Anda di halaman 1dari 16

TUGAS TERSTRUKTUR I

TELAAHAN KRITIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Agraria

Dosen Pembimbing
Dr. Aslan Nur, S.H.,M.H.

DI SUSUN OLEH :
RATNA DEWI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
Jl. H. S Ronggowaluyo, Teluk Jambe Timur Karawang
2019

BAB I
PENDAHULUAN
1. Urgensi
Ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia - sebagaimana halnya
ketimpangan ekonomi/tingkat pendapatan penduduknya - adalah sangat tajam dan ironis.
Di satu sisi banyak orang kaya yang memiliki tanah secara absentee dan menjadikannya
sebagai asset atau investasi, tetapi di sisi lain lebih banyak petani yang hanya mempunyai
sebidang tanah yang tidak cukup untuk menghidupi keluarganya atau bahkan tidak
mempunyai satu meter pun tanah untuk digarapnya.
Dengan tujuan pemerataan dan untuk mencapai keadilan dalam perolehan dan
pemanfaatan tanah maka program landreform yang telah lama dipeti-eskan (hanya
menjadi program/kebijakan tehnis saja) haruslah digiatkan kembali. Guna mengetahui
perkembangan dari landreform ini, penulisan ini akan membahas aspek historis yaitu
pengaturan dan pelaksanaan landreform dari masing-masing Orde.
Salah satu hasil karya anak bangsa terbaik, paling monumental, sekaligus
revolusioner, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
merupakan Undang-Undang yang pertama kalinya memperkenalkan konsep Hak
Menguasai Negara. Perumusan pasal 33 dalam UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Inilah dasar konstitusional pembentukan dan
perumusan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dua hal pokok dari pasal ini adalah
sejak awal telah diterima bahwa Negara ikut campur untuk mengatur sumber daya alam
sebagai alat produksi, dan pengaturan tersebut adalah dalam rangka untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Penghubungan keduanya bersifat saling berkait sehingga penerapan
yang satu tidak mengabaikan yang lain
Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September
1960 merupakan peristiwa penting di bidang agraria dan pertanahan di Indonesia.
Dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA tersebut kebijakan-kebijakan
pertanahan di era pemerintahan kolonial belanda mulai ditinggalkan. Undang-undang
yang disusun di era pemerintahan Presiden Soekarno ini menggantikan Agrarische Wet
1870 yang terkenal dengan prinsip domein verklaringnya (semua tanah jajahan yang
tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum barat, maka
tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik negara/ milik penjajah belanda).
UUPA merupakan produk hukum pada era Orde Lama yang menghendaki adanya
perubahan dan pembaharuan di bidang agraria dan pertanahan serta menghendaki
terwujudnya pembangunan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan
pemerintahan pada saat itu lebih diupayakan untuk mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat sebagaimana telah digariskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Untuk itu, sangat perlu kiranya jika kita mengetahui serta memahami sejarah
yang melatar belakangi hingga dikeluarkannya kebijakan perundang – undangan oleh
pemerintah orde lama waktu itu mengenai Undang – undang pokok agrarian yang
kemudian menjadi acuan dan sekaligus mengganti peraturan – peraturan pertanahan yang
mengatur sebelumnya ( baik pada masa penjajahan Belanda, maupun pada masa
pendudukan Jepang).
2. Konsideran
Konsideran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Menimbang :
Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara agraris, bumi, air, dan ruang
angkasa sebagai karunia Tuhan YME.
Bahwa hukum agraria yang berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan
dan sendi sendi dari pemerintah jajahan sehingga bertentangan dengan kepentingan rakyat
dan negara didalam menyelenggarakan pembangunan nasional.
Bahwa hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme,yaitu berlakunya hukum
adat dan hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat.
Bahwa bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian
hukum.
Berpendapat :
Bahwa dalam pertimbangan diatas perlu adanya hukum agraria nasional yang
berdasar atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi
seluruh rakyat indonesia.
Bahwa fungsi bumi, air, dan ruang angkasa harus sesuai dengan kepentingan rakyat
Indonesia.
Bahwa hukum agraria nasional itu harus mewujudkan penjelamaan dari Ketuhahan
Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, sebagai atas
kerohanian negara dan cita-cita bangsa seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD.
Bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari Dekrit
Presiden Tanggal 5 Jui 1959, ketentuan dalam Pasal 33 UUD Dan Manifesto Politik RI
sebagaimana yang ditegaskan dalam pidato presiden RI Tanggal 17 Agustus 1960.
Bahwa perlu diletakkan sendi-sendi dan disusun ketentuan-ketentuan pokok baru
dalam bentuk uu yang akan merupakan dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional.
Memperhatikan :
Usul DPA sementara RI NO.1-/KPTSSSD/I/60, tentang Perombakan Hak Tanah dan
Penggunaan Tanah.
Mengingat :
A. Dekrit Presiden Tanggal 1 Juli 1959
B. Pasal 33 UUD
C. Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1960 (LN 1960-10) Tentang Penetapan Manifesto
Politik RI tanggal 17 Agustus 1959 sebagai GBHN dan amanat presiden tanggal 17
Agustus 1960
d. Pasal 5 jo 20 UUD dengan persetujuan DPR gotong royong
Memutuskan
Dengan mencabut :
1. Agrarische Wet sebagaimana yang termuat dalam Pasal 51 Wet Op De Staatsinrichting van
Nederlands Indie.1
2. a. "Domienverklaring" tersebut dalam pasal 1 "Agrarisch Besluit " (Staatsblad 1870 No.
118);
b. "Algemene Domienverklaring" tersebut dalam Staatsblad 1875 No. 119A;
c. "Domienverklaring untuk Sumatera" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1874 No.
94f;
d. "Domeinverklaring untuk keresidenan Menado" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad
1877 No. 55;
e. "Domienverklaring untuk residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo" tersebut
dalam pasal 1 dari Staatsblad 1888 No.58;
3. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (Staatsblad 1872 No. 117) dan peraturan
pelaksanaannya;
4. Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai
bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan
mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya Undang-undang ini;
Menetapkan : Undang-undang tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

PERTAMA
BAB I
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK.
Pasal 1
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam
ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya
serta yang berada dibawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat
(4) dan (5) pasal ini.
Pasal 2

1
https://dewaarka.wordpress.com/2011/03/28/rangkuman-konsideran-uu-no-5-tahun-1960-tentang-peraturan-dasar-pokok-
pokok-agraria/amp/, diakses pada 2 Oktober 2019 pukul 14.12
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai
yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang
untuk:
a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal
ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang
merdeka berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 3
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-
hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan
dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Pasal 4
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-
orang lain serta badan-badan hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang
yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-
peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
(3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan pula
hak-hak atas air dan ruang angkasa.
Pasal 5
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan
bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam
Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Pasal 6
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Pasal 7
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang
melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal 8
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur
pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa.
Pasal 9
(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan
bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.
(2) Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan
yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari
hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Pasal 10
(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada
azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan
mencegah cara-cara pemerasan.
(2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundangan.
(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan
perundangan.
Pasal 11
(1) Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang
angkasa serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur,
agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas
kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.
(2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana
perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin
perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.
Pasal 12
(1) Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam
rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong
lainnya.
(2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam
lapangan agraria.
Pasal 13
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian
rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai
dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-
organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat
diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang
perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria.
Pasal 14
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2)
serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu
rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
a) untuk keperluan Negara,
b) untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa;
c) untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain
kesejahteraan;
d) untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan
serta sejalan dengan itu;
e) untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat peraturan-
peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan
penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah
masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah
mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari,
Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari
Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 15
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah
kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum
dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
3. Tujuan Penyususnan Undang-undang Pokok Agraria
Tujuan UUPA sebagai tujuan Hukum Agraria Nasional yaitu:
a. Meletakkan dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional, yang akan merupakan
alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi Negara dan
rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur.

Dasar kenasionalan Hukum Agraria yang telah dirumuskan dalam UUPA adalah :
1) Wilayah Indonesia yang terdiri dari bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya merupakan satu kesatuan tanah air dari rakyat
Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
2) Bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia dan
merupakan kekayaan nasional. Untuk itu kekayaan tersebut harus dipelihara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
3) Hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bersifat abadi, sehingga tidak dapat
diputuskan oleh siapapun.
4) Negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa dan rakyat Indonesia diberi
wewenang untuk menguasai bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
5) Hak ulayat sebagai hak masyarakat hukum adat diakui keberadaannya,
pengakuan tersebut disertai syarat bahwa hak ulayat tersebut masih ada tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
6) Subjek hak yang mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, ruang
angkasa dan kekayaan dalam yang terkandung di dalamnya adalah warga Negara
Indonesia tanpa membedakan yang asli atau tidak asli. Badan Hukum pada
prinsipnya tidak mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, ruang
angkasa, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Tujuan ini merupakan kebaikan dari sistem/ciri Hukum Agraria Kolonial yaitu
Hukum Agraria Kolonial disusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari
pemerintahan jajahan (Hindia Belanda) yang ditujukan untuk kepentingan,
keuntungan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi pemerintah (Hindia Belanda),
orang-orang Belanda dan Eropa lainnya.
b. Meletakkan dasar-dasaruntuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum
pertanahan.2
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum agraria mengenaihak-
hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.3
4. Regulasi yang Dicabut
Tujuan dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah untuk mengakhiri peraturan-peraturan
peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang bersifat diskriminatif dan menindas
rakyat. UUPA dengan tegas mencabut beberapa peraturan di bidang hukum agraria yang
merupakan warisan penjajah, yaitu:
a. Pasal 51 Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie (S. 1925-447) yang salah
satu isinya adalah mengenai Agrarische Wet (S. 1870-55);
b. Pernyataan domein, yaitu:
1) Domeinverklaring yang terdapat dalam Pasal 1 Agrarisch Besluit (s. 1870-118);
2) Algemene Domeinverklaring (S. 1875-119a);
3) Domein Verklaring untuk Sumatera (S. 1874-94f);
4) Domein Verklaring untuk Keresidenan Menado (S. 1877-55);

2
http://maghihot.blogspot.com/2017/02/pengertian-sejarah-tujuan-dan-azas.html?m=1, diakses pada 2 Oktober 2019 pukul
14.59.
3
Ibid.
5) Domein Verklaring untuk Residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo (S. 1888-
58);
c. Koninklijk Besluit (S. 1872-117); dan
d. Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotek.4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sistematika (Kerangka Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
No. 5 Tahun 1960
tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
PERTAMA
BAB I
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK
Pasal 1
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah
bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam
ayat 2 pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya
serta yang berada di bawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas bumi dan air tersebut ayat 4 dan
5 pasal ini.
Pasal 2
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai
yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk :

4
https://www.jurnalhukum.com/peraturan-peraturan-kolonial-yang-dicabut-oleh-undang-undang-pokok-agraria/, diakses
pada 04 Oktober 2019 pukul 16.49.
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,
air dan ruang angkasa;
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-
perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 pasal
ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 3
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak-ulayat dan hak-
hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Pasal 4
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan-badan hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang
yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-
peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Pasal 5
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan
bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam
Undang-undang ini dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, segala sesuatau
dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Pasal 6
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Pasal 7
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang
melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal 8
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur
pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa.
Pasal 9
(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan
bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.
(2) Tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan
yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan
hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Pasal 10
(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada
azasnya diwajibkan megerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan
mencegah cara-cara pemerasan.
(2) Pelaksanaan daripada ketentuan dalam ayat 1 ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam peraturan
perundangan.
Pasal 11
(1) Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang
angkasa serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur,
agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat 3 dan dicegah penguasaan atas
kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.
(2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat di mana
perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin
perlindungan terhadap kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan
terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.
Pasal 12
(1) Segala usaha bersama dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam
rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong
lainnya.
(2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha-usaha dalam
lapangan agraria.
Pasal 13
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian
rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 ayat 3 serta menjamin bagi setiap warganegara Indonesia derajat hidup yang sesuai
dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-
organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat
diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial termasuk bidang
perburuhan, dalam usaha-usaha di lapangan agraria.
Pasal 14
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat 2 dan 3, pasal 9 ayat 2 serta
pasal 10 ayat 1 dan 2 Pemeritah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana
umum mengenai persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya :
a. untuk keperluan Negara;
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain
kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta
sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat 1 ini dan mengingat peraturan-peraturan
yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukkan dan penggunaan
bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-
masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat 2 pasal ini berlaku setelah
mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari
Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari
Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 15
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah
kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum
dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.5
2. Ketentuan Pokok dan Asas-asas Hukum Agraria
a. Ketentuan Pokok Hukum Agraria
Sebelum Undang-undang Pokok Agraria berlaku hukum agraria di Indonesia
bersifat dualistis, karena hukum agraria pada waktu itu bersumber pada Hukum Adat
dan Hukum Perdata Barat. Hukum
b. Asas-asas Hukum Agraria
1) Asas nasionalisme, menyatakan hanya warga Negara Indonesia saja yang
mempunyai hak milik atas tanah dan hubungan antara bumi dan ruang angkasa
tanpa membedakan laki-laki atau perempauan baik warga negara asli ataupun
keturunan.

5
Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
2) Asas dikuasai oleh Negara, menyatakan bahwa bumi, air dan ruang angkasa
beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara.
3) Asas hukum adat yang disaneer, menyatakan bahwa hukum adat yang sudah
bersih dari dari segi negatif dapat digunakan sebagai hukum agrarian.
4) Asas fungsi social, menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan
dengan norma kesusilaan dan keagamaan dan juga hak-hak orang lain serta
kepentingan umum.
5) Asas kebangsaan atau (demokrasi), menyatakan bahwa setiap warga negara
mempunyai hak milik tanah.

6) Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan) merupakan asas yang mendasari hukum
agraria.
7) Asas gotong royong, menyatakan bahwa segala usaha bersama berdasarkan
kepentingan bersama dalam rangka mewujudkan kepentingan nasional dalam
bentuk gotong royong.
8) Asas unifikasi, menurut asas ini Hukum Agraria disatukan menjadi satu Undang-
undang yang berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia.
9) Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel), menyatakan ada
pemisahan hak kepemilikan antara pemilik tanah dengan benda dan bangunan
yang ada di atasnya.
3. Substansi
Dalam hukum agraria UUPA dimuat tujuan, konsepsi, asas-asas, lembaga-
lembaga hukum dan garis-garis besar ketentuan pokok Hukum Agraria Nasional. Tujuan
UUPA adalah akan mewujudkan apa yang digariskan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945,
bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yang penguasaannya
ditugaskan kepada negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. UUPA menciptakan Hukum Agraria Nasional berstruktur tunggal,
berdasarkan atas Hukum Adat tentang tanah, sebagai hukum aslinya sebagian terbesar
rakyat Indonesia.
Hukum agraria Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dibentuk dalam rangka
melakukan perubahan, pembaharuan, dan terpenting adalah supremasi hukum. Agar hak-
hak rakyat lebih terjamin dan seperti yang dijelaskan dalam perintah untuk Undang-
undang Dasar 1945 semata-mata kemakmuran rakyat bagi seluruh rakyat Indonesia.6
4. Konversi Hak Atas Tanah
Dasar hukum konversi hak atas tanah terdapat di bagian Kedua Undang-undang
Pokok Agraria tentang Ketentuan-Ketentuan Konversi, yaitu pasal I hingga Pasal VIII.
Secara garis besar, konversi hak atas tanah terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat;
b. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia;
c. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas swapraja;
Berbagai jenis hak atas tanah tersebut kemudian dikonversi menjadi hak atas
tanah yang baru, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.
berikut ini penjelasan dari ketiga jenis konversi tersebut.
1) Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat

6
http://politikagraria.blogspot.com/2013/06/sejarah-hukum-agraria-undang-undang.html?m=1, diakses pada 6 Oktober 2019
pukul 00.02
Hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat terdiri dari beberapa jenis,
yaitu:
a) Hak eigendom, adalah hak untuk membuat suatu barang secara leluasa dan untuk
berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan
dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang
berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain. 3 Hak eigendom
merupakan hak yang paling sempurna. 4 Hak eigendom dapat dikonversi menjadi hak
milik, hak guna bangunan atau hak pakai. 5 Namun apabila terhadap hak eigendom
tersebut dibebani hak opstal atau hak erfpacht, maka konversinya harus atas
kesepakatan antara pemegang hak eigendom dengan pemengang hak opstal atau hak
erfpacht.
b) Hak opstal, adalah hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan tanaman-tanaman di
atas sebidang tanah orang lain (Pasal 711 KUH Perdata). 7 Hak opstal dapat
dikonversi menjadi hak guna bangunan.
c) Hak erfpacht, adalah hak untuk memetik kenikmatan seluas-luasnya dari tanah milik
orang lain dan mengusahakannya untuk waktu yang sangat lama (Pasal 820 KUH
Perdata). Hak erfpacht terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
i. Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar, dapat dikonversi menjadi hak guna
usaha. 10
ii. Hak erfpacht untuk perumahan, dapat dikonversi menjadi hak guna bangunan. 11
iii. Hak erfpacht untuk pertanian kecil, tidak dikonversi dan dihapus. 12
iv. Hak gebruik (recht van gebruik), adalah hak kebendaan atas benda orang lain bagi
seseorang tertentu untuk mengambil benda sendiri dan memakai apabila ada
hasilnya, sekedar buat keperluannya sendiri beserta keluarganya. 13 Hak gebruik
dikonversi menjadi hak pakai.
d) Bruikleen, adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyerahkan benda
dengan cuma-cuma kepada pihak lain untuk dipakainya dengan disertai kewajiban
untuk mengembalikan benda tersebut pada waktu yang ditentukan. 15 Bruikleen
dikonversi menjadi hak pakai.
2) Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia
Hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia terbagi menjadi tiga
jenis, yaitu:
a) Hak erfpacht yang altijddurend, adalah hak erfpacht yang diberikan sebagai pengganti
hak usaha di atas bekas tanah partikulir menurut S. 1913 – 702. 17 Hak ini dapat
dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan, tergantung
pada subyek hak dan peruntukannya.
b) Hak agrarische eigendom, adalah hak buatan semasa pemerintahan kolonial Belanda
yang memberikan kaum bumiputera suatu hak baru yang kuat atas sebidang tanah. 19
Hak agrarische eigendom juga dapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha
atau hak guna bangunan, sesuai dengan subyek hak dan peruntukannya. 20
c) Hak gogolan, adalah hak seorang gogol (kuli) atas komunal desa. Hak gogolan juga
sering disebut hak sanggao atau hak pekulen. 21 Hak gogolan dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
i. Hak gogolan yang bersifat tetap, apabila si gogol secara terus-menerus
mempunyai tanah yang sama dan tanah tersebut dapat diwariskan kepada ahli
warisnya.
ii. Hak gogolan yang bersifat tidak tetap, apabila gogol tersebut tidak secara terus-
menerus memegang tanah gogolan yang sama dan apabila ia meninggal dunia,
tanah gogolan kembali pada desa.
Terhadap tanah gogolan yang bersifat tetap dapat dikonversi menjadi hak milik.
Sedangkan terhadap tanah gogolan yang bersfat tidak tetap dapat dikonversi menjadi hak
pakai.
3) Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas swapraja
Daerah swapraja adalah daerah raja-raja semasa pemerintahan kolonial Belanda.
Terdapat beberapa jenis hak swapraja atas tanah:
a) Hak hanggaduh, adalah hak untuk memakai tanah kepunyaan raja. Di Daerah
Istimewa Yogyakarta, semua tanah adalah kepunyaan raja. sedangkan rakyat hanya
menggaduh saja. Hak hanggaduh dapat dikonversi menjadi hak pakai.
b) Hak grant, adalah hak atas tanah atas pemberian hak raja kepada bangsa asing. Hak
grant juga disebut geran datuk, geran sultan atau geran raja. Hak grant terdiri dari tiga
macam, yaitu:
i. Grant sultan, adalah hak milik untuk mengusahakan tanah yang diberikan oleh
sultan kepada para kaula swapraja. Hak ini dapat dikonversi menjadi hak milik,
hak guna usaha atau hak guna bangunan, sesuai dengan subyek hak dan
peruntukannya.
ii. Grant controleur, diberikan oleh sultan kepada bukan kaula swapraja. Hak ini
dikonversi menjadi hak pakai.
iii. Grant deli maatschappy, diberikan oleh sultan kepada deli maatschappy yang
berwenang untuk memberikan bagian-bagian tanah kepada pihak lain. 32
Terhadap konversi hak grant deli maatschappy, tidak terdapat ketentuan yang
mengaturnya. Namun menurut Boediharsono, hak ini dapat dikonversi menjadi
hak pakai karena sifatnya sama dengan hak grant controleur.
c) Hak konsesi dan sewa untuk perusahaan kebun besar. Hak konsesi untuk perusahaan
kebun besar adalah hak-hak untuk mengusahakan tanah swapraja yang diberikan oleh
kepala swapraja. Sedangkan hak sewa untuk perusahaan kebun besar adalah hak sewa
atas tanah negara, termasuk tanah bekas swapraja untuk dipergunakan sebagai
perkebunan yang luasnya 25 Ha atau lebih. Hak-hak ini dapat dikonversi menjadi hak
guna usaha.7

7
https://www.jurnalhukum.com/konversi-hak-atas-tanah/, diakses 6 Oktober 2019, pukul23.40
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian-uraianyang terdapat pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a. Salah satu tujuan inti dari dibentuknya Undang-undang Pokok Agraria adalah untuk
melakukan penyatuan dan penyederhanaan Hukum Agraria Nasional;
b. Regulasi yang dicabut adalah peraturan Agraria dari Belanda yang bersifat
diskriminatif dan menindas rakyat;
c. Ketentuan pokok Hukum Agraria yaitu berlakunya dualisme hukum, Hukum Perdata
Barat dan Hukum Adat sebelum diundangkannya Undang-undang Pokok Agraria
Nomor 5 Tahun 1960;
d. Substansi Hukum Agraria yaitu dibentuknya Undang-undang Pokok Agraria dalam
rangka melakukan perubahan, pembaharuan, dan terpenting adalah supremasi hukum.
Agar hak-hak rakyat lebih terjamin dan seperti yang dijelaskan dalam perintah
Undang-undang Dasar 1945 untuk semata-mata kemakmuran rakyat bagi seluruh
rakyat Indonesia;
e. Konversi Hak atas Tanah dasar hukumnya terdapat di bagian Kedua Undang-undang
Pokok Agraria tentang Ketentuan-Ketentuan Konversi, yaitu pasal I hingga Pasal
VIII. Berbagai jenis hak atas tanah tersebut kemudian dikonversi menjadi hak atas
tanah yang baru, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.
2. Saran
Sejak diundangkannya Undand-undang Pokok Agraria diharapakan adanya
kesatuan hukum agraria yang berlaku di Indonesia serta kedepannya diharapkan tidak ada
lagi undang-undang yang bercorak penjajahan.

Anda mungkin juga menyukai