Anda di halaman 1dari 34

ASAS

KENASIONALAN
(NASIONALITAS)
Hukum Agraria B
Kelompok 1
KELOMPOK 1
JODI ERLANGGA 175010100111046 MOHAMMAD ZUBAIR 195010100111042
M. ALFIAN NUZULY 175010101111173 MUH. ARI SIDQUL M 195010100111073
LAFIKASYA PUTERI 185010107111056 INDAH ALVIONITA SARI 195010100111075
HERRIZ INDERA I 185010107111168 IVAN BRIAN PRATAMA 195010100111078
FERI FARHAN 195010100111028 AZREL WILDANIS P 195010100111081
ANANTI EKA R 195010100111038 SITI AISYAH 195010100111084
BRIANTAMA AFIQ ASHARI 195010100111087
PENGERTIAN ASAS NASIONALITAS
→ Asas Nasionalitas adalah asas yang menghendaki bahwa hanya bangsa
Indonesia saja yang dapat mempunyai hubungan hukum sepenuhnya
dengan bumi, air , ruang angkasa , dan kekayaan yang terkandung di
dalamnya.
→ Asas Nasionalitas adalah asas yang menyatakan bahwa hanya warga
Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang
boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa
didalamnya dengan tidak membedakan antara sesama warganegara baik
asli maupun keturunan.
Asas Kenasionalan →
Pasal 1 Ayat (1), (2),
dan (3) UUPA:
Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan Tanah Air dari seluruh
rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia
Seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa
bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
Hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, dan ruang
angkasa termasuk dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang
bersifat pribadi.
Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat
Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Ini menunjukan bahwa
tanah bagi bangsa Indonesia mempunyai sifat komunalistik, artinya semua
tanah yang ada di dalam wilayah negara Republik Indonesia merupakan
tanah bersama rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
Tanah yang ada dalam wilayah negara Republik Indonesia menjadi hak bagi
bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata menjadi hak dari pemiliknya saja.
Demikian pula, tanah-tanah di daerah-daerah dan pulau-pulau tidaklah
semata-mata menjadi hak rakyat asli daerah atau pulau yang bersangkutan
saja.
NASIONALITAS NASIONALITAS NASIONALITAS
Tanah bagi bangsa Indonesia mempunyai sifat Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi,
religius, artinya semua tanah yang ada dalam air, serta ruang angkasa Indonesia adalah
negara Republik Indonesia merupakan karunia
bersifat abadi. Ini berarti bahwa selama rakyat
Tuhan Yang Maha Esa. Sifat religius ini
Indonesia yang bersatu sebagai bangsa
merupakan perwujudan dari dasar falsafah
negara, yaitu Pancasila, terutama sila Ketuhanan Indonesia masih ada dan selama bumi, air, dan
Yang Maha Esa merupakan amanah Tuhan Yang ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula,
Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Oleh maka dalam keadaan yang bagaimanapun tidak
karenanya, tanah harus digunakan dan ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat
diusahakan untuk sebesar-besar kemakmuran memutuskan atau meniadakan hubungan
rakyat, dalam arti terwujud kesejahteraan dan
tersebut.
kebahagiaan bagi generasi sekarang maupun
generasi yang akan datang.
Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945
Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang membahas masalah pertanahan ini,
menyebutkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kata “dikuasai” ini sangat penting, karena menyangkut hidup banyak orang.
Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa pada dasarnya negara (dalam hal ini
para aparatur negara) bukanlah sebagai pemilik tanah di indonesia (dalam
pengertian bumi dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya).
Negara hanya berstatus menguasai dan bukan memiliki,karena hak
memiliki seluruh bumi Indonesia itu berada di tangan seluruh rakyat
Indonesia,sehingga pemerintah harus bijak dalam mengeluarkan
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tanah,jangan sampai
peraturan-peraturan yang dibuat itu bertentangan dan tidak sejalan
dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam UUD.
Rumusan Pasal 33 ayat UUD 1945 menggunakan istilah “bumi” dan bukan
tanah. Hal ini menunjukan yang dimaksud bumi adalah bagian dari
permukaan bumi yang menjadi wilayah Indonesia. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan maksud dan makna yang terkandung dari Pasal 33 ayat 3 UUD
1945, maka pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (untuk selanjutnya ditulis
UUPA).
PASAL 21 AYAT (1) UUPA
Pasal 21 ayat (1) UUPA juga mencerminkan asas nasionalitas yang
menyatakan “Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.”
Yang berarti hanya WNI saja yang mempunyai hak milik atas tanah/ bangsa
Indonesia saja yang dapat mempunyai hubungan hukum sepenuhnya
dengan bumi, air , ruang angkasa , dan kekayaan yang terkandung di
dalamnya. Hal ini bermaksud sebagai pelindung bagi WNI untuk memiliki
sesuatu hak milik atas tanah di Indonesia, agar bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Prinsip Asas Nasionalitas di dalam UUPA

Pasal 1 UUPA menyatakan bahwa “semua tanah di seluruh wilayah negara Republik Indonesia merupakan
karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat Indonesia, yang telah bersatu menjadi Bangsa Indonesia”. Oleh
karena itu, setiap WNI diperbolehkan menguasai dan menggunakan tanah “kolektif” tersebut dengan hak
apapun sesuai dengan ketentuan hukum tanah, kecuali yang secara tegas tidak dimungkinkan oleh
peraturan yang bersangkutan, seperti Hak Pengelolaan.

Pasal 2 UUPA mengatur kekuasaan negara dalam hal menguasai sumber-sumber agraria seperti bumi, air,
ruang angkasa, termasuk kekayaan alam di dalamnya untuk kesejahteraan rakyat.

Pasal 9 UUPA mengatur dengan jelas bahwa hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan dengan
sumber-sumber agraria. Badan-badan hukum Indonesia juga memiliki hak atas tanah, tetapi untuk konteks
hak milik hanya badan-badan hukum tertentu yang telah diklasifikasikan di dalam PP Nomor 38 Tahun
1964 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.
Pada dasarnya, asas nasionalitas menjadi acuan tolak ukur di dalam UUPA dalam
hal hak kepemilikan atas tanah serta legitimasi negara dalam menguasai sumber-
sumber agraria untuk kesejahteraan rakyat. Telah dengan jelas tersirat bahwa
dalam hal hak kepemilikan atas tanah hanya WNI yang mempunyai hak tersebut,
tentu hal itu menutup kemungkinan WNA untuk memilikinya.

Penerapan prinsip nasionalitas juga menimbulkan konsekuensi seperti perbedaan


perlakuan antara WNI dengan WNA dalam hal kedudukan tanah, mengingat hal
tersebut sangat fundamental bagi rakyat Indonesia. Secara tekstual UUPA memang
dirancang agar pengelolaan agraria di Indonesia dapat berjalan berdikari dan
berdaulat tanpa ada intervensi pihak asing demi kesejahteraan rakyat, namun
dalam praktik seringkali masih timbul konflik Agraria.
Hak atas tanah diantaranya diatur pada Pasal 16
UUPA, meliputi hak milik, hak guna usaha (HGU),
hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak sewa, hak
membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan
hak-hak lainnya yang akan ditentukan dalam
undang-undang serta hak yang bersifat sementara
sebagaimana yang diatur pada Pasal 53 UUPA.
hak milik
→ HAK MILIK
Hak turun temurun, terkuat dan terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, yang dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain (Pasal 6 UUPA),
→ TURUN TEMURUN
Menunjukkan hak tersebut ada selama pemilik masih hidup, jika ia meninggal dunia, hak
tersebut dapat dialihkan kepada ahli warisnya.
→ TERKUAT
Hak miliknya lebih kuat dibandingkan hak atas tanah lainnya dan jangka waktu
kepemilikannya tidak terbatas
→ TERPENUH
Hak milik memberikan pemiliknya wewenang paling luas dibanding hak atas tanah lainnya.
Tidak berinduk kepada pada hak atas tanah lain, dan peruntukannya tidak terbatas selama
tidak ada pembatasan dari penguasa
Ketentuan mengenai pemberian hak milik atas tanah (baru) yang dikuasai oleh negara dan atas hak
pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 1999 tentang tata
cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan hak pengelolaan.
Pasal 22 UUPA menegaskan ada 3 hal yang menjadi dasar lahirnya hak milik atas tanah, yaitu:
Menurut Hukum Adat.
Karena Ketentuan Undang-Undang.
Karena Penetapan Pemerintah
Hak Milik atas Tanah dapat hapus atau hilang apabila:
1. Tanahnya menjadi tanah negara terjadi karena
a. Pencabutan hak
b. Dilepaskan dengan suka rela oleh pemiliknya
c. Dicabut untuk kepentingan umum
d. Tanahnya diterlantarkan
e. Tanahnya dialihkan kepada warga negara asing
2. Tanahnya Musnah
Ketentuan mengenai pemberian hak milik atas tanah (baru) yang dikuasai oleh negara dan atas hak
pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 1999 tentang tata
cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan hak pengelolaan.
Pasal 22 UUPA menegaskan ada 3 hal yang menjadi dasar lahirnya hak milik atas tanah, yaitu:
Menurut Hukum Adat.
Karena Ketentuan Undang-Undang.
Karena Penetapan Pemerintah
Hak Milik atas Tanah dapat hapus atau hilang apabila:
1. Tanahnya menjadi tanah negara terjadi karena
a. Pencabutan hak
b. Dilepaskan dengan suka rela oleh pemiliknya
c. Dicabut untuk kepentingan umum
d. Tanahnya diterlantarkan
e. Tanahnya dialihkan kepada warga negara asing
2. Tanahnya Musnah
CIRI-CIRI DAN SIFAT HAK MILIK

1.Wajib didaftarkan
2.Dapat beralih kepada ahli waris
3.Dapat dialihkan
4.Dapat diwakafkan
5.Turun Termurun
6.Dapat dilepaskan
7.Dapat dijadikan induk hak lain
8.Dapat dijadikan jaminan utang dengan hak tanggungan
HAK GUNA USAHA
PENGERTIAN
Hak yang diberikan oleh negara kepada perusahaan pertanian, perusahaan perikanan, perusahaan
peternakan, dan perusahaan perkebunan untuk melakukan kegiatan usahanya di Indonesia.(pasal 28
ayat (1),(2),(3) UUPA.
PIHAK YANG DAPAT MEMEGANG HGU (Pasal 30,31 UUPA)
Selain orang perorangan warga negara Indonesia tunggal, badan hukum yang didirikan menurut
ketentuan hukum Negara Republik Indonesia dengan dua syarat utama:
1. Didirikan menurut ketentuan hukum negara Republik Indonesia
2. Berkedudukan di Indonesia
JANGKA WAKTU
Diatur dalam pasal 29 UUPA, perpanjangan diatur lanjut pada PP No 40/1996 tentang HGU,HGB dan
Hak Pakai atas Tanah.
KEWENANGAN PEMBERIAN HGU
Pasal 8 dan pasal 13 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 tentang
pelimpahan wewenang pemberian dan pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara
HGU DAPAT BERALIH& HAPUS
HGU DAPAT BERALIH, menurut pasal 28 (3) UUPA, dan dipertegas oleh PP Nomor 40 Tahun 1996, khususnya
pasal 16 (2) karena:
1.Jual beli
2.Tukar Menukar
3.Penyertaan dalam Modal
4.Hibah
5.Pewarisan
HGU DAPAT HAPUS, Karena terjadi tujuh sebab (pasal 3,4 UUPA dan pasal 17 PP Nomor 40 Tahun 1996 yaitu:
1.Karena berakhirnya jangka waktu
2.Karena tidak terpenuhinya syarat pemegangnya
3.Karena pencabutan hak
4.Karena penyerahan suka rela
5.Karena diterlantarkan
6.Karena Kemusnahan tanahnya
7.Pemegang HGU tidak memenuhi syarat dan tidak melepaskannya kepada pihak yang memenuhi syarat
sidaf dan ciri HGU
1.Wajib di daftarkan
2.Dapat beralih kepada ahli waris
3.Dapat dialihkan
4.Jangka waktunya terbatas
5.Dapat dilepaskan oleh pemilik HGU sehingga menjadi
tanah negara
6.Dapat dijadikan jaminan utang dengan hak
tanggungan
hak guna bangunan
Pengertian
suatu hak yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk
dapat mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri,
baik tanah itu merupakan milik orang atau pihak lain maupun berupa
tanah yang langsung dikuasai negara (Pasal 35 - Pasal40 UUPA).

Jangka waktu hak guna bangunan paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang maksi-mal 20 tahun.
Sifat dan ciri hak guna bangunan
Hak atas tanah yang kuat, artinya tidak mudah hapus dan
mudahdipertahankan terhadap gangguan pihak lain.
Dapat beralih.
Jangka waktunya terbatas, artinya pada suatu waktu pasti berakhir.
Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hipotek atau
creditverband.
Dapat dilepaskan oleh pemegang hak, sehingga tanahnya menjadi milik
negara
Subyek Hak Guna Bangunan berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UUPA :
Warga Negara Indonesia.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
Hapusnya Hak Guna Bangunan (Pasal 40 Undang-Undang Pokok Agraria) :

Jangka waktu berakhir


Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
terpenuhi
Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.
Dicabut untuk kepentingan umum.
Tanahnya ditelantarkan.
Tanahnya musnah.
Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi
memenuhi syarat-syarat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan
atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
HAK PAKAI
Pengertian
Hak Pakai Atas Tanah berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UUPA adalah
hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain,
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian
pengelolaan tanah.
Jangka waktu
Menurut Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3) UUPA, hak pakai dapat diberikan selama
jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan
yang tertentu, dengan cuma-cuma, denganpembayaran atau pemberian jasa
berupa apapun, dan pemberian hak pakaitidak boleh disertai syarat-syarat yang
mengandung unsur-unsur pemerasan.
Subjek hukum Yang dapat mempunyai hak pakai (berdasarkan Pasal 42 UUPA) :
a.warga-negara Indonesia;
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c.badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
HAK SEWA
-Hak sewa untuk bangunan adalah suatu hak yang
memberikan wewenang bagi pemegangnya untuk
mempergunakan tanah milik orang lain guna
keperluannya mendirikan bangunan diatas tanah tersebut.
-SUBYEK: WNI, WNA yang berkedudukan di Indonesia,
atau perwakilan badan hukum asing di Indonesia
-Tidak adanya batasan waktu sewa
HAK MEMBUKA TANAH DAN HAK
MEMUNGUT HAIL HUTAN
•Menurut Boedi Harsono hak membuka tanah dan hak
memungut hasil hutan sebenarnya bukan hak atas tanah
dalam arti yang sesungguhnya. dikatakan demikian karena
kedua hal tersebut tidak memberi wewenang untuk
menggunakan tanah.
•Hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan
merupakan perwujudan dari hak ulayat.
•Tujuan dari dimasukkannya kedua hak ini ke dalam UUPA
adalah semata-mata untuk menselaraskan UUPA dengan
hukum adat.
•Pasal 46 ayat (2) menentukan bahwa penggunaan hak
memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya
memberikan hak milik kepada pengguna tersebut. Ketentuan
lebih lanjut mengenai hak memungut hasil hutan terdapat di
undang-undang pokok kehutanan.
•SUBYEK: WNI
HAK HAK ATAS TANAH YANG BERSIFAT
SEMENTARA
•Pengertian Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu
Hak atas tanah yang sifatnya sementara, dalam waktu
singkat diusahakan akan dihapus sebab mengandung
sifat-sifat pemerasan, feodal, dan yang tidak sesuai
dengan jiwa atau asas-asas UUPA.
•Macam-macamnya : hak gadai, hak usaha bagi hasil dan
hak menumpang. (Pasal 53 UUPA )
•Hak gadai merupakan suatu hak yang dipegang oleh seorang
kreditur yang memberikan wewenang kepada- nya untuk menguasai
tanah debiturnya dan turut menikmati atau mengambil hasilnya
selama si debitur itu belum dapat melunasi hutangnya.

•Hak usaha bagi hasil, yaitu hak yang memberikan wewenang kepada
seorang penggarap untuk dapat mengerjakan atau mengusahakan
tanah milik orang lain dengan memberikan sebagian tertentu dari
jumlah hasil tanah tersebut kepada pemiliknya menurut perjanjian.
•Hak menumpang, yaitu suatu hak yang
memberikan kewenangan kepada seseorang
atau suatu pihak untuk menumpang tinggal
di atas tanah milik orang lain baik dengan
menempati bangunan yang sudah ada
maupun dengan membangun sendiri bila
seandainya tersebut masih kosong.
Tujuan
Tujuan asas nasionalitas adalah memberikan batasan dalam lalu lintas
tanah yang mengakibatkan terdapat perlakuan yang berbeda atas benda
tanah dan benda bukan tanah. Hal ini dituangkan dalam Pasal 1 ayat (1)
UUPA yang menyatakan: “Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan
tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia”. Asas nasionalitas ini hanya memberikan hak kepada WNI dalam
pemilikan hak atas tanah, hal ini telah menutup kemungkinan WNA untuk
memiliki hak atas tanah di Indonesia. Dalam hal ini hak kepemilikan atas
tanah tertentu seperti hak milik (Pasal 21 UUPA), hak guna usaha (Pasal 30
ayat (1) UUPA) dan hak guna bangunan (Pasal 36 ayat (1) UUPA) di wilayah
Indonesia diperuntukkan hanya untuk WNI. Hal ini mengakibatkan bagi
WNA tidak diperkenankan memiliki hak atas tanah tersebut di wilayah
Indonesia.
TUJUAN
Pentingnya arti kepemilikan hak milik atas tanah ini, memberikan batasan
kepemilikan bagi WNA sebagaimana Djuhaendah Hasan dalam bukunya
mengatakan asas nasionalitas hanya memberikan hak kepada WNI dalam
pemilikan hak atas tanah, telah menutup kemungkinan WNA untuk
memilikinya. Asas nasionalitas ini dapat diartikan juga mengandung aspek
spiritual, bahwa tanah dalam peringkat tinggi sebagai benda yang sangat
penting hanya diperuntukkan bagi bangsa Indonesia saja, sehingga tanah
tidak dapat bebas menjadi obyek lalu lintas dunia usaha sebagaimana yang
berlaku bagi benda bukan tanah.
KESIMPULAn

Asas nasionalitas memiliki kedudukan yang sangat penting karena


mengatur kepentingan dan hak rakyat atas tanah di negara nya sendiri.
Asas ini hanya memberikan hak kepada WNI dalam kepemilikan hak atas
tanah. Asas nasionalitas bertujuan untuk memberikan batasan dalam
lalu lintas tanah yang mengakibatkan perlakuan yang berbeda atas
benda tanah dan bukan tanah. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengatur bahwa
segala kekayaan alam yang ada dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga negara dalam hal
ini hanya menguasai sehingga pemerintah dapat mengeluarkan
kebijakan dan aturan atas tanah yang menguntungkan rakyat, karena
pada dasarnya bumi Indonesia merupakan hak seluruh Rakyat Indonesia
Icons Page

Anda mungkin juga menyukai