Anda di halaman 1dari 12

NAMA : DIVA AZZAHRA MAHARANI dan AUDRY NELSA HERFIANDRI

NIM : 210710101196 dan 210710101174

KELAS : HUKM AGRARIA – E

PENGATURAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

ABSTRAK

Hukum Agraria merupakan salah satu hukum terpenting di Indonesia. Hukum Agraria
di masa kolonial dulu bernama Hukum Tanah dan berubah menjadi Hukum Agraria
setelah Indonesia merdeka. Hukum Agraria adalah hukum (aturan) yang mengatur
perihal pertanahan baik segala benda yang berada di atas tanah ataupun di bawah
tanah. Hukum agraria merupakan salah satu aspek hukum yang terdapat di Negara
Republik Indonesia. Pasal-pasal yang terkandung dalam hukum agraria diatur dalam
undang- undang pokok agraria (UUPA). Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
merupakan peraturan perundang-undangan yang meliputi bumi, air dan ruang
angkasa. Bumi (tanah) dalam pengertian permukaan bumi merupakan salah satu objek
hukum yang menjadi perhatian dari masyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwa data
kepemilikaan dari setiap tanah di Indonesia masih belum jelas. Berdasarkan
ketidakjelasan tersebut maka dilaksanakannya pendaftaran tanah di Indonesia.
Pendaftaran di Indonesia diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria atau UUPA dan
juga peraturan di bawahnya yakni Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran tanah. Dalam pasal 19 Undang Undang Pokok Agraria , dinyatakan bahwa
tujuan dilaksanakkannya pendaftaran tanah di Indonesia adalah kepastian hukum.
Didasari dari tujuan pendaftaran tanah tersebut maka sudah selayaknya untuk
diberikan jaminan secara penuh dari Negara pada sertifikat kepada para pemegang
sertifikat hak atas tanah tersebut. Demikian juga dinyatakan dalam pasal 2 dan pasal 3
dari PP No. 24 tahun 1997. Dalam pasal 3 dinyatakan kesamaan dengan bunyi dari
pasal 19 ayat 1 UUPA yakni tujuan utama pendaftaran tanah adalah kepastian
hukum. Hukum adat mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan
hokum agraria nasional terkhusus Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun
1960. Sebelum lahirnya pengaturan agraria nasional hukum adat menjadi hukum yang
mengatur dalam masyarakat. Pembentukan hukum agraria nasional mempunyai
kedudukan yaitu hukum adat sebagai dasar utama hukum agraria nasional dan hukum
adat sebagai pelengkap agar tidak terjadinya kekosongan hukum apabila hukum
tertulis yang sudah ada dianggap belum lengkap dan selesai. Dengan pemberian
kedudukan hukum adat sebagai dasar pembentukan hukum agrarian nasional dapat
disimpulkan bahwa hukum adat diakui eksistensinya dalam perkembangan hukum
agraria nasional.

KEYWORDS : agraria, pengaturan tanah, sistem hukum


A.PENDAHULUAN

Secara Etimologi , Hukum adalah seperangkat aturan tingkah laku manusia


yang berlaku dalam masyarakat, sedangkan Agraria artinya tanah,ladang,tanah
pertanian,segala, yang berkaitan dengan tanah. Jadi Hukum Agraria adalah
keseluruhan peraturan hidup manusia atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur
masalah agraria. Dimana undang-undang yang mengatur tentang dasar-dasar dan
ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria
nasional di Indonesia di sebut dengan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA). Di
mana Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) meletakkan dasar-dasar untuk
memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Walaupun obyek pengaturan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) meliputi bumi,
air, ruang angkasa, dan kekayaan alam, namun bidang pertanahan merupakan bagian
utama pengaturan hukum agraria. Hampir semua pasal dalam Undang Undang Pokok
Agraria (UUPA) mengatur tentang tanah.

Sebelum Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diundangkan, maka yang


berlaku terhadap hukum agraria nasional adalah hukum agraria Belanda. Hukum
Agraria Kolonial yang pernah diterapkan di Indonesia menimbulkan implikasi
ketidakadilan dan ketidakpastian hukum bagi masyarakat terutama golongan Bumi
Putera. Dari sinilah munculnya dualisme hukum di Indonesia di samping berlakunya
hukum agraria menurut hukum barat (berdasarkan KUH-Perdata dan Agrarische Wet
Stb. 1870 No. 55) juga berlaku hukum adat sebagai hasil dari perlawanan yang
dilakukan oleh orang-orang pribumi maupun orang-orang asing yang bersimpati
terhadap rakyat Indonesia pada masa itu. Telah banyak literatur tentang hukum agraria
Indonesia yang membahas mengenai sejarah hukum agraria Indonesia baik pada masa
sebelum kemerdekaan, masa kemerdakaan maupun masa pasca kemerdekaan bangsa
Indonesia. Oleh karenanya, pada bagian ini secara spesifik hanya akan menceritakan
sejarah pembentukan sampai dengan disahkannya UUPA menjadi hukum agraria
nasional Indonesia.

Istilah agraria berasal dari kata akker (bahasa Belanda), agros (ba-hasa Yunani)
berarti tanah pertanian, agger (bahasa Latin) berarti ta-nah atau sebidang tanah,
agrarius (bahasa Latin) berarti perladangan, persawahan, pertanian, agrarian (bahasa
Inggris) berarti tanah untuk pertanian. Dalam Black's Law Dictionary disebutkan
bahwa arti agrarian adalah relating to land, or to a division or distribution of land; as an
agrarian laws. Menurut Andi Hamzah, agraria adalah masalah tanah dan semua yang
ada di dalam dan di atasnya. Menurut Subekti dan R.Titrosoedibio, agraria adalah
urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya. Apa yang ada di dalam
tanah misalnya batu, kerikil, tambang, sedangkan yang ada di atas tanah bisa berupa
tanam-an, bangunan. Pengertian agraria menurut And Hamzah, dan Subekti dan R.
Titrosoedibio mirip dengan pengertian real estate yang dikemukakan oleh Arthur P.
Crabtree, yang menyatakan bahwa hak milik (property) dibagi menjadi dua macam,
yaitu:

a. real property 
b. personal property

Real property juga disebut real estate. Real estate adalah tanah dan segala sesuatu
yang secara permanen melekat pada tanah (real estate is land and everything that is
permanently attached to it land). Real estate selama sesuatu (benda) itu terletak di atas
tanah (melekat pada tanah). Sedangkan Personal property sesuatu (benda) itu terlepas
dari tanah.

 Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan sebagian besar penduduknya


bekerja pada bidang pertanian. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki
lahan pertanian yang luas, sumber daya alam beraneka ragam dan berlimpah. Di
negara agraris pertanian mempunyai peranan yang sangat penting baik di sektor
pemenuhan kebutuhan pokok, selain itu pertanian berperan besar dalam mendongkrak
sektor sosial, sektor perekonomian dan perdagangan. Dengan semakin bertambahnya
jumlah penduduk maka kebutuhan pokok atau pangan akan semakin meningkat
sehingga secara langsung berdampak pada meningkatnya perekonomian petani dan
kesejahteraannya ikut terdongkrak, sehingga petan-petani di Indonesia bisa merasa
hidup berkecukupan dan sejatera. Dengan logika seperti itu otomatis akan membuat
banyak orang tertarik dan berbondong-bondong untuk menjadi petani termasuk anak
mudanya. 

Dalam rangka mengatur hubungan hukum antara manusia dengan tanah (agraria
dalam arti sempit), atau hubungan manusia dengan BARKA (agraria dalam arti luas),
maka memerlukan suatu perangkat hukum tersendiri. Perangkat hukum tersebut
adalah hukum agraria. Soedikno Mertokusumo berpendapat bahwa hukum agraria
adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur agraria. Bachsan Mustofa menjabarkan bahwa kaidah hukum agraria
tertulis berbentuk peraturan perundangundangan yang dibuat oleh negara, sedangkan
kaidah hukum tidak tertulis adalah hukum agraria dalam bentuk hukum adat yang
dibuat oleh masyarakat serta hidup, tumbuh dan berkembang sekaligus berlaku dan
dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Yan Pramadya Puspa
menguraikan pengertian hukum agraria, agrarisch recht (Belanda), Agrarian Law
(Inggris) sebagai ketentuan-ketentuan keseluruhan dari hukum perdata, hukum tata
negara, dan hukum adminitrasi negara (tata usaha negara) yang mengatur hubungan-
hubungan antara orang (termasuk badan hukum) dengan bumi, air dan ruang angksa
di seluruh wilayah negara dan mengatur pula wewenangnya.  Boedi Harsono
berpendapat bahwa hukum agraria tidak hanya terbatas pada satu perangkat hukum
saja, melainkan satu kelompok hukum yang terdiri dari berbagai bidang hukum yang
masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu
yang termasuk dalam pengertian agraria. Bidang-bidang hukum dimaksud yaitu antara
lain: 

a. Hukum tanah, mengatur tentang hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti
permukaan bumi. 

b. Hukum air, mengatur tentang hak-hak penguasaan atas air. 

c. Hukum pertambangan, mengatur tentang hak-hak penguasaan atas bahan-bahan


galian yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Pokok Pertambangan. 

d. Hukum perikanan, mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang


terkandung di dalam air. 
e. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa, mengatur
hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang
dimaksudkan oleh Pasal 48 Undang Undang Pokok Agraria (UUPA).

Secara ringkas, hukum agraria dapat didefenisikan sebagai


kumpulan/himpunan petunjukpetunjuk/kaedah berupa perintah dan larangan tertulis
maupun tidak tertulis mengatur tata tertib hubungan dengan bumi (tanah, air, dan
ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya). Dengan arti kata
lain, bahwa objek kajian hukum agraria tidak hanya membahas tentang bumi dalam
arti sempit yaitu tanah, akan tetapi membahas juga tentang pengairan, perikanan,
kehutanan, serta penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.

B. PEMBAHASAN

1. KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM PEMBANGUNAN HUKUM AGRARIA


DI INDONESIA

Dalam rangka membangun Hukum Tanah Nasional, Hukum Adat merupakan


sumber utama untuk memperoleh bahan-bahannya , yaitu : konsepsi, asas-asas dan
lembaga-lembaga hukumnya untuk dirumuskan menjadi norma norma hukum yang
tertulis yang disusun menurut sistem Hukum Adat.

Pasal 5 Undang Undang Pokok Agraria atau UUPA “ Hukum Agraria yang
berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang
tercantum dalam undang-undang ini Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) dan
dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-
unsur yang bersandar pada hukum agama” . Isi Pasal di atas menyatakan bahwa
Hukum Tanah Nasional kita berdasar pada hukum adat. Hukum adat berfungsii
sebagai sumber utama dalam pembangunan hukum tanah nasional di Indonesia.

Setelah berlakunya Undang Undang Pokok Agratia atau UUPA di Indonesia


membawa banyak perubahan terhadap segala hal yang bersangkutan dengan tanah
adat. Jual beli tanah adat dan hak ulayat. Hak ulayat ialah hak penguasaan tertinggi
dalam masyarakat hukum adat tertentu atas tanah yang merupakan kepemilikan
bersama para warganya. Hak Ulayat pun akhirnya diatur kembali atau diakui kembali
yang diundangkan di dalam Pasal 3 Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) yang
berbunyi, “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 2
pelaksanaan Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa itu dati masyarakat-masyarakat
hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.1 Penjelasan Pasal di atas ialah hak ulayat
ataupun hak yang serupa yang berasal dari masyarakat hukum adat masih diakui
selama dalam penerapannya di masyarakat memang masih ada. Dapat dikatakan
1
Journal Review of Justicia Vol.1 Issue.1, Maret 2019 (66-76)
seperti itu dikarenakan perubahan zaman saat ini memunculkan sifat individualisme.
Sifat individualisme ini menumbuhkan hak-hak yang bersifat perseorangan yang
mengakibatkan menipisnya hak-hak ulayat.

Disamping perkembangan zaman dan menyebabkan menipisnya hak-hak ulayat


atau yang bersifat kebersamaan, Hukum Adat tetap  menjadi dasar atau sumber utama
dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional . Hukum Adat yang digunakan dalam
pembangunan Hukum Tanah Naisonal menggunakan beberapa azas, yaitu :

a. Asas Religiusitas

Seluruh bumi,air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang


tekandung di dalamnya dalam wilayah NKRI sebagai karunia Tuhan YME.

b. Asas Kebangsaan 

Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat
Indonesia yang bersatu menjadi bangsa Indonesia. Dalam arti lain bersifat
abadi. 

c. Asas Demokrasi 

Terdapat dalam Pasal 9 Ayat 2 UUPA. Setiap warga negara (laki-laki atau
perempuan) mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak
atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik untuk diri sendiri
ataupun untuk keluarganya.

d. Asas Kemasyarakatan, Pemerataan , dan Keadilan Sosial

Asas ini memiliki maksud dalam penyelenggaraan kesejateraan sosial


harus menekankan aspek pemerataan, tidak diskriminatif dan keseimbangan
antara hak dan kewajiban.

e. Asas Penggunaan dan pemeliharaan tanah secara berencana

Asas ini diperuntukan agar perlu diadakannya suatu rencana mengenai


peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi,air dan ruang angkasa untuk
berbagai kepentingan rakyat dan negara.

f. Asas Pemisahan Horizontal Tanah

Menurut azas ini bangunan dan tanaman bukan merupakan bagian dari
tanah. Maka hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi kepemilikan
bangunan dan tanaman yang ada di atasnya.

2. TUJUAN PENGATURAN TERHADAP HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

Tanah adalah aset bangsa Indonesia yang merupakan modal dasar


pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, pemanfaatannya
didasarkan pada prinsip-prinsip dan berkembang di masyarakat Indonesia. Dalam hal
ini harus dihindari adanya upaya menjadikan tanah sebagai barang dagangan,
spekulasi, dan hal lain yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang terkandung
dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. ,Hukum dan kebijakan pertanahan yang ditetapkan
oleh penjajah senatiasa diorentasikan pada kepentingan dan keuntungan mereka
penjajah, yang pada awalnya melalui politik dagang. Mereka sebagai penguasa
sekaligus merangkap sebagai pengusaha menciptakan kepentingan-kepentingan atas
segala sumber-sumber kehidupan di bumi Indonesia yang menguntungkan mereka
sendiri sesuai dengan tujuan mereka dengan mengorbankan banyak kepentingan
rakyat Indonesia.2 Hukum agraria kolonial memiliki sifat dualisme hukum, yaitu
berlakunya hukum tanah adat bagi orang-orang bumiputra dan berlakunya hukum
tanah barat bagi orang-orang eropa atau timur asing. Hukum tanah barat yaitu hukum
yang mengatur hubungan hukum atau hak-hak penguasaan atas sebagian tanah-tanah
di Indonesia, yang disebut dengan tanah-tanah hak barat. Sedangkan hukum tanah
adat ialah hak hak penguasaan atas sisa tanah diluar tanah barat atau tanah Indonesia. 

Indonesia mengatur hukum agraria dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang
berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. 3 Pasal
tersebut mengandung permintaan kepada negara agar bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya agar diletakkan dalam penguasaan negara. Kekayaan
tersebut digunakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
Indonesia.4 Negara Kepulauan Republik Indonesia atau NKRI didalamnya memiliki
susunan kehidupan perekonomiannya masih bercorak agraria, bumi, air, dan ruang
angkasa yang merupakan anugrah dari Yang Maha Esa. Dimana hal tersebut harus
dijaga demi terjaganya kelangsungannya. Saat ini bahkan terjadi sebaliknya, di
masyarakat justru banyak penghalang untuk terciptanya cita-cita bangsa tersebut.
Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan terhambatnya kelangsungan agraria di
Indonesia :

a. Hukum agraria yang berlaku saat ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan
dan sendi sendi dari pemerintah jajahan. Sebagian lainnya masih dipengaruhi
oleh penjajah sehingga, bertentangan dengan kepentingan masyarakat dan
negara di dalam melaksanakan pembangunan semesta ini dalam rangka
menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini.
b. Sebagian akibat dari politik-hukum pemerintahan jajahan itu hukum agraria
tersebut mempunyai sifat dualisme. Dualisme yaitu berlakunya peraturan-
peraturan dari hukum adat di samping peraturan-peraturan yang
didasarkan atas hukum barat. Hal ini selain menimbulkan berbagai masalah
antar golongan, juga tidak sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
c. Menurut rakyat hukum agraria penjajah tidak menjamin kepastian hukum.

Terdapat beberapa upaya yang dilakukan pemerintah indonesia untuk menyesuaikan


hukum agraria kolonial dengan kebutuhan setelah indonesia merdeka, yaitu :

a. menggunakan kebijaksanaan dan tafsir baru


b. penghapusan hak hak konvensi
c. penghapusan tanah pertikeler
2
Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, PT Fajar Interpratama Offset,
Jakarta, 2009, Hal 24
3
putusan Nomor 58/PUU-VI/2008
4
Joyo Winoto, Reforma Agraria dan Keadilan Sosial, (Jakarta : UI,2007), hlm.14
d. perubahan peraturan persewaan tanah rakyat
e. peraturan tambahan untuk mengawasi pemindahan hak atas tanah
f. peraturan dan tindakan mengenai tanah-tanah perkebunan
g. kenaikan canon dan ciji
h. larangan dan penyelesaian soal pemakaian tanah tanpa izin
i. peraturan perjanjian bagi hasil
j. peralihan tugas dan wewenang.

Hukum agraria yang baru itu harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi
bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksudkan diatas dan harus sesuai pula
dengan kepentingan rakyat dan Negara serta memenuhi keperluannya. Menurut
permintaan zaman dalam segala soal agraria. Lain dari itu hukum agraria nasional
harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian, Negara dan cita-cita
Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan
dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan dari pada
ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada
haluan Negara yang tercantum didalam Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal
17 Agustus 1959 dan ditegaskan didalam Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960.
Demikianlah maka pada pokoknya tujuan Undang-undang Pokok Agraria ialah sebagai
berikut :

1. meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan


merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi
Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan
makmur.

2. meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam


hukum pertanahan.

3. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak


atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Kebijkan hukum pertanahan adalah bagian dari kebijakan-kebijkan negara, sebagai


sistem norma kebijkan hukum pertanahan tidak hanya dipergunakan untuk mengatur
dan mempertahankan pola tingkah laku yang sudah ada, melainkan lebih sekedar itu.
Hukum pertanahan seharusnya juga diperlakukan sebagai sarana pengarah dalam
merealisasikan kebijakan negara dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, kebijkan,
pertanahan dan keamanan nasional.5 Reaktualisasi nilai-nilai pancasila dalam reforma
sangat diperlukan. Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat harus dapat terintregasi
dalam pembentukan atau pembangunan hukum. Kebijakan hukum pertanahan yang
diterapkan ditengahtengah masyrakat harus lebih menjiwai dan dijiwai oleh masyrakat
itu sendiri, sehingga hukum bukanlah sesuatu yang asing ditengah-tengah masyrakat. 6

Maka dari itu, dengan adanya pembentukan hukum agraria nasional


mempunyai kedudukan yaitu hukum adat sebagai dasar hukum agraria nasional dan
hukum adat sebagai pelengkap agar tidak terjadinya kekosongan hukum apabila
hukum tertulis yang sudah ada dianggap belum lengkap dan selesai.
5
Ibid, hal 75
6
Ibid, hal 75
3. DASAR HUKUM YANG MENGATUR TENTANG PENGATURAN HUKUM
AGRARIA NASIONAL YANG ADA DI INDONESIA

Hukum tanah didefenisikan sebagai keseluruhan aturan-aturan hukum, baik


yang tertulis (bersumber pada UUPA) maupun tidak tertulis (bersumber pada Hukum
Adat), yang semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu hak penguasaan
atas tanah sebagai lembaga hukum dan sebagai hubungan hukum yang konkrit,
beraspek privat dan publik, yang disusun secara sistematis, sehingga menjadi satu
kesatuan sistem. Munculnya suatu perbuatan yang kemudian dianggap melanggar
hukum dan/atau suatu kejahatan terhadap bermacam-macam hak atas tanah
sebagaimana diatur oleh UUPA dan mengakibatkan munculnya sengketa, konflik dan
perkara pertanahan, maka selain aspek hukum Perdata dan Administrasi sebagaimana
diuraikan di atas, aspek Hukum Pidana juga tidak dapat dilepaskan dari pokok
pembahasan hukum agraria nasional. Aspek hukum pidana digunakan untuk
mengurai terjadinya kejahatan terhadap tanah sebagai suatu perbuatan yang di larang
oleh aturan hukum dan disertai dengan ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi
barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

Hukum agraria nasional sebagaimana yang berlaku saat ini terdiri dari sumber
hukum tertulis berupa peraturan perundang-undangan dan sumber hukum yang tidak
tertulis berupa hukum adat. Peraturan perundang-undangan tertulis yang menjadi
sumber hukum agraria nasional terdiri dari: 

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945); 

2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(UUPA);

 3. Peraturan Pelaksana UUPA dan Peraturan Lama Sebelum Berlakunya UUPA. 

Dalam Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 terdapat pengertian


agraria yang lebih luas dari pengertian administrasi ataupun pengertian dalam bidang
lainnya. Dalam Undang Undang itu secara tidak langsung menyebutkan bagian-bagian
agraria yakni bumi, air, dan ruang angkasa. Seperti dalam Pasal 1 dan Pasal 2 UUPA.
Bumi yang dimaksut ialah permukaan bumi di daratan seluruh kepulauan Indonesia,
permukaan bumi di bawah laut wilayah perairan Indonesia, dan permukaan bumi di
bawah landas kontinen. Untuk wilayah laut atau perairan yakni, telah disepakati oleh
banyak negara batas suatu wilayah atau negara ialah 12 mil laut. Pengukuran itu di
tarik dari garis pangkal lurus diukurdari garis pangkal kepulauan. 7 Untuk pengertian
air, ialah yang berada di daratan maupun air yang ada di lautan (lautan teritorial atau
Zona Ekonomi Eksklusif). ZEE ini berjarak sekitar 200 mil yang diukur dari garis
pangkal laut wilayah Indonesia. Sedangkan ruang angkasa, menurut Pasal 48 diartikan
sebagai unsur unsur dalam ruang angkasa. Dapat diartikan pula bahwa udara yang
berada di atas permukaan tanah termasuk kedalam unsur ruang angkasa. Sebelum
lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 ini, sistem kepemilikan tanah di
Indonesia ini masih menggunakan sistem yang diwarisi oleh jaman penjajahan belanda.
Petani di Indonesia berperan hanya sebagai penyewa lahan yang memiliki kewajiban
7
Abarar Saleng, (2007), Hukum Pertambangan, Yogyakarta: UII Press, hlm.80.
untuk membayar sejumlah uang atau hasil dari pertaniannya kepada sang pemilik
tanah. Hal tersebut dianggap memunculkan ketidakadilan di dalam kehidupan
bermasyarakat. Petani kecil yang tidak memiliki lahan sendiri untuk bercocok tanam
maka harus bersusah payah untuk mencari lahan sewaan, tidak hanya berhenti disitu,
para petani harus memikirkan uang sewaan yang harus mereka bayar kepada sang
pemilik tanah.

Dasar hukum pembentukan hukum agraria nasional adalah UUD Negara


Republik Indonesia 1945 yang tecantum dalam Pasal 33 ayat (3) yang menentukan
sebagai berikut:”Bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 menyatakan:”Bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat”. Sebab
itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran
rakyat. Negara dalam hal ini selaku organisasi kekuasaan yang tertinggi yang diberikan
kewenangan dan tanggung jawab mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
Berdasarkan rumusan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagaimana diuraikan di atas dapat
difahami, antara lain:

 a. Bahwa pokok-pokok kemakmuran yang dikelola adalah bersumber dari bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dengan arti kata lain sumber
kemakmuran adalah bersumber pada nilai ekonomis yang diperoleh dari hasil bumi,
air maupun kekayaan alam di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 b. Bahwa pengelolaan atas sumber kemakmuran yang bersumber dari bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah dengan cara dikuasai oleh
negara. 

c. Bahwa tujuan pengelolaan secara dikuasai negara adalah untuk mencapai sebesar-
besar kemakmuran rakyat sesuai dengan judul BAB XIV UUD 1945 tentang
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. 

Dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa:

1. bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikelola untuk
mencapai kemakmuran rakyat;

2. pengelolaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikelola
oleh negara;

3. tujuan pengelolaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan


dasar hukum utama yang formal bagi pembentukan hukum agraria nasional (UUPA)
yang selanjutnya UUPA menjadi dasar hukum utama bagi pembentukan peraturan
perundang-undangan yang mengatur per- soalan bumi, air, ruang angkasa, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Sumber hukum agraria nasional berikutnya adalah peraturan pelaksana UUPA
yang lebih bersifat teknis dalam pelaksanaan hukum tanah di Indonesia. Peraturan
pelaksanan Undang Undang Pokok Agraria atau UUPA dimaksud dijadikan sebagai
sebuah ‘aturan main’ dalam upaya negara mengemban amanah Pasal 33 ayat (3) UUD
1945 dan UUPA terkait penguasaan hak atas tanah sebagai sumber sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Di samping itu peraturan lama sebelum berlakunya UUPA juga
masih digunakan sebagai sumber hukum agraria nasional, dengan syarat tertentu
berdasarkan peraturan atau pasal peralihan yang dinyatakan masih berlaku. Adapun
prinsip-prinsip dasar Undang Undang Pokok Agraria yaitu :

1. Asas kenasionalan
2. Hak menguasai negara
3. Pengakuan terhadap hak ulayat
4. Fungsi sosial hak atas tanah
5. Hubungan sepenuhnya terhadap Warga Negara Indonesia dengan tanah
6. Kesamaan hak antara Warga Negara Indonesia laki-laki dan perempuan
7. Land reform
8. Perencanaan dalam peruntukan, penguasaan dan pemilikan bumi,air,dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Berikutnya adalah sumber hukum agraria yang berasal dari hukum adat.
Hukum adat sebagai hukum yang dianut oleh sebagian besar bangsa masyarakat
Indonesia mempunyai kedudukan yang istimewa dalam politik hukum agraria
Nasional. Pembangunan Hukum Agraria Nasional diarahkan pada berlakunya satu
sistem hukum (unifikasi hukum). Dalam rangka unifikasi hukum tersebut Hukum Adat
dijadikan dasar pembentukan Hukum Agraria Nasional. Di dalam UUPA terdapat
beberapa penyebutan Hukum Adat sebagai dasar Pembentukan Hukum Agraria
Nasional, yaitu:

  1) Konsideran dibawah perkataan “berpendapat” huruf a..

  2) Penjelasan umum angka III (1). 

  3) Pasal 5 dan penjelasannya. 

 4) Penjelasan Pasal 16. 

  5) Pasal 56. 

  6) Pasal 58 (secara tidak langsung).

C. PENUTUP

1. KESIMPULAN

Persamaan Hukum Agraria periode dan kolonial hanya terletak pada jenis
hukumnya yaitu hukum agraria, selebihnya berbeda, melalui tiga aspek yaitu sumber,
tujuan dan sifatnya. Sumber Hukum Agraria periode kolonial ialah Hukum Tanah
Barat dan Hukum Tanah Adat inilah yang menyebabkan terjadinya sifat dualistik
sedangkan tujuannya hanya untuk kepentingan kolonial sepihak. Sedangkan Hukum
Agraria nasional. Indonesia dikenal sebagai negara hukum. Sebutan negara hukum
sangat melekat dengan kepastian hukum. Oleh karena itu, hukum di Indonesia yang
mengatur tentang bumi, air, tanah, maupun ruang angkasa beserta segala hal yang ada
di dunia ini juga perlu diatur. Apabila terjadi ketidakpastian hukum di Indonesia akan
menyebabkan dampak negatif terhadap bangsa ini. Untuk mengatasi hal tersebut
terjadi, diterbitkanlah Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Pokok Agraria dan Pasal 33 ayat 3 yaitu tentang Dasar Hukum Pembentukan
Hukum Agraria Nasional.

Hukum dan peraturan yang mengatur tentang agraria ini merupakan alat untuk
membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi rakyat. Selain untuk
mewujudkan masyarakat yang makmur hukum agraria ini berguna untuk meletakkan
dasar-dasar pemersatu bangsa dan memberikan kepastian hukum terhadap hukum
pertanahan yang berlaku bagi semua.

2. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis ingin memberikan saran sebagai berikut :

1. Setelah indonesia memiliki peraturan yang mengatur tentang pengaturan unsur-


unsur agraria baik tanah, air, maupun ruang angkasa, maka diharapkan kepada
para pembaca untuk dapat lebih tertib dalam menjaga ataupun
mempraktekkannya di kehidupan sehari hari.
2. Bagi pemerintah diharapkan dalam pelaksanaan di kehidupan sehari-hari baik
tentang pendaftaran tanah atau apapun yang berhubungan dengan unsur-unsur
agraria dapat melaksanakan dengan bijak agar tidak terdapar kesenjangan sosial
di masyarakat.
3. Kepada pemerintah selaku pemegang kekuasaan terhadap pembentukan
undang-undang jika mebuat suatu perundang-undangan benar-benar
memperhatikan nasib rakyat banyak. Perundang-undangan juga dibuat sesuai
dengan tuntutan zaman, tidak terlepas dari landasan negara agar perundang-
undangan tersebut mampu menjadi pedoman bagi masyarakat dan mmapu
memberikan kepastian hukum bagi siapa saja yang memerlukan.

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL

https://www.mkri.id/public/content/persidangan/putusan/
putusan_sidang_Putusan

https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/RJ5-20190429-015718-5604.pdf
http://repository.unika.ac.id/16079/2/12.40.0211%20Febri%20Setyadi%20-%20BAB
%20I.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/220776-hukum-dan-kebijakan-hukum-
agraria-di-ind.pdf

http://repository.dharmawangsa.ac.id/652/1/PENGANTAR%20HUKUM
%20AGRARIA.pdf

http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/kumpulandosen/article/view/3562/pdf_827

https://ojs.law.hr-institut.id/index.php/JRJ/article/view/5/5

E-BOOK

https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=ZdgrEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=hukum+agraria+di+indonesia
&ots=obl_rxV2xl&sig=D4cluAG7S3Ulyvhp7LeYl0dMiIg&redir_esc=y#v=onepage&q=
hukum%20agraria%20di%20indonesia&f=false

https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=ikaaDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=hukum+agraria+&ots=g7OTsb
wYNT&sig=8dIMSEzFlES-cLjgCQZH36fyPtA&redir_esc=y#v=onepage&q=hukum
%20agraria&f=false

Anda mungkin juga menyukai