Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH HUKUM AGRARIA

ASAS-ASAS DALAM UU NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN


DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

NAMA : STEFFY TEGAR C.A.F.L


NIM : 2140050031
KELAS : C
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Lebih jauh lagi makalah ini
diharapkan bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Penulis merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman yang ada, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
berarti demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 23 November 2022

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah sebagai hak dasar setiap orang, keberadannya dijamin dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Penegasan lebih lanjut
tentang hal tersebut diwujudkan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005
tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Sesuai dengan
sifatnya yang multidimensi dan sarat dengan persoalan keadilan, permasalahan tentang dan
sekitar tanah seakan tidak pernah surut. Seiring dengan hal itu, gagasan atau pemikiran
tentang pertanahan juga terus berkembang sesuai dengan dinamika perkembangan
masyarakat sebagai dampak dari perkembangan di bidang politik, ekonomi dan sosial
budaya.
Sebagai karunia Tuhan sekaligus sumber daya alam yang strategis bagi bangsa, negara, dan
rakyat, tanah dapat dijadikan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup bangsa Indonesia
sehingga perlu campur tangan negara turut mengaturnya. Hal ini sesuai dengan amanat
konstitusional sebagaimana tercantum pada Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, yang
berbunyi: ”Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Tanah sebagai bagian permukaan bumi, mempunyai arti yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, baik sebagai tempat atau ruang untuk kehidupan dengan segala
kegiatannya, sebagai sumber kehidupan, bahkan bagi suatu bangsa, tanah merupakan unsur
wilayah dalam kedaulatan negara. Oleh karena itu tanah bagi bangsa Indonesia mempunyai
hubungan abadi dan bersifat magis religius, yang harus dijaga, dikelola dan dimanfaatkan
dengan baik.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, tanah telah menjadi salah satu bagian dari
pembangunan hukum terutama karena sumber daya tanah langsung menyentuh kebutuhan
hidup dan kehidupan manusia dalam segala lapisan masyarakat, baik sebagai individu,
anggota masyarakat dan sebagai suatu bangsa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Asas-Asas yang terkandung dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ASAS-ASAS YANG TERKANDUNG DALAM UU NO.5 TAHUN 1960
TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria yang dikenal dengan UUPA memuat beberapa asas pokok sebagai berikut:
1. Asas kenasionalan; asas ini tercermin dalam ketentuan Pasal 1, UUPA yang
menentukan: “bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari
seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia”. Seluruh bumi, air
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam
wilayah Republik Indonesia sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air
dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Bahwa
hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa adalah hubungan
yang versita abadi.
2. Asas Kekuasaan Negara; asas ini tercermin dalam ketentuan Pasal 2 ayat(1), (2), dan
(3) UUPA, yaitu antara lain dikatakan: “bahwa negara tidak perlu dan tidak pada
tempatnya sebagai pemilik tanah, negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh
rakyat (bangsa) pada tingkatan yang tertinggi untuk mencapai sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat Indonesia.
3. Asas pengakuan terhadap hak ulayat; asas ini tercermin di dalam ketentuan Pasal 3
UUPA yang menentukan “bahwa hak ulayat dari ketentuan-ketentuan hukum adat,
akan menundukkan hak pada tempat yang sewajarnya dengan syarat, bahwa hak
ulayat tersebut sepanjang kenyataannya masih ada dan harus sesuai dengan
kepentingan nasional dan negara serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan lain yang lebih tinggi.
4. Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial; asas ini tercermin dalam
ketentuan Pasal 6 UUPA yang menentukan bahwa “semua hak atas tanah berfungsi
sosial”. Dari ketentuan ini berarti bahwa hak atas tanah apa pun yang ada pada
seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (tidak
dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya. Apalagi kalau hal itu
menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus sesuai dengan
keadaannya dan sifat dari haknya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan
kebahagiaan yang mempunyai maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara.
5. Asas kebangsaan; asas ini tercermin dalam ketentuan Pasal 9 jo. Pasal 21 ayat (1)
dinyatakan: “bahwa hanya warga negara indonesia saja yang dapat mempunyai hak
milik atas tanah”. Selanjutnya dalam Pasal 26 ayat (2) dinyatakan bahwa perpindahan
hak milik kepada orang asing dilarang. Namun kepada orang asing tersebut dapat
mempunyai tanah dengan hak pakai (Pasal 42). Demikian pula bagi badan-badan
hukum hanya untuk badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah yang dapat
mempunyai hak milik, sedangkan lainnya dapat mempunyai hak-hak lainnya (Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai).
6. Asas persamaan hak; asas ini tercermin dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA. Dalam UUPA
tidak membedakan antara hak kaum pria dan hak wanita. Pasal 9 ayat (2) menyatakan
“bahwa tiap-tiap warga negara indonesia baik pria maupun wanita mempunyai
kesempatan untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat
dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”. 7. Asas perlindungan bagi
golongan warga negara yang lemah; Untuk memberikan perlindungan kepada warga
negara yang lemah ekonominya terhadap warga negara yang kuat telah diatur
beberapa ketentuan antara lain:
a. Dalam Pasal 11 ayat (1) diatur mengenai hubungan hukum antara orang/badan
hukum dengan bumi, air, dan ruang angkasa serta wewenangnya agar dicegah
penguasaan atas penghidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui ba- tas.
Sedangkan dalam ayat (3) jelas-jelas dinyatakan ada- nya perlindungan terhadap
kepentingan golongan yang ekonominya lemah.
b. Dalam Pasal 13 dinyatakan bahwa usaha-usaha yang bersifat monopoli dalam
lapangan agraria hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dan berdasarkan undang-
undang.
7. Asas perlindungan bagi golongan warga negara yang lemah; Untuk memeberikan
perlindungan kepada warga negara yang lemah ekonominya terhadap warga negara
yang kuat telah diatur beberapa ketentuan antara lain:
a. Dalam pasal 11 ayat (1) diatur mengenai hubungan hukum antara orang/badan
hukum dengan bumi, air, dan ruang angkasa serta wewenangnya agar dicegah
penguasaan atas penghidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas.
Sedangkan dalam ayat (3) jelas-jelas dinyatakan adanya perlindungan terhadap
kepentingan golongan yang ekonominya lemah.
b. Dalam pasal 13 dinyatakan bahwa usaha-usaha yang bersifat monopoli dalam
lapangan agraria hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dan berdasarkan
Undang-Undang.
8. Asas bahwa tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh
pemiliknya sendiri. Asas ini tercermin dalam ketentuan Pasal 13 jo. Pasal 17 UUPA.
Dalam Pasal 13 jo. Pasal 17 ditentukan batas minimum dan maksimun pemilikan/
penguasaan tanah pertanian. Kentetuan ini dijabarkan lagi dalam aturan
pelaksanaannya, yaitu UU No. 56 Tahun 1960. Ketentuan- ketentuan tersebut
bertujuan dalam rangka mencapai maksud dari asas tersebut.
9. Asas perencanaan; Asas mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan bangsa dan negara
tersebut di atas maka diatur dalam Pasal 14, yaitu diperlukan adanya rencana
(planning) mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air, dan ruang
angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan negara. Dengan adanya rencana
tersebut, maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur
sehingga membawa manfaat yang sebesar- besarnya bagi negara dan rakyat. Untuk
mencapai apa yang dimaksudkan dalam asas-asas tersebut di atas, maka di dalam
UUPA itu sendiri memuat ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA, yaitu:
a. “ Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
b. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi
wewenang untuk:
- Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan
penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut;
- Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air, dan ruang angkasa.
- Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengeani bumi, air, dan ruang angkasa.
Atas dasar ketentuan tersebut, maka negara sebagai organisasi kekuasaan yang
tertinggi diberikan wewenang untuk mengatur bumi, air, dan ruang angkasa, serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya agar dapat dipergunakan dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam rangka mencapai cita-cita bangsa
Indonesia, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Didalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk
perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun
masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan. Dalam pada itu hukum
Agraria yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya merupakan salah satu alat yang penting
untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur tersebut, ternyata bahkan sebaliknya,
dalam banyak hal justru merupakan penghambat dari pada tercapainya cita-cita diatas. Hal itu
disebabkan terutama:
a. karena hukum agraria yang berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan
dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi dipengaruhi
olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam
melaksanakan pembangunan semesta dalam rangka menyelesaikan revolusi nasional
sekarang ini;
b. karena sebagai akibat dari politik-hukum pemerintah jajahan itu hukum agraria
tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu dengan berlakunya peraturan-peraturan dari
hukum-adat disamping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum
barat, hal mana selain menimbulkan pelbagai masa'alah antar golongan yang serba
sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan Bangsa;
c. karena bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian
hukum.

Anda mungkin juga menyukai