Anda di halaman 1dari 120

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah mempunyai arti penting bagi kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini

dikarenakan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara Agraris, sehingga setiap

kegiatan yang dilakukan oleh sebagian besar rakyat Indonesia senantiasa

membutuhkan dan melibatkan soal tanah. 1Tanah merupakan karunia Tuhan Yang

Maha Esa sebagai kebutuhan hidup mendasar manusia. Setiap manusia hidup serta

melakukan semua aktivitasnya di atas tanah. Oleh karena itu, setiap saat manusia

selalu berhubungan dengan tanah. Bahkan dapat dikatakan bahwa semua aspek

kehidupan manusia akan selalu berhubungan dengan tanah. Oleh karena itu

manusia tidak akan terlepas dari tanah, baik hanya menguasai maupun

memiliki.Sebagai kebutuhan dasar manusia, maka akan lebih sempurna jika

penguasaan dan pemilikan atas suatu tanah didukung oleh ketentuan hukum yang

berlaku. Hal ini selaras dengan prinsip bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Negara hukum. Dalam hal ini maka seluruh aspek kebijakan Negara di bidang

1
Lihat Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan
Pelaksanaanya, Alumni, Bandung, 1983, hal. 1-2. Boedi Harsono memberikan pengertian tanah
adalah Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula segala kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya adalah merupakan suatu kurnia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat
Indonesia dan oleh karena itu, sudah semestinyalah pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang
angkasa beserta segala apa yang terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Negara Repblik Indonesia merupakan
suatu organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia, yang di bentuknya guna mengatur dan
mengurus serta menyelesaikan segala kepentingan-kepentingan dari selruh rakyat Indonesia. Atas
dasar hal inilah dimana kemudian seluruh rakyat Indonesia kembali melimpahkan wewenang yang
dimilikinya berkenaan dengan kurnia Tuhan yang Maha Esa tersebut diatas kepada Negara selaku
Badan Pengusaha untuk berwenang sepenuhnya menguasai, mengatur dan mengurus serta
menyelesaikan segala persoalan berkenaan dengan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang
angkasa.

1
2

pertanahan diatur dalam peraturan perundang-undangan baik berwujud undang-

undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang dan peraturan pelaksana

lainnya.

Dalam sejarah hukum pertanahan, tonggak penting yang perlu

diperhatikan adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disebut Undang-Undang

Pokok Agraria. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

menyebutkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai

organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Selanjutnya Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang

Pokok Agraria, menentukan bahwa hak dari menguasai dari negara termasuk

Pasal 1 ayat (1) memberikan wewenang untuk2:

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

2. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,

air dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

2
Lihat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menyebutkan bahwa bumi, air dan
ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Selanjutnya Pasal 2 ayat (2)
Undang-Undang Pokok Agraria, menentukan bahwa hak dari menguasai dari negara termasuk
Pasal 1 ayat (1) memberikan wewenang untuk?: Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut, Menentukan dan
mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, Menentukan
dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan
ruang angkasa angkasa, Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
3

Dalam Penjelasan Umumnya, dinyatakan dengan jelas bahwa tujuan

diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria adalah:

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan

merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi

negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan

dalam hukum pertanahan;

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-

hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.3

Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria di atas merupakan manifestasi

dari sila-sila dalam Pancasila dan penjabaran Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi : “Bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Pasal ini merupakan

landasan konstitusional bagi pembentukan politik dan hukum agraria nasional,

yang berisi perintah kepada Negara agar seluruh kebijakan dan pengaturan hukum

di bidang agraria (khususnya pertanahan) ditujukan untuk kemakmuran rakyat

banyak.Di samping ditujukan untuk kemakmuran rakyat, Undang-Undang Pokok

Agraria ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian hukum di bidang

pertanahan.4
3
Lihat Deddy Mulyadi, Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Konsep dan Aplikasi Proses
Kebijakan dan Pelayanan Publik, Alfabeta, Bandung, 2015, hal. 1. Kebijakan publik merupakan
salah satu dimensi pikik dalam ilmu dan praktik Administrasi Publik, Kebijakan Publik
dianalogikan fungsinya sama dengan fungsi otak pada tubuh manusia, karena melalui instrumen
ini, segala aktivitas kehidupan bernegara, dan bermasyarakat mulai dilakukan oleh birokrasi, plus
pihak swasta dan masyarakat.
4
Prinsip hak menguasai negara di dalam peraturan perundang-undangan negara Republik
Indonesia untuk pertama kali ditetapkan oleh Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik
4

Tujuan adanya hukum pertanahan menurut Undang-Undang Pokok

Agraria di atas adalah untuk mewujudkan adanya kepastian hukum. Jaminan

kepastian hukum mengenai hak atas tanah tercantum dalam ketentuan Pasal 19

ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, yang berbunyi : “Untuk menjamin

kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah

Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan

Pemerintah.”5Ketentuan lainnya ada pada pasal-pasal dalam Undang-Undang

Pokok Agraria yang ditujukan kepada para pemegang hak yang bersangkutan

dengan maksud agar mereka memperoleh kepastian tentang haknya, yaitu:

Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria berbunyi :“Hak Milik,

demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak

lain harus didaftarkan menurut ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.”

Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria berbunyi :

Indonesia Tahun 1945. Didalam bidang agraria kemudian dikembangkan oleh Undang-Undang
Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960 dengan jelas menyatakan bahwa atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 Ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1: bumi, air, dan
ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Dasar dari hak menguasai
negara pada hakikatnya adalah tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa dan negara seperti yang
ditetapkan oleh Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini diperjelas oleh Pasal 2 Ayat (3) Undang-
Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa wewenang yang bersumber
pada hak menguasai dari negara tersebut pada Ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan
dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
5
Lihat pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, yang berbunyi : “Untuk menjamin
kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kepastian
hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan
sosiologis.Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan
secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-
raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain
sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan
dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kepastianhukum, diakses pada tanggal 08 Desember 2016, pukul.
12.50)
5

“Hak Guna Usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga

setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut

ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.”

Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria berbunyi :

“Hak Guna Bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian

juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut

ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.”

Selanjutnya, terkait dengan jenis hak atas tanah, Pasal 16 ayat (1) Undang-

Undang Pokok Agraria telah mengatur bahwa hak atas tanah dapat dibedakan

sebagai berikut6:

1. Hak Milik ;

2. Hak Guna Usaha ;

3. Hak Guna Bangunan ;

4. Hak Sewa ;

5. Hak Membuka Tanah ;

6. Hak yang lain yang tidak termasuk dalam hal-hal tersebut di atas yang akan

ditetapkan.

6
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria
Isi dan Pelaksanaannya, Hukum Tanah Nasional jilid 1, Jakarta : Djambatan, Cet 12, 2008
mengatakan Hak-hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau
larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki. “Sesuatu” yang
boleh, wajib dan/atau dilarang untuk diperbuat itulah yang merupakan tolok pembeda antara
berbagai hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah Negara yang bersangkutan.
Hak-hak penguasaan atas tanah itu dapat diartikan sebagai lembaga hukum. Hak-hak penguasaan
atas tanah dapat juga merupakan hubungan hukum konkret. Hak-hak atas tanah (Pasal 4) yaitu
Primer : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, yang diberikan oleh Negara (Pasal
16) dan Sekunder : Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, yang diberikan oleh pemilik tanah, Hak
Gadai, Hak Usaha Bagi-Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa .
6

Dalam hal ini maka hukum pertanahan mengatur mengenai siapa

pemegang hak milik atau hak-hak lain atas sebidang tanah, siapa pihak yang

sedang membebani hak di atas hak atas tanah dan lainnya. Salah satu cara untuk

menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah tersebut, maka kepada

Negara diwajibkan untuk menyelenggarakan suatu pendaftaran tanah di seluruh

wilayah Republik Indonesia.

Secara garis besar tujuan pendaftaran tanah dinyatakan dalam Pasal 3

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

(selanjutnya disebut PP Pendaftaran Tanah), yaitu7 :

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain

yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya

diberikan Sertipikat sebagai tanda buktinya;

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Tujuan pendaftaran tanah tersebut merupakan tujuan utama pendaftaran

tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria. Di

samping itu terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk

tercapainya pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak-pihak


7
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 3
7

yang berkepentingan termasuk pemerintah dapat dengan mudah memperoleh data

yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Dengan demikian

terselenggaranya pendaftaran tanah yang baik merupakan dasar dan perwujudan

tertib administrasi di bidang pertanahan.8

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk

pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah untuk

pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek

pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan PP Pendaftaran Tanah.

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali berdasarkan Pasal 12 ayat (1) PP

Pendaftaran Tanah, meliputi 9:

1. pengumpulan dan pengelolaan data fisik;

2. pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan haknya;

3. penerbitan Sertipikat;

4. penyajian data fisik dan data yuridis;

5. penyimpanan daftar umum dan dokumen;

Di Kota Batam, pengaturan mengenai hukum pertanahan memiliki

perbedaan jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Terdapat

8
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola, Surabaya, 2003,
halaman 157. Dalam Pasal 19 UUPA juga mengatakan sertifikat itu dalah sebagai alat pembuktian
yang kuat, sehingga setiap orang dapat mempermasalahkan tentang kebenaran sertifikat tanahnya
dan jika dia dapat membuktikan ketidakbenaran dari hak atas tanah tersebut maka dapat dibatalkan
oleh pengadilan dan kepala BPN.
9
Adrian Sutedi, Opcit, hal. 114, Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
8

perbedaan dalam prosedur kepengurusan status hak atas tanah di Kota Batam

dengan kota lainnya. Jika di kota lain di Indonesia melalui alas hak adat proses

untuk memperoleh sertipikat bisa langsung ke Badan Pertanahan Nasional tidak

demikian dengan di Kota Batam.10

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 dinyatakan

bahwa seluruh tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan kepada Otorita

Batam dengan Hak Pengelolaan (HPL). Ketua Otorita Batam memiliki wewenang

untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah serta menyerahkan pada

pihak ketiga. Hak pengelolaan yang diberikan kepada Otorita Batam secara parsial

diberikan hak guna bangunan (HGB) dan hak pakai. Namun tetap melakukan

pendaftaran tanah di kantor Badan Pertanahan Kota Batam. Karena dikuasai oleh

Otorita Batam (saat ini menjadi Badan Penguasaan Batam), maka segala

transaksi terkait dengan tanah harus mendapatkan rekomendasi dari Badan

Pengusahaan Batam.11

Perkembangan selanjutnya terkait kebijakan di Kota Batam adalah

pemberian hak atas tanah yang mayoritas berjenis hak atas tanah dengan jangka

waktu tertentu, misalnya Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, bukan hak milik.

Pemberian HGB dan Hak Pakai ini seringkali membuat masyarakat menjadi was-

was, jangan-jangan setelah berakhirnya hak tersebut, maka hak atas tanahnya
10
ihat Sholih Mu’adi, Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Perkebunan dengan Cara Litigasi
dan Non Litigasi, Prestasi Pustaka Karya, Jakarta, 2010, hal. 12, Dari hasil penelitian awal
menunjukkan bahwa aturan yang ada belum bisa diterapkan secara penuh karena barbagai kasus
yang melatar belakangi ada perbedaan, sehingga harus diselesaikan dengan cara yang berbeda
pula. Latar belakang non hukum yang mendominasi munculnya sebuah kasus, penyelesaian tidak
murni berdasarkan pada aturan hukum yang ada, akan tetapi melihat faktor-faktor yang
melatarbelakangi kasus tersebut sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
11
Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Badan Penguasaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kota Batam: Development Progress of Batam
Indonesia,Edisi Pertama, 2010, halaman 7.
9

tidak bisa diperpanjang dan/atau diperbaharui. Berdasarkan uraian tersebut diatas,

maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul tesis

“Analisis Yuridis Perpanjangan Hak Atas Tanah di Kota Batam”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian merupakan pertanyaan mengenai

objek empirik yang akan diteliti12 juga sebagai pedoman yang mempermudah

penulis dalam membahas permasalahan sehingga sasaran yang hendak dicapai

jelas sesuai dengan apa yang diharapkan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Hukum Perpanjangan Hak Atas Tanah di Kota Batam?

2. Bagaimana Implementasi Perpanjangan Hak Atas Tanah di Kota Batam?

3. Faktor apa saja yang menjadi kendala dan hambatan perpanjangan hak atas

tanah di Kota Batam?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian tidak mungkin lepas dari tujuan tertentu yang ingin

dicapai, sesuai dengan tujuannya penelitian dapat didefinisikan sebagai usaha

untuk mengemukakan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.13


12
Lihat Buku Pedoman Penyusunan Proposal dan Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana (S2),
Universitas Batam, 2014, hal. 6.
13
Lihat Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan Disertasi,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 7. Rumusan penelitian hukum yang dikemukakan oleh
F. Sugeng Susanto adalah difokuskan pada penerapan penelitian. Penerapan itu dilakukan pada
ilmu hukum. Soerjn soekanto juga menyajikan pengertian penelitian ahukum. Penelitian hukum
1. Untuk mengetahui Pengaturan hukum perpanjangan hak atas tanah di Kota

Batam?

2. Untuk mengetahui Implementasi Perpanjangan hak atas tanah di Kota Batam?

3. Untuk mengetahui Faktor apa saja yang menjadi Kendala dan Hambatan

perpanjangan hak atas tanah di Kota Batam?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan manfaat dalam bidang hukum pertanahan

yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbang pemikiran di

bidang ilmu hukum14 yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum secara

teoretis15 mengenai perpanjangan hak atas tanah di Kota Batam.Hasil

penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan untuk

penambahan ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum pertanahan dan

pada umumnya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai

perpanjangan hak atas tanah di Kota Batam;

2. Manfaat praktis

merupakan: kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu,
yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan
menganalisisnya. Diasamping itu, juga mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta
hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan yang timbul
di dalam gejala hukum tersebut.
14
Ibid, hal. 1. Teori hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting didalam
penelitian tesis maupun disertasi yang dilakukan oleh mahasiswa yang mengikuti jenjeang
pendidikan stratum dua (S2) maupu stratum (S3). Hal ini disebabkan karena didalam setiap
penyusunan proposal penelitian maupun lapora penelitian tesis dan disertasinya selalu
dicantumkan, dikaji dan dianalisis teori-teori yang akan diterapkan didalam penelitian
15
Buku Pedoman Penyusunan Proposal dan Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana
(S2), Universitas Batam, 2014, hal. 7.

1
Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat memberikan jalan keluar

praktis16 yang akurat terhadap permasalahan yang sedang diteliti dan

disamping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta

pengembangan teori-teori yang sudah ada mengenai prosedur perpanjangan

hak atas tanah.

E. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

1. Kerangka Teori

Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi dan proposisi

yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi

hubungan antar variabel sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan

meramalkan fenomena.17 Teori adalah alur logika atau penalaran, yang

merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara

sistematis.18 Fungsi teori secara umum mengandung fungsi menjelaskan

(explanation), meramalkan (prediction) dan pengendali (control) suatu gejala.

Dalam sebuah penelitian teori yang digunakan harus sudah jelas karena

fungsi19 teori dalam sebuah penelitian adalah antara lain untuk memperjelas

dan mempertajam ruang lingkup atau konstruksi variabel yang akan di teliti,

untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen penelitian serta untuk

memprediksi dan menemukan fakta tentang sesuatu hal yang diteliti.

16
Ibid, hal. 7
17
Lihat Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2013,
hal. 52
18
Ibid. hal. 54
19
Ibid. hal. 57

1
Teori berisi pernyataan-pernyataan mengenai gejala tertentu dan

pernyataan tersebut harus diuji dalam penelitian. Penelitian merupakan suatu

kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan

secara metodelogis, sistematis dan konsisten.20 Dalam penulisan karya ilmiah

kerangka teori sangat penting peranannya untuk memberikan arah dalam

usaha memecahkan masalah dalam penelitian. Kerangka21 teori merupakan

sarana bagi peneliti yang harus mengemukakan teori normatif yang relevan

dengan penelitian yang akan dilakukan dan harus dijelaskan variabel

penelitian dan hubungan antar variabel yang dibentangkan.

Adapun kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis secara

yuridis mengenai perpanjangan hak atas tanah adalah sebagai berikut:

a. Grand Theory

Sebagai Grand theory22 penulis menggunakan aliran

Utilitarianisme merupakan reaksi terhadap ciri metafisis dan abstrak dari

filsafat hukum pada abad ke delapan belas. Jeremy Bentham sebagai

penemunya menunjuk banyak dari karyanya pada kecaman-kecaman yang

hebat atas seluruh konsepsi hukum alam. Bentham tidak puas dengan

kekaburan dan ketidak tepatan teori-teori tentang hukum alam, dimana

Utilitarianisme mengetengahkan salah satu dari gerakan-gerakan periodik

dari yang abstrak hingga yang konkret, dari yang idealitis hingga yang

materialistis, dari yang apriori hingga yang berdasarkan pengalaman.


20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta,
2007, hal. 42.
21
Buku pedoman, Penyusunan Proposal dan Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana
(S2), Universitas Batam, 2014, hal. 8
22
Idham, Konsolidasi Tanah Perkotaan Guna Meneguhkan Kedaulatan Rakyat, Alumni, Bandung-
2004, hal. 21.

1
Gerakan aliran ini merupakan ungkapan-ungkapan/tuntutan-tuntutan

dengan ciri khas dari abad kesembilan belas. Menurut aliran ini, tujuan

hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan sebanyak-

banyaknya kepada warga masyarakat yang didasari oleh falsafah sosial

yang mengungkapkan bahwa setiap warga negara mendambakan

kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya.Bentham

berpendapat bahwa keberadaan negara dan hukum semata-mata sebagai

alat untuk mencapai manfaat yang hakiki, yaitu kebahagiaan mayoritas

rakyat.23 Yang menjelaskan bahwa aliran yang meletakkan kemanfaatan

sebagai tujuan utama hukum. Adapun ukuran manfaat hukum yaitu

kebahagian yang sebesar-besarnya bagi orang-orang. Penilaian baik-buruk,

adil atau tidaknya hukum tergantung apakah hukum mampu memberikan

kebahagian kepada manusia atau tidak. Utilitarianisme meletakkan

kemanfaatan sebagai tujuan utama dari hukum, kemanfaatan di sini

diartikan sebagai kebahagiaan (happines), yang tidak mempermasalahkan

baik atau tidak adilnya suatu hukum, melainkan bergantung kepada

pembahasan mengenai apakah hukum dapat memberikan kebahagian

kepada manusia atau tidak.24

23
Opcit, Zainuddin, hal, 59.
24
Sukarno Aburaera, Muhadar dan Maskun, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Prenada Media
Group, Jakarta, 2015, hal. 111, Pandangan Bentham sebenarnya beranjak dari perhatiannya yang
besar terhadap individu. Ia menginginkan agar hukum pertama tama dapat memberikan jaminan
kebahagiaan kepada individu-individu, bukan langsung kepda masyarakat secara keseluruhan.
Walaupun demikian, Bentham tidak menyangkal bahwa disamping kepentingan individu,
kepentingan masyarakat perlu diperhatikan. Agar tidak terjadi bentrokan, kepentingan individu
dalam mengejar kebahagiaan sebesar-besarnya itu dibatasi. Jika tidak, akan terjadi apa yang
disebut ho homini lupus (manusia menjadi serigala bagi manusia lain).

1
Hunt menjelaskan bahwa kemampuan seseorang untuk memahami

masalah etis yang dipengaruhi oleh lingkungan budaya, lingkungan

industri, lingkungan organisasi, dan pengalaman pribadi. Sensitivitas

etika25 merupakan kemampuan untuk menyadari adanya nilai-nilai etika

dalam suatu keputusan. Sensitivitas etika diukur melalui penilaian

kegagalan akuntan dalam mengerjakan pekerjaan sesuai dengan waktu

yang diminta, penggunaan jam kantor untuk kepentingan pribadi, dan

subordinasi akuntan dalam hubungannya dengan prinsip-prinsip akuntansi.

Model atau rerangka analisis empat komponen kerangka kerja untuk

meneliti pengembangan proses berpikir moral dan perilaku individu dalam

mengambil keputusan. Empat komponen tersebut, yaitu: Pertama;

Pengenalan individu akan keberadaan masalah etis dan pengevaluasian.

Kedua; Penentuan perilaku moral secara ideal yang sesuai untuk sebuah

situasi. Ketiga; Keputusan pada tindakan yang dimaksud berkaitan dengan

berbagai hasil yang dinilai dan implikasi moralnya. Keempat; Pelaksanaan

perilaku yang dimaksud.

b. Middle Theory

Sebagai middle theory26 digunakan Teori Sistem Hukum dari

Lawrence M.Friedmen bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan

25
Ibid, hal. 170. Etika adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti adat
istiadat. Kata ethos mempunyai makna yang setara dengan kata mos dalam bahasa latin yang juga
berarti adat istiadat atau kebiasaan baik, berangkat pada pengertian dia tas, etika kemudian
berkembang menjadi studi tentang kebiasaan-kebiasaan manusia yaitu kebiasaan-kebiasaan yang
terdapat di dalam konvensi/kesepakatan. Menurut Austin Fagothey etika adalah studi tentang
kehendak manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang yang benar dan
yang salah dalam bentuk perbuatan manusia. Dalam hal ini, etika mencari dan berusaha
menunjukkan nilai-nilai kehidupan yang benar secara manusiawi kepada setiap orang. Beberapa
pertanyaan-pertanyaan menjadi pusat perhatian etika.
26
Idham, Opcit, hal. 22.

1
hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum

(struktur of the law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya

hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak

hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan

budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut

dalam suatu masyarakat. Struktur dari sistem hukum terdiri atas

unsurberikut jumlah dan ukuran pengadilan, yuridiksinnya yaitu termasuk

jenis kasus yang berwenang mereka periksa, dan tata cara naik banding

dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana

badan legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh

presiden, prosedur apa yang diikuti oleh kepolisian dan sebagainya. Jadi

struktur (legal structure) yang terdiri dari lembaga hukum yang ada,

dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada. Lawrence

M. Friedman menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya penegakan hukum

bergantung pada sistem hukum, yaitu : Struktur Hukum (Legal Structure),

Substansi Hukum (Substance Of The Law) dan Budaya Hukum (Legal

Culture).27 Sistem hukum adalah bagian substansial yang menentukan bisa

atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.Struktur hukum yaitu suatu peranan

subtansi hukum dan budaya hukum tidak dapat disepelekan, substansi

hukum adalah aturan atau norma yang merupakan pola perilaku manusia

dalam masyarakat yang berada dalam sistem hukum tersebut. Sedangkan

budaya hukum adalah keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana


27
Lawrence M. Friedman, The Legal Sistem : A.Social Science Perspektive, Russel Sage
Foundation, New York, 1969, hlm. 16. Arma Diansyah, Eksistensi Damang Sebagai Hakim
Perdamaian Adat Pada Masyarakat Suku Dayak Di Palangkaraya, Tesis, Program Pascasarjana

1
sistem hukum memperoleh tempatnya yang logis dalam kerangka budaya

milik masyarakat umum. Sebuah Perspektif Ilmu Sosial dikatakannya

dalam sistem hukum mengandung 3 (tiga) komponen, yaitu :

1) Struktur hukum (legal structure)

2) Subtansi hukum (legal substance)

3) Budaya hukum (legal culture).28

Komponen struktur hukum dari suatu sistem hukum mencakup

berbagai institusi (lembaga) yang diciptakan oleh sistem hukum tersebut

dengan berbagai macam fungsinya dalam mendukung bekerjanya sistem

hukum tersebut. Salah satu diantara institusi tersebut adalah peradilan

dengan berbagai perlengkapannya. Mengenai hal ini Friedman

menulis,”….structure is the body, the framework, the longlasting shape of

the system; the way courts of police depatements are organized, the lines

of jurisdication, the table of organization”.29 (struktur adalah bodi atau

kerangka, bentuk sistem yang bermotif, cara pengorganisasian pengaturan

departemen kepolisian, garis-garis yurisdiksi, bagan organisasi).

Substansi hukum meliputi aturan-aturan hukum, norma-norma dan

pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk

produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum

itu, mencakup keputusan-keputusan yang mereka keluarkan atau aturan

baru yang mereka susun. Mengenai hal ini Lawrence M.Friedman,

menyatakan sebagai berikut

28
Ibid.
29

1
“Subtance is what we call the actual rules or norms used by
institutions, (or as the case may be) the real observable behavior
patternsof actors within the system).30

Subtansi adalah apa yang kita kenal dengan peraturan atau norma

aktual yang digunakan oleh institusi, (atau sebagai kans mungkin) pola-

pola tingkah laku yang dapat observasi secara nyata di dalam sistem).

Budaya hukum (legal culture) oleh Lawrence M.Friedman

didifinisikan, sebagai “….attitude and values that related to law and legal

system, together with those attitudes and values affecting behavior related

to law and its institutions, ether positively or negatively.31 (sikap-sikap dan

nilai-nilai yang berhubungan dengan hukum dan sistem hukum, bersama

dengan sikap dan nilai yang mempengaruhi tingkah laku yang

berhubungan dengan hukum dinstitusinya baik negatif maupun positif).

c. Applied Theory

Sebagai appllied theory32yang digunakan oleh penulis untuk

menelaah karya tulis adalah Teori teori Hukum Pembangunan yang

dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja. Ia berpendapat hukum

bukan sebagai alat, melainkan sarana untuk pembaharuan hukum. Teori

Hukum Pembangunan yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja

berpendapat bahwa semua masyarakat yang sedang membangun selalu

dicirikan oleh perubahan. Hukum berfungsi agar dapat menjamin, bahwa

perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur

dapat dibantu oleh peraturan perundang-undangan atau keputusan


30
Ibid.
31
Ibid.
32
Idham, Opcit. hal. 22

1
pengadilan atau kombinasi keduanya. Hukum yang baik adalah hukum

yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat,

yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai

yang berlaku dalam masyarakat itu. Teori Hukum Pembangunan bersandar

pada norma.33 Menurut Mochtar, fungsi hukum dalam masyarakat adalah

mempertahankan ketertiban melalui kepastian hukum, dan hukum sebagai

norma sosial harus dapat mengatur (membantu) proses perubahan dalam

masyarakat.

Di Indonesia selanjutnya muncul yang dinamakan hukum progresif

pada sekitar tahun 2002.34 Teori hukum progresif ini dikemukakan oleh

Satjipto Rahardjo. Pemahaman hukum menurut hukum progresif

menegaskan bahwa hukum adalah suatu institusi yang bertujuan

mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan

membuat manusia bahagia. Pernyataan tersebut sekaligus merupakan ideal

hukum yang menuntut untuk diwujudkan. Sebagai konsekuensinya, hukum

merupakan suatu proses yang secara terus-menerus membangun dirinya.35

Hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi berkembang (law

as a process, law in the making). Secara singkat dapat dikatakan, bahwa

Teori Hukum Progresif bersandar pada sistem perilaku.

Sebagai Grand Theory penulis menggunakan juga Teori Hukum

Integratif yang muncul dari pemikiran Romli Atmasasmita yang ingin

33
Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, Genta Publishing, Yogyakarta, hal. 65-66
34
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2009, hal.28-30.
35
Ibid. hal. 2

1
merekontruksi pemikiran Mochtar dan Satjipto tersebut. Bertolak dari

pandangan Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif,

Romli Atmasasmita menyimpulkan, bahwa jika hukum menurut Mochtar

merupakan sistem norma (system of norms) dan menurut Satjipto

merupakan sistem perilaku (system of behavior), maka Romli melengkapi,

bahwa hukum dapat diartikan dan seharusnya juga diartikan sebagai sistem

nilai (system of values). Berkaitan dengan Teori Hukum Integratif,

menurut Talcott Parsons agar sistem hukum dapat menjalankan fungsi

integratifnya secara efektif, terdapat empat (4) masalah yang harus

diselesaikan terlebih dahulu, yaitu: legitimasi, yang akan menjadi landasan

bagi pentaatan aturan-aturan; interpretasi, yang akan menyangkut masalah

penetapan hak dan kewajiban subyek melalui proses penetapan aturan

tertentu; sanksi, yang menegaskan sanksi apa yang akan timbul apabila ada

pentaatan dan sanksi apa yang akan timbul apabila ada pengikatan

terhadap aturan, serta sekaligus menegaskan siapakah yang akan

menerapkan sanksi; yuridiksi, yang menetapkan garis-garis kewenangan

yang berkuasa menegakkan norma-norma hukum.36 Dilihat dari perspektif

Parsons tampaknya efektifitas fungsi integratif sistem hukum di Indonesia

masih menghadapi permasalahan baik ditinjau dari aspek legitimasi,

interpretasi, sanksi maupun yuridiksi.

2. Kerangka Konsep

36
Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal. 95

1
20

Penulisan tesis adalah tulisan ilmiah yang memiliki konsep penulisan,

karena konsep37 adalah istilah, terdiri dari satu kata atau lebih yang

menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu.

Kerangka38 konsep adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus yang diteliti. Konsep merupakan salah satu unsur

konkrit dari teori. Namun masih diperlukan penjabaran lebih lanjut dari

konsep ini dengan jalan memberikan definisi operasionalnya.Untuk

selanjutnya peneliti memberikan definisi operasional dari beberapa variabel

yang terkandung dalam judul tesis penelitian ini yang dimaksud dengan :

a. Analisis Yuridis dalam penelitian ini yang dimaksud oleh penulis adalah

kegiatan untuk mencari dan memecah komponen-komponen dari suatu

permasalahan untuk dikaji lebih dalam kemudian menghubungkannya

dengan hukum, kaidah hukum serta norma hukum yang berlaku sebagai

pemecahan permasalahannya. Kegiatan analisis yuridis adalah

mengumpulkan hukum dan dasar lainnya yang relevan untuk kemudian

mengambil kesimpulan sebagai jalan keluar atau jawaban atas

permasalahan. Tujuan kegiatan analisis yuridis yaitu untuk membentuk

pola pikir dalam pemecahan suatu permasalahan yang sesuai dengan

hukum khususnya mengenai masalah analisis yuridis kebijakan pertanahan

Hak Penguasaan atas tanah oleh Badan Pengusahaan Batam dan

Pemerintah Kota Batam.

37
Idburhanuddin.Wordpress.com/2013/05/21/landasan-teori-kerangka-pikir-dan-hipotesis-dalam-
metode-penelitian/(internet), diteliti pada tanggal 13 Desember 2016, Pukul. 22:26
38
Buku pedoman, Penyusunan Proposal Dan Tesis Program Megister ilmu Hukum Pasca Sarjana
(S2), Universitas Batam, 2014,hal. 8
21

b. Perpanjangan hak atas tanah adalah penambahan jangka waktu berlakunya

sesuatu hak atas tanah tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak

tersebut, yang permohonannya dapat diajukan sebelum jangka waktu

berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir39

Kota Batam secara yuridis formal terbentuk pada tanggal 4 Oktober

1990 dengan lahirnya Undang-Undang No. 53 tahun 1990 tentang

Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Siak,

Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabapaten Kuantan Singingi, dan

Kota Batam. Wilayah yang dicakupi oleh Kota Batam Menurut Undang-

Undang tersebut adalah Pulau Batam, Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau

Galang Baru, Pulau Bulan, dan semua pulau-pulai kecil lainya yang berada

disekitar pulau-pulau relatif lebih besar tersebut. Kantor Pertanahan Kota

Batam menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, Kantor pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan

Nasional di wilayah kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran

hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. Dengan

demikian, unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah Kota Batam

dinamakan Kantor Pertanahan Kota Batam.

F. Asumsi

Asumsi adalah Pra Anggapan dimana suatu proposisi bisa dianggap benar

tanpa perlu ada bukti. Proposisi dapat dianggap benar oleh seseorang meskipun

39
Pasal 1 Point 9, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun
1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
22

harus dibuktikan oleh seseorang lainnya. Dalam penulisan tesis ini peneliti dengan

berpedomankan buku pedoman penulisan tesis ini menetapkan asumsi yang

membantu memberikan hakikat, bentuk dan arah argumentasi. 40Berdasarkan

uraian permasalah diatas maka dalam penelitian tesis ini peneliti mengemukakan

beberapa asumsi terkait dengan objek yang sedang diteliti yaitu:

1. Pengaturan hukum perpanjangan hak atas tanah di kota Batam (studi

penelitian di kantor pertanahan kota batam).

2. Implementasi perpanjangan hak atas tanah di kota Batam (studi penelitian di

kantor pertanahan kota batam).

3. Faktor yang menjadi kendala/hambatan dan upaya perpanjangan hak atas

tanah di kota Batam (studi penelitian di kantor pertanahan kota batam).

G. Keaslian Penelitian

Hasil verifikasi yang dilakukan peneliti terkait dengan substansi keaslian

penelitian tesis ini dalam hal ini dapat diberikan keterangan bahwa judul dan

variabel yang diteliti oleh peneliti sebelumnya belum pernah dilakukan, untuk

memberikan justifikasi atau pertimbangan terhadap penjelasan di atas peneliti

telah melakukan pemeriksaan/verifikasi diberbagai sumber satu diantaranya pada

perpustakaan41fakultas Hukum Universitas Batam, ternyata dari judul dan variabel

untuk diteliti belum ada dilakukan oleh peneliti sebelumnya berdasarkan

penjelasan dimaksud dengan ini peneliti menegaskan kembali bahwa judul dan

40
Buku Pedoman Penyusunan Proposal Dan Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana
(S2), Universitas Batam, 2016, hal 8 huruf F
41
Radiansyah, Survey Pustaka Ke Perpustakaan FH-UNIBA, 25 Desember 2016; Pukul
11:12 WIB
23

variabel yang diteliti dalam tesis ini mengandung kebenaran dengan keaslian

penelitiannya.

Radiansyah42 (2016) dengan judul analisis yuridis Perpanjangan Hak Atas

Tanah di Kota Batam (studi penelitian dikantor pertanahan Kota Batam).

Radiansyah meneliti mengenai; Pertama Pengaturan hukum perpanjangan hak

atas tanah di kota Batam dalam rangka mewujudkan kepastian hukum di Badan

Pertanahan Kota Batam ; Kedua implementasi analisis yuridis perpanjangan hak

atas tanah di kota Batam (studi penelitian di kantor Badan Pertanahan Kota

Batam). Ketiga faktor yang menjadi faktor kendala/hambatan analisis yuridis

perpanjangan hak atas tanah di kota Batam dalam rangka mewujudkan kepastian

hukum (studi penelitian di kantor Badan Pertanahan Kota Batam). Metode

penelitian yangdigunakan adalah dengan menggunakan pendekatan normatif

(legal research) untuk memperoleh data primer melalui penelitian lapangan

(research).

H. Metode Penelitian

Penelitian dalam realisasinya dengan metodologi penelitian hukum untuk

melaksanakan pengkajian penelitian yang akan menghasilkan karya ilmiah pada

lingkungan akademik yang dibedakan berdasarkan strata yaitu: skripsi untuk

jenjang strata sarjana, tesis untuk jenjang strata pasca sarjana dan disertasi untuk

jenjang strata doktoral.43 Metode penelitian hukum di dalam bahasa inggris

disebut legal research methode memiliki esensi pemikiran tentang penelitian. Jika
42
Mahasiswa Pasca Sarjana Program Magister Hukum UNIBA tahun 2015
43
Idham,Bahan Ajar Metodologi Penelitian Hukum, Perkuliahan Pada Program Studi Magister
Hukum-UNIBA, Batam, 15Oktober 2016; Pukul. 19:35 WIB
24

di telaah dari kata penelitian di dalam Bahasa Inggris dengan peristilahan re

search memiliki makna re = kembali dan search = mencari sehingga jika

digabungkan menghasilkan makna mencari kembali. Hal yang dicari kembali di

dalam penelitian adalah kebenaran yaitu kebenaran non eksoterik44 dengan kata

kunci melakukan kegiatan penelitian berdasarkan metodologi penelitian harus

ilmiah, unsurnya harus objektif dan sistematis. Metodologi penelitian hukum

sangat dibutuhkan dalam mengkaji hal tentang pendaftran tanah secara

sistematis.Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum merupakan kegiatan

ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan

jalan menganalisisnya. Disamping itu juga mengadakan pemeriksaan yang

mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu

pemecahan atau permasalahan yang timbul di dalam gejala hukum tersebut.45

Metode penelitian yang digunakan tergantung pada jenis yang

dilakukan.Pada umumnya suatu penelitian sosial termasuk penelitian hukum dapat

ditinjau dari segi dan sudut sifat, bentuk, tujuan dan penerapan serta sudut disiplin

ilmunya.Sudut sifatnya, suatu penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian

eksploratif, diskriptif dan eksplanatoris. Dari sudut bentuk, suatu penelitian dapat

dibedakan menjadi penelitian diagnostik, preskriptif dan evaluatif46. Penelitian

hukum yang peneliti gunakan di dalam penelitian ini adalah penelitian sistematik

44
Penulis menemukan adanya relevansi pendapat plato seorang filsuf yunani yang berpendapat
bahwa penelitian dilakukan sebagai upaya untuk menemukan kembali kebenaran yang memenuhi
unsure formal dan material bagi suatu objek penelitian, bahan ajar metodologi penelitian hukum,
Dosen Magister Hukum. Uniba, 14 Oktober 2016, 10:00 wib. Oleh Idham.
45
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Opcit, hal. 7
46
Buku Pedoman Penyusunan Proposal Dan Tesis Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana
(S2), Uniba, 2016, hal 9
25

hukum, dilakukan terhadap pengertian dasar sistematik hukum yang meliputi:

subjek hukum; hak dan kewajiban; peristiwa hukum; hubungan hukum; objek

hukum.

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi data atau dapat dikatakan jenis penelitian adalah suatu

pilihan jenis format penelitian di dalam meneliti objek penelitian pada bidang

ilmu hukum yang diteliti oleh peneliti. Secara khusus menurut jenis, sifat dan

tujuannya spesifikasi penelitian hukum oleh Soerjono Soekanto dibedakan

yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis atau

empiris.47Penelitian hukum normatif ini disebut juga penelitian hukum

doktriner, juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen.

Disebut penelitian hukum doktriner karena penelitian ini dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan

hukum yang lain. Penelitian perpustakaan ataupun studi dokumen disebabkan

penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder

yang ada di perpustakaan. Peneliti dalam melakukan penelitian atas objek

penelitian ini telah menetapkan spesifikasi penelitian hukum normatif 48.

2. Metode pendekatan

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah penggabungan metode

antara pendekatan normative legal research dengan metode pendekatan

empiris juridis sociologis. Mekanisme penelitian dengan metode pendekatan

47
Opcit, Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, hal. 11.
48
Ibid, hal. 12. Penelitian hukum normatif merupakan salah satu penelitian yang paling banyak
dilakukan oleh mahasiswa, baik mahasiswa S1, S2, maupun mahasiswa S3. Hal ini disebabkan
karena peneltian ini hanya cukup dilakukan di ruang kerja, tanpa bersusah payah untuk menggali
data yang berasal dari masyarakat.
26

gabungan ini dilakukan dengan cara penguraian penjelasan penelitian cara

induktif mengarah kepada cara deduktif dan sebaliknya. Hal ini dilakukan oleh

penulis untuk membantu menjelaskan tentang hubungan antar variable

penelitian dan objek penelitian sehingga dapat menghasilkan suatu pengertian

yang sangat membantu pembaca khususnya peneliti berikutnya serta kaum

akademisi.

3. Lokasi penelitian, populasi dan sampel

a. Lokasi penelitian49 dilakukan diKantor Pertanahan Kota batam.

b. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah pihak Kantor Pertanahan Kota

Batam.

c. Sampel

Sampel yang digunakan adalah bidang pendaftaran dan

perpanjangan hak atas tanah kantor pertanahan Kota Batam.

4. Teknik Pengumpulan dan Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum normatif atau kepustakaan, teknik

pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan

hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan

non hukum.50

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :

1) Undang-Undang Dasar 1945;

2) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960;


49
Ibid, hal. 25. Salah satu hal yang harus ada dalam penelitian hukum empiris, yaitu adanya lokasi
penelitian. Lokasi penelitian menunjuk pada tempat dilakukan penelitian.
50
Mukti Fajar et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Op.cit., halaman 160.
27

3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;

4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;

5) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996;

6) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 3 Tahun 1997.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai badan hukum primer, seperti : hasil-hasil penelitian dan karya

ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.

c. Bahan hukum Tersier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum

seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah

penelitian ini.

5. Analisis data

Analisis data merupakan proses paling vital dalam sebuah penelitian.

Menurut pendapat M. Kasiram bahwa analisis data adalah suatu tindakan

tentang analisis data yang memiliki fungsi untuk memberi arti, makna dan

nilai yang terkandung dalam data itu. Tahapan dalam penelitian tesis ini

menggunakan metode kualitatif karena masalah yang diselidiki adalah pola

tingkah laku yang dilihat dari “frame of reference”, jadi individu sebagai

actor senral perlu dipahami dan merupakan satuan analisis serta menempatkan

sebagai bagian dari suatu keseluruhan (holostik).51


51
Ibid, hal. 27. Salah satu tahap yang paling penting adalah menganalisis data yang telah diperoleh
dari hasil wawancara dengan para responden. Analisis data dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Kedua analisis data ini dapat digunakan
dalam penelitian hukum empiris. Penelitian sosio legal hanya menempatkan hukum sebagai gejala
sosial. Dalam hal demikian, hukum dipandang dari segi luarnyasaja. Oleh karena itulah di dalam
peelitian sosio legal, hukum selalu dikaitka dengan masalah sosial. Penelitian-penelitian demikian
merupakan penelitian yang menitikberatkan pada perilaku individual atau masayarakat dalam
kaitannya dengan hukum.
28

6. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian52 ini disusun berdasarkan sistematika atau tahapan

yang dimulai dari pelaksanaan penelitian hingga ke tahap analisis data dan

penulisan laporan penelitian.

I. Sistematika Penelitian

Untuk menyusun tesis ini, Peneliti membahas dan menguraikan masalah,

yang dibagi dalam lima bab. Adapun maksud dari pembagian tesis ini ke dalam

bab-bab dan sub bab-bab adalah agar untuk menjelaskan dan menguraikan setiap

permasalahan dengan baik.

Bab I : Mengenai bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan antara

lain : latar belakang penelitian, identifikasi masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian,

kerangka teori dan kerangka konsep, metode pendekatan, dan

sistematika penelitian.

Bab II : Di dalam bab ini pembahasan mengenai Pengaturan Hukum

Perpanjangan Hak Atas Tanah di Kota Batam

Bab III : Di dalam bab ini pembahasan mengenai Implementasi Perpanjangan

Hak Atas Tanah di Kota Batam

Bab IV : Di dalam bab ini pembahasan mengenai yang menjadi kendala dan

hambatan serta Upaya perpanjangan hak atas tanah di Kota Batam

Bab V : Di dalam bab ini merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan

saran dari hasil penelitian ini, dan akan diakhiri dengan lampiran-

52
Buku Pedoman, Opcit. hal. 21
29

lampiran yang terkait dengan hasil penelitian yang ditemukan di

lapangan yang dipergunakan sebagai pembahasan atas hasil penelitian.


BAB II
PENGATURAN HUKUM PERPANJANGAN HAK ATAS TANAH DI
KOTA BATAM

A. Pengertian Hak Penguasaan

Istilah Hak Penguasaan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan khususnya dalam Undang- Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun

1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043) tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria. Meskipun Hak Penguasaan merupakan hak yang berkaitan

dengan hak atas tanah akan tetapi secara eksplist Hak Penguasaan tidak terdapat

dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang pengaturannya tidak secara tegas

diatur tentang kedudukannya.53

53
Lihat Frans Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern,
Gramedia, Jakarta, 2001, hal. 315. Hukum sebagai kaedah atau norma merupakan pencerminan
dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat bersifat
dinamis artinya berkembang sesuai dengan perkembangan jaman,akibatnya,hukumpun
berkembang sesuai dengan perkembangan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Demikian pula
terhadap konsep hak menguasai tanah oleh Negara yang berlaku saat ini bukanlah sesuatu yang
muncul secara tiba-tiba,melainkan merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang terus
menerus. Penguasaan tanah secara yuridis berarti ada hak dalam penguasaan itu yang diatur oleh
hukum ada kewenangan menguasai secara fisik, misalnya dalam hal sewa menyewa tanah secara
yuridis tanah adalah hak pemilik tanah tetapi secara fisik tanah itu digarap atau digunakan oleh
penyewa tanah tersebut dalam jangka waktu yang sudah disepakati, juga dalam hal menjamin
tanah pada Bank maka Bank sebagai kreditur adalah pemegang hak jaminan atas tanah yang
dijadikan jaminan tetapi fisik penguasaannya atau penggunaannya tetap ada pada pemilik hak atas
tanah. Penguasaan ini ada dalam aspek privat sedangkan aspek publiknya diatur dalam pasal 33
ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pasal 2 Undang-
Undang Pokok Agraria bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Secara positif
manusia dapat dikatakan sejahtera apabila ia merasa aman tenteram,selamat apabila ia dapat hidup
sesuai dengan cita-cita dan nilainya sendiri,apabila ia merasa bebas untuk mewujudkan kehidupan
individual dan sosialnya sesuai dengan aspirasi-aspirasi serta dengan kemungkinan-kemungkinan
yang tersedia baginya. Secara negative manusia disebut sejahtera kalau dia bebas dari
kemiskinan,dari kecemasan hari esok, bebas dari penindasan dan bebas dari perlakuan tidak adil.
Negara hanya mengusahakan/menyiapkan kondisi untuk mencapai kesejahteraan umum dan tidak
menciptakan kesejahteraan umum,Negara hanya menciptakan prasyarat-prasyarat objektif yang
perlu tersedia agar kesejahteraan masing-masing anggota masyarakat dapat terwujud. Negara
bertugas untuk menciptakan prasarana-prasarana yang diperlukan masyarakat agar dapat merasa
sejahtera.

30
31

Meskipun Hak Penguasaan tidak diatur secara eksplisit dalam batang

tubuh Undang-Undang Pokok Agraria akan tetapi istilah Hak Penguasaan

disebutkan dalam penjelasan umum II angka 2 Undang-Undang Pokok Agraria,

yang disebutkan bukan Hak Penguasaan tetapi “Pengelola” yang berbunyi:

Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau

badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya,

misalnya: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai

atau memberikannya dalam Pengelolaan kepada suatu Badan

Penguasa(Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan

bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.”

Istilah Hak Penguasaan sebenarnya berasal dari bahasa Belanda yaitu

Beheersrecht yang artinya Hak Penguasaan 54. Dengan munculnya terjemahan

Hak Penguasaan ini, maka selanjutnya istilah tersebut dipakai dengan sebutan

Hak Penguasaan sebagai penyebutan awal mula nama Hak Pengelolaan. Seiring

perkembangan hukum pertanahan nasional (hukum agraria) pengertian Hak

Penguasaan yang dahulu disebut dengan Hak Penguasaan ini tersebar diberbagai

jenis peraturan hukum dibidang pertanahan yang sampai saat ini masih berlaku.55
54
Lihat Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta, Sinar Grafika,
2013, hal. 1-2, Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, hukum tanah di Indonesia
bersifat dualisme, artinya selain diakui berlakunya hukum adat yang bersumber dari Hukum Adat,
diakui pula peraturan-peraturan mengenai tanah yang didasarkan atas Hukum Barat. Setelah
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960, berakhirlah masa
dualisme hukum tanah yang berlaku di Indonesia menjadi suatu unifikasi hukum tanah. Hak milik
sebagai suatu lembaga hukum dalam hukum tanah telah diatur baik dalam hukum tanah sebelum
Undang-Undang Pokok Agraria maupun dalam Undang-Undang Pokok Agraria sebelum
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, ada dua golongan besar hak milik atas tanah, yaitu
hak milik menurut Hukum Adat dan hak milik menurut Hukum Perdata Barat yang dinamakan
Hak Eigendom.
55
Urip Santoso, Opcit,hal 81. Kaidah-kaidah hukum adat dan nilai-nilai yang melandasinya pada
berbagai wilayah masyarakat hukum adat dapat memiliki kesamaan tetapi untuk menegakan
kaidah-kaidah hukum adat ada pada masing-masing wilayah masyarakat hukum adat,demikian
juga pada pengaturan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang ketentuannya dalam pasal 3
32

Dari berbagai peraturan perundang-undangan yang ada pengertian Hak

Penguasaan dapat dirumuskan dalam beberapa peraturan yaitu:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah- Tanah

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 14

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 362). Dalam

peraturan ini, istilah Hak Penguasaan belum ada definisinya,melainkan

dengan sebutan Hak Penguasaan.

2. Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan

Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan

Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya, P asal 6 menyebutkan Hak Penguasaan

adalah hak atas tanah negara yang berisi wewenang untuk:

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;

c. Menyerahkan bagian-bagian atas tanah tersebut kepada pihak ketiga

dengan Hak Pakai berjangka waktu 6 Tahun;

d. Menerima uang pemasukan/ ganti rugi/uang wajib tahunan.

e. Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaran

Hak Pakai Dan Hak Pengelolaan hanya menyebutkan istilah Hak

Penguasaan tanpa memberikan pengertian atau definisi yang jelas.

3. Sedangkan dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea

Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, Peraturan Pemerintah Nomor 40

UUPA yang mengatakan “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2


pelaksanaan Hak Ulayat dan pelaksanaan hak-hak serupa itu dari masyarakat-masyarakat Hukum
Adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
33

Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai

Atas Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 3 Tahun 1997 jo. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas

Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu, serta Peraturan Menteri

Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999

tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan

Hak Pengelolaan, disebutkan Hak Penguasaan adalah Hak Menguasai Negara

yang Kewenangan pelaksanaannnya sebagian dilimpahkan kepada

pemegangnya.

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan-

Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah, disebutkan bahwa

Hak Penguasaan adalah Hak Atas Tanah Negara seperti yang dimaksud

dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, yang memberi

wewenang kepada pemegangnya untuk:

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.

c. Menyerahkan bagian- bagian atas tanah tersebut kepada pihak ketiga

dengan Hak Pakai berjangka waktu 6 tahun

d. Menerima uang pemasukan/ganti rugi/uang wajib tahunan.

Dari pengertian Hak Penguasaan yang diutarakan dalam berbagai

peraturan perundang-undangan tersebut maka muncul pengertian Hak Penguasaan


34

yang dikemukakan sebagai pendapat para ahli. Menurut A.P Parlindungan Hak

Penguasaan adalah hak atas tanah diluar Undang-Undang Pokok

Agraria.56Menurut R. Atang Ranoiharjdja sebagaimana dikutip Satrio Wicaksono

Hak Penguasaan adalah hak atas tanah yang dikuasai negara dan hanya dapat

diberikan kepada badan hukum atau pemerintah daerah baik dipergunakan untuk

usahanya sendiri maupun untuk kepentingan pihak ketiga, ini menunjukan dari

arti Hak Penguasaan tersebut bersifat alternatif, dimana Hak Penguasaan

obyeknya adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang diberikan

kepada badan hukum pemerintah atau pihak ketiga.57 Sementara menurut


56
Lihat A.Sodiki dalam Moh Bakri,Hak Menguasai Tanah oleh Negara,2011,hal30. Bahwa atas
dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapatdiberikan kepada
dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama denganorang lain serta
badan-badan hukum (Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 4 ayat 1). Pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pulatubuh bumi dan air
serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yanglangsung berhubungan
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undangundang ini dan peraturan-
peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
57
Lihat Tampil Anshari Siregar, Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria, Pustaka
Bangsa Press, Medan, 2005, hal. 110. Undang-Undang Pokok Agraria mengenal lebih dari 10
(sepuluh) jenis penguasaan tanah, yaitu diantaranya hak milik, hak guna usaha dan hak guna
bangunan, yang merupakan jenis penguasaan tanah untuk tanah-tanah yang diperlukan bagi
proyek-proyek pembangunan yang dapat berupa tanah negara ataupun tanah hak milik
perseorangan. Oleh karena itu, untuk mendukung kegiatan pembangunan, pertambahan
penduduk dan kegiatannya, maka sumber daya tanah perlu dikelola secara efisien dan efektif,
agar pemanfaatannya dapat terselenggara secara optimal dan berkelanjutan, sehingga mampu
memberikan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, khususnya untuk memenuhi tuntutan
mutu kehidupan yang lebih baik yaitu sebagai salah satu sarana utama yang digariskan dalam
arahan kebijaksanaan pembangunan nasional.Dewasa ini perkembangan pembangunan semakin
pesat, dan untuk menunjang pembangunan dan perekonomian nasional ini tentu dibutuhkan lahan
atau tanah yang tidak sedikit. Hampir tidak ada kegiatan pembangunan yang tidak memerlukan
tanah. Dengan pembangunan yang terus meningkat, khususnya pembangunan fisik yang
memerlukan tanah yang luas menyebabkan ketersediaan akan tanah semakin terbatas dan
menimbulkan permasalahan-permasalahan pertanahan, seperti timbulnya sengketa-sengketa
pertanahan. Melihat kenyatan ini maka, Pemerintah merasa perlu untuk membuat peraturan
perundang-undangan yang membatasi penguasaan tanah dan memungut pajak bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan terhadap perseorangan atau badan hukum sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada berbagai kepentingan berkenaan dengan
persoalan tanah dalam sarana utamanya, yaitu sebagian besar dari warga masyarakat memerlukan
tanah (lahan) sebagai tempat pemukiman/tempat tinggal dan tempat mata pencahariannya. Untuk
memperoleh kepemilikan hak atas tanah khususnya hak milik, hanya dapat diperoleh melalui
pendaftaran tanah yang sesuai dengan prosedur dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
oleh Kantor Pertanahan setempat.
35

pendapat Ramli Zein pengertian Hak Penguasaan bersifat kumulatif, bukan

alternatif sebagaimana yang dikatakan Atang Ranoemihardja, yang artinya tanah

yang dikuasai oleh negara akan diberikan dengan Hak Penguasaan kepada suatu

badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD),

apabila tanah tersebut selain akan dipergunakan untuk kepentingan pelaksanaan

tugasnya,juga bagian-bagian tanah tersebut akan diserahkan dengan sesuatu hak

tertentu kepada pihak ketiga.

Lewat pengertian hak pengelolaan yang telah dikemukakan dapat ditarik

kesimpulan bahwa Hak Penguasaan merupakan hak menguasai negara yang

kewenangan pelaksanaan tugasnya dilimpahkan kepada pemegang haknya yang

dapat dipergunakan sendiri untuk pelaksanaan kepentingan tugasnya dan dapat

diberikan kepada pihak ketiga dengan suatu hak tertentu. Dalam sejarahnyaHak

Penguasaan dimulai dari timbulnya penguasaan atas tanah. Dalam bentuk modern

dimulai sejak berlakunya agrarischewet pada tahun 1870 yang bertujuan untuk

memberikan perlindungan bagi usaha partikelir untuk melaksanakan

agrarischewet yang kemudian dibuatlah agrarische besluit (stb.1870 nomor

118).58

58
Adrian Suterdi, Opcit, hal. 90. Landasan dasar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia untuk
menyusun politik hukum serta kebijaksanaan dibidang pertanahan telah tertuang dalam Undang-
Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3)
makna dikuasai oleh negara bukan berarti bahwa tanah tersebut harus dimiliki secara keseluruhan
oleh negara, tetapi pengertian dikuasai itu memberi wewenang kepada negara sebagai organisasi
kekuasaan dari bangsa Indonesia untuk tingkatan yang tertinggi untuk: (a). Mengatur dan
menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang
angkasa tersebut; (b). Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa; (c). Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
36

Isi dari pasal agrarischebesluit memuat tentang domeinverklaring yang

berisi domeinbeginsel (asas milik), yang menyatakan semua tanah yang diatasnya

tidak terbukti adanya hakegeindom orang/badan lain, adalah miliki negara

(landsdomein). Hak Penguasaan yang dahulunya dinamakan Hak Penguasaan jika

diterjemahkan dalam bahasa Belanda disebut “Beheersecht” dan Sejarah Hak

Penguasaan telah ada sejak Pemerintahan Hindia Belanda dengan menggunakan

istilah “in beheer”, yang kemudian oleh Pemerintah Indonesia diterbitkan

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Negara.

Filosofi penjajah terhadap eksistensi Hak Penguasaan adalah ingin menguasai

tanah jajahan sedangkan pada masa pemerintah Indonesia eksistensi Hak

Penguasaan adalah jawaban terhadap kebutuhan pembangunan dan kondisi

objektif bangsa dan negara Indonesia. 59

Hak Penguasaan dulunya dimiliki oleh instansi pemerintah, jawatan atau

departemen yang dipergunakan menurut peruntukannya. Hak Penguasaan muncul

karena dilihat dari keadaan pada waktu itu instansi pemerintah, perusahaan atau

jawatan memerlukan tanah untuk keperluan tugsanya. Dengan demikian

timbulnya Hak Penguasaan dilatarbelakangi adanya kebutuhan bagi pemerintah

kota terhadap tanah untuk pelaksanaan tugasnya. Dalam pelaksanaannya Hak

Penguasaan atas tanah negara pada waktu itu banyak sekali penyimpangan yang

terjadi terhadap penggunaan tanah negara oleh instansi pemerintah maupun

jawatan salah satunya adalah memindahkan penggunaan tanah dari suatu instansi

pemerintah atau jawatan ke instansilainnya tanpa adanya pemberitahuan atau


59
Elita Rahmi, Eksistensi Hak Penguasaan atas tanah dan Realitas Pembangunan Indonesia,
Artikel dalam Jurnal Dinamika Hukum, Vol.10, No.3, September 2010, Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 2010, hal. 350.
37

proses penyerahan yang jelas sehingga menimbulkan ketidakpastian atas instansi

mana yang menguasai tanah. Dengan terjadinya permasalahan tersebut maka

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang

Penguasaan Tanah-Tanah Negara.60Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

ini maka kedudukan Hak Penguasaan atas tanah negara jelas baik dari peruntukan

maupun penggunannya. Kemudian setelah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor

8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah negara tidak lama kemudian

keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria yang penjelasan Hak Penguasan atas

tanah negara mengalami perubahan dan dikonversi dengan lahirnya Peraturan

Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak

Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijakan

Selanjutnya.

60
Lihat Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, hal. 86-87. Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu: atas dasar hak menguasai dari negara atas tanah sebagai
yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak ats permukaan bumi. Yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendri maupun
bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Hak atas tanah bersumber dari
hak menguasai dari negara tas tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik warga negara
Indonesia maupun warga negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama dan badan hukum
baik badan hukum privat maupun badan hukum publik. Dalam rangka memberikan kepastian
hukum dalam pemilikan satuan rumah susun diterbitkan tanda bukti hak berupa Sertifikat Hak
Milik atas Rumah Susun menurut Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun1985 terdiri
atas: a). Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama menurut ketentuan peraturan
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 UUPA. b). Gambar denah tingkat rumah susun
bersangkutan yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki.c). Pertelaan mengenai
besarnya bagian hak atas bagian bersama benda bersama dan tanah bersama yang bersangkutan.
Kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan dijilid dalam satu sampul
dokumen. Hak milik atas satuan rumah susun bukanlah hak atas rumah melainkan hak atas
penguasaan atas tanah yang bersifat perseorangan.
38

Dengan lahirnya Peraturan Menteri Agraria sebagai dasar hukum 61maka

konversi Hak Pengusaan menjadi Hak Pakai apabila Hak Penguasan diberikan

kepada instansi pemerintah, departemen, direktorat dan daerah Swatantra yang

dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri. Apabila Hak Penguasaan

diberikan kepada departemen, instansi pemerintah, direktorat dan daerah swtantra

yang selain dipergunakan oleh instansi itu sendiri juga dengan maksud untuk

diberikan suatu hak kepada pihak ketiga, maka dikonversi menjadi Hak

Pengelolaan.

Memang Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang

Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-

Ketentuan Tentang Kebijakan Selanjutnya, belum memberikan pengertian

mengenai Hak Pengelolaan. Pengertian Hak Pengelolaan baru diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Bagaimanapun, Peraturan Menteri Agraria

Nomor 9 tahun 1965 tersebut merupakan peraturan yang pertama kali

menyebut istilah Hak Penguasaan dalam sistem hukum pertanahan nasional.

Sebagai embrio lahirnya Hak Penguasaan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 8

Tahun1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara, peraturan ini merupakan

cikal bakal Hak Penguasaan. Kemudian sesuai dengan perkembangan zaman

61
http://statushukum.com/dasar-hukum.html, diakses pada tanggal 20 Mei 2016, Pukul. 19.00
WIB. Dasar Hukum adalah norma hukum atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
yang menjadi landasan atau dasar bagi setiap penyelenggaraan atau tindakan hukum oleh subyek
hukum baik orang perorangan atau badan hukum. Selain itu dasar hukum juga dapat berupa norma
hukum atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan atau dasar
bagi pembentukan peraturan perundang-undangan yang lebih baru dan atau yang lebih rendah
derajatnya dalam hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan. Bentuk yang disebut
terakhir ini juga biasanya disebut sebagai landasan yuridis yang biasanya tercantum dalam
considerans peraturan hukum atau surat keputusan yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga
tertentu.
39

maka keberadaan Hak Penguasaan diatur lebih lanjut dan diikuti oleh peraturan-

peraturan lainnya di mana dalam peraturan tersebut mencantumkan beberapa

pengertian Hak Penguasaan. Dari semua pengertian itu pada intinya Hak

Penguasaan merupakan hak menguasai negara yang dilimpahkan kepada

pemegang haknya yang teknis pelaksaanaannya dijelaskan sesuai dengan

peraturan yang ada.

B. Hubungan Hak Penguasaan dengan Hak Menguasai Negara

Dalam tatanan hukum pertanahan nasional terdapat beberapa jenis hak

atas tanah yang mana hak-hak dimiliki oleh individu atau badan hukum.

Meskipun demikian namun hak-hak atas tanah yang diberikan dengan perizinan

atau pemberian dari negara sebagai organisasi tertinggi yang menguasainya. Hak

menguasai negara merupakan hak yang pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh

negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang memberikan wewenang

kepada negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.62 Salah satu

tingkatan hak-hak atas tanah adalah Hak menguasai Negara. Hak-hak atas tanah

tersebut terbagi dalam lima tingkatan hak,yaitu hak bangsa, hak menguasai
62
Berdasarkan Permenag Nomor 9 Tahun 1999, Pengertian Hak Penguasaan yaitu hak menguasai
dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagai dilimpahkan kepada pemegangnya.
Selanjutnya berdasarkan Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf F Undang-Undang BPHTB. Pengertian
HPL dijelaskan lebih lengkap lagi yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaanya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain berupa perencanaan
peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah unuk keperluan pelaksanaan tugasnya,
penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan
pihak ketiga. Apabila semua keterangan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada keberatan
dari pihak lain, maka dalam hal keputusan pemberian hak milik kewenangannya telah dilimpahkan
kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, setelah mempertimbangkan pendapat kepala
Seksi Hak Atas Tanah atau pejabat yang ditunjuk atau Tim Penelitian Tanah atau Panitia
Pemeriksa Tanah A, kemudian Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menerbitkan Sutar
Keputusan pemberian hak milik atas tanah negara yang dimohon dengan kewajiban tertentu.
40

Negara, hak ulayat, hak perorangan (versi pasal 16 Undang-Undang Pokok

Agraria) dan hak tanggungan. Perlu dipertegas dan dipertahankan pula tentang

penguasaan hak atas tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang lima jenis

tersebut dengan sistem berjenjang agar tetap diperoleh batasan kepemilikan dan

tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda nantinya. Hak Menguasai o l e h

Negara yang dipunyai negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia

untuk pada tingkatan yang tertinggi yaitu:63

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaannya.

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas(bagian dari)

bumi, air dan ruang angkasa itu.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Dalam Hak Menguasai Negara pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada

daerah daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar

diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut

ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Artinya bahwa dalam melaksanakan

kehidupan pada daerah-daerah adat maupun swatantra maka tanah-tanah tersebut

dapat diusahakan dan dipergunakan oleh masyarakat yang berasal dari negara

sekedar diperlukan. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan zaman maka hak

menguasai negara tidak hanya dikuasakan kepada sebatas yang disebutkan dalam

Undang-Undang Pokok Agraria tetapi dapat diserahkan kepada pemegang haknya

63
Achmad Sodiki, Politik Hukum Agraria, diterbitkan Konstitusi Press (Konpress), Jakarta,2013,
hal.251
41

berupa Hak Penguasaan yang sudah dikonversi menjadi Hak Pakai dan Hak

Penguasaan jika dipergunakan oleh perusahaan itu sendiri dan diserahkan

sebagian haknya kepada pihak ketiga.

Jika ditanya hubungan Hak Menguasai Negara dengan Hak

Pengelolaan maka dapat dikaitkan dengan persoalan kewenangan dalam Hak

Penguasaan, apabila pengertian Hak Penguasaan tersebut dikaitkan dengan

Konsep Hak Menguasai dari Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat

(2) Undang-Undang Pokok agraria, maka timbul Pertanyaan, sebagian

pelaksanaan kewenanganyang mana yang diserahkan kepada pemegang Hak

Penguasaan tersebut. Kata sebagian dalam pengertian Hak Penguasaan dapat

diartikan dalam dua makna yaitu: Wewenang Hak Menguasai Negara yang

terdapat dalam Pasal 2 ayat( 2) Undang –Undang Pokok Agaria tidak dapat

diserahkan atau dilepaskan seluruhnya kepada pihak lain manapun. Dengan

diberikannya sebagian wewenang kepada pihak lain dengan Hak Penguasaan,

maka tanah tersebut tetap dalam penguasaan Negara.64Apabila wewenang Hak


64
Berdasarkan wawancara dengan Ardiwinata selaku staf Humas Pemerintah Kota Batam, pada
tanggal 23 Maret 2017, Pukul. 14.00 WIB di kantor Walikota Batam, bahwa Hak Penguasaan,
lebih lanjut tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 jis Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 dan Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menetukan
bahwa Hak Penguasaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.Bertitik tolak dari ketentuan di atas dapat dirumuskan
pengertian Hak Penguasaan sebagai suatu hak atas permukaan bumi yang disebut dengan tanah
yang merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada suatu lembaga pemerintah
atau pemerintah daerah, badan hukum pemerintah atau pemerintah daerah untuk: (1).
merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan; (2). menggunakan tanah
tersebut untuk keperluan pelasanaan usahanya; (3). menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu
kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut,
yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan
ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh
pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.Dan penulis
menganalisis berdasarkan data dilapangan dan dikaitkan dengan teori dalam penelitian ini bahwa
teori Hukum Pembangunan yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja. Ia berpendapat
hukum bukan sebagai alat, melainkan sarana untuk pembaharuan hukum. Teori Hukum
Pembangunan yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa semua
42

Menguasai Negara tersebut diserahkan atau dilepaskan seluruhnya kepada pihak

lain dengan Hak Penguasaan, maka hal demikian jelas bertentangan dengan

prinsip dasar Undang-Undang PokokAgraria dimana negara sebagai organisasi

kekuasaan dari seluruh rakyat bertindak selaku pemegang kekuasaan tertinggi

atas tanah.

Bahwa pelaksanaan sebagai kewenangan oleh pemegang Hak

Penguasaan bukan berarti menghilangkan kewenangan hak menguasai negara

yang dimiliki pemerintah, sehingga kewenangan pemegang Hak Penguasaan

merupakan subordinasi dari Hak Menguasai Negara yang dilakukan oleh

pemerintah dan karenanya pemegang Hak Penguasaan tetap tunduk kepada segala

peraturan yang dikeluarakan oleh negara melalui pemerintah.

Jadi, kaitan Hak Penguasaan dengan Hak Menguasai negara sebenarnnya

sudah ada dalam peraturan semenjak timbulnya dari mulanya Hak Penguasaan

atas tanah negara yang sudah dikonversi. Dalam kewenangannya meskipun Hak

Penguasaan memiliki kewenangan yang hampir sama dengan Hak Menguasai

negara yang tercantum dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria,

pemegang Hak Penguasaan tetap tunduk kepada Hak Mengusasi Negara yang

regulasinya atau kebijakannya dibuat oleh pemerintah pusat. Dalam Hak

Menguasai negara cakupannya lebih luas dari Hak Penguasaan yang hanya

sekedar pada penggunaan dan peruntukan tanah. Dan terhadap pengertian

masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan. Hukum berfungsi agar dapat
menjamin, bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur dapat
dibantu oleh peraturan perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau kombinasi keduanya.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam
masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat itu.
43

“sebagian kewenangan” yang dilimpahakan kepada pemegang Hak Penguasaan

dari wewenang yang ada pada Hak Menguasai Negara adalah anya terbatas pada

peruntukan dan penggunaan tanah saja, tidak termasuk mengatur hak guna air dan

hak guna ruang angkasa sebagaimana wewenang yang adapada hak menguasai

dari negara. Jika dilihat dari kewenangannya maka sebagian kewenangan dari hak

menguasai negara terdapat dalam pemegang Hak Penguasaan dan dari aspek

pengaturan dan praktik pemberian Hak Penguasaan atas tanah itu merupakan

derivasi dari Hak Menguasai atas tanah Negara.65

65
Berdasarkan penelitian penulis dilapangan serta dikaitkan dengan teori yang penulis gunakan
dalam penelitian bahwa Menurut Mochtar, fungsi hukum dalam masyarakat adalah
mempertahankan ketertiban melalui kepastian hukum, dan hukum sebagai norma sosial harus
dapat mengatur (membantu) proses perubahan dalam masyarakat, teori hukum progresif ini
dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo. Pemahaman hukum menurut hukum progresif menegaskan
bahwa hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan
yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia, maka dapat penulis simpulkan bawa
pengertian Hak Penguasaan dari penjelasan dan uraian di atas yaitu Hak Penguasaan merupakan
hak menguasai dari Negara yang sebagian kewenangannya dilimpahkan kepada pemegang Hak
Penguasaan. Dengan meilhat dari penjabaran di atas, menurut penulis Hak Penguasaan bukan
merupakan hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 16 UUPA, karena Hak
Penguasaan itu hanyalah sebagian dari hak menguasai Negara yang pelaksanaan kewenangannya
diberikan kepada pemegang Hak Penguasaan.Hak Penguasaan tidak dapat diberikan kepada
perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing. Hak Penguasaan hanya
dapat diberikan kepada badan hukum tertentu. Badan-badan hukum yang tidak dapat mempunyai
Hak Penguasaan adalah badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, badan keagamaan,
badan sosial, perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional. Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 menetapkan bahwa
tidak setiap badan hukum pemerintah dapat diberikan Hak Penguasaan, hanya badan hukum yang
mempunyai tugas dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah yang dapat diberikan Hak
Penguasaan. Oleh sebab itu, berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa Perseroan
Terbatas (PT) dalam hal ini developer tidak dapat mempunyai Hak Penguasaan karena tidak
memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut.Hak Penguasaan tidak dapat diberikan kepeda
perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing. Hak Penguasaan hanya
dapat diberikan kepada badan hukum tertentu. Adapun yang dapat menjadi subjek Hak
Penguasaan pada awalnya hanya Departemen, Jawatan dan Daerah Swatantra seperti halnya yang
telah diatur dalam penjelasan umum angka II nomor 2 Undang-Undang Pokok Agraria jo. Pasal 5
Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan
Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya yang
menentukan bahwatanah-tanah Negara yang oleh suatu departemen, direktorat dan daerah
swatantra selain digunakan oleh instansi-instansi itu sendiri-sendiri, juga dimaksudkan untuk
diberikan dengan suatu hak pada pihak ketiga maka oleh Menteri Agraria tanah-tanah tersebut
akan diberikan dengan Hak Penguasaan. Hak Penguasaan diberikan kepada Departemen,
Direktorat dan Daerah Swatantra.”
44

C. Subjek dan Objek Hak Penguasaan

Dari tata cara permohonan Hak Penguasaan yang telah disebutkan

sebelumnya dipastikan ada yang memohonkan untuk dapat memiliki Hak

Penguasaan tersebut. Dalam hal ini subjek Hak Penguasaan yang akan memiliki

Hak Penguasaan tersebut. Membahas tentang subjek hukum Hak Penguasaan,

akan menimbulkan pertanyaan siapa saja yang berhak memperoleh dengan status

Hak Penguasaan. Pengertian subjek hukum dimaknai sebagai pendukung hak dan

kewajiban, dalam bahas Belanda disebut RechtPersoon sedangkan dalam istilah

Inggris disebut legal entity. Subjek hukum atau person ini merupakan suatu

bentukan hukum, artinya keberadaannya kerena diciptakan oleh hukum.66Subjek

hukum bukan hanya manusia tetapi juga badan hukum sebagai pendukung hak

dan kewajiban. Badan hukum tersebut kedudukannya sama dengan manusia,yaitu

sama–sama mempunyai wewenang yang bersumber pada dasar pembentukannya,

sehingga badan hukum tersebut adalah subjek hukum.

DalamUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria Pasal 2 ayat 4 disebutkan Hak Penguasaan negara dapat

dikuasakan kepada daerah-daerah swantantra dan masyarakat-masyarakat hukum

adat. Dalam penjelasan umum II angaka (2) disebutkan pula “atau

memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan penguasa (departemen,


66
https://wartikayuana.wordpress.com/2013/04/15/hak-pengelolaan/, diakses pada tanggal 20
Maret 2017, Pukul. 16.00 WIB. Hak Penguasaan merupakan hak atas tanah yang tidak dikenal
dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Hak
Penguasaan ini lahir dan berkembang sesuai dengan terjadinya perkembangan suatu daerah. Suatu
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak perkantoran yang terdapat di kota-kota besar
mempergunakan tanah dengan Hak Penguasaan. Artinya bahwa Hak Penguasaan adalah hak
menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah
untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak
ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga
45

jawatan atau daerah swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya

masing-masing”.Penjelasan pasal 2 tersebut menyatakan: Ketentuan dalam ayat

(4) adalah bersangkutan dengan azas otonomi medebewind dalam

penyelenggaraan pemerintah daerah. Soal agraria menurut sifatnya dan pada

azasnya merupakan tugas Pemerintah Pusat (pasal 33 ayat (3) Undang–Undang

Dasar. Dengan demikan maka pelimpahan wewenang untuk melaksanakan Hak

Penguasaan dari negara atas tanah itu adalah merupakan medebewind. Segala

sesuatunya akan diselenggarakan menurut keperluannya dan sudah barang tentu

tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional. Wewenang dalam bidang

agraria dapat merupakan sumber keuangan bagi daerah itu.67

Menurut Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan

Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, Hak Penguasaan

diberikan kepada Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah (Pemda

Provinsi dan Kabupaten/Kota), Badan Usaha Milik Negara(BUMN), Badan

Usaha Milik Daerah (BUMD), PT. Persero, Badan Otorita dan Badan-badan

hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Pemerintah.

67
Berdasarkan Analisis Penulis di lapangan Dengan demikian berarti bahwadidalam pasal 2 ayat
(4)Undang-Undang Pokok Agraria Subjek Hak Penguasaan itu adalah daerah-daerah Swatantra
dan masyarakat-masyarakat hukum adat, kemudian didalam penjelasan umum II angka (2)
dijelaskan Subjek Hak Penguasaan adalah Badan Penguasa yang berupa departemen, jawatan,
atau daerah swatantra. Subjek Hak Penguasaan yang diterangkan dalam Undang – Undang Pokok
Agraria tersebut dengan perkembangan zaman sekarang maka subjek Hak Penguasaan diatur
dalam peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Perlu dipahami terlebih
dahulu bahwa tidak semua badan hukum untuk memperoleh dan/atau menguasai tanah dengan
status Hak Penguasaan.
46

Pasal 67 Undang-Undang tersebut juga memberikan batasan bahwa

Hak Penguasaan hanya dapat diberikan kepada instansi pemerintah dan badan-

badan hukum milik pemerintah.Hal ini perlu dimaklumi mengingat Hak

Penguasaan merupakan Hak Menguasai dari Negara sehingga sudah dipastikan

negara sebagai pemegang Hak Penguasaan atas tanah yang tertinggi sebagaimana

diatur dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, memberikan

kepada instansi atau badan-badan hukum pemerintah dengan Hak Penguasaan.68

Pemberian Hak Penguasaan tersebut dapat dilakukan apabila memenuhi dua

syarat, yaitu pertama, jika sebagian atas tanah tersebut dipergunakan untuk

keperluan instansi tersebut; kedua, jika sebagian tanah tersebut penguasaannya

akan diserahkan kepada pihak ketiga dengan sesuatu hak atas tanah yang lain

(misalnya dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai).

68
Berdasarkan Analisis Penulis di lapangan dan dikaitkan dengan teori dalam penelitian ini maka
menurut Romli bahwa hukum dapat diartikan dan seharusnya juga diartikan sebagai sistem nilai
(system of values). Berkaitan dengan Teori Hukum Integratif, menurut Talcott Parsons agar sistem
hukum dapat menjalankan fungsi integratifnya secara efektif, terdapat empat (4) masalah yang
harus diselesaikan terlebih dahulu, yaitu: legitimasi, yang akan menjadi landasan bagi pentaatan
aturan-aturan; interpretasi, yang akan menyangkut masalah penetapan hak dan kewajiban subyek
melalui proses penetapan aturan tertentu; sanksi, yang menegaskan sanksi apa yang akan timbul
apabila ada pentaatan dan sanksi apa yang akan timbul apabila ada pengikatan terhadap aturan,
serta sekaligus menegaskan siapakah yang akan menerapkan sanksi; yuridiksi, yang menetapkan
garis-garis kewenangan yang berkuasa menegakkan norma-norma hukum, Dilihat dari perspektif
Parsons tampaknya efektifitas fungsi integratif sistem hukum di Indonesia masih menghadapi
permasalahan baik ditinjau dari aspek legitimasi, interpretasi, sanksi maupun yuridiksibahwa hak
atas tanah yang dibebankan di atas Hak Penguasaanlah yang dapat dibebankan dengan Hak
47

Sebelum Peraturan Menteri Negara69Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan

Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan yang menyebutkan Subyek Hak

Penguasaan, peraturan-peraturan lain sebelumnya yang menyebutkan subjek Hak

Penguasaan adalah Undang- Undang Pokok Agraria pasal 2 ayat (4) dan pada

bagian penjelasan umum II angka 2, yang menjelaskan bahwa subyek hukum

Hak Penguasaan adalah penguasa yaitu Departemen, Jawatan, dan Daerah

Swatantra. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan

Tanah-Tanah Negara menyebutkan Kementrian atau jawatan dan Daerah

Swatantra adalah subyek hukum Hak Penguasaan yang merupakan hasil

69
Urip Santoso, Opcit, hal.108. Peraturan menteri dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya saya sebut sebagai Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011) tidak diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1). Namun
demikian, jenis peraturan tersebut keberadaannya diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011, yang menegaskan: “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank
Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-
Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala
Desa atau yang setingkat.” (cetak tebal oleh penjawab). Walaupun ketentuan di atas tidak
menyebut secara tegas jenis peraturan perundang-undangan berupa “Peraturan Menteri”, namun
frase “…peraturan yang ditetapkan oleh… menteri…” di atas, mencerminkan keberadaan
Peraturan Menteri sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Dengan demikian,
Peraturan Menteri setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tetap diakui
keberadaannya. Persoalan selanjutnya, bagaimanakah kekuatan mengikat Peraturan Menteri
tersebut. Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 menegaskan:“Peraturan
Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.” (cetak tebal oleh penjawab). Dari ketentuan
di atas, terdapat dua syarat agar peraturan-peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 memiliki kekuatan mengikat sebagai peraturan
perundang-undangan, yaitu diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
ataudibentuk berdasarkan kewenangan.Dalam doktrin, hanya dikenal dua macam peraturan
perundang-undangan dilihat atas dasar kewenangan pembentukannya, yaitu peraturan perundang-
undangan yang dibentuk atas dasar atribusi pembentukan peraturan perundang-undangan dan atas
dasar delegasi pembentukan peraturan perundan-undangan. A. Hamid S. Attamimmi (1990, hlm.
352),menegaskan Atribusi kewenangan perundang-undangan diartikan penciptaan wewenang
(baru)oleh konstitusi/grondwet atau oleh pembentuk undang-undang (wetgever) yang diberikan
kepada suatu organ negara, baik yang sudah ada maupun yang dibentuk baruuntuk itu.
48

konversi dari Hak Penguasaan. Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965

tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan

Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya, dalam Pasal 4 dan Pasal 5

disebutkan bahwa yang menjadi subyek hukum Hak Penguasaan adalah

Departemen, Direktorat atau Daerah Swatantra. Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara

Pemberian Hak Atas Tanah, pada Pasal 29 dijelaskan bahwa Hak Penguasaan

dapat diberikan kepada Departemen dan Jawatan-jawatan Pemerintah. Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan

Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan, pada

Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa untuk keperluan bidang usaha, maka

dapat diberikan Hak Penguasaan bagi perusahaan yang modalnya seluruh atau

sebagian milik Pemerintah. Selain itu mengenai subyek Hak Penguasaan juga

terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang

Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian pemberian hak atas tanah bagian-bagian

tanah Hak Penguasaan serta pendaftarannya. 70

Berbagai peraturan yang disebutkan diatas yang menyebutkan subyek Hak

Penguasaan memuat pengaturan dan pandangan yang sama mengenai subyek Hak

Penguasaan, perbedaannya hanya terletak pada penyebutan istilah atau

terminologi lembaga/institusi pemerintah (seperti Departemen/Kementrian

Jawatan/Kementrian atau Direktorat).71


70
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan
Penyelesaian pemberian hak atas tanah bagian-bagian tanah Hak Penguasaan serta pendaftarannya
71
Sebagai contoh, peraturan perundang-undangan atribusian dalam Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dan Peraturan Daerah (Perda). Dalam
49

Terkait dengan objek Hak Penguasaan maka objek Hak Penguasaan adalah

tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Berpedoman pada peraturan

Undang-Undang Pokok Agraria, maka obyek dari Hak Penguasaan seperti juga

hak-hak atas tanah lainnya, adalah yang dikuasai penuh oleh negara. Secara

eksplisit obyek Hak Penguasaan itu dapat dilihat dari penjelasan Umum II angka

(2) Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria yang berbunyi:

Kekuasaan negara atas tanah yang tidak mempunyai dengan sesuatu hak

oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan

berpedoman pada tujuan yang disebutkan diatas negara dapat memberikan tanah

yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak

menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak

guna bangunan atau Hak Pakai atau diberikan dalam pengelolaan kepada sesuatu

Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk

dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.72 Memperhatikan juga


Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 juga dikenal satu jenis peraturan perundang-undangan
atribusian di luar Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
Peraturan Presiden (Perpres) yang pada masa lalu dikenal sebagai Keputusan Presiden yang
bersifat mengatur yang dasarnya adalah Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945. Sementara itu, delegasi dalam bidang perundang-undangan ialah
pemindahan/ penyerahankewenangan untuk membentuk peraturan dari pemegang kewenangan
asal yang memberi delegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi (delegataris) dengan
tanggungjawabpelaksanaan kewenangan tersebut adalah pada delegataris sendiri, sedangkan
tanggungjawab delegansterbatas sekali. Contohnya dari peraturan perundang-undangan delegasi,
misalnya tergambar dalam Pasal 19 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan, yang menegaskan bahwa: ”Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
menyampaikan pernyataan untuk menjadi Warga Negara Indonesiasebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.” Peraturan Menteri yang dibentuk atas dasar
perintah dari Undang-Undang tersebut dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan atas
dasar delegasi (delegated legislation). Dengan demikian, secara umum peraturan perundang-
undangan delegasi adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk atas dasar perintah
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
72
Adrian Sutedi, Opcit, hal. 105. Berdasarkan penjelasan Umum II angka (2) diatas,dapat
disimpulkan bahwa obyek Hak Penguasaan itu adalah Tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
Ditinjau dari sejarah terjadinyaHak Penguasaan dimanaHak Penguasaan berasal dari Hak
50

ketentuan Pasal 28 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973

tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas

Tanah yang menyebutkan bahwa Hak Penguasaan adalah hak atas tanah negara

seperti yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965

tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan

Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya, jika dihubungkan

dengan ketentuan pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan bahwa tanah negara adalah

tanah yang langsung dikuasai oleh negara, maka jelas pula obyek Hak

Penguasaan menurut peraturan ini, adalah tanah yang langsung dikuasai oleh

negara. Dari hal yang sama juga dapat ditarik kesimpulan dari Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 5 Tahun1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata

Cara Pemberian Hak Atas Tanah, maupun dari Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian

Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Penguasaam Serta

Pendaftarannya, serta Peraturan Penggantinya, yaitu Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata

Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Penguasaan.73

Penguasaan (Beheer) yang selanjutnya dalam Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria disebut
sebagai Hak Menguasai dari Negara.Hal itu dapat dilihat dari sejarah pengaturan Hak Penguasaan
yang berasal dari Hak Penguasaan Tanah Negara yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara. Pasal 1 (a) Peraturan Pemerintah ini
menyatakan,t anah Negara ialah tanah yang dikuasai oleh Negara.
73
Berdasarkan Wawancara Penulis dengan Azzam Musaidiq selaku selaku sekretasris Balai
Pengelolaan Agribisnis Badan Pengusahaan Batam, pada tanggal 20 Maret 2017, pukul.
13.00WIB, di kantor Agribisnis BP Batam bahwa saat ini di Kota Batam Hak Penguasaan yang
sudah terdaftar mencapai kurang lebih 40% dari luas Pulau Batam. Diatas Hak Penguasaan Otorita
Batam telah pula diterbitkan hak-hak atas tanah baik atas nama perorangan maupun atas nama
badan hukum berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Pemberian Hak atas tanah
diatas tanah Hak Penguasaan memang dimungkinkan oleh Peraturan Perundangan terutama jenis
hak yang berjangka waktu.Di Batam, pemberian hak milik, hak guna bangunan atau Hak Pakai di
atas Hak Penguasaan tidak mengakibatkan hapusnya Hak Penguasaan sehingga hubungan hukum
pemegang Hak Penguasaan dengan tanah Hak Penguasaannya tidak putus atau tidak berakhir.
51

D. Wewenang Pemegang Hak Penguasaan

Terhadap pemegang Hak Penguasaan dalam hal ini subyek Hak

Penguasaan maka terdapat beberapa wewenang didalamnya. Kewenangan yang

dimiliki sudah diatur dalam peraturan-peraturan yang ada. Berdasarkan

kewenangan yang dimiliki maka pemegang Hak Penguasaan dapat melakukan

tindakan hukum berkaitan dengan hak yang dipunyainya. Namun demikian

wewenang pemegang Hak Penguasaan tidaklah sama dengan pemegang hak

atas tanah lainnya, karena perbedaan karakteristik dan sifat Hak Penguasaan

dengan jenis hak atas tanah lainnya sebagiamana diatur dalam Undang-Undang

Pokok Agraria. Menurut pendapat R. Atang Ranoemihardja, Hak Penguasaan

mempunyai kewenangan – kewenangan sebagi berikut:74

1. Kewenangan publiekrechtelijk, yaitu memberikan kewenangan kepada

subyek pemegang Hak Pengelolalaan untuk mengatur rencana penggunaan

dan peruntukan tanah, serta penyediaan tanah bagi pihak ketiga, dan

kewenangan ini hanya dimiliki oleh pemerintah.

2. Kewajiban Privatrechtelijk, yaitu membuat perjanjian dengan pihak ketiga

untuk kemudian memberikan hak baru kepada pihak ketiga tersebut dan

memungut uang pemasukan dari pihak ketiga yang memperoleh hak atas

tanah diatas Hak Pengelolaan yang diberikan kepadanya.

Dengan pengertian lain pemengang Hak Penguasaan tetap memliki kewenangan atas tanah-tanah
Hak Penguasaannya meskipun diatas tanah Hak Penguasaan itu telah terbit hak milik, hak guna
bangunan atau Hak Pakai atas nama pihak lain.
74
Ranoemihardja, R.Atang,1982, Perkembangan Hukum Agraria diIndonesia, Aspek– aspek
dalam Pelaksanaan UUPA dan Peraturan Perundangan lainnya diBidang Agraria di Indonesia,
Tarsito, Bandung, hal.16.
52

Pada dasarnya kewenangan pemegang Hak pengelolan sebelumnya

sudah ada diatur dalam peraturan Menteri Agraria maupun Menteri Dalam

Negeri.Berdasarkan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri

Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan

Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan

Selanjutnya, Pasal 6 Ayat 1 menyebutkan bahwa isi wewenang pemegang Hak

Penguasaan adalah:75merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut,

menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya,

menyerahkan bagian- bagian atas tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan Hak

Pakai berjangka waktu enam (6) Tahun, Menerima uang pemasukan/ganti

rugi/uang wajib tahunan.

Isi kewenangan sebagaimana terdapat dalam pasal 6 ayat (2) Peraturan

Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tersebut ditegaskan dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan

Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan. Pasal

3 peraturan tersebut menyebutkan bahwa Hak Penguasaan berisikan wewenang

untuk :76 merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah; menggunakan tanah

75
Peraturan Menteri Agraria Nomor 9Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak
Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya
Pasal 6 Ayat1
76
Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Azzam Mushaidiq, selaku sekretasris Balai
Pengelolaan Agribisnis Badan Pengusahaan Batam, pada tanggal 20 Maret 2017, Pukul. 11.00
WIB di kantor Agribisnis BP Batam , bahwa dengan kewenangan yang diberikan tersebut maka
Badan Pengusahaan Batam yang ditunjuk sebagai pemegang Hak Penguasaan berhak untuk
menggunakan dan memanfaatkan sepenuhnya tanah tersebut dalam rangka melaksanakan
sebagaian wewenang hak menguasai Negara atas tanah yag harus dilaksankan demi kemakmuran
rakyat. Pemegang Hak Penguasaan mempunyai keleluasaan untuk mengatur penggunaan tanah
seperti membangun kantor sendiri berkaitan bidang pekerjaan. Badan Pengusahaan Batam dalam
hal ini juga berwenang mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga, menyerahkan penguasaan
sebagian tanah Hak Penguasaan kepada pihak ketiga dan menerima uang pemasukan dan Uang
Wajib Tahunan Otorita yang timbul sehubungan penyerahan tanah tersebut kepada pihak ketiga.
53

tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya; serta menyerahkan bagian-

bagian dari pada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang

ditentukan oleh pemegang hak tersebut,yang meliputi segi-segi peruntukan,

penggunaan, jangka waktu dan keuangannya.77

Mengenai wewenang pemegang Hak Pengelolaan tersebut juga dijumpai

pada beberapa peraturan dan telah berubah rumusannya, yaitu dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan

Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Penguasaan Dan

Pendaftarannya Pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan wewenang pemegang Hak

Penguasaan yaitu:78 Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang

bersangkutan, menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaannya,

menyerahkan bagian-bagian atas tanah itu kepada pihak ketiga menurut

persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang

meliputi segi peruntukan,p enggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan

ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang

bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada dasarnya wewenang pemegang hak pengelolaan yang disebutkan

sebelumnya sama dengan wewenang pemegang hak pengelolaan yang diatur

dalamperaturan Menteri Agraria lainnya. Pada wewenang meyerahkan sebagian

tanah Hak Penguasaan kepada pihak ketiga itu ditentukan oleh pemegang hak
77
UripSantoso,Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group,
Jakrta, 2010, hal.129
78
Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan
dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Tanah Bagian-Bagian Tanah Hak Penguasaan Serta
Pendaftarannya.
54

pengelolalan dengan beberapa persyaratan baik itu segi peruntukan, penggunaan,

jangka waktu dan keuangannya sesuai dengan kesepakatan.79 Beberapa

kewenangan yang disebutkan itu diperoleh melalui delegasi (pelimpahan)

wewenang dari Hak Menguasai Negara sebagaimana yang diatur dalam

Undang- Undang Pokok Agraria80

E. Syarat Hak Penguasaan

Untuk memperoleh Hak Penguasaan tentu ada beberapa persyaratan

yang harus dipenuhi. Oleh karena Hak Penguasaan merupakan hak menguasai

negara, maka negara melalui pemerintah pusat memberikan pembatasan terhadap

pihak-pihak yang dapat menguasai atau memperoleh tanah Hak Penguasaan.

Berdasarkan pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang tentang Tata Cara Pemberian

Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan pihak-pihak yang

dapat diberikan atau memperoleh tanah dengan Hak Penguasaan yaitu: Instansi

Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah (Pemda), Pemda Provinsi,

Kabupaten/Kota; Badan Usaha Milik Negara(BUMN), Badan Usaha Milik

79
Ibid, Wawancara penulis dengan Bapak Azzam Mushaidiq selaku sekretasris Balai Pengelolaan
Agribisnis Badan Pengusahaan Batam, pada tanggal 20 Maret 2017, Pukul. 11.00 WIB di kantor
Agribisnis BP Batam. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa pemegang
Hak Penguasaan selain berwenang untuk menggunakan tanah Hak Penguasaan itu untuk keperluan
pelaksanaan usahanya, ia berwenang pula untuk menyerahkan bagian-bagian dari tanah Hak
Penguasaan itu kepada pihak ketiga dengan persyaratan-persyaratan tertentu, baik mengenai
peruntukan, penggunaan maupun mengenai jangka waktu dan keuangannya, dengen ketentuan
bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-
pejabat yang berwenang dan sesuai dengan perturan perundangan yang berlaku.
80
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 2
ayat 2
55

Daerah (BUMD), PT. Persero, Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dan

Badan-badan pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.81

Hal tersebut merupakan subjek hak pengelolaan artinya beberapa syarat

terhadap pihak, instansi atau perusahaan yang dapat memliki Hak Penguasaan.

Selain dari yang disebutkan dari instansi tersebut maka pihak lain tidak dapat

menjadi pemegang Hak Penguasaan oleh karenanya tidak dapat mengajukan

permohonan untuk memperoleh Hak Penguasaan dan terhadap persyaratan

untuk mengajukan Hak Penguasaan hal tersebut sudah dijelaskkan pada

pembahasan sebelumnya yaitu tata cara mengajukan Hak Penguasaan.

F. Hapusnya Hak Penguasaan

Hapusnya hak-hak atas tanah memberikan status tanah menjadi tanah

negara atau tanah yang langsung dikuasai oleh negara.Dalam berakhirnya atau

hapusnya hak-hak atas tanah seperti hak milik, Hak Pakai, hak guna usaha atau

hak guna bangunan ada diatur dalam peraturan Undang-Undang Pokok Agraria.

Bagaimana hapusnya atau berakhirnya Hak Penguasaan tergantung pada

pemakaiannya sebab Hak Penguasaan hapus apabila tidak dipergunkan lagi

dalam pelaksanaan tugasnya. Hapusnya Hak Penguasaan dapat terjadi karena

dilepaskan oleh pemegang haknya, dibatalkan karena tanahnya tidak

dipergunakan sesuai dengan pemberian haknya, dicabut untuk kepentingan

umum.

81
Ibid, Wawancara penulis dengan Bapak Azzam Mushaidiq selaku sekretasris Balai Pengelolaan
Agribisnis Badan Pengusahaan Batam, pada tanggal 20 Maret 2017, Pukul. 11.00 WIB di kantor
Agribisnis BP Batam.
56

Salah satu hapusnya Hak Penguasaan adalah dilepaskannya Hak

Penguasaan. Pelepasan Hak Penguasaan tersebut mengakibatkan putusnya

hubungan hukum antara pemegang Hak Penguasaan dengan tanah yang

dikuasainya. Pelepasan atau penyerahan Hak Penguasaant idak berakibat Hak

Penguasaan berpindah kepada pihak ketiga, melainkan Hak Penguasaan tersebut

menjadi hapus.82 Selain itu hapusnya Hak Penguasaan juga dapat terjadi karena

haknya dicabut kembali yang disebabkan oleh tanahnya tidak dipergunakan

sesuai dengan tujuan pemberian haknya.

Menurut Budi Harsono suatu Hak atas tanah dapat hapus jika dibatalkan

oleh pejabat yang berwenang sebagi sanksi terhadap tidak dipenuhinya suatu

kewajiban atau dilanggarnya suatu larangan oleh pemegang hak yang

bersangkutan. Penyebab lain juga hapusnya Hak Penguasaan adalah jika tanahnya

musnah. Hapusnya Hak Penguasaan berakibat tanah tersebut menjadi tanah yang

langsung dikuasai oleh negara,apabila tanah tersebut ingin dihakki menjadi Hak

Penguasaan oleh pihak lain maka dilakukan permohonan kembali oleh pihak lain

atau calon pemegang hak.83

82
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, JilidI (Hukum Tanah Nasional), Djambatan, Jakrta, 1994, hal.
263
83
Pembukuan yang dimaksudkan dalam hal ini harus memenuhi syarat sebagaimana ditentukan
antara lain bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata
dan dengan itikad baik selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut, bahwa kenyataan
penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat dan karena itu
dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang
bersangkutan, bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya,
bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui
pengumuman, bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan
di atas, bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan
dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh panitia judikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah
secara sporadik.
57

G. Kedudukan Hak Penguasaan dalam Sistem Undang-Undang Pokok


Agraria

Hak Penguasaan merupakan gempilan dari hak menguasai negara yang

memiliki kewenangan tersendiri. DalamUndang–Undang Pokok Agraria Istilah

Hak Penglolaan tidak disebutkan secara eksplisit didalam tubuh Undang-

Undang Pokok Agraria, akan tetapi istilah Hak Penguasaan dapat ditemukan pada

penjelasan Umum II angka 2 Undang-Undang Pokok Agraria dimana terdapat

istilah“ Pengelola” bukan Hak Penguasaan atau dalam bahasa Belandanya

disebut“Beheersrecht” yang artinya Hak Penguasaan. Istilah “Pengelolaan”

memang ada disebut didalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Hal itu dapatdibaca

dalam penjelasan umum II angka (2) yang menyatakan bahwa dengan

berpedoman pada tujuan yang disebutkan diatas negara dapat memberikan tanah

demikian itu, kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut

peruntukan dan keperluannya,misalnya hak milik, hak guna usaha, hak bangunan,

dan Hak Pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan

penguasa (departemen, jawatan, atau daerah swatantra) untuk dipergunakan

bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.84Bertitik tolak dari penjelasan umum

II angka (2) tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa landasan hukum

dari Hak Penguasaan didalam Undang-Undang Pokok Agraria telah disinggung

oleh penjelasan umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria namun hukum materiilnya berada diluar Undang-

Undang Pokok Agraria tersebut.


84
Budi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria: Sejarah Penyusunan, Isi dan Pelaksanaannya,
Jilid II, Djambatan,Jakrta,1971, hal.327.
58

Hak Pengelolaan tidak dapat diberikan kepada perseorangan baik warga

Negara Indonesia maupun warga Negara asing. Badan-badan hukum yang tidak

dapat mempunyai Hak Pengelolaan adalah badan hukum yang didirikan menurut

hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, badan hukum asing yang

mempunyai perwakilan di Indonesia, badan keagamaan, badan sosial, perwakilan

negara asing dan perwakilan badan internasional. Hak Pengelolaan hanya dapat

diberikan kepada badan hukum tertentu. Dalam konsep Hak Penguasaan yang

merupakan derivasi dari Hak Menguasai negara maka dalam Undang-Undang

Pokok Agraria menyebutkan Hak Menguasai Negara tersebut diatas

pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan

masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan

Pemerintah85. Pada saat sekarang pelaksanaan dari Hak Menguasai Negara tidak

85
Berdasarkan analisis penulis dilapangan dan dikaitkan dengan teori yang penulis gunakan dalam
penelitian ini bahwa Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini, jumlah dan ukuran
pengadilan, yuridiksinya (termasuk jenis kasus yang berwenang mereka periksa), dan tata cara
naik banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana badan
legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh presiden, prosedur ada yang diikuti
oleh kepolisian dan sebagainya. Jadi struktur (legal struktur) terdiri dari lembaga hukum yang ada
dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada. Struktur adalah Pola yang
menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya.
Struktur ini menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum
itu berjalan dan dijalankan. Di Indonesia misalnya jika kita berbicara tentang struktur sistem
hukum Indonesia, maka termasuk di dalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti
kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan
sikap manusia (termasubudaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem
hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan
dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh
orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan
berjalan secara efektif. Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak
lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk menjamin
tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat kearah yang lebih baik, maka bukan hanya
dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan, melainkan juga adanya jaminan
atas perwujudan kaidah hukum tersebut ke dalam praktek hukum, atau dengan kata lain, jaminan
akan adanya penegakan hukum (law enforcement) yang baik. Jadi bekerjanya hukum bukan hanya
merupakan fungsi perundang-undangannya belaka, malainkan aktifitas birokrasi pelaksanaannya
59

hanya dikuasakan terhadap daerah swatantra dan masyarakat hukum adat tetapi

pelaksanaannya yang merupakan subjeknya Hak Penguasaan maka dalam

peraturan Pemerintah hal tersebut dapat dikuasakan kepada instansi pemerintah

atau perusahaan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang atau berdasarkan

kepada Peraturan Pemerintah.

Pasal 2 ayat 4 Undang-undang Pokok Agraria telah memberikan

kemungkinan untuk memberikan suatu hak baru yang namanya ketika itu belum

ada. Hak itu merupakan suatu delegasi wewenang pelaksanaan hak menguasai

negara kepada daerah- daerah otonom dan masyarakat hukum adat. Penjelasan

umum II angka 2 yang juga menyebut Pasal 2 ayat 4, menyatakan ada

kemungkinan bagi negara untuk memberikan tanah yang dikuasai negara dalam

pengelolaan atau suatu badan penguasa (departemen, jawatan, atau daerah

swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.

Kedudukan Hak Pengelolaan dalam Sistem Undang-Undang Pokok Agraria

walaupun memang ada diatur tetapi tidaklah secara eksplisit. Di dalam

penjelasan II angka 2 penyebutan mengenai Hak Penguasaan pun adalah

“pengelola”. Meskipun demikian kedudukan dan keberadaan Hak Penguasaan

masih eksis dilihat dari keberadaan peraturan-peraturan materiilnya baik itu

peraturan pemerintah atau peraturan menteri agraria yang merupakan turunan dari

Undang-Undang Pokok Agraria yang seyogyanya tak bertentangan dengan

Undang-Undang Pokok Agraria.

Tidak boleh dilupakan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bumi dan air dan
60

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hak bangsa Indonesia atas

tanah ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua

tanah yang ada dalam wilayah negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat

abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah. Oleh

karena itu negara bertanggung jawab untuk mengatur hak menguasai oleh negara

dengan sebaik-baiknya. Untuk delegasi wewenang pelaksanaan hak menguasai

negara itu, oleh peraturan yang ada disebutkan sebagai Hak Pengelolaan.86

H. Pengaturan hukum perpanjangan hak atas tanah di kota batam

Sistem pengaturan lahan di Batam dipengaruhi dengan kondisi investasi

pada saat itu, dimana Pemerintah Indonesia melihat potensi adanya kedekatan

dengan negara tetangga untuk membuat sebuah tempat industri, dan diharapkan

sebagai terjadi persaingan di bidang investasi di kawasan Sijori (Singapura, Johor,

Riau). Selanjutnya lahirlah Kepres No. 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri

Pulau Batam yang membentuk sebuah badan bernama Otorita Pengembangan

Daerah Industri Pulau Batam, yang dikenal dengan sebutan Otorita Batam.

Selanjutnya Keppres No. 41 Tahun 1973 ini diubah dengan Keppres No. 45

Tahun 1978, Keppres No. 58 Tahun 1989, Keppres No. 94 Tahun 1998, dan

Keppres No. 113 Tahun 2000.

Pada intinya, berdasarkan ketentuan tersebut Otorita Batam

bertanggungjawab atas pengembangan pertumbuhan Daerah Industri Pulau Batam

dan mempunyai tugas sebagai berikut :


86
Pasal 2 ayat 4 Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
61

1. Mengembangkan dan mengendalikan pembangunan Pulau Batam sebagai

suatu daerah industri

2. Merencanakan kebutuhan prasarana dan pengusahaan instalasi-instalasi

prasarana dan fasilitas lainnya

3. Mengembangkan dan mengendalikan kegiatan pengalihan-kapalan

(transhipment) di Pulau Batam

4. Menampung dan meneliti permohonan izin usaha yang diajukan oleh para

pengusaha serta mengajukan kepada instansi-instansi yang bersangkutan

5. Menjamin agar tata cara perizinan dan pemberian jasa-jasa yang diperluakan

dalam mendirikan dan menjalankan usaha di Pulau Batam dapat berjalan

lancar dan tertib, segala sesuatunya untuk dapat menumbuhkan minat para

pengusaha menanamkan modalnya di Pulau Batam. 87

Berdasarkan kewenangan tersebut, maka Otorita Batam mengadopsi

ketentuan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang

Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan-

Ketentuan Kebijaksanaan selanjutnya, yang juga mengatur mengenai Hak

Pengelolaan. Hal ini tampak jelas di dalam Pasal 6 Keppres No. 41 Tahun 1973

yang pada intinya menyebutkan bahwa seluruh areal tanah yang terletak di Pulau

Batam diserahkan dengan Hak Pengelolaan Lahan kepada Otorita Pengembangan

Daerah Industri Pulau Batam. Kawasan Hak Pengelolaan Lahan Otorita Batam

berkembang dan meluas ke pulau-pulau sekitarnya dengan keluarnya Keppres No.


87
Ibid Hal 12 Otorita Batam mengadopsi ketentuan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun
1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan
Kebijaksanaan yang juga mengatur mengenai Hak Pengelolaan dibandingkan dengan Pasal 6
Keppres No. 41 Tahun 1973 yang pada intinya menyebutkan bahwa seluruh areal tanah yang
terletak di Pulau Batam diserahkan dengan Hak Pengelolaan Lahan kepada Otorita Pengembangan
Daerah Industri Pulau Batam
62

56 Tahun 1984 dan terakhir dengan Keppres No. 28 Tahun 1992. Peraturan

Mentri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 ini merupakan perwujudan dari Pasal 2 ayat

(4) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, yang pada intinya menyebutkan bahwa

negara dapat memberikan tanah yang dikuasainya kepada suatu Badan Penguasa

untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugas masing-masing. Hal ini merupakan

perwujudan dari Hak Menguasai oleh Negara (HMN).

Di dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tersebut di

dalam Pasal 2 disebutkan pada intinya bahwa jika tanah negara selain

dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri, juga diberikan kepada pihak

ketiga, dikonversi menjadi Hak Pengelolaan. Dasar hukum inilah yang pertama

kali diadopsi oleh Otorita Batam untuk menjadikan lahan di Pulau Batam menjadi

Hak Pengelolaan mengingat tugas Otorita Batam untuk mengembangkan Pulau

Batam sehingganya dimungkinkan pemberian lahan kepada pihak ketiga. Selanjutnya

permohonan untuk mendapatkan lahan di atas Hak Pengelolaan Otorita Batam

diacu pertama kali pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 dan

juga ketentuan yang ditetapkan oleh Otorita Batam, yang mempersyaratkan

permohonan harus dilampiri dengan 88:

1. Mengenai pemohon

a. Jika perorangan

Fotocopy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan

Indonesia

88
Peraturan Mentri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tersebut di dalam Pasal 2 disebutkan bahwa
tanah negara selain dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri, juga diberikan kepada
pihak ketiga, dikonversi menjadi Hak Pengelolaan oleh Otorita Batam untuk menjadikan lahan di
Pulau Batam menjadi Hak Pengelolaan mengingat tugas Otorita Batam untuk mengembangkan
Pulau Batam sehingganya dimungkinkan pemberian lahan kepada pihak ketiga
63

b. Jika badan hukum

Fotocopy Akta atau Keputusan Pendirian dan salinan surat

keputusan penunjukkannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku

2. Mengenai tanahnya

a. Data Yuridis

Sertifikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan

pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli oleh

pemerintah, akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan,Surat

Keputusan dari Badan Otorita Batam dan surat-surat bukti perolehan tanah

lainnya.

b. Data Fisik

Surat ukur, gambar situasi, Gambar Penetapan Lokasi dari Otorita

Batam, dan Izin Mendirikan Bangunan jika ada.

3. Surat lain yang dianggap perlu seperti Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang

Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir, khusus untuk yang luas tanahnya 200 m2

atau lebih.

4. Surat Perjanjian Pengalokasian, Penggunaan dan Pengurusan Tanah atas

Bagian-Bagian Tertentu dari Pada Tanah Hak Pengelolaan Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (SPJ)

5. Rekomendasi dari Badan Otorita Batam.

Selain itu terdapat ketentuan khusus yang diatur oleh Otorita Batam itu

sendiri, yaitu :
64

a. Memperoleh izin peralihan dari Badan Otorita Batam

b. Setelah memperoleh izin, maka subyek pemegang hak harus membayarkan

uang muka sebesar 10% dari jumlah Uang Wajib Tahunan Otorita

(UWTO) yang harus dibayarkan.

c. Menandatangani Surat Perjanjian Pengalokasian, Penggunaan dan

pengurusan Tanah atas Bagian-Bagian Tertentu Daripada Tanah Hak

Pengelolaan Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (SPJ) 89

89
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang ketentuan yang ditetapkan oleh
Otorita Batam mengenai persyaratan permohonan untuk mendapatkan lahan di atas Hak
Pengelolaan Otorita Batam
BAB III
IMPLEMENTASI ANALISIS YURIDIS PERPANJANGAN HAK ATAS
TANAH DI KOTA BATAM

A. Sekilas Tentang Kota Batam

1. Sejarah Kota Batam

Batam merupakan salah satu pulau yang berada di antara perairan Selat

Malaka dan Selat Singapura. Tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan

dan mana nama Batam itu diambil, yang jelas Pulau Batam merupakan sebuah

pulau besar dan 329 pulau yang ada di wilayah Kota Batam. Satu-satunya

sumber yang dengan jelas menyebutkan nama Batam dan masih dapat dijumpai

sampai saat mi adalah Traktat London (1824). Penduduk asli Kota Batam

diperkirakan adalah orang-orang Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang

Selat atau Orang Laut. Penduduk ini paling tidak telah menempati wilayah itu

sejak zaman kerajaan Tumasik (sekarang Singapura) dipenghujung tahun 1300

atau awal abad ke-14. Malahan dan catatan lainnya, kemungkinan Pulau Batam

telah didiami oleh orang laut sejak tahun 231 M yang di zaman Singapura

disebut Pulau Ujung.90

Pada masa jayanya Kerajaan Malaka, Pulau Batam berada di bawah

kekuasaan Laksamana Hang Tuah. Setelah Malaka jatuh, kekuasaan atas

kawasan Pulau Batam dipegang oleh Laksamana Hang Nadim yang

berkedudukan di Bentan (sekarang P. Bintan). Ketika Hang Nadim menemui

ajalnya, pulau ini berada di bawah kekuasaan Sultan Johor sampai pada

pertengahan abad ke.18. Dengan hadirnya kerajaan di Riau Lingga dan

90
Pemerintah Kota Batam, Batam dalam Angka, Kota Batam, 2015, hal. 8

65
66

terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda Riau, maka Pulau Batam beserta

pulau-pulau lainnya berada di bawah kekuasaan Yang Dipertuan Muda Riau,

sampai berakhirnya kerajaaan Melayu Riau pada tahun 1911.

Di abad ke-18, persaingan antara Inggris dan Belanda amatlah tajam

dalam upaya menguasai perdagangan di perairan Selat Melaka. Bandar

Singapura yang maju dengan pesat, menyebabkan Belanda berusaha dengan

berbagai cara menguasai perdagangan melayu dan perdagangan lainnya yang

lewat di sana. Hal ini mengakibatkan banyak pedagang yang secara sembunyi-

sembunyi menyusup ke Singapura. Pulau Batam yang berdekatan dengan

Singapura, amat bermanfaat bagi pedagang-pedagang untuk berlindung dan

gangguan patroli Belanda. Pada abad ke-18, Lord Minto dan Raffles dan

kerajaan Inggris melakukan Barter dengan pemerintah Hindia Belanda

sehingga Pulau Batam yang merupakan pulau kembar dengan Singapura

diserahkan kepada pemerintah Belanda.91

2. Latar Belakang Kota Batam

Menurut sejarah, pengembangan Pulau Batam dapat dilihat pada tiga

periode yang berbeda yakni periode masa lampau, periode pendudukan

kolonial dan periode globalisasi. Perkembangan pulau Batam awalnya berasal

dari Pemerintahan Kesultanan yang sekarang telah berbaur dengan Republik

Singapura dan kerajaan Malaysia yang terlebih dahulu menganut paham

moderat. Sejarah pulau Batam dapat ditelusuri ketika pertama kali Bangsa

Mongolia dan Indo-Aryans pindah dan menetap di kerajaan Melayu sekitar

91
http://batamkota.go.id/pemerintahan_baru.php?sub_module=46&klp_jenis=89, diunduh pada
tanggal 24 Maret 2017, Pukul. 14. 38 Wib
67

tahun 1000 M atau sebelum kerajaan Islam Malaka dan Bintan muncul serta

saat datangnya Pemerintahan Kolonial Eropa yang diprakarsai oleh bangsa

Portugis, Belanda dan Inggris. Sejak tahun 1513 M, pulau Batam dan

Singapura telahmenjadi bagian dari kesultanan Johor. Penduduk pulau Batam

sendiri berasal dari orang Melayu atau yang lebih dikenal dengan orang Selat

atau orang Laut. Mereka menempati wilayah tersebut sejak zaman kerajaan

Temasek atau paling tidak dipenghujung tahun 1300 M (awal abad ke-14).

Referensi lain menyebutkan, pulau Batam telah dihuni orang Laut sejak 231

M. Ketika Singapura dinamai Temasek yang dikelilingi oleh perairan, wilayah

ini telah dijadikan sebagai pusat perdagangan yang dikuasai oleh Temanggung

Tempatan (pemimpin wilayah).92

Akibat dari pesatnya perdagangan tersebut membuat kerajaan Melayu

Johor, Penyengat serta Lingga/Daik menjadi kuat dan mereka memperluas

daerah kekuasaan sampai ke kawasan Malaka. Bukan itu saja, pulau Sumatera

Bagian timur juga menjadi bagian dari kekuasaan mereka. sampai akhirnya

datang bangsa Belanda dan Inggris pada tahun 1824 M, yang

kemudianmengambil alih tampuk kekuasaan sekaligus menjadi daerah

jajahannya dan muncullah paham politis yang baru.

Di abad ke-19, persaingan antara Inggris dan Belanda amatlah tajam

dalam upaya menguasai perdagangan di perairan Selat malaka. Bandar

Singapura juga maju pesat, mengakibatkan Belanda dengan berbagai cara

ingin menguasai perdagangn Melayu dan aktivitas lainnya yang melewati

kawasan tersebut. Terjadilah penyusupan tersembunyi yang dilkukan oleh


92
Ibid.
68

pedagang Singapura. hal ini sangat menguntungkan pulau Batam yang

berdekatan dengan Singapura sebagai tempat bersembunyi dari gangguan

patroli Belanda. Pada 17 Maret 1824, Pemerintah Inggris Baron Fagel dari

Belanda menandatangani perjanjian London (Anglo-Deutch Tractate berisi:

Belanda mengaku kedudukan Inggris di Malaka dan Singapura, sementara itu

Bencoolen (Bengkulu, Sumatera) menjadi kekuasaan Belanda sekaligus

menguasai kepuluan Riau).93

Setelah kerajaan Melayu Riau yang berpusat di Lingga berpisah dari

Johor, maka yang dipertuan besar bergelar Sultan membagi wilayah

administrasi pemerintahan dalam kerajaan Melayu Lingga-Riau menjadi tiga

bagian. Yakni kekuasaan Sultan di Daik Lingga, Yang Dipertuan Muda di

Penyengat dan Tumenggung di Bulang. Ketiga wilayah ini menjadi satu

kesatuan yang utuh dalam menjalankan roda pemerintahan. namun secara

umum yang menjadi titik sentral dalam menjalankan roda pemerintahan di

kerajaan Melayu dipegang Yang Dipertuan Muda yang berkedudukan di

Penyengat.

Batam sendiri saat itu, merupakan wilayah kekuasaan Tumenggung,

Tumenggung yang pertama di Bulang bergelar Tengku Besar. Sementara yang

menjadi Tumenggung terakhir adalah Tumenggung Abdul Jamal. Sebagai

pusat kekuasaan dan yang menjalankan roda pemerintahan, pada tahun 1898,

Yang Dipertuan Muda yang berpusat di Penyengat, mengeluarkan sepucuk

surat yang ditujukan kepada Raja Ali Kelana bersama seorang saudaranya

untuk mengelola pulau Batam. bekal surat itulah, Raja Ali Kelana kemudia
93
Ibid.
69

mengembangkan usahanya di pulau Batam. Slaah satunya mendirikan pabrik

batu bata. Pada tahun 1965 Temasek melepaskna diri dari Federasi Malaysia

(1963-1965) untuk menjadi negara Singapura yang bebas. Pada awal

kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga 1957, Tanjung Pinang dinobatkan

sebagai pusat pemerintahan dan bisnis di bagian Timur Sumatera. Tanjung

Pinang kemudian ditetapkan sebagai ibukota propinsi Riau yang kemudian

diikuti oleh Pekanbaru yang terletak di Sumatera. Semenjak itu, Tanjung

Pinang resmi menjadi ibukota Kabupaten Kepuluan Riau yang melingkupi 17

kecamatan termasuk di antaranya pulau Batam. 94

3. Visi dan Misi Kota Batam

Terwujudnya Kota Batam sebagai Bandar Dunia Madani Yang

Modern dan Menjadi Andalan Pusat Pertumbuhan Perekonomian Nasional

memberikan pemahaman tentang Kota Batam sebagai Kota yang akan

berkembang pesat di masa-masa yang datang, yaitu Kota yang dapat menjadi

pusat perindustrian dan perkapalan yang nantinya bisa bersaiang dan

disejajarkan dengan kota-kota lainya. Letak strategis maupun daya dukung

adalah sala satu alternatif penetapan Kota Batam Sebagai bandar Dunia.95

Bandar dunia dalam makna mengarahkan pengembangan dan

pembangunan Kota Batam sebagai kota industri, perdagangan, pariwisata dan

alih kapal yang kompetitif dan dinamis di kawasan regional Asia Tenggara,

serta atraktif dan bagi pelaku bisnis dalam dan luar negeri. Dalam jangka

panjang Kota Batam diupayakan menjadi suatu kota jasa yang menjadi

94
Ibid.
95
Buku Biro Pusat Statistik, Batam dalam Angka, 2013, Batam, hal. 3
70

”center excellent” dengan melakukan pendalaman pada fungsi-fungsi yang

sudah ada yang ramah lingkungan dengan sentuhan teknologi yang terus

berkembang.

Madani adalah tatanan masyarakat yang sopan santun, disiplin dan

beradab serta berbudaya tinggi (civilized). Tatanan masyarakat terwujud dalam

sopan santun dan beradab dalam mencari jalan keluar melalui musyawarah

dalam menghadapi berbagai permasalahan.96

Sebagai salah satu pusat pertumbuhan nasional, diharapkan Kota

Batam akan memiliki masyarakat yang sejahtera kehidupannya, sumber daya

manusia dan generasi muda yang cerdas dan sehat, berbudaya, agamis,

berakhlak mulia yang mampu menhadapi kemajuan zaman dan era

globalisasi.97

a. Visi Kota Batam

Sebagai Visi Kota Batam adalah, Terwujudnya Kota Batam

sebagai Bandar Dunia Madani yang Modern dan Menjadi Andalan Pusat

Pertumbuhan Perekonomian Nasional.

b. Misi Kota Batam

Menjadi misi Kota Batam adalah, mensukseskan misi pemerintah

untuk mengembangkan Kota Batam sebagai Bandar Modern berskala

Internasional sebagai kawasan investasi dilengkapi dengan fasilitas pusat

perdagangan, industri pariwisata, pusat perbelanjaan dan kuliner, hiburan,

pengelolaan sumber daya kelautan melalui kerjasama dengan pengelola

96
Ibid, hal. 6
97
Ibid, hal. 7
71

kawasan dan pemangku kepentingan pembangunan lainnya.

Mengembangkan sistem pendukung strategis penataan rung terpadu

meliputi komponen fasilitas sarana dan prasarana sistem transportasi darat

laut dan udara yang memadai, sistem telekomunikasi dan teknologi

informasi (ICT) modern dan prima, ekosistem hutan kota, penataan

lingkungan kota yang bersih, sehat, aman, nyaman dan lestari.98

Meningkatkan pelayanan prima dalam hal pendidikan, kesehatan,

perumahan yang layak dan terjangkau, ketenagakerjaan, sosial budaya,

fasilitasi keimanan dan ketaqwaan, kepemudaan dan olahraga agar kualitas

hidup manusia dan kecerdasan seluruh lapisan masyarakat meningkat serta

pengentasan kemiskinan.Menumbuh suburkan kehidupan harmonis dan

berbudi pekerti atas dasar nilai-nilai seni budaya melayu, kearifan lokal

dan memelihara kelestarian lingkungan hidup dengan mewujudkan

pelaksanaan pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa.99

4. Keadaan Geografis Kota Batam

a. Letak

Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat

strategis, yaitu di jalur pelayaran duni Internasional. Kota Batam

berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014, terletak antara: 1000°, 25´,

29” LU; 1°15’00 LU; 103°, 34’, 35” BT; 104° 26’ 04”

b. Batas
98
Ibid, hal. 8
99
Ibid, hal. 10
100
Ibid, hal. 12
72

Kota Batam berbatasan dengan: Sebelah Utara berbatasan dengan

Selat Singapura, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Senayang,

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Karimun dan Moro

Kabupaten Karimun, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bintan

Utara.101

c. Geologi

Wilayah Kota Batam seperti halnya Kabupaten/kota di daerah

lainnya diProvinsi Kepulauan Riau, juga merupakan bagian dari paparan

kontinental. Pulau-pulau yang tersebar didaerah ini merupakan sisa-sisa

erosi atau penyusutan, dari semenanjung Malaysia/Pulau Singapore di

bagian utara sampai dengan pulau-pulau Moro dan Kundur serta Karimun

di bagian Selatan. Kota Tanjung Pinang yang merupakan pusat

pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Bintan terletak

disebelah timur dan memiliki keterkaitan emosional dan kultural dengan

Kota Batam. 102

d. Iklim

Kota Batam mempunyai iklim tropis dengan suhu maksimum pada

tahun 2012 berkisar antara 21,3°C – 28, 1°C. Keadaan tekanan udara rata-

rata untuk tahun 2012, minimum 1.008,8 MBS dan maksimum 1010,4

MBS. Sementara kelembaban udara di Kota Batam rata-rata berkisar 80 –

87% 103

5. Strategi Pembangunan Kota Batam


101
Ibid, hal. 12
102
Ibid, hal. 13
103
Ibid, hal. 15
73

Selanjutnya Misi Pembangunan Kota Batam tersebut diterjemahkan

dalam Strategi Dasar Pembangunan dan Strategi Bidang Pembangunan Kota

Batam yang secara singkat akan dijelaskan sebagai berikut: 104


Strategi Dasar

Pembangunan Kota Batam adalah: Pertama, menciptakan, menjaga, memupuk

dan mengoptimalkan manfaat dan kesempatan yang ada dari keunggulan lokal

yang dimiliki Batam; kedua, memanfaatkan era globalisasi agar dapat

meningkatkan daya saing Batam di pasar dunia;ketiga,menciptakan peluang-

peluang ekonomi di bidang industri, perdagangan, pariwisata, kelautan dan

alih kapal;keempat, menjadikan kota Batam sebagai Free Trade Zone dan

Free Port dengan semangat Otonomi Daerah dalam rangka memantapkan

peranannya sebagai mesin penggerak pembangunan Indonesia Bagian Barat;

keliima,meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam

pelaksanaan pembangunan; keenam,meningkatkan pelayanan publik yang

kondusif. Dalam Rangka itu, maka kebijaksanaan umum pembangunan Kota

Batam ke depan adalah:105

a. Meningkatkan mutu sumber daya manusia daerah, terutama agar dapat

mengisi peluang usaha yang ada. Adapun caranya antara lain dengan

meningkatkan dan mengembangkan kualitas pendidikan jalur sekolah agar

sejalan dengan pertumbuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berwawasan

ilmu pengetahuan dan teknologi dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja,

dengan cara :

104
Ibid.
105
Ibid.
74

1) Mengembangkan pendidikan jalur luar sekolah dan pelatihan agar

memiliki link and match dengan kebutuhan pasar tenaga kerja serta

kebutuhan pembangunan.

2) Mengembangkan aspek sosial budaya masyarakat dalam rangka

membangun dan mengembangkan nilai-nilai sosial baru yang

berkenaan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, seperti

pengembangan wawasan, etos kerja dan semangat berkarya.

3) Meningkatkan pendidikan agama, serta meningkatkan apresiasi

kesenian dan budaya daerah, untuk mewujudkan sumber daya manusia

yang berwawasan iman dan taqwa.

b. Mengembangkan Potensial Ekonomi Rakyat dan Potensi Perekonomian

Daerah dengan Mengkaitkan Ekonomi Antara Pusat-Pusat Pertumbuhan

dengan Daerah Belakangnya (hinterland)

1) Mengembangkan kegiatan-kegiatan ekonomi baru yang berskala kecil

dan menengah oleh masyarakat yang berada di daerah hinterland

sesuai dengan kondisi dan potensi sumber daya alam yang tersedia.

2) Mengembangkan kemitraan atas dasar saling membutuhkan dan saling

menguntungkan antara usaha-usaha yang ada di Pulau Batam dengan

usaha-usaha ekonomi masyarakat yang berada di daerah hinterland.

3) Mengembangkan usaha-usaha ekonomi masyarakat di daerah

hinterland agar lebih diversifikatif, melalui perluasan akses terhadap

permodalan, informasi pasar, teknologi tepat guna dan aset produksi

lainnya.106
106
Ibid.
75

c. Mengembangkan Fasilitas/Utilitas Serta Rekayasa Sosial

1) Meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat memahami arah dan

gerak pembangunan yang sedang dan akan berkembang pada masa

yang akan datang.

2) Revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam

masyarakat agar dapat dimanfaatkan untuk lebih memacu dan

mendorong bagi aktifitas, kreatifitas, inovasi dan motivasi masyarakat.

3) Menumbuhkembangkan kelembaban lokal masyarakat agar dapat

berfungsi dan berperan secara optimal dalam pembangunan.

4) Memberdayakan masyarakat miskin dengan mengembangkan ekonomi

kerakyatan.107

d. Mengembangkan Infrastruktur Fisik Kota

1) Meningkatkan kemampuan infrastruktur fisik kota Batam baik kualitas

maupun kuantitas secara merata keseluruh daerah Kota Batam,

terutama didaerah hinterland yang relatif masih tertinggal.

2) Mengembangkan infrastruktur fisik kota yang sesuai dengan daya

dukung yang ada dan mengacu pada Rencana Tata Ruang Daerah Kota

Batam yang berwawasan lingkungan.

3) Membangun fasilitas kota untuk meningkatkan pelayanan umum

kepada masyarakat agar tercipta ketertiban, keamanan ketertiban,

ketentraman dan kemudahan bagi masyarakat.108

e. Menciptakan Situasi yang Kondusif Untuk Peningkatan Investasi Strategis

107
Ibid.
108
Ibid.
76

1) Melaksanakan program kerjasama dengan berbagai bentuk kegiatan

yang diupayakan sedemikian rupa antara forum kemuspidaan dengan

pihak TNI, aparat kepolisian, masyarakat serta organisasi

kemasyarakatan lainnya yang ada di kota Batam.

2) Melakukan pembangunan perlindungan masyarakat yang diwujudkan

dengan pengembangan kemampuan masyarakat secara terorganisir

untuk berperan aktif dalam menjaga Keamanan dan ketertiban

masyarakat.

3) Meningkatkan kekuatan dan kemampuan segenap komponen kekuatan

pertahanan Kota Batam sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang dikelola secara profesional, agar

terwujud keamanan yang dapat menjaga situasi Kota Batam lebih

kondusif.109

B. Pemerintah Daerah

Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut :

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

109
Ibid.
77

Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan

diatas, maka yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah disini adalah

penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah menurut asas desentralisasi. Adapun unsur penyelenggara

pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah.

Sedangkan menurut S. Pamudji dalam bukunya Kerja Sama Antar Daerah dalam

Rangka Membina Wilayahmenyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan

Pemerintahan Daerah adalah: “Pemerintahan Daerah adalah daerah otonom

diselenggarakan secara bersama-sama oleh seorang kepala wilayah yang sekaligus

merupakan kepala daerah otonom.” 110

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas, maka pengertian dari

Pemerintahan Daerah pada dasarnya sama yaitu suatu proses kegiatan antara

pihak yang berwenang memberikan perintah dalam hal ini pemerintah dengan

yang menerima dan melaksanakan perintah tersebut dalam hal ini masyarakat.

Pemerintah daerah memperoleh pelimpahan wewenang pemerintahan umum dari

pusat, yang meliputi wewenang mengambil setiap tindakan untuk kepentingan

rakyat berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Urusan pemerintahan

umum yang dimaksud sebagian berangsur-angsur diserahkan kepada pemerintah

daerah sebagai urusan rumah tangga daerahnya, kecuali yang bersifat nasional

untuk menyangkut kepentingan umum yang lebih luas.

Secara konseptual perlu dipahami tentang posisi pemerintah daerah sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu

110
Burhan Ashshofa, 2007, Peneltian Pemerintahan Daerah, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta,
hal. 15
78

bahwa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan

urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi

seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.111 Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan

demikian peran pemerintah daerah adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam

bentuk cara tindak baik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah sebagai suatu

hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Juga sebagai daerah otonom, selanjutnya disebut

daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah

yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, peran pemerintah

daerah juga dimaksudkan dalam rangka melaksanakan desentralisasi,

dekonsentrasi, dan tugas perbantuan sebagai wakil pemerintah di daerah otonom

yaitu untuk melakukan:112

111
Penulis berpendapat bahwa Otonomi Daerah tidak terlepas dari kebijakan publik adalah
sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung
maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan
kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu:
Pandangan yang kedua, ialah pendapat para ahli yang memusatkan perhatian pada implementasi
kebijakan (policy implementation).
112
Ibid, hal. 16
79

1. Desentralisasi adalah penyerahan perencanaan, pembuatan keputusan, dan

kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasi wilayah,

satuan administrasi daerah, organisasi semi otonom, pemrintah daerah, atau

organisasi non pemerintah / lembaga swadaya masyarakat.113

2. Dekonsentrasi yaitu menerima pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada

instansi vertikal di wilayah tertentu untuk dilaksanakan; dan

3. Tugas pembantuan yaitu melaksanakan semua penugasan dari Pemerintah

kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota

dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk

melaksanakan tugas tertentu.

Persoalannya adalah bagaimana pemerintah daerah mampu menerima

semua kewenangan yang diserahkan untuk dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan

dan kemampuannya. Untuk melaksanakan semua tugas tersebut semua kegiatan

yang dilakukan oleh pemerintah hendaknya selalu mempertimbangkan

kepentingan pemerintah pusat dan kepentingan daerah. Diperlukan persepsi yang

sama terhadap kebijakan nasional agar dapat dijadikan kebijakan daerahkarena

memiliki kepentingan bagi dua pihak. Pemerintahan sangat ditentukan oleh tiga

hal yaitu aparatur pemerintah, organisasi birokrasi, dan prosedur tatalaksananya,

karena itu apabila operasionalisasi suatu kebijakan ingin dapat berjalan secara

optimal dan sebagaimana mestinya, perlu dilakukan sosialisasi dan pemberdayaan

terhadap aparatur pemerintahan agar prosedur ketata laksanaan dan bentuk

113
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Grasindo,
2007, hal.11
80

organisasi birokrasinya sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dari misi yang akan

dicapai.114Karena itu dalam mengoperasionalkan kebijakan manajemen aset di

kabupaten/kota diperlukan peran pemerintah daerah kabupaten/kota dalam hal ini,

persepsi atau pemahaman dari pelaksananya haruslah sesuai dengan maksud,

tujuan, dan sasaran dari kebijakan tersebut, dengan demikian setiap pelaksanan

harus mengerti benar tentang konsep persepsi sebagai langkah awal dari motivasi

yang akan mewarnai cara bertindak.

Pemerintahan dalam artian menyeluruh atau holistik tercermin pada

peristilahan kybernologi. Sebab dalam kybernologi dapat dikatakan tercakup

pembahasan kompleks elemen yang berkaitan dengan seluk beluk pemerintahan,

baik dari sisi batasan, filosofi, etika, maupun metodologi. Dalam kesempatan

kajian ini, pertama-tama yang tampaknya perlu dipahami adalah eksplanasi atas

keterkaitan antara istilah pemerintah, negara, politik, dan administrasi negara.

Relevansi keterkaitan keempat istilah tersebut karena berkaitan erat dengan

kewenangan, organisasi negara, organisasi dalam wilayah negara, dan proses

tatausaha, yang pada akhirnya berkaitan dengan kebijakan publik. Dengan

mengacu kepada beberapa pendapat para sarjana, menjelaskan pula bahwa secara

yuridis ada perbedaan yang sangat nyata antara negara dan pemerintah. Negara

adalah sebuah badan (body), sedangkan pemerintah adalah alat kelengkapan

negara (organ).

Pemerintah sebagai alat kelengkapan negara dapat diberi pengertian luas

atau dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat

114
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah: Sejarah Perkembangan dan Probelematika, Pustaka Pelajar,
Jakarta, 2005, hal. 78
81

kelengkapan negara yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan

eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau alat-alat kelengkapan negara lain yang juga

bertindak untuk dan atas nama negara. Dalam arti sempit pemerintah adalah

cabang kekuasaan eksekutif. Cabang pemerintahan eksekutif mewakili dua hal,

pertama sama dengan yudikatif dan legislatif berperan sebagai alat kelengkapan

negara, bertindak untuk dan atas nama negara, kedua sebagai badan administrasi

negara yang mempunyai kekuasaan mandiri yang dilimpahkan negara.

Istilah pemerintahan berasal dari kata perintah, yaitu kapasitas untuk

mempengaruhi pihak lain termasuk melalui jalan paksaan atau kekerasan. Namun

demikian kapasitas untuk memaksa pihak lain tersebut, didalam konteks negara

modern seperti sekarang ini, harus berdasarkan kekuasaan yang memiliki

legitimasi hukum yang disebut sebagai kewenangan. Sehingga perintah yang

dilakukan adalah perintah berdasarkan suatu asas dan norma yang telah disepakati

sehingga dikatakan sebagai suatu tindakan yang sah.115 Sedangkan politik berasal

dari kata polis yang dalam tradisi Yunani berarti negara kota. Didalam polis atau

kota diorganisasikan tujuan bersama dan pembagian wewenang secara bijak demi

terselenggaranya kesejahteraan warga.

Berdasarkan pembagian wewenang didalam polis, maka dengan sendirinya

terdapat pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk memerintah dan diperintah.

Oleh sebab itu sungguh tidak mengherankan apabila banyak kalangan yang

menyamakan konsep pemerintahan dengan politik. Bahkan banyak yang

berpendapat bahwa pemerintahan adalah bagian dari politik, demikian pula

sebaliknya ada yang berpendapat bahwa politik adalah bagian dari


115
Ibid, hal. 80
82

pemerintahan.Demikian pula istilah negara sebagai suatu organisasi publik, entitas

yang pada hakikatnya adalah kesepakatan bersama diantara anggota masyarakat

dalam pembagian peran yang diletakan berdasarkan hukum.116

Sebagaimana didalam polis, maka demikian pula didalam negara terjadi

pula pembagian wewenang demi terselenggaranya tujuan bernegara berdasarkan

suatu konstitusi atau hukum dasar. Berdasarkan konstitusi negara, pembagian

kewenangan pada umumnya terbagi atas kewenangan eksekutif, legislatif, dan

yudikatif.

Roda pemerintahan negara secara sehari-hari dilakukan berdasarkan

kewenangan eksekutif. Dengan demikian eksekutif memegang fungsi tatausaha

negara yang sering dikenal sebagai administrasi negara. Lazimnya rentang atau

ruang lingkup administrasi negara, dikonstruksikan dalam bentuk kewenangan-

kewenangan negara di luar urusan legislatif dan yudikatif. Pada perkembangan

berikutnya, karena tugas pemerintah adalah menciptakan kesejahteraan umum,

maka kegiatan administrasi negara dikenal sebagai suatu kebijakan publik, yang

memiliki rentang pengaturan dalam kuantitas dan kualitas seiring dengan

kebutuhan konkret masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa

didalam kebijakan publik, terkandung suatu upaya formulasi, implementasi, dan

evaluasi secara konkret dan terukur dalam merespon kebutuhan atau persoalan

dalam masyarakat umum.

Berdasarkan gambaran tersebut di atas, dapat dikonstruksikan bahwa

pemerintah dalam arti luas dalam konteks Indonesia adalah keseluruhan alat

116
http://digilib.unila.ac.id/2265/9/BAB%20II.pdf, diunduh pada tanggal 15 Juni 2016, pukul.
15.00 WIB
83

kelengkapan negara, yaitu lembaga tertinggi (MPR), dan lembaga-lembaga tinggi

negara (DPR, Presiden, MA, dan BPK). Sedangkan pemerintahan dalam arti

sempit adalah Presiden beserta jajaran/aparatur yang berada pada lingkup

kekuasaan eksekutif, yang selain atau tidak termasuk pemegang kekuasaan

legislatif dan yudikatif.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,

pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya

saing daerah dengan memperhatikan demokrasi, pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia. 117

Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu

ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek hubungan antar susunan

pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keberagaman daerah,

peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang

seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban

menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan

pemerintahan Negara.

C. Tinjauan Tentang Otonomi Daerah

117
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
84

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan

namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat

diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga

sendiri.118 Beberapa pendapat ahli yang sebagaimana dikutip oleh Abdulrahman

berpendapat bahwa otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur

dan mengurus rumah tangga daerah, dikemukakan oleh F. Sugeng

Istianto,otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan

kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian

kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan dikemukakan olehAteng

Syarifuddin, otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri.

Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat dikemukakan oleh Syarif Saleh. 119

Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein bahwa otonomi daerah

adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu

Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip

Mahwood mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah

yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan

otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber

material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.120

Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariunbahwa dengan

kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat

inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya

kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah,


118
Burhan Ashshofa. Otonomi Daerah, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hal. 15
119
Abdulrahman, Manajemen Daerah, Grafindo, Jakarta, 1997, hal. 87
120
Benyamin Hoesein, Kebijakan Publik, Sinar Grafika, Bandung, 1993, hal. 67
85

karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan

kebutuhan setempat.121Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah

wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan

demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk

menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan

penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi di atas,

juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius dalam

Abdurrahmanbahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil

keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan

perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk

menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah

senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.122

Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas,

dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah

pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu:123

1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri.
121
Mariun, Otonomi Daerah dan Aplikasinya, Rineka Cipta, Jakarta, 1979, hal. 98
122
Abdurrahman, Opcit, hal. 89
123
Mariun, Opcit,hal. 70
86

2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari

pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan

nasional.

3. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai

perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama

kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.

Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya

kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang

kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban

harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional.

Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk

berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta

mengelola keuangan sendiri.

Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus

mampu:124 berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan

kebijaksanaan sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan

pelaksanaannya, menggali sumber-sumber keuangan sendiri serta memiliki alat

pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.

D. Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah

Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancu dipahami oleh

masyarakat. Padahal sebagaimana pengertian otonomi daerah di atas, jelas bahwa


124
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
87

untuk menerapkan otonomi daerah harus memiliki wilayah dengan batas

administrasi pemerintahan yang jelas. Daerah otonomi adalah wilayah

administrasi pemerintahan dan kependudukan yang dikenal dalam Undang-

undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian

jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat pelaksanaan otonomi

daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi,

berotonomi secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas

kabupaten/kota, serta kewenangan pusat yang dilimpahkan pada provinsi, dan

kewenangan kabupaten/kota yang belum mampu dilaksanakan maka diambil alih

oleh provinsi.125

Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka

memang masih lebih banyak ingin mengatur pemerintah daerah baik provinsi

maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah kabupaten/kota yang daerah

otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan pemerintahan, maka akan

sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggungjawab di masa mendatang.

Dalam diktum menimbang huruf (b) Undang-undang Nomor 22 tahun 1999

tentang Pemerintah Daerah, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi

daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi,

peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan

potensi dan keanekaragaman daerah.126

125
Burhan Ashofa, Opcit, hal. 90
126
Bagir Manan. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi Hukum. FH-UII.
2001, hal. 77
88

Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah tersebut adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah

untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang

pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan

bidang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu,

keleluasaan otonomi maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam

penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

pengendalian dan evaluasi.

Dalam penjelasan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah tersebut,

dikatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah

untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara

nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.

Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah

berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan

kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul

oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan

pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan

hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka

menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Atas dasar pemikiran di atasmaka prinsip-prinsip pemberian otonomi

daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

adalah sebagai berikut:127


127
Ibid.
89

1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek

demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah

yang terbatas.

2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan

bertanggung jawab.

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah

Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan

otonomi yang terbatas.

4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga

tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah

otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi

wilayah administrasi.

6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi

badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi

anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.

7. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam

kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan

sebagai wakil daerah.

8. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari

pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa

yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
90

manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung

jawabkan kepada yang menugaskannya.

Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk

meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan

pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan

pendapat di atas, The Liang Gie dalam Ahmad A.K.Muda128mengemukakan

bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk mengemukakan kesadaran

bernegara/berpemerintah yang mendalam kepada rakyat diseluruh tanah air

Indonesia serta guna melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di

daerah terutama dalam bidang perekonomian.129

E. Hubungan Antara Badan Pengusahaan Batam, Kantor Pertanahan Kota


Batam dan Pemerintah Kota Batam

Kota Batam merupakan daerah yang semenjak awal pembentukkan

diarahkan untuk mendukung pengembangan wilayah sebagai salah satu pusat

pertumbuhan ekonomi di wilayah barat Indonesia. Dalam pengembangan wilayah

Kota Batam, untuk mendukung dan memperlancar proses pengembangan wilayah

industry, perdagangan, pariwisata dan alih kapal maka dalam bidang pertanahan

di Kota Batam sejak awal berada dalam bentuk Hak Pegelolaan. Terjadinya

perubahan status wilayah Kota Batam yang sebelumnya merupakan kotamadya

administrative kemudian menjadi kota otonom menyebabkan timbulnya

128
Ahmad A.K Muda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Reality Publisher,
2006, hal. 67
129
Ahmad A.K.Muda, Opcit, hal. 78
91

perubahan kewenangan yang selama ini berpusat pada Otorita Batam. Dengan

diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, menyebabkan adanya peralihan kewenangan sehingga memperbesar

peran dan kedudukan Pemerintah Kota Batam dalam hal pembangunan di Kota

Batam. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Peraturan Daerah yang mengatur

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam.130 Dengan adanya penetapan

pemeritah tentang status Pulau Batam menjadi Daerah Industri Pulau Batam

melalui Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau

Batam, maka secara sepihak tanah-tanah yang ada di Pulau Batam sepenuhnya

berada di bawah penguasaan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam

(OPDIPB) selaku pemegang Hak Penguasaan. Dengan adanya Hak Penguasaan,

untuk memperoleh tanah memerlukan adanya persetujuan dari pemegang Hak

Penguasaan untuk menyerahkan bagian-bagian tertentu Hak Penguasaan tersebut

kepada pihak ketiga. Adanya persetujuan pihak pemegang Hak Penguasaan

merupakan konsekuensi dari pemberian wewenang kepada pemegang Hak

Penguasaan sebagaimana secara eksplisit dinyatakan dalam Keputusan Menteri

130
Berdasarkan analisis penulis dilapangan dan dikaitka dengan teori Hukum Responsifdari
Philippe Nonet dan Phillip Zelnick. Hukum responsif adalah hukum yang berorientasi pada tujuan
dari hukum dengan mengkolaborasikan antara nilai ideal dari suatu hukum dengan tujuan
(teologis) yang tampak sebagai kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam konteks kekinianbahwa
sebagaimana telah diketahui, Kota Batam meskipun merupakan sebuah wilayah administrative dari
sebuah kota otonom namun dalam hal pertanahan Kota Batam berbeda dengan daerah lainnya. Hal
yang menjadikan Kota Batam berbeda dengan daerah lainnya adalah dengan adanya Hak
Penguasaan.Sebagai daerah otonom maka kewenangan Pemerintah Kota Batam mencakup bidang
pemerintahan, termasuk kewenangan wajib meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan
hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Pemerintah Kota Batam tidak memiliki kewenangan
dalam bidang politik, luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal dan agama.
92

Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977tentang Pengelolaan Dan Penggunaan Tanah

Di Daerah Industri Pulau Batam.131

Dengan adanya persetujuan dari pemegang Hak Penguasaan maka barulah

tanah tersebut dapat didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kota Batam untuk

mendapatkan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Dengan demikian, untuk

mendapatkan hak atas tanah di atas Hak Penguasaan tidak memerlukan adanya

izin lokasi dari Pemerintah Daerah. Hal ini sejalan dengan ketentuan Peraturan

Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang

Izin Lokasi, dimana dalam Pasal 2 ayat (2) ditentukan bahwa izin lokasi tidak

diperlukan dan dianggap sudah dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan

dalam hal tanah yang akan diperoleh berasal dari Badan Pengusahaan Kawasan.

Namun demikian, pemegang Hak Penguasaan hanya dapat menyerahkan bagian-

bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga setelah mendapatkan sertipikat Hak

Penguasaan dari Kantor Pertanahan. Tanpa adanya sertipikat Hak Penguasaan

maka secara hukum sesungguhnya Hak Penguasaan tersebut belum ada dan

tentunya belum dapat diserahkan kepada pihak ketiga.

Dalam hal penyelenggaraan pembangunan di daerah Kota Batam selain

dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam juga dilakukan oleh Badan Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Dualisme kelembagaan ini juga

mempengaruhi kegiatan administrasi pertanahan yang dilaksanakan oleh Kantor


131
Ibid, Berkaitan dengan status tanah di Kota Batam, status hukum tanah di Kota Batam
dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu pertama, tanah yang berada di atas Hak Penguasaan Badan
Pengusahaan Kawasan yang meliputi seluruh Pulau Batam; kedua, tanah yang berada di atas Hak
Penguasaan Pemerintah Kota Batam (sebagian tertentu kawasan reklamasi di Batam Centre);
dan ketiga, tanah yang bukan berada di atas Hak Penguasaan yang berada di atas tanah Negara
selain dari Pulau Batam. Khusus terhadap katagori kedua yakni tanah yang berada di atas Hak
Penguasaan Pemerintah Kota Batam berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007
berubah menjadi Hak Penguasaan Badan Pengusahaan Kawasan.
93

Pertanahan Kota Batam yang berada di luar dan di dalam wilayah kerja Otorita

Batam132. Keadaan yang demikian ini tentu saja membuat pelaksanaan

administrasi pertanahan menjadi bersifat khusus, dalam arti ada beberapa

ketentuan yang ada tidak dapat sepenuhnya diberlakukan.133

Hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dengan Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) ditentukan dalam

Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984 tentang Hubungan Kerja Antara

Kotamadya Batam dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.

Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984 menetukan bahwa:134

Walikotamadya Batam, sebagai Kepala Wilayah adalah penguasa tunggal di

bidang pemerintahan dalam arti memimpin pemerintah membina kehidupan

masyarakat Kotamadya Batam di semua bidang dan mengkoordinasi bantuan dan

dukungan pembangunan daerah industri Pulau Batam.”

Kemudian dalam Pasal 3 huruf F ditentukan bahwa:

132
https://www.bpbatam.go.id/ini/aboutBida/bida_history.jsp, diunduh pada tanggal 20 Januari
2017, Pukul 11:00 WIB
133
Analisis Penulis dilapangan
134
Berdasarkan anlisis penulis di lapangan jadi Walikota Batam berkedudukan sebagai kepala
pemerintahan Kota Batam dalam semua bidang dan mengkoordinasi bantuan dan dukungan
pembangunan daerah industri Pulau Batam. Walikota Batam bersama dengan Otorita
Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) berkoordinasi dengan instansi pemerintah
lainnya untuk melaksanakan pembangunan sarana, prasarana dan fasilitas lain yang diperlukan
dalam rangka pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.Hubungan antara Otorita
Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDPIB), Pemerintah Kota Batam dan Kantor
Pertanahan Kota Batam dapat diuraikan:Antara Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau
Batam (OPDIPB), Kantor Pertanahan Kota Batam saling koordinasi dan kerjasama dalam bidang
pertanahan yang berupa penataan ruang dan penggunaan lahan di Kota Batam. Kantor Pertanahan
Kota Batam bertindak sebagai penengah antara Ototorita Pengembangan Daerah Industri Pulau
Batam (OPDIPB) dan Pemerintah Kota Batam dalam hal menyelesaikan permasalahan di bidang
pertanahan di Kota Batam. Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB),
Pemerintah Kota Batam dan Kantor Pertanahan Kota Batam saling memberikan masukan dalam
bidang pertanahan khususnya penataan ruang dan penggunaan lahan di Kota Batam yang berkaitan
dengan pertanahan.
94

Walikotamadya Batam bersama Otorita Pengembang Daerah Industri

Pulau batam secara periodik mengadakan rapat koordinasi dengan instansi-

instansi pemerintah lainnya, guna mewujudkan sejauh mana mengenai

pelaksanaan pembangunan, sarana, prasarana dan fasilitas lainnya yang

diperlukan dalam rangka pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.”

F. Implementasi Perpanjangan Hak Atas Tanah di Kota Batam dalam


Rangka Kepentingan Rakyat

Dalam praktek pelaksanaan Hak Penguasaan dalam rangka kepentingan

rakyat tugasnya pada dasarnya diatur dalam peraturan yang ada.Akan tetapi

dalam Undang-Undang tersendiri belumlah diatur yang mengatur khusus tentang

Hak Penguasaan, selama ini pelaksanaan hak pengelolaan baik itu tata cara

pemeberian maupun tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara

dan hak pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri NegaraAgraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional dan Peraturan Pemerintah Lainnya yang terkait

dengan Hak Penguasaan.135

135
Berdasarkan analisis penulis dilapangan dikatikan dengan teori yang penulis gunakan dalam
penelitian ini bahwa menurut hukum responsif memberikan sebuah ruang keterbukaan bagi
masuknya fakta-fakta sosial sebagai implikasi dari perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Kebutuhan ini sesungguhnya telah menjadi tema utama dari semua ahli yang sepaham
dengan semangat fungsional, pragmatis dan semangat purposif (berorientasikan tujuan), seperti
Roscoe Pound, para penganut paham realisme hukum dan kritikus-kritikus kontemporer. Sebelum
melangkah ke pemikiran hukum responsif, Nonet dan Zelnick membedakan tiga klasifikasi dasar
dari hukum dalam masyarakat, yaitu hukum sebagai pelayan kekuasaan represif (hukum represif),
hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakan represif dan melindungi integritas
dirinya (hukum otonom), dan hukum sebagai fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan
dan aspirasi sosial (hukum responsif), sehingga dalam pelaksanaan Hak Penguasaan Peraturan
Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan adalah yang
mengatur tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas Tanah Negara dan Hak
Penguasaan.peraturan inilah yang menjadiacuan bagi tata cara pemberian dan pembatalan Hak
Penguasaan selama hal yang tidak diatur dalam peraturan ini maka peraturan yang sama
sebelumnya tetap berlaku.
95

Setelah peraturan ini diberlakukan maka semua ketentuan yang diatur

diberbagai peraturan dan keputusan seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian

Pemberian Hak Atas Tanah Bagian- Bagian Tanah Hak Penguasaan serta

Pendaftarannya, peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1985 tentang

Tata Cara Pensertipikatan Tanah Bagi Program dan Proyek Departemen

Pertanian dan Peraturan Menteri NegaraAgraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 1 Tahun1993 tentang Tata Cara Pemberian Perpanjangan dan

Pembaharuan Hak Guna Bangunan dalam kawasan-kawasan tertentu diProvinsi

Riau serta ketentuan-ketentuan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam

peraturan ini dinyatakan tidak berlaku.

Pemberian Hak Penguasaan dalam Hal ini Negara mempunyai

kewenangan kepada siapa peruntukan tanah Hak Penguasaan itu diberikan

untuk dijadikan sebagai pemegang Hak Penguasaan akan tetapi kewenangannya

tersebut adanya beberapa subyek Hak Penguasaan yang diatur dalam aturanya itu

sebagi pemegang hak pengelolaan yang akan diperuntukan untuk pelaksanaan

tugasnya. Oleh karenaitu dalam implementasinya Hak Penguasaan akan

dijelaskan berdasarkan peraturan-peraturan yang ada baik itu pemegang, proses

maupun tata cara pemberian dan hapusnya hak pengelolaan yang dalam

impementasinya apakah sesuai dengan prakteknya yang ada dilapangan

sebgaimana perusahahan– perusahan atau badan hukum dan instansi pemerintah

atau pemerintah daerah sebagai pemegang Hak Penguasaan.136


136
Berdasarkan Analisis Penulis dilapangan dan dikaitkan dengan teori hukum dalam penelitian ini
bahwa hukum responsif menurut Nonet dan Zelnick merupakan suatu upaya dalam menjawab
tantangan untuk melakukan sintesis antara ilmu hukum dan ilmu sosial bahwa perpanjangan Hak
96

Lahirnya Undang Undang Nomor 44 tahun 2007 yang menetapkan Batam

Bintan dan Karimun sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

akan meningkatkan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi

khusus yang bersifat strategis bagi pengembangan perekonomian nasional.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007 menyiratkan Otorita Batam

beralih menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas Batam. Kemudian dalam Hak Pengelolaan Tanah dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 46 tahun 2007 disebutkan Hak Pengelolaan atas tanah yang

menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam beralih

kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Batam.

Berdasarkan jenis peraturan maka Badan Pengusahaan Batam (BP) Batam

mendapatkan hak pengelolaan lahan yang tertuang dalam Keputusan Presiden

nomor 41 tahun 1973 tentang daerah industri pulau Batam juncto Keputusan

Presiden nomor 94 tahun 1998 serta Undang undang Free Trade Zone nomor 44

tahun 2007 serta Peraturan Pemerintah nomor 46, 47, dan 48 tahun 2007. 137

Sesuai kewenangan tersebut maka pihak ketiga sebagai perorangan, investor dan

atau badan hukum sebagai penerima hak atas tanah di atas hak pengelolaan untuk
Atas Tanah dalam praktek untuk pelaksanaan kepentingan tugasnya mempunyai beberapa
wewenang berdasarkan peraturan. Diantara wewenang itu adalah merencanakan peruntukan dan
penggunaan tanah, mempergunakan tanah tersebut untuk pelaksanaan tugasnya dan menyerahkan
bagian tanah kepada pihak ketiga atau bekerja sama dengan pihak ketiga.Salah satu kewenangan
implementasi dari pemegang Hak Penguasaan adalah menyerahkan bagian tanah Hak Penguasaan
kepada pihak ketiga dengan memberikan suatu hak yang baru yang hak tersebut diatur dalam
peraturan.
137
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007 menyiratkan Otorita Batam beralih menjadi
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Kemudian dalam
Hak Pengelolaan Tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007 disebutkan Hak
Pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau
Batam beralih kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam
97

taat dan patuh dalam menunaikan kewajiban pembayaran Uang Wajib Tahunan

Otorita (UWTO). Uang Wajib Tahunan Otorita atau lebih dikenal dengan

singkatan UWTO adalah uang sewa tanah yang harus dibayarkan oleh pemohon

alokasi tanah kepada Otorita Batam yang sekarang bernama Badan Pengusahaan

(BP) Batam. Uang Wajib Tahunan Otorita selanjutnya akan digunakan untuk

pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik sehingga memaksimalkan

pelaksanaan pengembangan serta menjamin kegiatan usaha di bidang

perekonomian yang meliputi perdagangan, maritim, industri, perhubungan,

perbankan, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya.

Perpanjangan Uang Wajib Tahunan Otorita untuk jangka waktu 20 (dua

puluh) tahun dapat diberikan apabila138:

1. Uang Wajib Tahunan Otorita telah dibayar lunas untuk jangka waktu 30 (tiga

puluh) tahun pertama.

2. Lahan telah dan atau tetap dimanfaatkan sesuai dengan peruntukan semula dan

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Kota Batam di lokasi

tersebut. Syarat perpanjangan Uang Wajib Tahunan Otorita adalah Perorangan

Badan Usaha. Syaratnya adalah Mengisi formulir permohonan, Fotocopy

Kartu Tanda Penduduk Direktur, Fotocopy Kartu Tanda Penduduk yang

138
Keputusan Kepala BP Batam Nomor 85 tahun 2010 tentang penetapan perpanjangan waktu
alokasi lahan dan tarif perpanjangan Uang Wajib Tahunan Otorita. Selain pungutan Uang Wajib
Tahunan Otorita masyarakat juga harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan
ketentuan Kementerian Agraria dan Tataruang. Bedanya, PBB dibayar setiap tahun, sementara
Uang Wajib Tahunan Otorita dibayar setiap 20 atau 30 tahun sekali Uang Wajib Tahunan Otorita
atau lebih dikenal dengan singkatan Uang Wajib Tahunan Otorita adalah uang sewa tanah yang
harus dibayarkan oleh pemohon alokasi tanah kepada Otorita Batam yang sekarang bernama
Badan Pengusahaan (BP) Batam digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik
sehingga memaksimalkan pelaksanaan pengembangan serta menjamin kegiatan usaha di bidang
perekonomian yang meliputi perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata,
dan bidang-bidang lainnya.
98

masih berlaku, Akta Pendirian Perseroan Terbatas terakhir, Fotocopy Bukti

Bayar ( Lunas ) Uang Wajib Tahunan Otorita 30 Tahun, Fotocopy Bukti

Bayar ( Lunas ) Uang Wajib Tahunan Otorita 30 Tahun, Fotocopy Gambar

Penetapan Lokasi (PL), Fotocopy Gambar Penetapan Lokasi (PL), Fotocopy

SPJ atau SKEP terakhir, Fotocopy SPJ atau SKEP terakhir, Fotocopy

Pelunasan Faktur Peralihan (bila sudah dialihkan).Fotocopy Pelunasan Faktur

Peralihan (bila sudah dialihkan), Fotocopy Akta Jual Beli (bila sudah dijual),

Fotocopy Akta Jual Beli (bila sudah dijual), Fotocopy Sertifikat Hak Guna

Bangunan /HGB ( bila ada ), Fotocopy Sertifikat Hak Guna Bangunan /HGB

(bila ada) masing-masing satu lembar.139

139
Keputusan Kepala BP Batam Nomor 85 Tahun 2010 Tentang Penetapan Perpanjangan Waktu
Alokasi Lahan Dan Tarif Perpanjangan Uang Wajib Tahunan Otorita Untuk Jangka Waktu 20
Tahun Atas Penyerahan Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Otorita Pengembangan Daerah
Industri Pulau Batam Kepada Pihak Ketiga; Perpanjangan Uang Wajib Tahunan Otorita dapat
dilakukan dengan cara membayar secara lunas sekaligus dan membayar secara cicilan sampai
berakhirnya jangka waktu pengalokasian lahan untuk 30 (tiga puluh) tahun pertama
BAB IV
FAKTOR YANG MENJADI KENDALA ATAU HAMBATAN SERTA
UPAYA PERPANJANGAN HAK ATAS TANAH KOTA BATAM

A. Faktor Kendala Atau Hambatan Perpanjangan Hak Atas Tanah Kota


Batam

Tanah dalam pandangan hukum pertanahan sebagaimana dikemukakan

oleh Boedi Harsono adalah bahwa permukaan bumi itu disebut tanah. Dalam

penggunaannya, tanah meliputi juga tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang

ada diatasnya sekedar hal itu diperlukan untuk kepentingan yang langsung

berhubungan dengan penggunaan tanah tersebut. Tanah dalam pandangan hukum

adat sebagaimana dikemukakan oleh Djaren Saragih adalah suatu tempat dari

mana manusia menjalani kehidupannya serta memperoleh sumber untuk

melanjutkan kehidupannya.140

Karena itu sampai taraf perkembangan sekarang manusia mempunyai

kebutuhan terhadap tanah. Selanjutnya pandangan lain yaitu Mu’nim DZ

mengemukakan: Tanah selain memiliki fungsi ekonomi sosial sebagai ajang

kesetiakawanan antara sesama manusia juga memiliki fungsi Magis-religius. Oleh

karena itu tanah dianggap sakral. Pandangan ini sangat dominan pada masyarakat

tradisional. Meskipun pandangan seperti itu tidak menunjang produktifitas, akan

tetapi mampu mencegah kemungkinan terjadinya konflik pertanahan. Tanah

dalam pandangan ilmu ekonomi, dikemukakan oleh salah seorang ekonom

terkemuka Djojohadikusumo (dalam Reksohadiprojo dan Karseno) sebagai


140
Ibid, hal. 90. Tanah yang ada pada masyarakat berasal dari tanah adat atau tanah yasan yang
apabila dilaksanakan pendaftaran tanah akan menghasilkan suatu sertifikat hak milik. Maka dalam
pelaksanaannya akan dijelaskan bagaimana prosedur untuk pendaftaran tanah yang dilakukan oleh
Kantor Pertanahan sebagai bentuk peningkatan pelayanan pertanahan kepada masyarakat di bidang
pertanahan.

99
100

berikut: “Tanah adalah benda milik umum maupun milik pribadi. Tanah

merupakan persediaan permanen dan kurang lebih baku. Nilai harganya lebih

tergantung pada ketentuan bersama atau ketentuan sosial daripada ketentuan

tindakan dan kebiasaan perseorangan”.

Berdasarkan pengertian di atas, tanah dapat berarti investasi sumber

keuntungan ekonomi. Bahkan tanah dapat diterjemahkan dalam pengertian yang

abstrak yaitu keringat yang mengucur dari tubuh manusia berserta segenap

konsekuensi pandangan hidup yang tumbuh di tanah. Itulah sebabnya masalah

tanah khususnya di daerah sering dipandang sebagai penyebab konstradiksi sosial

serta konflik-konflik yang menyertainya. Terlebih lagi jika pemerintah campur

tangan dan turut bertindak seirama dengan kelompok dominan. Dalam prespektif

itulah Miarsono berpendapat sebagai berikut: ditinjau dari segi sosial ekonomi dan

sosio politik masalah pertanahan di Indonesia bisa menjadi sumber pokok

keresahan agraris, secara terselubung atau secara terbuka, jika tidak ditangani

secara tuntas. 141

Dalam kehidupan modern, tanah dipandang dari perspektif ekonomi

belaka dan dari situlah sebenarnya sengketa bermula. Pandangan serba ekonomis
141
Adrian Sutedi, Opcit, hal. 100. Didalam pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah yang
merupakan tanda bukti hak atas tanah yang kuat, dalam rangka pembukuan hak atas tanah sampai
terbitnya sertifikat itu sendiri meliputi beberapa kegiatan dan waktu yang diperlukan. Untuk
pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik dilakukan dengan tanah yang belum bersertifikat
berasal dari hak adat, karena dilakukan secara individu. Tanah yang ada di Indonesia terdiri dari
tanah adat dan yasan, sehingga apabila dilakukan pendaftaran tanah maka akan dikeluarkan suatu
produk sertifikat yang berupa hak milik. Tanah asal yang dimiliki masyarakat Indonesia pada
umumnya adalah tanah adat peninggalan dari proses peralihan hakberupa warisan, jual beli
maupun hibah. Kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan dari menyiapkan
formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka konversi hak atau tanah bekas hak adat sampai
pada tingkat kegiatan pemeriksaan tanda bukti/alas hak kepemilikan tanah serta pemeriksaan ke
lapangan atau kelokasi atas letak tanahnya di desa yang dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh
Kantor Pertanahan. Dalam hal ini peranan Kepala Desa sangatlah penting, karena letak dari tanah
yang berlokasi di desa-desa yang mengetahui tentang data-data tanah adalah Kepala
Desa/Lurah/Camat setempat.
101

terhadap tanah hanya difungsikan sebagai alat dan sumber produksi,

mengakibatkan terjadilah eksploitasi yang berlebihan yang dapat membahayakan.

Demikian uraian tentang pengertian tanah dilihat dari beberapa pandangan,

selanjutnya diuraikan pengertian tanah negara. Tanah negara adalah tanah yang

dikuasai langsung oleh negara, yaitu tanah-tanah yang bebas sama sekali dari hak-

hak tertentu yang melekat di atasnya.

Bila negara telah memberikan suatu hak tertentu pada sebidang tanah

negara pada seseorang atau badan itu ataupun instansi pemerintah, maka

kekuasaan negara atas tanah tersebut dibatasi oleh hak yang melekat di atasnya

dan tanah yang bersangkutan disebut sesuai dengan hak yang diberi tadi. Menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu tanah hak milik, tanah hak

pakai, tanah hak guna usaha, tanah hak guna bangunan, tanah hak pengelolaan,

dan lain-lain.

Pelaksanaan Pemberian Hak Pengelolaan Atas Tanah Negara Seiring

dengan gerak jalan kehidupan bernegara dan tuntutan kebutuhan hukum dalam

lapangan hukum agraria khususnya berkaitan dengan semakin meningkatnya

kebutuhan tanah baik untuk kepentingan jalannya pemerintahan maupun untuk

kepentingan pembangunan, maka oleh pemerintah dikeluarkan Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1997 tentang Tata Cara Permohonan dan

Penyesaian serta Pendaftarannya. Sebagai tindak lanjut dikeluarkan peraturan

tersebut diatas telah pula diterbitkan berbagai petunjuk pelaksanaannya baik

dalam bentuk Keputusan Menteri maupun Surat Menteri; diantaranya Keputusan

Menteri Negara Agraria/Kepala Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997

tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Sangat Sederhana dan

Rumah Sederhana.
102

Perihal Biaya Pembuatan Peta Situasi Kapling, Persertifikatan Hak

Pengelolaan Tanah Perum Perumnas. Permohonan hak diajukan kepada Kepala

Kantor Wilayah badan Pertanahan Nasional Propinsi melalui Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota Madya setempat. Blangko permohonan hak tersedia

di masing-masing Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Permohonan hak

dapat dilakukan/diajukan oleh Kepala Biro Perlengkapan/Biro Umum/Biro

Hukum, atau Kepala Unit instansinya di daerah yang bertindak untuk dan atas

nama instansi induknya di pusat, dengan surat kuasa. 142 Permohonan diajukan

untuk mendapatkan hak pakai dengan jangka waktu selama dipergunakan. Dalam

permohonan hak tersebut dilampirkan surat tanda bukti perolehan tanah seperti

jual-beli, hibah, berita acara pembebasan tanah, surat pelepasan hak, dan lain-lain.
143

142
Manan Marlini, Opcit, hal. 140. Pada dasarnya langkah-langkah pendaftaran tanah secara
sporadik sama seperti pendaftaran secara sistematik, hal-hal yang membedakan antara lain: (a)
Berdasar Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan jika wilayah-
wilayah yang belum ditunjuk sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sitemetik oleh Badan
Pertanahan Nasional diusahakan tersedianya peta dasar pendaftaran untuk keperluan pendafatran
tanah secara sporadik. Ini berarti bahwa adanya peta dasar pendaftaran tanah bidang tanah yang
didaftar dalam pendaftaran tanah seacara sporadik maka dapat dihindarkan terjadinya sertifikat di
atas satu bidang tanah; (b) Dalam hal pembuktian tertulis hak lama yang akan didaftarkan tidak
lengkap maka pembuktiannya dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang
bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut Kepala Kantor Pertanahan; (c)
Kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam suatu keputusan
berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Kepala Kantor Pertanahan; (d) Daftar isian Pasal
25 ayat (2) serta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran
Pasal 20 ayat (1) diumumkan dalam 60 hari untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang
berkepentingan mengajukan keberatan/gugatan; (e) Waktu pengumuman lebih lama dibanding
dengan pendaftaran sistematik karena pendaftaran sporadik sifatnya individu dengan ruang
lingkup terbatas; (f) Setelah jangka waktu pengumuman di atas berakhir, data fisik dan data yuridis
oleh Kantor Pertanahan disahkan dengan suatu berita acara yang bentuknya ditetapkan oleh
Menteri; (g) Jika terjadi sengketa mengenai dat fisik dan data yuridisnya maka Kepala Kantor
Pertanahan memberitahukan kepada para pihak yang berkeberatan untuk mengajukan gugatan
kepengadilan dalam waktu 90 hari sejak disampaikannya pemberitahuan secara tertulis tersebut;
(h) Penanda tanganan sertifikat dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan; (i) Mengenai petunjuk
pelaksanaan dari pendaftaran tanah secara sporadik ditentukan dalam Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahann Nasional Nomor 3 Tahun 1997.
143
Berdasarkan ketentuan dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota yang dijabarkan oleh Bapak laharring parenrengi, maka jangka waktu
yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah secara sporadik pada tanah yang
belum bersertifikat dibagi dalam waktu 25 hari untuk melakukan kegiatan pengukuran dan
103

Jika tanda bukti perolehan tidak lengkap atau tidak ada sama sekali dibuat

surat pernyataan dari instansi induk. Setelah berkas permohonan hak diterima di

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat kemudian dilakukan

penelitian kelengkapan administrasi dan pengukuran ditempat/letak tanah serta

pemeriksaan fisik lapangan. Penelitian dan pengukuran lapangan dilakukan

dengan mengikutsertakan wakil instansi yang bersangkutan untuk menunjukkan

batas-batas tanahnya. Sepanjang instansi yang bersangkutan telah memiliki

dokumen yang lengkap yaitu bukti-bukti perolehan yang berasal dari pembebasan

tanah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 maupun Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 dan tidak ada perubahan pada

gambar situasinya yang sudah ada, maka apabila menurut pertimbangan Kepala

kantor Pertanahan masih memenuhi syarat teknis, tidak diperlukan lagi

pemeriksaan tanah oleh Panitia pembebasan tanah sebagai alas haknya.144

Untuk permohonan hak oleh instansi pemerintah atas tanah yang belum

pernah terdaftar, pemeriksaan fisik di lapangan tidak perlu dilakukan oleh panitia

pemeriksaan atas tanah A tetapi cukup hanya oleh Tim Penelitian Tanah yang

terdiri dari: (a). Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai Ketua

pemetaan, 60 (enam puluh) hari ditambah lima hari untuk kegiatan pengumuman dan pelaksana
tugas dari PHI, sisanya adalah waktu yang diperlukan untuk kegiatan pemeriksaan, pencatatan dan
pembukuan. Jangka waktu tersebut tidak bisa secara mutlak harus selesai dengan jangka waktu
tersebut dikarenakan untuk mengatasi hambatan yang dihadapi dalam proses pengukuran dan
pemetaan.Berdasarkan ketentuan prosedur permohonan pendaftaran tanah untuk pertama kali pada
tanah yang belum bersertifikat dan jangka waktu penyelesaiaannya maka waktu yang dibutuhkan
adalah 124 hari. Yang di bagi dalam tahap – tahap : ? 1). Penyelesaian di loket 1 Hari; 2).
Penyelesaian di Seksi Survey dan Pengukuran 20 Hari; 3). Penyelesaian di Seksi HT dan PT 86
Hari; 4). Penyelesaian di Kepala Kantor 7 Hari; 5). Administrasi dan pembukuan sertifikat 7 Hari;
6). Penyerahan Sertifikat Hak Milik ke Loket 3 Hari; 7). Jumlah 124 Hari
144
Berdasarkan analisis penulis di lapangan bahwa produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah
adalah berupa sertifikat hak tanah. Dalam Pasal 1 butir 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 menyebutkan, sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah
wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
104

Tim atau Kepala Seksi Hak-hak atas tanah yang ditunjuk; (b). Keanggotaan Tim

terdiri dari unsur-unsur seksi teknis pada Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kotamadya; (c). Sekretariat Tim Sub Seksi Pengadaan tanah pada

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya; (d). Hasil penelitian tim dituangkan

dalam suatu berita acara yang memuat segala aspek di dalam pertimbangan

permohonan hak atas tanah; (e). Bilamana atas yang dimohon oleh instansi

pemerintah berasal dari tanah yang sudah pernah terdaftar tidak diperlukan

pembuatan berita acara cukup dengan “konstatering raport dari Kepala Kantor

Pertanahan setempat.

Terhadap permohonan hak atas tanah-tanah instansi pemerintah tidak

dipersyaratkan lagi adanya surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT).

Permohonan hak tersebut diproses dengan disertai berkas kelengkapan berupa:

(a). Permohona hak instansi yang bersangkutan. (b). Berita acara Tim penelitian

tanah/konstatering raport. (c.) Gambar situasi tanah yang dimohon. (d). Fotokopi

bukti perolehan penguasaan tanah dan atau surat pernyataan instansi yang

bersangkutan. Dengan daftar pengantar permohonan hak tersebut diteruskan

kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Propinsi yang bersangkutan

tembusan Kepala Badan Pertanahan Nasional dan instansi pemohon. 145 Dalam

penyesaian sertifikat tanah-tanah instansi, jangka waktu penyelesaian sebagai

145
Penulis juga manemukan di lapangan bahwa jika dalam jangka waktu pengumuman
sebagaimana disebutkan di atas, ada yang mengajukan keberatan tentang data fisik dan atau data
yuridis yang diumumkan ketua panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau
kepala kantor pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan agar secepatnya
keberatan yang diajukan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah untuk
mufakat membawa hasil dibuatkan berita acara penyelesaian dan jika penyelesaian yang dimaksud
mengakibatkan perubahan pada apa yang diumumkan, maka dengan adanya perubahan dimaksud
diadakan pada peta bidang tanah dan atau daftar isian yang bersangkutan.Jika penyelesaian secara
msyawarah untuk mufakat tidak dapat dilakukan atau tidak membawa hasil ketua panitia ajudikasi
dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan kepala kantor pertanahan dalam pendaftaran tanah
secara sporadik memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan agar
mengajukan gugatan tentang data fisik dan atau data yuridis yang disengketakan ke pengadilan.
105

berikut: untuk mencapai hasil yang maksimal atas penyelesaian tanah-tanah

instansi pemerintah yang telah memenuhi syarat dan tidak ada permasalahan,

proses permohonan hak dan penerbitan sertifikatnya ditetapkan jangka waktu

adalah: (a). Proses permohonan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya

selama 2 bulan (b). Proses penertiban surat keputusan pemberian hak di Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi selama 1 bulan (c).Proses

pendaftaran hak dan penerbitan sertifikat di Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kotamadya selama 15 hari. (d). Proses penerbitan surat keputusan

pemberian hak di Badan Pertanahan Nasional sepanjang berkasnya diterima

selama 1 bulan Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rekapitulasi pemberian hak

pengelolaan atas tanah negara di Kota Batam.146

Setiap pemberian hak atas tanah bukanlah sekali-kali tanpa menemui

rintangan ataukendala-kendala oleh karena itu dengan upaya-upaya pemerintah

dalam mewujudkan Catur Tertib Pertanahan sebagai bentuk kebijaksanaan yang

ditetapkan pemerintah dalam mengeban amanat Undang- undang Pokok Agraria

(UUPA), dalam proses pemberian Hak Penguasaan ada beberapa kendala-kendala

yang dijumpai.

Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Bapak Laharring

Parenrengi bahwa dalam proses permohonan kendala utama yang dihadapi adalah

146
Adrian Sutedi, Opcit, hal. 130. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui
pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah
secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Dan pendaftaran secara sporadik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.
Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di
wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara
sistematik, Kepala kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri
atau Pejabat yang ditunjuk.
106

mengenai bukti/surat-surat bukti yang menjadi dasar hukum

penguasaan/perolehan tanah dari instansi pemohon Hak Penguasaan atas tanah

yang dimohon. Dalam kaitan diatas dengan sendirinya instansi pemerintah/badan

hukum (BUMN/D) milik pemerintah mengenai subyek hak pengelolaan dibebani

ketentuan dan tanggung jawab penuh untuk membuktikan kebenaran/keabsahan

tentang penguasaannya atas tanah negara.147Baik sebelum maupun sesudah

diterbitkan sertifikat Hak Penguasaan dalam hal ini pemerintah (Badan

Pertanahan Nasional) hanya meletakkan hubungan hukum antara subyek hak

pengelolaan dengan tanahnya. Kurang jelasnya tanda- tandabatasbidang

tanahnegarayang domohonkanHak Penguasaan dapat menjadi hambatan dalam

mempercepat proses pemberian haknya ataupun menimbulkan sengketa batas

bidang tanah Hak Penguasaan dengan hak lain. Dalam kaitan diatas apabila Hak

Penguasaan atas tanah negara nantinya akan ditindaklanjuti dengan pemberian

hak lain kepada pihak ketiga, hal ini akan menjadi kasus tanah-tanah Perum

Perumnas yang perolehan/penguasaannya berasal dari pembebasan tanah dengan

ganti rugi kepada para pemilik.

Baik statusnya sebagai tanah milik adat/pasini dan atau tanah hak

milik/hak guna bangunan yang mana pada saat pembebasan tanahnya selesai tidak

segera dilakukan langsung langkah pengaman atas bidang tanahnya dengan jalan

memasang tanda batas pada setiap sudut bidang tanah secara permanen.148

Ketentuan dari Pasal 2 dan 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun

1977 dapat menimbulkan masalah hukum dalam hal pendaftaran hak lain atas

147
Wawancara Penulis dengan Bapak laharring parenrengi, selaku kepala Subseksi penetapan hak
Tanah dan Pemberdayaan hak tanah masyarakat Kota Batam, pada tanggal 20 Maret 2017, Pukul.
11.00 WIB di kantor Badan Pertanahan Kota Batam.
148
Ibid
107

tanah Hak Penguasaan disatu pihak dan eksistensi dari Hak Penguasaan itu

sendiri. Pasal 2 berbunyi bagian-bagian tanah Hak Penguasaan yang diberikan

kepada pemerintah daerah untuk membangun wilayah pemukiman, dapat

diserahkan kepada pihak ketiga Pasal 5 berbunyi hubungan hukum dengan

lembaga instansi atau badan hukum milik pemerintah pemegang Hak Penguasaan,

yang didirikan atau ditunjuk untuk menyelenggarakan penyediaan tanah yang

termasuk dalam gambaran pemukiman dalam bentuk perusahaan.149

Dengan dimulainya era otonomi daerah dimana urusan dibidang

pertanahan yang dahulu menjadi kewenangan pemerintah (pemerintahpusat),

maka sekarang ini perlu dipikirkan aturan mengenai ketentuan-ketentuan dan tata

cara pemberian Hak Penguasaan yang sejiwa dengan semangat desentralisasi

termasuk dibidang pertanahan yang akan menjadi kewenangan pemerintah daerah

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah jo Undang-Undang Nomor2 5 Tahun 2000 dimana urusan pertanahan

menjadi kewenangan pemerintah daerah(Kabupaten/Kotamadya).

149
Bapak laharring parenrengi, selaku kepala Subseksi penetapan hak Tanah dan Pemberdayaan
hak tanah masyarakat Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Batam, pada tanggal 25 April
2017, pukul. 12.00 WIB, di Kantor BPN Kota Batam, juga mengatakan: Setelah dilakukannya
penilaian sebagaimana disebutkan di atas, kemudian dibuatkan dalam suatu daftar, dan kemudian
diumumkan selama 30 hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 hari dalam
pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang
berkepentingan mengajukan keberatan. Pengumuman dimaksud dilakukan di kantor Panitia
Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran
tanah secara sistematik atau di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah
yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sporadik serta ditempat lain yang dianggap
perlu. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan dalam hal tidak
atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana disebutkan di atas,
pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang
bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan
pendahulu-pendahulunya dengan syarat:? (a). Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik
dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah serta diperkuat oleh
kesaksian orang yang dapat dipercaya; (b). Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama
pengumuman (diberikannya kesempatan untuk mengajuan keberatan) dan desa/kelurahan yang
bersangkutan ataupun pihak lainnya.
108

B. Upaya Perpanjangan Hak Atas Tanah Dikota Batam

Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai

instansi yang berkompeten menyelenggarakan urusan/kewenangan dibidang

pertanahan telah mengeluarkan berbagai aturan. Menyangkut penyelesaian

pemberian Hak Penguasaan badan Paertanahan yang dibentuk berdasarkan

Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 diberi tugas untuk mengelola dan

mengembangkan administrasi pertanahan. Dalam keputusan tersebut diatas yang

menjadi dasar pelaksanaan tugas adalah semua peraturan yang telah ada di

bidang pertanahan termasuk peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun

1977.Untuk itu langkah-langkah yang diambil dalam penyelesaian pemberian

Hak Penguasaan atas tanah negara dalam meningkatkan kesadaran hukum.

Kesadaran hukum merupakan proses psikologi yang timbul setelah adanya

rangsangan dari luar atau lingkungan yang dipengaruhi oleh pengalaman. Faktor

pengalaman dan sosialisasi akan memberikan suatu pemahaman dan strukstur

terhadap hukum yang diamati. Intansi pemerintah diwajibkan untuk

mengembangkan bidang tanahnya dari pendudukan pihak lain khususnya

terhadap tanah-tanah yang masih kosong atau belum dibangun, dengan cara antara

lain:150 memasang pagar atau tanda batas permanen; membuat pos jaga; membuat
150
Berdasarkan waawancara dengan Bapak laharring parenrengi selaku staf kepala Subseksi
penetapan hak Tanah dan Pemberdayaan hak tanah masyarakat Kantor Badan Pertanahan
Nasional Kota Batam,, pada tanggal 20 Maret 2017, Pukul. 11.00 WIB di kantor Badan
Pertanahan Nasional Batam , beliau menutup wawancara penulis dengan mengatakan: Bahwa
demikian uraian tentang langkah-langkah pemerintah dalam penyelesaian masalah pemberian Hak
Penguasaan tas tanah Negara.Pendaftaran tanah berarti mencatat hak-hak yang dipegang
olehperorangan atau kelompok ataupun suatu lembaga atas sebidang tanah olehpejabat yang
berwenang dan mengeluarkan surat bukti hak. Hak-hak inibermacam-macam, seperti hak milik,
hak gunabangunan, hak guna usaha, hakpakai dan lain-lain.Secara yuridispendaftaran tanah telah
dijamin diseluruh wilayahRepublik Indonesia. Hal inidapat diketahui dari Pasal 19 UUPA
yangmenyatakan bahwa demi kepastianhukum tanah harus didaftarkan, denganmemperhatikan
keadaan socialekonomis dan rakyat yang tidak mampudibebaskan dari pembayaran biayabiaya
pendaftaran. Penulis berpendapat dan dikaitkan dengan teori yang ada dalam penelitian ini Dalam
berbagai lapangan hidup timbul keinginan untuk mencapai hukum responsif yang bersifatterbuka
terhadap perubahan-perubahan masyarakat dengan maksud untuk mengabdi pada usaha
109

papan nama; dan tidak mengizinkan pemakaian/penggarapan oleh pihak lain tanpa

izin yang berwenang serta mengupayakan segera pelaksanaan pembangunan.

Pengawasan berkala ke lapangan juga harus dilakukan oleh pemerintah agar dapat

mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

meringankan beban kehidupan sosial dan mencapai sasaran-sasaran kebijakan sosial seperti
keadilan sosial, emansipasi kelompok-kelompok sosial yang dikesampingkan dan ditelantarkan
serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.Dalam konsep hukum responsif ditekankan
pentingnya makna sasaran kebijakan dan penjabaran yuridis dan reaksi kebijakan serta
pentingnya partisipasi kelompok-kelompok dan pribadi-pribadi yang terlibat dalam penentuan
kebijakan. Nonet dan Selznick tidak bermaksud bahwa penggunaan hukum merupakan alat untuk
mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan secara sewenang-wenang, tetapi hukum yang
mengarahkan pada perwujudan nilai-nilai yang terkandung dalam cita-cita dan kehendak yuridis
dari seluruh masyarakat. Nilai-nilai ini bukan hal yang telah menjadi kebijakan pemerintah, tetapi
nilai-nilai ini harus tercemin secara jelas di dalam praktik penggunaan dan pelaksanaan hukum,
sehingga dalam penghayatannya nilai-nilai ini mampu untuk memberikan arah pada kehidupan
politik dan hukum.Namun demikian, pendaftaran tanah tidak berjalansebagaimanamestinya. Hal
itu tentu bukan lagi disebabkan oleh faktor-faktor hukum,akantetapi faktor-faktor diluar hukum
seperti faktor sosial ekonomi.Faktor tersebutsangat mempengaruhi para pemilik tanah yang
syogianya didaftarkan.Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalamUUPA,
karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuahbukti kepemilikan atas hak
atas tanah. Begitu pentingnya persoalan pendaftarantanah tersebut sehingga UUPA
memerintahkan kepada pemerintah untukmelakukan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Indonesia.Hal ini sesuaiketentuan dalam pasal 19 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa : “untuk
menjaminkepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftarantanah di seluruh
wilayahRepublik Indonesia menurut ketentuan-ketentuanyang diatur dengan
PeraturanPemerintah.Sebagai tindak lanjut dari perintah pasal 19 ayat (1) UUPA
tersebut,pemerintah mengeluarkan PP No 10 tahun1961, maka setelah berlaku kuranglebih selama
38 tahun, pemerintahmengeluarkan PP No 24 tahun 1997 tentangpendaftaran tanah. Pengertian
Pendaftaran Tanah menurut PP No 10 Tahun 1961: PP No 10 Tahun 1961telah memberi
pengertian tentang Pendaftaran tanah yang tekanannya ada pada penyelenggaraan kegiatan,
terutama penyelenggaraan kegiatan pengukuran desa demi desa.“Pasal 1 : Pendaftaran tanah
diselenggarakan oleh jawatan. Pendaftaran Tanah menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini dan mulai pada tanggal ditetapkan oleh Menteri Agraria untuk masing-masing
daerah. Pasal 2: Pendaftaran Tanah diselenggarakan desa demi desa atau daerah-daerahsetingkat
dengan itu”.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Mengenai pengaturan hukum Perpanjangan Hak Atas Tanah Dikota Batam,

dalam pemberian Hak Penguasaan atas tanah negara di Kota Batam sudah

sesuai peraturan yang berlaku,akan tetapi masih banyak instansi yang

memiliki tanah negara belum terdaftar diKantor Badan Pengusahaan Batam

dan di Kantor Pertanahan Kota Batam untuk memiliki Hak Penguasaan.

Sebagai dasar hukum pengaturan Perpanjangan Hak Atas Tanah antara

lain: Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun

1945; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia 1960 Nomor 10);

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 125 tambahan

Lembaran Negara Nomor 4437); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4437); Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan di Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3037); Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang

Penguasaan Tanah-Tanah Negara (Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1953 No 362); Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007

tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam

(Tambahan Lembaran Negara Nomor 4757); Peraturan Pemerintah Nomor 34

110
111

Tahun 1983 tentang Pembentukan Kotamadya Batam Di Wilayah Provinsi

Daerah Tingkat I Riau (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 48); Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah (Tambahan Lembaran Negara Tahun

1996 Nomor 3643); Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang

Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-

Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya; Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata

Cara Pemberian Hak Atas Tanah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5

Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan Dan

Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan; Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan dan

Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Penguasaan

Serta Pendaftarannya; Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014

(Lembaran Negara Republik Indonesia Kota Batam Tahun 2004 Nomor 52).

2. Mengenai implementasi Perpanjangan Hak Atas Tanah Dikota Batam, harus

ada kepastian hukum dengan peraturan yang konsisten dan sinkron yang

seluruhnya mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di

Batam. Dalam praktek pelaksanaan Hak Penguasaan dalam rangka

kepentingan rakyat tugasnya pada dasarnya diatur dalam peraturan yang ada.

Akan tetapi dalam Undang-Undang tersendiri belumlah diatur yang mengatur

khusus tentang Hak Penguasaan, selama ini pelaksanaan hak pengelolaan

baik itu tata cara pemeberian maupun tata cara pemberian dan pembatalan

hak atas tanah negara dan hak pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri
112

NegaraAgraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Peraturan Pemerintah

Lainnya yang terkait dengan Hak Penguasaan.

3. Faktor yang menjadi kendala atau hambatan terhadap kebijakan pertanahan

Hak Penguasaan atas tanah oleh Badan Pengusahaan Batam dan Pemerintah

Kota Batam adalah antara lain: bukti pengelolaan/penguasaan tanah; tanda-

tanda batas bidang tanah yang tidak jelas; hubungan hukum hak pengelolaan

dengan tanahnya; oordinasi antar instansi belum berjalan sesuai dengan apa

yang diharapkan. Adapun langkah-langkah pemerintah (BPN)dalam

menyelesaian masalah pemberian hak pengelolaan atas tanah negara adalah

antara lain dengan meningkatkan kesadaran hukum instansi pemilik tanah

negara untuk mendaftarkan tanah negara dan melakukan indetifikasi masalah

pemberianhak pengelolaan tanah negara.

B. Saran

Selanjutnya Penulis menyarankan sebagai berikut:

1. Hendaknya Pemerintahan Daerah dalam mengimplementasikan Peraturan

Daerah di daerahnya haruslah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan otonomi daerahnya, yaitu perlu memperhatikan hubungan

antar susunan pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah serta potensi dan

keanekaragaman daerah. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab

tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat

daerah yang paling dekat dengan masyarakat.Keterlibatan masyarakat dalam

pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan. Kesempatan

yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi

dan mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi


113

membangun atas kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan

masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah khususnya dalam hal Hak

Penguasaan atas Tanah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat

juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan

pelaksanaan Otonomi Daerah.

2. Hendaknya Pemerintah Kota Batam dan pihak-pihak yang berkepentingan

dalam pelaksanaan Otonomi Daerah membuang jauh-jauh keegoisannya untuk

kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompoknya dan lebih

mengedepankan kepentingan masyarakat. Sehingga tidak ada lagi faktor yang

menjadi kendala dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah, dan pihak-

pihak tersebut seharusnya tidak bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta

kewajibannya dengan baik. Peralihan pemegang Hak Penguasaan di Batam

dan sekitarnya dari pemerintah kota, Badan Pengawasan Nasional Republik

Indonesia dan Badan Pengawasan Batam hendaknya dijadikan momentum

untuk penyelesaian atau paling tidak mengurangi permasalahan pertanahan di

Kota Batam.

3. Diharapkan agar pemerintah Kota Batam dapat membuat aturan baru yang

mengarah lebih khusus terhadap keabsahan kampung tua dan legalisasinya

agar konflik pertanahan di Kota Batam ini dapat teratasi.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

A.A. Oka Mahendra, Menguak Masalah Hukum, Demokrasi dan Pertanahan,


Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.

Abintoro Prakoso,Hulum, Filsafat Logika dan Argumentasi Hukum.,Laks Bang


Justitia, Surabaya, 2014.

AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.

Ahmad A.K Muda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Reality Publisher, Jakarta,
2006.

Abdulrahman, Manajemen Daerah, Grafindo, Jakarta, 1997.

Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta, 2013.

Ateng Syafrudin, Pengantar Koordinasi Pemenrintahan di Daerah, Tarsito,


Bandung, 1976.

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996.

Batam Dalam Angka, Profil Kota Batam, Batam, 2013.

Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijakan Publik,Sinar Grafika, Jakarta,1994.

___________, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta,1997.

Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan


Pelaksanaanya, Alumni, Bandung, 1983.

Benyamin Hoesein, Kebijakan Publik, Sinar Grafika, Bandung, 1993.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia. Himpunan Peraturan Hukum-hukum


Tanah, Djambatan, Jakarta, 1998.
.
Burhan Ashshofa, Metode Peneltian Hukum, Rineka Cipta,Jakarta, 2007.

Deddy Mulyadi, Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Konsep dan
Aplikasi Proses Kebijakan dan Pelayanan Publik, Alfabeta, Bandung,
2015.

114
115

_____________, Prilaku Organisasi dan Kepemimpinan Pelayanan, Alfabeta,


Bandung, 2015.

Deddy Supriady Bratakusumah & Dadang Solihin, Otonomi Penyelenggaraan


Pemerintahan Daerah, Gramedia Jakarta, 2001.

Dharma Setyawan Salam, Manajemen Pemerintah Indonesia. Djambatan, Jakarta,


2001.

Dalimunthe, Chadidjah, Politik Hukum Agraria Nasional terhadap Hak-Hak atas


Tanah, Yayasan Pencerahan Mandailing, Medan, 2008.

EllyM. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Faktadan


Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya,
Kencana Prenada Media Group, 2011, Jakarta.

Enceng, dkk., Kepemimpinan, Universitas Terbuka, Tanggarang Selatan, 2013.

A. Budi Hardiman, Ruang Publik: Melacak "Partisipasi Demokratis" dari Polis


sampai Cyberspace, Kanisius, Yogyakarta, 2010.

Fatmawati, HukumTata Negara, Universitas Terbuka, Tanggerang, 2014.

Friedman Lawrence M, Teori dan Filsafat Hukum: Idealisme Filosofis dan


Problema Keadilan, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh
Muhamad Arifin, Disunting oleh Achmad Nasir Budiman dan Suleman
Saqib, Rajawali, Jakarta, 1990.

Fajar, Mukti et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Fuady, Munir, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), PT. Refika Aditama,
Bandung, 2009.

Harsono. Boedi, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-


Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Djambatan, Jakarta,
2007.

Hambali Thalib, Sanksi Pemidanaan Dalam Konflik Pertanahan: Kebijakan


Alternatif Penyelesaian Konflik Pertanahan diLuar Kodifikas iHukum
Pidana. Kencana, Jakarta, 2009.

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah,


Grasindo, Jakarta, 2007
116

Idham, Konsolidasi Tanah Perkotaan dalam Persfektif Otonomi Daerah Guna


Meneguhkan Kedaulatan Rakyat dan Negara Berkesejahteraan, Alumni,
Bandung, 2004.

__________, Konsolidasi Tanah Perkotaan dalam Persfektif Otonomi Daerah


Guna Meneguhkan Kedaulatan Rakyat dan Negara Berkesejahteraan,
Alumni, Bandung, 2013.

_________, Implementasi Politik Hukum Agraria Pertanahan Pelaksanaan


Sertipikasi Tanah Pedesaan, Alumni, Bandung, 2014.

Kartasapoetra G, Kartasapoetra R.G, Kartasapoetra A.G& A. Setiady, Hukum


Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhsilan Pendayagunaan Tanah, Bina
Aksara, Jakarta, 1984.

Lilik Rasyidi dan Ira Thania Rasyidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum,
Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2004.

Limbong Bernhard, Konflik Pertanahan, Margaretha Pustaka.Jakarta, 2012.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994.

Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV.
Mandar Maju, Bandung, 2010.

MapisangkaAndi, Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam


Meningkatan Kesejahteraan Hidup Masyarkat, Cahaya Abadi, Tulung
Agung, 2011.

MuhammadAdam,IlmuPengetahuanNotariat,SinarBaru,Bandung, 1985.

Muh. Erwin, Filsafat Hukum; Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Rajawali Press,
Jakarta, 2011.

M. Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, Andi, Jakarta, 2005.

Nazir, Moh., Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011.

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung,
2008.

Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Badan Penguasaan


Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kota Batam:
Development Progress of Batam Indonesia,Edisi Pertama, 2010.
117

Parlindungan, AP., Komentar Undang-Undang Pokok Agraria, CV. Mandar


Maju, Jakarta, 1998

Parlindungan A.P, Pendaftaran Tanah di Indonesia (berdasarkan PP No. 24


Tahun 1997) dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah PP No. 37 Tahun 1998), Mandar Maju, Jakarta, 2009.

____________, Pedoman Pelaksaan Undang – Undang Pokok Agraria dan Tata


Cara Pejabat Pembuatan Akta Tanah, Mandar Maju, Bandung, 1974.

____________, Beberapa Pelaksanaan Dari UUPA, Mandar Maju, Bandung,


1992.

Perangin Effendi,Praktek Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit, Raja


Grafindo Persada, Jakarta, 1987.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1982.

Raharjo, Satjipto, Membedah Hukum Progresif, Buku Kompas, Jakarta, 2006.

Rajagukguk, Erman, Hukum Agraria Dan Masyarakat Di Indonesia, Van


Vollenhoven, Jakarta, 2010.

Roeham, Abu, Paradigma Resolusi Konflik Agraria, Walisongo Press, Semarang,


2008.

Ruchiyat, Eddy , Sistem Pendaftaran Tanah Sebelum dan Sesudah


Berlakunya UUAP, Armico, Bandung, 1989

Rahardjo Satjipto, Hukum Progresif: Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta


Publishing, Yogyakarta, 2009

Ramli Zein, Hak Penguasaan Dalam Sistem UUPA, Rineka Cipta, Jakarta, 1995.

Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, Genta Publishing, Yogyakarta,


2012.

Rony Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Jakarta,
2011.

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1992.

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan
Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.

Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, Graha Ilmu, Jakarta, 2011.


118

Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta


Publishing. Yogyakarta, 2009.

Sholih Mu’adi,Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Perkebunan dengan cara


Litigasi dan Non Litigasi, Prestasi Pustaka Publisher.Jakrta, 2010.

Siregar, Tampil Anshari, Undang-Undang Pokok Agraria dalam Bagan,


Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan,
2006.

Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1996.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI


Press), Jakarta, 2007.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung,


2013.

Sukarno Aburaera, Muhadar dan Maskun, Filsafat Hukum Teori dan Praktik,
Prenada Media Group, Jakarta, 2015.

Saleh, K.Wantjik, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1977.

Santoso, Urip, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta,
2007.

Sjahdani, Sutan Remy, Hak Tanggungan, Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan


Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan; Suatu Kajian Mengenai
Undang-Undang Hak Tanggungan, Alumni, Bandung, 1999.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu


Tinjauan Singkat, Raja Grafindo, Jakarta, 1995

Soerodjo, Irawan, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola,


Surabaya, 2003.

Soetiknjo, Imam, Politik Agraria, Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta,


1990.

Soimin, Sudharyo, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Edisi Ketiga, Sinar
Grafika, Jakarta, 2001, halaman 24

Sugono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 2009.

Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.


119

Surakhmad, Winarno, Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1978.

Sutedi, Adrian Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika,
Jakarta, 2010.

Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik


Indonesia 1960 No.10)

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 125 tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik( Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di


Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037)

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah


Negara (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953
Nomor 362)

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan


Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Tambahan Lembaran Negara Nomor
4757)

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983 tentang Pembentukan Kotamadya


Batam di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Riau (Lembaran Negara
Tahun 1983 Nomor 48)

Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak


Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah (Tambahan
Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3643).
120

Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi


Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang
Kebijaksanaan Selanjutnya

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan-


Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-


Ketentuan Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan
Perusahaan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara
Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah
Hak Penguasaan Serta Pendaftarannya

Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Batam Tahun 2004 – 2014 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Kota BatamTahun 2004 Nomor 52)

C. Buku Pedoman Tesis, Makalah, Artikel, Jurnal dan Surat Kabar

Buku Pedoman Penyusunan Proposal dan Tesis Program Magister Ilmu Hukum
Pasca Sarjana (S2), Universitas Batam, 2014.

D. Webesite/Internet

http://definisi_pengertian_analisis_menurut_para_ahli.html, diakses pada tanggal


20 Januari 2017, pukul. 20.00 Wib

http://digilib.unila.ac.id/2265/9/BAB%20II.pdf, diakses pada tanggal 15 Januari


2017, pukul 15.00 WIB

http://konsultasikehidupan.wordpress.com/2009/05/07/teori-peran-role-theory/
diunduh pada tanggal 29 Januari 2015, pukul 12:30WIB.

http://www.negarahukum.com/hukum/filsafat-hukum-konsepsi-hukum
pembangunan. html,diakses pada tanggal 9 Februari 2017, pukul. 16:30
WIB.

Anda mungkin juga menyukai