumi, air dan ruang angkasa yang demikian itu sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa. Dan merupakan kekayaan nasional pasal 1 ayat (2).
3) Pernyataan bahwa bumi, air dan ruang angkasa pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat pasa 2 ayat (1)
4) Perintah bahwa hukum agraria yang mengatur tentang bumi, air dan ruang
angkasa harus mewujudkan penjelmaan dari asas kerohanian Negara dan cita-
cita bangsa yang terkadung dalam pancasila(penjelasan umum UUPA)
5) Perintah agar Negara :
a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;
b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi,air dan ruang angkasa;
c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang
angkasa pasal 2 ayat (2).
6) Perintah agar wewenang bersumber dari hak menguasai Negara tersebut
digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
7) Perintah agar Negara melalui pemerintah :
a) Mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang, masyarakat dan Negara
pasal 11 ayat (1)
b) Membuat aturan untuk mengusahakan tanah secara bersama berdasar
kerjasama dan untuk kepentingan bersama. Pasal 12.
c) Membuat aturan yang bertujuan dapat meningkatkan kemakmuran rakyat
serta menjamin bagi setiap warga Negara Indonesia derajat hidup yang
sesuai dengan martabat manusia baik bagi dirinya maupun keluarganya.
d) Membuat aturan yang melarang penggunaan tanah melampaui batas,
mencegah adanya unsur pemerasan, mencegah adanya unsur monopoli serta
aturan mengenai fungsi sosial dalam penggunaan tanah serta kewajiban
untuk mengusahakan sendiri penguasaan tanah dan mencegah kerusakan
(pasal 15)
8) Pemerintah juga diharuskan membuat rencana umum mengenai persediaan,
peruntukan dan penggunaan tanah untuk kepentingan Negara, kepentingan
peribadatan dan keperluan suci lainnya serta untuk kepentingan pusat-pusat
kehidupan masyarakat, sosial, budaya dan lain-lain kesejahteraan untuk produksi
pertanian, perikanan dan peternakan termasuk jaminan sosial perburuhan dengan
memperhatikan golongan ekonomi lemah serta perkembangan industri
trasmigrasi dan pertambangan. Pasal 13 dan 14 ayat (1)
9) Pemerintah secara koordinatif dan berjenjang harus bekerjasama untuk
menjabarkan tugas dan fungsi kewenangan yang diembannya berdasarkan asas
taat asas. Pasal 14 ayat (2) dan (3).
Sedangkan yang dimaksud hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hak-hak atas
tanah yang bersifat sementara. Dikatakan sementara karena hak-hak tersebut dinikmati dalam
waktu terbatas, lagi pula hak-hak itu dimiliki oleh orang lain. Adapun hak atas tanah yang
bersifat sementara adalah :
1. Hak Gadai
2. Hak Usaha Bagi Hasil
3. Hak Menumpang
4. Hak Menyewa atas tanah Pertanian.
B. Pengertian Hak Atas Tanah
Hak atas tanah memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah, (baik tanah
sebagai permukaan bumi (the surface of the earth) dan sekedar diperlukan untuk
kepentingan langsung berhubungan dengan penggunaan tanah). Sehingga dapat
menggunakan tubuh bumi, air dan ruang yang ada diatasnya. Tegasnya meskipun
dalam perpektif pemilikan tanah hanya atas permukaan bumi, maka penggunaan selain
permukaan tanah juga atau bumi, air dan ruang yang ada diatasnya. Hal ini sangat logis
dan rasional, karena suatu hak atas tanah tidak akan bermakna apapun jika kepada
pemegang haknya tidak diberikan kekuasaan untuk mempergunakan sebagian dari tubuh
bumi, air dan ruang diatasnya tersebut. Seperti hak untuk membuat sumur serta hak
untuk menerbangkan layangan dan lain-lain.
I.HAK MILIK
a. Pengertian hak milik atas tanah seperti yang diurai dalam pasal 20 ayat (1) dan
(2) UUPA yang berbunyi sebagai berikut : “ Hak milik adalah hak turun temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Parlindungan memberikan penegasan terhadap kata-kata terkuat dan terpenuh itu
bermaksud untuk membedakannya dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
hak pakai dan hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas
tanah yang dapat dipunyai orang lain, hak miliklah yang “ ter” (paling kuat dan
terpenuh). Lain halnya apa yang diistilahkan oleh Urip Santoso bahwa istilah Turun
temurun, memiliki makna bahwa hak milik atas tanah dapat berlangsung terus
selama pemiliknya masih hidup dan apabila pemiliknya meninggal dunia, maka hak
miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai
subyek hak milik. Sedangkan Terkuat, memiliki makna bahwa hak milik memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dari pada hak atas yang lain, tidak mempunyai batas
waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah
hapus. Terpenuh, artinya Hak milik memberikan wewenang kepada pemiliknya
paling luas apabila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain. Kelebihan hak
milik dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain.
b. Peralihan Hak Milik atas tanah diatur dalam pasal 20 ayat (2) UUPA, yaitu hak
milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengertian beralih
menurut Urip Santoso artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya
kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. dengan meninggalnya
pemilik tanah, maka hak miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya
sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subyek hak milik. Sedangkan
pengertian dialihkan adalah berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya
kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum. contoh
perbuatan hukum yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan (pemasukan)
dalam modal perusahaan, lelang.
c. Subyek Hak Milik atau siapa saja yang boleh memiliki tanah dengan status hak
milik ? yang pertama adalah, Warga Negara I ndonesia ( WNI ) , hanya WNI aja
yang bisa mempunyai tanah yang berstatus hak milik. Hal ini sesuai dengan amanah
konstitusi pasal 21 ayat (1) UUPA. Sedangkan subyek yang kedua adalah
Badan- badan Hukum, pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik seperti bank-bank yang didirikan oleh Negara (Bank Negara),
koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial (pasal 1 PP No 38 Tahun
1963 tentang penunjukan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas
tanah). Sedangkan menurut pasal 8 ayat (1) Permen Agraria/ Kepala BPN No 9
Tahun 1999 tentang cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak
pengelolaan, badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik adalah bank
pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial yang ditunjuk oleh pemerintah.
Bagi pemilik tanah yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagai subyek hak milik
atas tanah maka dalam jangka waktu satu tahun harus melepaskan atau mengalihkan
hak milik atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Pertanyaan
kemudian kenapa WNA atau orang yang menikah dengan orang asing tanpa
membuat suatu perjanjian pranikah tidak boleh memiliki tanah yang berstatus hak
milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha?. Hal ini disebabkan adanya asas
“ larangan pengasingan tanah” atau dalam bahasan Belanda disebut Gronds
Verponding Verbood yaitu tanah-tanah di Indonesia tidak boleh dimiliki oleh
orang asing. Hal ini beralasan bahwa konsep Hak Bangsa menekankan bahwa pada
dasarnya tanah di Indonesia hanyalah milik bangsa Indonesia yang merupakan
karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Asas tersebut juga memberikan proteksi bagi
bangsa Indonesia agar tanah-tanah yang berada di wilayah Indonesia tidak sampai
jatuh ke tangan bangsa asing, yang bisa saja berimplikasi bangsa Indonesia suatu
saat terpaksa harus membayar kepada pihak asing untuk mengusahakan tanah
miliknya sendiri.
d. Terjadinya Hak Milik. Hak milik atas dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 22 UUPA.
1) Hak Milik atas tanah yang terjadi menurut Hukum Adat. Hal ini terjadi
dengan jalan pembukaan tanah (pembukaan hutan) atau terjadi karena
timbulnya lidah tanah (Aanslibbing).
2) Terjadinya hak milik menurut hukum adat ini tidak dapat didaftarkan
pada kantor pertanahan Kabupaten/ Kota setempat untuk mendapatkan
sertifikat Hak Milik Atas Tanah. Ketentuan ini akan diatur oleh Peraturan
Pemerintah yang sampai sekarang belum terbentuk.
3) Hak Milik atas tanah terjadi karena ketentuan Undang-Undang. Hak milik
atas tanah yang terjadi karena Undang-Undang lah yang menciptakannya,
sebagaimana yang diatu dalam pasal I pasal I I , dan pasal VI I ayat (1)
ketentuan-ketentuan konversi UUPA. Terjadinya hak milik atas tanah ini
atas dasar ketentuan konversi (perubahan) menurut UUPA. Sejak
berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960, semua hak atas
tanah yang ada harus dirubah menjadi satu hak atas tanah yang diatur
dalam UUPA.
e. Hapusnya hak milik atas tanah. Pasla 27 UUPA menetapkan faktor-faktor
penyebab hapusnya hak milik atas tanah dan tanhanya jatuh kepada Negara yaitu
:
Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18
Karena penyerahan dengan suka rela oleh pemiliknya;
Karena diterlantarkan
Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik
atas tanah.
Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada
pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik atas tanah.
Hak milik atas tanah juga dapat hapus karena tanahnya musnah,
misalnya terjadi bencana alam.
Pengertian HGU, Hak untuk menguasahan tanah yang dikuasai oleh Negara guna
perusahaan, pertanian perikanan atau peternakan.
Ciri- ciri HGU dapat dilihat sebagaimana berikut; HGU tergolong hak atas tanah yang
kuat, HGU bisa diwariskan; HGU dapat dijadikan jaminan utang; dapat diperalihkan
kepada orang lain; dapat dilepaskan oleh empunya; hanya dapat dipergunakan untuk
keperluan usaha pertanian, perikanan dan peternakan.
Luas HGU . luas tanah HGU adalah untuk perseorangan luas minimalnya 5 hektar dan
luas maksimalnya 25 hektar. Sedangkan untuk badan hukum luas minimalnya 5 hektar
dan luas maksimalnya ditetapkan oleh Kepala BPN (pasal 28 ayat (2) UUPA jo. Pasal
5 PP No 40 tahun 1996).
Subyek HGU. Yang dapat mempunyai HGU menurut pasal 30 UUPA jo. Pasal 2 PP No
40 Tahun 1996, adalah :
1. Warga Negara Indonesia
2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia (badan hukum Indonesia).
Jangka waktu. Jangka waktu untuk pertamakalinya adalah 35 tahun dan dapat
diperpanjang 25 tahun (pasal 29 UUPA).Pasal 8 PP No 40 tahun 1996 mengatur
jangka waktu HGU untuk pertamakalinya paling lama 35 tahun , dapat diperpanjang
paling lama 25 tahun, dan diperbaharui 35 tahun.
Pembebanan Hak Guna Usaha dengan Hak Tanggungan
HGU dapat dijadikan jaminan utang dengan diibebani hak tanggungan (pasal 33
UUPA jo. Pasal 15 PP No 40 Tahun 1996. Prosedur Hak tanggungan adalah :
1. Adanya perjanjian utang piutang yang dibuat dengan akta notariil atau akta
dibawah tangan sebagai perjanjian pokoknya.
2. Adanya penyerahan Hak Guna Usaha sebagai jaminan utang yang dibuktikan
dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuata oleh PPAT.
3. Adanya pendaftaran akta Pemberian Hak Tanggungan kepada Kantor
Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan
diterbitkan sertifikat hak tanggungan.
Hapusnya Hak Guna Usaha, berdasarkan pasal 34 UUPA
1. Jangka waktunya berakhir
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat
tidak dipenuhi.
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Diterlantarkan
6. Tanahnya musnah
7. Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2)
dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain. Sedangkan pasal 21 PP No 40 tahun
1996 menegaskan bahwa tanah yang dapat diberikan HGB adalah tanah Negara, tanah
hak pengelolaan atau tanah hak milik.
Subyek HGB, yang dapat mempunyai HGB menurut pasal 36 UUPA jo. Pasal 19 PP
Jangka waktu HGB, jangka waktu HGB diatur dalam pasal 26 dampai dengan
pasal 29 PP No 40 tahun 1996 :
3. HGB atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak
ada perpanjangan waktu. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah
dengan pemegang HGB dapat diperbaharui dengan pemberian HGB
baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan Wajib didaftarkan pada
kantor pertanahan Kabupaten / Kota Setempat
Hapusnya HGB,
1. Jangka waktunya berakhir
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat
tidak dipenuhi.
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Diterlantarkan
6. Tanahnya musnah
7. Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2)
Akibat Hapusnya HGB
1. Hapusnya HGB atas tanah Negara mengakibatkan tanahnya menjadi
tanah Negara.
2. Hapusnya HGB atas tanah hak pengelolaan mengakibatkan tanahnya
kembali kedalam penguasaan pemegang hak pengelolaan.
Hapusnya HGB atas tanah hak milik mengakibatkan tanahnya kembali kedalam
penguasaan pemilik tanah (pasal 36 PP No 40 tahun 1996).
IV.HAK PAKAI
Pengertian Hak Pakai, hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa
atau perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan UUPA.
Perkataan “ menggunakan” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak
pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan. Sedangkan
kata “ memungut hasil” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak
pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan, misalnya
pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.
1. WNI
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
5. Diterlantarkan.
6. Tanahnya musnah
7. Pemegang hak pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.