Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Hukum Agraria

Hukum Agraria pasti berbicara tentang hukum soal tanah, demikian kebanyakan kita berpikir
mengenai agraria yang sering diperbincangkan. Karena istilah agraria memang identik dengan
persoalan tanah. Demikian pula dengan hukum agraria.

Ketika mendengarnya kita langsung menyamakan dengan pengaturan atas tanah berdasarkan
peraturan yang ada. Dan hal ini tidak sepenuhnya salah ketika mengidentikkan hukum tentang
tanah dengan hukum agraria.

Hukum Agraria dalam ilmu hukum sebenarnya memiliki pengertian yang lebih luas. Jika kita
buka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa “Agraria” berarti urusan
pertanahan dan atau tanah pertanahan serta urusan pemilikan atas tanah. Sedang dalam bahasa
inggris istilah agraria atau sering disebut dengan “agrarian” yang berarti tanah dan sering
dihubungkan dengan berbagai usaha pertanian.

Pengertian Hukum Agraria Menurut Para Ahli


Ada beberapa ahli hukum yang mengemukaakn pendapatnya mengenai hukum agraria, yaitu :

 Mr. Boedi Harsono

menyatakan bahwa Hukum agraria ialah suatu kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai
bumi, air dalam batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terdapat di dalam
bumi, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis.

 Drs. E. Utrecht SH

menyatakan bahwa Hukum agraria ialah sebagai hukum istimewa memungkinkan pejabat
administrasi bertugas mengurus permasalahan tentang agraria untuk melakukan tugas mereka.

 Bachsan Mustafa SH

menyatakan bahwa Hukum agraria ialah himpunan peraturan yang mengatur tentang bagaimana
para pejabat pemerintah menjalankan tugas mereka dibidang keagrariaan.

 W.L.G Lemaire
membicarakan hukum agraria adalah suatu kelompok hukum bulat yang meliputi bagian hukum
privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum administrasi negara.

Sumber Hukum Agraria


Berikut Ini Merupakan Hukum Agraria Tertulis Dan Hukum Agraria Yang Tak Tertulis.

1. Sumber Hukum Tertulis

 UUD ’45 (Undang-Undang Dasar 1945) yang termuat di Pasal yang ke 33 ayat 3.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi
merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin,
efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat
sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

 UU (Undang- Undang) Nomer 5 pada Tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar Pokok Agraria.
Sumber yang kedua ini juga disingkat sebagai UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria).

 Peraturan tentang pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria.Peraturan bukan pelaksanaan


Undang-Undang Pokok Agraria yang telah dikeluarkan pada tanggal 24 September tahun 1960
disebabkan oleh sebuah masalah yang harus diatur. Masalah tersebut dicontohkan seperti UU
51/Prp/1960 mengenai Larangan Pemakaian Tanah yang Tak Mendapat Izin Oleh Pemiliknya
atau Kuasanya.

 Peraturan Lama yang sementara waktu masih berlaku dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
pada pasal-pasal peralihan. Mengapa peraturan lama masih diberlakukan? Tujuan utama dari
diberlakukannya peraturan lama adalah guna mengisi kekosongan peraturan di masa transisi
antara peraturan lama dan dibuatnya peraturan yang baru. Adapun pasal yang mengatur
tentang adanya peraturan lama adalah :
o Pasal 56 UUPA. Pasal ini memberlakukan ketentuan adat masyarkat di sebuah wilayah
tertentu dan juga peraturan lain tentang hak milik atas tanah. Hal ini seperti yang telah
disebutkan pada Pasal 20 UUPA tentang hak milik. Ketentuan tersebut masih berlaku
sebelum adanya UU yang mengatur tentang hak milik.

o Pasal 57 UUPA. Pasal ini memberlakukan ketentuan tentang hipotik yang terdapat pada
KUH Perdata dan juga Credietverband. Kedua ketentuan itu masih tetap berlaku
sebelum adanya UU yang mengatur tentang hak tanggungan.

o Pasal 58 UUPA. Pasal ini memberlakukan peraturan lain tentang bumi serta air dan
sumber daya alam yang ada di dalamnya dan juga hak kepemilikan tanah selama tak
bertentangan dengan UUPA. Peraturan tersebut masih tetap berlaku sebelum peraturan
pelaksanaan UUPA belum dibentuk.

2. Sumber Hukum Agraria Yang Tak Tertulis

Hukum adat yang seirama dan sesuai dengan ketentuan yang ada di Pasal 5 UUPA, yakni :

 Tak bertentangan dengan kepentingan negara dan kepentingan nasional


 Berasaskan peraturan bangsa
 Beraraskan sosialisme Indonesia

 Berdasarkan pada peraturan yang telah tercantum dalam UUPA serta peraturan perundang-
undangan yang lain
 Mengindahkan unsur yang bersandar di hukum agama
 Hukum kebiasaan yang muncul setelah berlakunya UUPA yakni praktik administrasi dan
yurisprudensi.

Asas Hukum Agraria


Berikut Ini Merupakan Asas – Asas Hukum Agraria.
1. Asas nasionalisme

Asas nasionalisme menyatakan hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik
atas tanah dan hubungan antara bumi dan ruang angkasa tanpa membedakan laki-laki atau
perempauan baik warga negara asli ataupun keturunan.

2. Asas dikuasai oleh Negara

Asas dikuasai oleh Negara menyatakan bahwa bumi, air dan ruang angkasa beserta kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara.

3. Asas hukum adat yang disaneer

Asas hukum adat yang disaneer menyatakan bahwa hukum adat yang sudah bersih dari dari segi
negatif dapat digunakan sebagai hukum agrarian.

4. Asas fungsi social

Asas fungsi social menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan norma
kesusilaan dan keagamaan dan juga hak-hak orang lain serta kepentingan umum.

5. Asas kebangsaan atau (demokrasi)

Asas kebangsaan menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak milik tanah.

6. Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)

Asas non diskriminasi merupakan asas yang mendasari hukum agraria.

7. Asas gotong royong

Asas gotong royong menyatakan bahwa segala usaha bersama berdasarkan kepentingan bersama
dalam rangka mewujudkan kepentingan nasional dalam bentuk gotong royong.
8. Asas unifikasi

Menurut Asas unifikasi Hukum agraria disatukan menjadi satu UU yang berlaku bagi seluruh
Warga Negara Indonesia.

9. Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)

Asas pemisahan horizontal menyatakan ada pemisahan hak kepemilikan antara pemilik tanah
dengan benda dan bangunan yang ada di atasnya.

Ruang Lingkup Hukum Agraria

1. Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria, tidak memberikan pengertian agraria. Di dalamnya hanya memberikan penjelasan
tentang ruang lingkup agraria sebagaimana yang tercantum dalam konsidera (pasal-pasal maupun
penjelasannya). Bunyinya sebagai berikut:

 Hubungan hukum antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, ruang udara dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya.
 Hubungan hukum antara negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia dengan
bumi, air, ruang udara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

2. Ruang lingkup agraria menurut UUPA meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya. Ruang lingkup agraria menurut UUPA sama dengan ruang
lingkup sumber daya agraria / sumber daya alam menurut Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001
tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Ruang lingkup agraria /
sumber daya agraria / sumber daya alam dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Bumi

Pengertian bumi menurut Pasal 1 Ayat (4) UUPA adalah permukaan bumi, termasuk pula
tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan bumi menurut Pasal
4 Ayat (1) UUPA adalah tanah.
 Air

Pengertian air menurut Pasal 1 Ayat (5) UUPA adalah air yang berada di perairan
pedalaman maupun air yang berada di laut wilayah Indonesia. Dalam Pasal 1 angka 3
Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, disebutkan bahwa pengairan air
meliputi air yang terkandung di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang
terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, tetapi tidak meliputi air yang ada di
laut.

 Ruang Angkasa

Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 1 Ayat (6) UUPA adalah ruang di atas bumi
wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah Indonesia. Pengertian ruang angkasa
menurut Pasal 48 UUPA, ruang di atas bumi dan air yang mengandung tenaga dan unsur-
unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan
kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal lain
yang bersangkutan dengan itu.

 Kekayaan Alam

yang Terkandung di Dalamnya Kekayaan alam yang terkandung di dalam disebut bahan,
yaitu unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan, termasuk
batuan-batuan mulia yang merupakan endapan-endapan alam (Undang-Undang No. 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan).

Tujuan Hukum Agraria Nasional


Upaya untuk meletakan dasar bagi pendayagunaan obyek hukum agraria yaitu bumi, air, luar
angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada tahun 1960 telah diundangkan
UU
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan induk dan
dasar
politik dan hukum agraria nasional.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : 7 Subjek Hukum Internasional Beserta
Penjelasannya

UUPA dikatakan sebagai hukum agraria nasional karena UUPA memenuhi 2 kriteria yaitu :

1. Secara nasional formal dibuat oleh lembaga legislatif yaitu DPR bersama Presiden sebagai
pembentuk UU. Hal ini terdapat dalam konsideran UUPA dimana:

“hukum agraria colonial harus diganti dengan hukum agraria nasional yang disusun dalam
bahasa Indonesia, dibuat oleh pembentuk UU Nasional Indonesia dan berlaku dalam wilayah
Republik Indonesia.”

2. Secara nasional materiil:

Memiliki arti bahwa tujuan, asas dan isi harus sesuai dengan kepentingan nasional. Berdasarkan
Konsideran (Berpendapat huruf a s/d d) bahwa Hukum Agraria yang baru.

Konsepsi Hukum Agraria


Setidaknya ada lima kelompok yang membedakan tentang hukum agraria di Indonesia. Ada
hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan ataas tanah dalam arti bumi. Ada hak air yaitu
aturan hukum yang mengatur hak-hak atas air.

Ada hukum pertambangan atau hukum yang mengatur hak atas kekayaan alam yang terkandung
dalam air. Ada hukum perikanan yaitu hukum yang hak atas kekuasaan alam dalam air. Dan
hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa. Serta hukum kehutanan
adalah atuan yang mengatur hak-hak penguasaan atas hutan.

Konsepsi hukum agraria bersifat religius disamping hak bangsa Indonesia baik hak milik yang
mempunyai kedudukan paling tinggi yang meliputi seluruh tanah yang ada di Indonesia dan
bersifat abadi juga hak menguasai negara.
Seperti termaktub dalam pasal 33 UUD 1945 dan pasal 2 ayat 2 UUPA mengatakan bahwa
negara mengatur dan menyelenggarakan peruntukan pengguna, persediaan dan pemeliharaan
bumi, air dan ruang angkasa. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang, bumi, air dan ruang angkasa.

Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum
mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Jadi, kesimpulan dari hukum agraria adalah keseluruhan
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai agraria (pertanahan).

Hak – hak Penguasaan Atas Tanah


Pengertian “penguasaan” dan “menguasai” dapat dipakai dalam arti fisik dan yuridis. Juga
berapek perdata dan beraspek publik. Dalam UUD 1945 dan UUPA pengertian “dikuasai” dan
“menguasai” dipakai dalam aspek publik, seperti yang dirumuskan dalam pasal 2 UUPA.
Hierarkhi hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, yaitu:

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian, Rumus, Dan Satuan Energi
Listrik Beserta Contoh Soalnya Lengkap.

1. Hak Bangsa Indonesia yang disebut dalam pasal 1, sebagai hak penguasaan atas tanah yang
tertinggi, beraspek perdata dan publik;
2. Hak Menguasai dari Negara yang disebut dalam pasal 2, semata-mata beraspek publik;
3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dalam pasal 3, beraspek perdata dan publik;
4. Hak-hak perorangan/individual, semuanya beraspek perdata, terdiri atas:

 Hak-hak atas Tanah (pasal 4) sebagai hak-hak individual yang semuanya secara langsung
ataupun tidak langsung bersumber pada Hak Bangsa, yang disebut dalam pasal 16 dan 53.

1.
1. primer : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, yang diberikan oleh Negara,
dan Hak Pakai, yang diberikan oleh Negara (Pasal 16)
2. sekunder : Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, yang diberikan oleh pemilik tanah, Hak
Gadai, Hak Usaha Bagi-Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa dan lain-lainnya (pasal 37,41
dan 53)

 Wakaf, yaitu Hak Milik yang sudah diwakafkan pasal 49;


 Hak Jaminan atas Tanah yang disebut “Hak Tanggungan” dalam pasal 25, 33, 39 dan 51.

Jenis – Jenis Hak Tanah


Hukum Agraria Nasional membagi hak atas tanah dalam dua bentuk:

 Hak primer, hak yang bersumber langsung pada hak Bangsa Indonesia, dapat dimiliki
seorang/badan hukum (Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai);
 Hak sekunder, hak yang tidak bersumber langsung dari Hak Bangsa Indonesia, sifat dan
penikmatannya sementara (Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Menyewa
atas Pertanian).

Kemudian Pasal 16 UUPA hak atas tanah terbagi atas 7, yaitu: Hak Milik;(2) Hak Guna Usaha
(HGU); (3) Hak Guna Bangunan (HGB); (4) Hak Pakai; (5) Hak Sewa; (6) Hak Membuka
Hutan; (7) Hak Memungut Hasil Hutan; (8) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak
tersebut di atas yang akan di tetapkan dengan UU serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai
yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.
Pengertian Konflik Agraria
Konflik agraria adalah salah satu tema sentral wacana pembaruan agraria. Christodoulou (1990)
mengatakan, bekerjanya pembaruan agraria tergantung watak konflik yang mendorong
dijalankannya pembaruan.

Artinya karakteristik, perluasan, jumlah, eskalasi, dan de-eskalasi, pola penyelesaian dan
konsekuensi yang ditimbulkan oleh konflik-konflik agraria di satu sisi dapat membawa
dijalankannya pembaruan agraria (menjadi alasan obyektif dan rasional), di sisi lain menentukan
bentuk dan metode implementasi pembaruan sendiri.

Konflik agraria mencerminkan keadaan tidak terpenuhinya rasa keadilan bagi kelompok
masyarakat yang mengandalkan hidupnya dari tanah dan kekayaan alam lain, seperti kaum tani,
nelayan, dan masyarakat adat. Bagi mereka, penguasaan atas tanah adalah syarat keselamatan
dan keberlanjutan hidup. Namun, gara-gara konflik agraria, syarat keberlanjutan hidup itu porak-
poranda.

Komitmen politik untuk menyelesaikan segala konflik menjadi prasyarat yang tidak bisa ditawar.
Dalam kerangka politik hukum, sebenarnya kita sudah punya Ketetapan MPR RI No
IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Ketetapan MPR
ini dapat menjadi kerangka pokok upaya menyelesaikan aneka konflik agraria yang diwariskan
rezim masa lalu yang telah dan masih berlangsung hingga kini.

Anda mungkin juga menyukai