Anda di halaman 1dari 13

ASAS-ASAS HUKUM AGRARIA

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengantar Tata Hukum Indonesia
Yang Diampu Oleh H. Bustamar, S. Ag., MH

Disusun Oleh :
Kelompok 7

Desmi : 1120010
Edisi Maulana Habilbullah : 1120014

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Agraria didalamnya memuat berbagai macam hak penguasaan atas tanah.
Beberapa hal penting yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah
penetapan tentang jenjang kepemilikan hak atas penguasaan tanah dan serangkaian
wewenang, larangan, dan kewajiban bagi pemegang hak untuk memanfaatkan dan
menggunakan tanah yang telah dimilikinya tersebut.
Beberapa pasal penting dalam hukum agraria yang berlandaskan Undang-Undang
Pokok Agraria atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 adalah tentang Hak Milik,
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa Bangunan, Hak Membuka
Tanah dan Memungut Hasil Hutan, Hak Guna Air, Hak Guna Ruang Angkasa, Hak
Tanah untuk Keperluan Sosial.
Tanah bagi kehidupan mengandung makna yang multidimensional. Karena makna
yang multidimensional tersebut ada kecenderungan, bahwa orang yang memiliki tanah
akan mempertahankan tanahnya dengan cara apapun bila hak-haknya dilanggar. Arti
penting tanah bagi manusia sebagai individu maupun negara sebagai organisasi
masyarakat yang tertinggi, secara konstitusi diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Agraria dan hukum Agraria?
2. Apa saja ruang lingkup hukum Agraria?
3. Apa saja yang termasuk Sumber hukum Agraria?
4. Apa saja Azas-azas dalam hukum Agraria?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Agraria dan Hukum Agraria
2. Untuk mengetahui ruang lingkup hukum agraria
3. Untuk mengetahui sumber hukum agraria
4. Untuk mengetahui azas-azas dalam hukum agrarian
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Agraria


Hukum agraria adalah keseluruhan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang
mengatur agrarian.
Menurut Black Law’s Dictionary, hukum agraria adalah hukum yang mengatur
kepemilikan, penggunaan, dan distribusi tanah pedesaan.
Yang dimaksud dengan agrarian adalah bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, bahkan sampai batas-batas tertentu termasuk juga ruang angkasa.
Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre berarti
tanah atau sebidang tanah . agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian.
Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian dalam arti
luas yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau
kulit bumi saja atau pertanian
Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga
ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Seluruh bumi, air, ruang angkasa dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai Negara, oleh karenanya Negara berwenang untuk:
1. Mengatur, menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, dan pemeliharaan terhadapnya.
2. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dengan bumi, air dan ruang
angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

2.2 Sejarah Hukum Agraria

Sebelum UUPA berlaku (sebelum tanggal 24 September 1960, hukum agrarian di


Indonesia bersifat dualistis, karena hukum agrarian pada waktu itu bersumber pada hukum
adat dan hukum perdata barat.
· Dari segi berlakunya, Hukum Agraria di Indonesia dikelompokkan menjadi dua, yaitu
pertama, Hukum Agraria Kolonial yang berlaku sebelum Indonesia merdeka, dan terus
berlaku hingga akhirnya disahkannya UUPA tahun 1960. Dan yang kedua adalah Hukum
Agraria Nasional setelah disahkannya UUPA tahun 1960.
Beberapa ketentuan hukum agraria pada masa kolonial beserta ciri dan sifatnya dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Sebelum tahun 1870
a. Pada masa VOC (Vernigde Oost Indische Compagnie)
VOC didirkan pada tahun 1602 – 1799 sebagai badan perdagangansebagai upaya guna
menghindari persaingan antara pedagang Belanda kala itu.VOC tidak mengubah struktur
penguasaan dan pemilikan tanah, kecuali pajak hasil dan kerja rodi. Beberapa kebijaksanaan
politik pertanian yang sangat menindasrakyat Indonesia yang ditetapkan oleh VOC, antara
lain :
1. Contingenten, yaitu pajak hasil atas tanah pertanian harus diserahkan kepada penguasa
kolonial (kompeni). Petani harus menyerahkan sebagian dari hasil pertaniannya kepada
kompeni tanpa dibayar sepeser pun.
2. Verplichte leveranten, yaitu suatu bentuk ketentuan yang diputuskan oleh kompeni dengan
para raja tentang kewajiban meyerahkan seluruh hasil panen dengan pembayaran yang
harganya juga sudah ditetapkan secara sepihak. Dengan ketentuan ini, rakyat tani benar-
benar tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak berkuasa atas apa yang mereka hasilkan.
3. Roerendiensten, yaitu keijaksanaan ini dikenal dengan kerja rodi, yang dibebankan kepada
rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian.

b. Masa Pemerintahan Gubernur Herman Willem Daendles (1800-1811)


Awal dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan tanah dengan penjualan tanah,
hingga menimbulkan tanah partikelir Tanah partikelir adalah tanaheigendomyang
mempunyai sifat dan corak istimewa.Yang membedakandengan tanaheigendomlainnya ialah
adanya hak-hak pada pamiliknya yang bersifat kenegaraan yang disebutlandheerlijke
rechtenatau hak pertuanan. Hak pertuanan, misalnya:
1. Hak untuk mengangkat atau mengesahkan kepemilikan sertamemberhentikan kepala-
kepala kampung/desa.
2. Hak untuk menuntut kerja paksa (rodi) atau memungut uang pengganti kerja paksa dari
penduduk;
3. Hak untuk mengadakan pungutan-pungutan, baik yang berupa uangmaupun hasil pertanian
dari penduduk;
4. Hak untuk mendirikan pasar-pasar;
5. Hak untuk memungut biaya pemakaian jalan dan penyebrangan;
6. Hak untuk mengharuskan penduduk tiga hari sekali memotong rumput untuk keperluan
tuan tanah, sehari dalam seminggu untuk menjaga rumah atau gudang-gudangnya dan
sebagainya.
Pada tanggal 24 September 1960 diundangkanlah Undang-undang No. 5 tahun 1960 melalui
lembaga Negara 1960 No. 104, yaitu undang-undang yang mengatur tentang agrarian, yang
diberi nama Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Dengan diberlakukannya UUPA sejak 24 September 1960 maka ada beberapa peraturan
tertuli9s yang mengatur tentang agrarian yang dinyatakan tidak berlaku lagi (dicabut).
Peraturan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. KUH Perdata, khususnya yang mengatur tentang hak eigendom, hak perpacht, hak postal
dan hak lainnya (Buku II KUH Perdata).
2. Agrarische Wet Staatsbald 1870 No. 55 sebagaimana yang termuat dalam pasal 51 IS.
3. Domein Verklaring, tersebut dalam keputusan agrarian (Agrarisch Besluit), Staatsblad
1870 No. 118.
4. Algemene Domein Verklaring, tersebut dalam Staatsblad 1875 No. 119 a.
5. Domein Verklaring untuk Sumatra, tersebut dalam pasal 1 Staatsblad 1874 No. 94 f dan
lain-lain.
Hukum agrarian baru disusun dengan dasar hukum adat sehingga hukum agrarian adat
mempunyai peran penting dalam sejarah lahirnya UUPA.
Dapat dikatakan bahwa hukum agrarian yang mengatur bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah hukum adat sejauh tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional dan Negara (Pasal 5 UUPA).
Tujuan hukum agrarian adalah:
a. Meletakkan dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang merupakan sarana untuk
mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi rakyat dan Negara, terutama rakyat
tani dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur.
b. Meletakkan dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum pertanahan.
c. Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
rakyat seluruhnya.

2.3 . Asas-Asas Hukum Agraria


1. Asas Kesatuan
Bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat
Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
2. Asas kepentingan Nasional
Asas ini tampak dari ketentuan pasal 2 ayat (1) dan (3) UUPA, yang pada
pokoknya menentukan bahwa seluruh wilayah Indonesia dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai Negara demi kemakmuran rakyat Indonesia
seluruhnya. Bahwa kepentingan nasional mendapat perhatian utama dari Negara.
3. Asas Nasionalisme
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja
yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan
bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita
serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.
4. Asas Manfaat
Bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hak atas tanah pertanian
pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif dengan
mencegah cara-cara pemerasan.
5. Asas dikuasai Negara
Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA).
6. Asas hukum adat yang disaneer
Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah
hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya
7. Asas gotong royong
Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas
kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi
atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat bersama-sama
dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria (pasal
12 UUPA)
8. Asas Unifikasi
Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI,
ini berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.
9. Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)
Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-
benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

2.4 . Hak-Hak Atas Tanah dalam UUPA


1. Hak Milik
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuhi yang dapat
dimiliki oleh orang dengan tanpa melupakan bahwa setiap hak itu mempunyai
fungsi social (Pasal 20 UUPA).
Turun temurun artinya bahwa pemegang hak milik dapat mewariskannya
kepada generasi penerusnya atau kepada orang yang dikehendakinya.
Terkuat, artinya bahwa hak milik adalah paling kuat dibandingkan dengan
hak-hak lainnya, seperti Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna Bangunan.
Terpenuhi, artinya bahwa pemegang Hak Milik itu dapat berbuat apa saja
terhadap haknya asal tidak merugikan diri sendiri maupun merugikan orang lain.
Hak milik dapat diperoleh dengan berbagai cara, yaitu sebagai berikut:
a. Dengan peralihan hak, misalnya dengan jual beli, pewarisan dan penghibahan.
b. Dengan ketentuan menurut hukum adat. Hak milik yang diperoleh dengan cara ini
dapat hak milik yang ada kaitannya dengan hak-hak ulayat yang membuka hutan
pada wilayah masyarakat tertentu dapat memperoleh hak setelah lama-kelamaan
statusnya menjadi Hak Milik orang yang membuka hutan itu.
c. Dengan penetapan pemerintah. Seseorang atau badan hukum yang mengajukan
permohonan hak milik kepada pemerintah, jika permohonan itu dikabulkan maka
atas dasar penetapan pemerintah, orang atau badan hukum itu memperoleh hak
milik.
d. Dengan ketentuan undang-undang artinya bahwa undang-undang menetukkan
tentang konversi hak atas tanah tertentu menjadi hak milik.
2. Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara (tanah Negara) dalam waktu tertentu, paling lama 25 tahun
sampai 35 tahun menurut jenis usahanya yang masih dapat diperpanjang lagi selama
25 tahun apabila diperlukan.
3. Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan
di atas tanah bukan milik sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan
apabila perlu dapat diperpanjang 20 tahun lagi (Pasal 35 ayat (1) dan (2) UUPA).
Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan dapat dihapus karena :
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum waktunya karena sudah tidak memenuhi syarat-syarat yang
harus dipenuhi.
c. dicabut oleh pemerintah untuk kepentingan umum.
d. dilepaskan oleh pemegang hak yang bersangkutan sebelum habis jangka
waktunya.
e. tanahnya ditelantarkan atau.
f. tanahnya musnah.
4. Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang langsung dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang atau kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat
yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang (Pasal 41 UUPA).
5. Hak Sewa
Hak sewa adalah hak seseorang atau suatu badan hukum untuk menggunakan
hak milik orang lian untuk keperluan bangunan dengan membayar sejumlah uang tertentu
sebagai uang sewa kepada pemilik tanah yang bersangkutan (Pasal 44 UUPA).
Hak sewa mempunyai sifat khusus,yaitu:
a. adanya kewajiban penyewa untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada
pemiliknya.
b. bersifat sementara
Hak Pakai dan Hak Sewa, jika tanahnya adalah tanah Negara biasanya berjangka
waktu 10 tahun.
Hak Pakai dan Hak Sewa dapat dimiliki oleh:
a. Warga Negara Indonesia
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
c. badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia.
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia (Pasal 42 dan 45
UUPA).
6. Hak Membuka Tanah
Hak membuka tanah adalah hak yang berhubungan dengan hak ulayat yaitu hak
yang dimiliki oleh warga atau anggota masyarakat hukum adat tertentu untuk membuka
tanah dalam wilayah masyarakat hukum adat tersebut.
7. Hak Memungut Hasil Hutan
Hak memungut hasil hutan adalah hak yang dimiliki oleh warga atau anggota
masyarakat hukum tertentu untuk memungut hasil hutan yang termasuk wilayah
masyarakat hukum tersebut.

2.5 Pendaftaran Tanah


Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
secara terus menerus , berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan , pengolahan,
pembukuan dan pengujian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis dalam bentuk peta dan
daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Data fisik adalah keterangan atas letak, batas, luas, dan keterangan atas bangunan.
Persil adalah nomor pokok wajib pajak.
Korsil adalah klasifikasi atas tanah.
Data yuridis adalah keterangan atas status hokum bidang tanah dan satuan rumah susun yang
didaftar pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban lain yang membebaninya
Dasar hukum pendaftaran tanah :
UUPA pasal 19, 23, 32, dan pasal 38.
PP No 10/1997 tentang pendaftaran tanah dan dig anti dengan PP No 24/1997
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3 PP 24/1997 yaitu
memberikan kepastian hukum atas hak-hak atas tanah meliputi :
Kepastian hokum atas obyek atas atas tanahnya yitu letak, batas dan luas.
Kepastian hokum atas subyek haknya yaitu siapa yang menjadi pemiliknya (perorangan dan
badan hukum)
Kepastian hokum atas jenis hak atas tanahnya (hak milik, HGU, HGB)
Tujuan pendaftaran tanah (pasal 3 PP 24 Tahun 1997)
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah
dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang mudah
terdaftar.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan
yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki
dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Satuan rumah susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara
terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.
Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk
pemakaian bersama dalam satuan-satuan rumah susun.
Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang
dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.
Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak
terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan
umum menurut syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
4. Tujuan wakaf (pasal 4 UU No. 41/2004) yaitu memanfaatkan harta benda wakaf sesuai
dengan fungsinya.
5. Fungsi wakaf (pasal 5) yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Soejono. 1998, Prosedur Pendaftaran Tanah Hak Milik, Hak Sewa Bangunan,
Hak Guna Bangunan. Jakarta, Rineka Cipta.
Harsono, Budi. 2005, Hukum Agraria Indonesia, Seajarah Pembentukan UUPA, Jakarta:
Djambatan.
Moloeng, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Perangin, Effendi. 1994, Hukum Agraria di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai