Anda di halaman 1dari 11

PENGAJUAN KEPAILITAN TERHADAP PENGUASA OLEH PEKERJA YANG

HAK-NYA TIDAK TERPENUHI


(STUDI KASUS PUTUSAN NO. 5/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.SMG)

HUKUM ACARA PERADILAN NIAGA KELAS - B

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H.,
Iswi Hariyani, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH:

Diva Azzahra Maharani 210710101196

UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
ANGKATAN 2021/2022
DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 3
RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................... 5
BAB II .................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................................ 6
1. Proses Pengajuan Perkara Kepailitan Oleh Pekerja yang Ter-PHK Terhadap
Perusahaan PT. Setiaji Mandiri dalam putusan No.5/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Smg............... 6
2. Pengajuan Perkara Kepailitan Oleh Pekerja yang Ter-PHK dapat Diterima Oleh
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang .............................................................. 8
BAB III................................................................................................................................................. 10
PENUTUP ........................................................................................................................................ 10
Kesimpulan .................................................................................................................................. 10
Saran ............................................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 11

2
BAB I
PENDAHULUAN

Berdasarkan putusan Nomor 5/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Smg yang berisi tentang


pengajuan permohonan pailit yang diajukan oleh Wiranto (Pemohon PAILIT I), Riris Listiani
(Pemohon PAILIT II), Dili Atmaja (Pemohon PAILIT III), Moh. Taufikkurohman (Pemohon
PAILIT IV), dan Girman (Pemohon PAILIT V) selanjutnya akan disebut PARA PEMOHON,
yang merupakan para mantan pekerja pada PT Setiaji Mandiri. Pengajuan permohonan pailit
ini dimulai dari adanya kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja tehadap para pekerja PT. Setiaji
Mandiri. PT. Setiaji Mandiri ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur
(produsen asbes). Setelah adanya kebijakan akan pelaksanaan PHK tersebut, para pekerja yang
diwakili PARA PEMOHON melakukan mediasi tripartit kepada pihak perusahaan. Mediasi
tersebut melahirkan sebuah perjanjian yang ditanda tangani oleh Sukowiprapto, Kandoko,
Sujadi, Hendri Catur dan Agus Supriyadi ( perwakilan para karyawan), para pemohon pailit
dan termohon pailit. Pengajuan permohonan pailit ini didasarkan pada keresahan yang dialami
oleh para mantan pekerja ini. Dimana seharusnya PT. Setiaji Mandiri ini selaku Termohon
Pailit diharuskan memberikan pesangon apabila melakukan PHK sesuai dengan surat
perjanjian kerja yang telah dibuat. Permohonan pailit diajukan dikarenakan pihak perusahaan
telah melanggar Perjanjian Bersama yang telah dibuat sebelumnya. Isi Perjanjin Bersama (PB)
tersebut tentang kesepatakan pembayaran pesangon karyawan yang terPHK tahun 2015 yang
dibayar dengan cara dicicil selama 20 kali setiap tanggal 28, dimulai pada bulan Juli 2018
sampai dengan 28 Februari 2020, isi perjanjian bersama yang kedua merupakan total pesangon
yang diharuskan dilunasi olah pihak termohon pailit, sekitar Rp. 1.924.949.405.- (satu milyar
sembilan ratus dua puluh empat juta sembilan ratus empat puluh sembilan ribu empat ratus
lima rupiah, pesangon tersebut akan dibayarkan melalui transfer ke rekening bersama
perwakilan karyawan PHK. Apabila saat masa pencicilan pembayaran pesangon tersebut ada
penunggakan, maka pihak termohon pailit akan dikenai bunga atas tunggakan tersebut sebesar
0,75%. Setelah penetapan PB tersebut, pihak perusahaan mulai membayar sebagian pesangon
dengan jumlah Rp. 814.000.000.- dan telah didistribusikan kepada para karyawan dan
pemohon Pailit. Rincian pembayaran tersebut telah dicantumkan di dalam putusan Nomor.
5/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Smg.

Pembayaran itu terhenti sejak bulan November 2019 hingga saat permohonan pailit ini
diajukan. Sesuai dengan perjanjian bersama, apabila terjadi kemacetan saat pembayaran maka,
akan dikenai bunga. Oleh karena itu, pihak termohon pailit memiliki tanggungan berupa
3
pembayaran pesangon dan pembayaran bunga yang disebabkan dari keterlambatan
pembayaran pesangon tersebut. Saat sisa pembayaran pesangon dan disertai bunganya telah
jatuh tempo, termohon pailit tetap tidak dapat melunasi hutangnya dan diikuti dengan
permintaan maaf dan ketidaksanggupan melunasi hutang dan bunga yang seharusnya diberikan
kepada para pekerja terPHK nya. Ketidaksanggupan itu diberi alasan bahwa PT.Setiaji Mandiri
ini dilihat dari Cash Flow perusahaan sedang mengalami penurunan dalam pemasukan.
Melihat PT. Setiaji Mandiri tidak pula membayar hutang-hutangnya maka, pemohon Pailit
mengajukan eksekusi untuk PB yang telah dibuat sebelumnya. Dilakukan Panggilan Teguran
(aanmaning) pertama yaitu tanggal 22 Maret 2021, pihak Termohon Pailit memberikan
jawaban secara lisan bahwa memang memiliki hutang dan akan melunasi seluruh utangnya
kepada para Pemohon Pailit dalam jangka waktu paling lambat bulan Mei 2021. Hingga bulan
Juni 2021 ternyata pihak Termohon Pailit tidak juga melunasi hutangnya, hingga dilakukkan
aamaning kedua pada tanggal 28 Juni 2021. Saat aanmaning kedua ini pihak Termohon Pailit
memberikan jawaban secara tertulis yang menyatakan bahwa akan tetap membayar utangnya
hingga batas baru pada bulan Agustus 2021. Panggilan teguran 1 dan 2 tidak membuat adanya
perubahan terhadap Termohon Pailit dalam pelunasan utang-utangnya. Melihat tidak adanya
itikad baik dari Termohon Pailit maka, para pekerja te-PHK melakukan pencabutan surat
eksekusi tersebut dan menjadikannya sebagai alat bukti dalam proses persidangan. Sebelum
diajukannya permohonan pailit ini, telah diajukan Permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) sebanyak 2 kali dan tidak ada itikad baik yang ditunjukkan oleh
Termohon Pailit.

Pengajuan permohonan pailit ini diajukan oleh para Pemohon Pailit diperuntukan agar
hakim dapat menerima dan mengabulkan Permohonan Pernyataan Pailit para pemohon Pailit
dengan bukti bahwa Termohon Pailit telah terbukti memenuhi persyaratan untuk dinyatakan
pailit seluruhnya. Setelah pembacaan petitum dari pihak pemohon Pailit dalam persidangan,
pihak Temohon Pailit mengajukan eksepsi yang berisi penjelasan dari pihak Termohon bahwa
pengadilan yang seharusnya memiliki wewenang dalam memeriksa, menerima, serta mengadili
perkaranya ialah Pengadilan Hubungan Internasional. Pendapat pihak Termohon Pailit ini
dikarenakan dalam permasalahan ini terdapat hubungan antara pengusaha dengan pekerja/
buruhnya. Dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 17 UU No 2 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa
pengadilan hubungan industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan
pengadilan negeri yang berwenang, mengadili, dan memberi putusan terhadap perselisihan
hubungan industrial dan selanjutnya seluruh eksepsi yang diajukan oleh pihak Termohon Pailit

4
mengacu kepada undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. Setelah diajukan eksepsi tersebut, hakim menetapkan putusan sela.
Pengajuan eksepsi saat putusan sela dengan penyerahan bukti bukti dan dimintainya kesaksian
dari saksi saksi pihak Termohon Pailit. Hasil putusan sela yang ditetapkan oleh majelis hakim
berisi penolakan terhadap eksepsi yang diajukan oleh Termohon Pailit. Majelis menjelaskan
bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang memiliki wewenang untuk
memeriksa, memutus, dan mengadili perkara tersebut. Selain itu, saat putusan sela berlangsung
majelis hakim melakukan pengecekan kembali segala dokumen yang diajukan oleh kedua
pihak, baik Pihak Termohon Pailit maupun Pihak Pemohon Pailit. Segala persyaratan formil
maupun materil yang diajukan Pemohon Pailit dinyatakan telah memenuhi syarat. Putusan
pada tanggal 30 Maret 2022, majelis hakim menetapkan bahwa mengabulkan permohonan para
pemohon untuk mempailitkan PT.SETIAJI MANDIRI dengan segala akibat hukumnya.
Keputusan pailit itu ditetapkan, hakim pengadilan niaga menunjuk hakim pengawas, beberapa
kurator, dan menghukum Termohon Pailit untuk membayar biaya perkara.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Proses Pengajuan Perkara Kepailitan Oleh Pekerja yang Ter-PHK Terhadap
Perusahaan PT. Setiaji Mandiri dalam putusan No.5/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Smg ?
2. Bagaimana Pengajuan Perkara Kepailitan Oleh Pekerja yang Ter-PHK dapat Diterima
Oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang ?

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Proses Pengajuan Perkara Kepailitan Oleh Pekerja yang Ter-PHK Terhadap


Perusahaan PT. Setiaji Mandiri dalam putusan No.5/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Smg

Hubungan antara pekerja dan pengusaha dalam hubungan kerja merupakan


suatu perjanjian sah antara dua pihak yaitu pemberi kerja dan pekerja. Hubungan
hukum yang terjalin antara pengusaha yang menjalankan perusahaan dengan
pekerjanya merupakan hubungan hukum yang khusus dan unik yang diatur dalam Kode
Ketenagakerjaan. Hal ini juga berlaku pada hukum ketenagakerjaan Indonesia.
Kekhususan dan keunikan hubungan hukum antara pengusaha dan pekerja disebabkan
oleh latar belakang ekonomi yang berbeda, dan dibandingkan dengan pekerja yang
mempunyai latar belakang ekonomi rendah dan sangat membutuhkan pekerjaan,
pengusaha mempunyai kedudukan ekonomi yang kuat sebagai pemilik usaha.
Berlangsungnya hubungan yang saling mneguntungkan antara kedua belah pihak tidak
jarang menjadikan masalah masalah timbul. Salah satu masalah yang banyak ditemui
adalah tidak dipenuhinya hak seorang pekerja yang mendapat kerugian yang timbul dari
Pemutusan Hubungan Kerja. Dalam hal ini dilakukan oleh pekerja yang pernah bekerja
pada PT.Setiaji Mandiri.

Permohonan kepailitan yang ditujukan kepada PT. Setiaji terjadi dikarenakan


adanya protes yang dilakukan oleh pekerja pekerjanya yang telah dikenai Pemutusan
Hubungan Kerja pada tahun 2015. Pemutusan Hubungan Kerja atau selanjutnya disebut
sebagai PHK terjadi dikarenakan arus keuangan perusahaan sedang tidak stabil. Pihak
pemohon pailit dalam pengajuan permohonannya diwakilkan oleh beberapa orang.
Wiranto, Riris Listiani, Dili Atmaja, Moh.Taufikkurohman, dan Girman dimana setiap
orang di atas memiliki masa kerja yang berbeda-beda. Awal mula PHK ini terjadi, para
pekerja tidak dapat menerima keputusan perusahaan yang dapat dikatakan sebagai
keputusan sepihak. Para pekerja tidak tinggal diam, mereka mengajukan mediasi
tripartit kepada Dinas Tenaga Kerja Kab. Sleman, DIY. Mediasi tripartit sendiri
bermakna adanya penyelesaian melalui musyawarah yang melibatkan pihak ketiga
terdiri dari seorang atau lebih mediator yang berasal dari Departemen Tenaga Kerja.
Departemen Tenaga Kerja ini memiliki beberapa wewenang antara lain menangani
perselisihan hak, kepentingan, PHK, perselisihan antar serikat buruh yang terjadi dalam

6
satu perusahaan.1 Dari mediasi yang telah terjadi, para pihak dapat sepakat dalam
membuat Perjanjian Bersama. Perjanjian Bersama tertanggal 7 February 2018 yang
ditandatangani oleh perwakilan karyawan yang telah diberi surat kuasa. Isi perjanjian
bersama ialah menuyebutkan beberapa point, point pertama adalah pihak Termohon
Pailit melakukan pembayaran pesangon kepada pekerja ter-PHK setiap tanggal 28 dan
dicicil sebanyak 20 kali. Biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan oleh PT.Setiaji
Mandiri sebanyak Rp. 1.924.949.405,- (satu milyar sembilan ratus dua puluh empat juta
sembilan ratus empat puluh sembilan ribu empat ratus lima rupiah). Pembayaran akan
diberikan melalui rekening bersama perwakilan karyawan PHK dan apabila setiap
tanggalnya pihak termohon tidak membayar pesangon tersebut, sesuai perjanjian akan
dikenai bunga 0,75% perbulannya. Setelah berjalannya waktu pembayaran. Tepat pada
bulan November 2019 pihak Termohon Pailit tidak membayar pesangon yang
seharusnya. Pada bulan Februari pihak Termohon menyatakan tidak dapat melanjutkan
pembayaran pesangon sesuai dengan ketentuan yang ada. Pihak Pemohon Pailit
mengajukan permohonan eksekusi yang ditindaklanjuti dengan bentuk Panggilan
Teguran (aanamaning) pada tanggal 6 bulan Maret 2021. Panggilan teguran pertama ini
Termohon Pailit memberi jawaban akan membayar utang-utangnya paling lambat Mei
2021. Akan tetapi, Termohon Pailit kembali tidak menepati janjinya hingga bulan Juni
2021. Aanmanign kedua ditetapkan pada tanggal 14 Juni 2021 yang terlaksana pada 28
Juni 2021. Pihak Termohon Pailit mengeluarkan statement bahwa akan membayar
utangnya selambat-lambatnya bulan Agustus 2021. Dengan adanya aanmaning I dan II
dapat dilihat bahwa pihak termohon pailit tidak memiliki itikad baik dalam pelunasan
hutangnya. Secara sederhana dapat kita lihat bawha pihak Termohon Pailit telah
memenuhi syarat pernyataan pailit. Setelah sidang pertama kepailitan ini berlangsung,
pihak Termohon Pailit mengajukan jawaban atau eksepsi akan tuntutan yang diajukan
para pihak Pemohon pailit. Jawaban pihak termohon menyangkal permohonan
Pemohon. Menyatakan bahwa yang memiliki kewenangan untuk mengadili perkara
yang berhubungan dengan jumlah pesangon yang diberikan untuk karyawan yang ter-
PHK. Sesuai Pasal 1 Angka 17 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa pengadilan khusus yang
dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan

1
Rai Mantili, Konsep Penyelesaian Perselisihan Hubungan Insdutrial Antara Serikat Pekerja dengan
Perusahaan, Jurnal Bina Mulia Hukum, Hal.53.

7
memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.2 Dari eksepsi tersebut
majelis hakim menolak permintaan Termohon Pailit dan memutuskan untuk
mengabulkan segala permohonan Pemohon Pailit. Setelah menimbang segala
persyaratan dan bukti-bukti yang di akan pengajuan kepailitan, majelis hakim memutus
dan menetapkan putusan pengadilan No.5/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Smg.

2. Pengajuan Perkara Kepailitan Oleh Pekerja yang Ter-PHK dapat Diterima Oleh
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang

Pemutusan Hubungan Kerja merupakan sesuatu yang dapat merugikan pihak


pekerja. Berangkat dari kerugian tersebut para pekerja dapat mengajukan kepada
pengadilan niaga. Pengajuan perkara kepailitan tersebut tidak dilakukan dengan
sederhana. Harus melalui beberapa persyaratan yang telah ditetapkan oleh Undang
Undang. Sesuai Pasal 2 Undang Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 pihak yang
dapat mengajukan pailit ialah debitur itu sendiri atau salah satu atau lebih kreditur atau
pihak kejaksaan jika perkara tersebut ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum
atau pihak Bank Indonesia jika debiturnya adalah salah satu bank atau pihak Badan
Pengawas Pasar Modal apabila debiturnya suatu perusahaan efek atau pihak menteri
keuangan apabila pihak debiturnya merupakan perusahaan asuransi, reasuransi, dana
pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.3 Pasal 8 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang menjelaskan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Syarat
tersebut yaitu, debitur yang mempunyai dua kreditur atau lebih atau debitur tidak
membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih atau atas
permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditur atau utang
yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih dapat dibuktikan dengan sederhana.

Dalam Putusan No.5/Pdt.Sus-pailit/2022/PN.Smg telah memenuhi unsur


pertama yakni debitor memiliki lebih dari satu kreditur. Debitor menurut Pasal 1
Undang-Undang No.37 Tahun 2004 merupakan orang yang mempunyai utang karena
perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

2
Ketentuan Pasal 1 (17) UU No.2 Tahun 2004
3
https://media.neliti.com/media/publications/529375-hukum-pegajuan-kepailitan-terhadap-pengu-
0e08956e.pdf

8
Debitur disini merupakan pihak Termohon Pailit yaitu PT.Setiaji Mandiri yang tidak
memberikan pesangon kepada para pekerjanya yang telah di PHK. Untuk kreditor
menurut Undang-Undang No 37 Tahun 2004 ialah orang yang memiliki piutang karena
perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Dalam hal ini
adalah para pekerja yang telah di PHK oleh PT.Setiaji Mandiri. Unsur kedua yang
dipenuhi adalah debitur tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih. Sejak 2019 hingga permohonan pailit ini diajukan, pihak termohon
pailit sama sekali tidak melakukan pembayaran untuk pelunasan hutang-hutangnya.
Penjelasannya terdapat dalam pasal 1 angka 6 UU No 37 tahun 2004 bahwa
pembayaran utang adalah kewajiban yang dijelaskan dalam jumlah uang dalam mata
uang Indonesia maupun mata uang asing.4 Pembayaran utang ini harus dipenuhi oleh
debitur, jika tidak maka akan menimbulkan akibat hukum yang lainnya. Dalam perkara
ini, para kreditor atau para pemohon pailit menguatkan argumen tentang pemenuhan
utang yang wajib dibayar oleh debitur dengan adanya bukti bukti yang terlampir di
dalam putusan. Bukti yang terlampir menunjukkan bahwa para pekerja ter-PHK itu
merupakan pekerja asli yang yang di PHK oleh PT.Setiaji Mandiri. Unsur ketiga yang
dipenuhi dalam permohonan pengajuan pailit adalah pengajuan atas permohonan
sendiri maupun permintaan seseorang atau lebih kreditur. Diajukan sendiri dalam artian
bahwa pihak yang dirugikan memperjuangkan hak yang seharusnya dia dapatkan.
Setelah diajukan secara mandiri, utang yang dimiliki oleh debitur telah jatuh tempo dan
dapat ditagih. Pasal 8 ayat 4 UU No 37 Tahun 2004 menyatakan apabila suatu
permohonan pailit di dalamnya terdapat unsur utang yang telah jatuh tempo, harus
dikabulkan. 4 unsur tersebutlah yang menjadikan majelis hakim mengabulkan
permintaan pemohon pailit untuk menjatuhkan pailit dengan segala akibat hukumnya
kepada pihak termohon pailit.

4
Undang Undang No 37 Tahun 2004

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan putusan pengadilan No.5/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Smg dapat disimpulkan
bahwa pengajuan permohonan yang dilakukan oleh para pekerja yang di PHK yang merupakan
Pihak Pemohon Pailit kepada PT. Setiaji Mandiri sebagai pihak Termohon Pailit dikarenakan
adanya itikad tidak baik dari pihak PT.Setiaji Mandiri. Perlakuan pemutusan hubungan kerja
merupakan hal yang diatur oleh undang-undang. Akan tetapi, yang menjadi persoalan disini
adalah tidak dibayarnya pesangon oleh pihak PT.Setiaji Mandiri selaku pengusaha. Pesangon
merupakan hak dasar yang harus diperoleh para pekerja. Tidak adanya itikad baik dibarengi
dengan segala bukti bukti yang mencukupi, majelis hakim dapat menjatuhkan putusan pailit
terhadap PT.Setiaji Mandiri.

Saran
Berdasarkan Putusan No.5/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Smg, pihak Pt.Setiaji Mandiri
melakukan pelanggaran dalam hal tidak memenuhi hak karyawannya berupa pembayaran
pesangon kepada para pekerja yang di PHK. Penulis menyarankan kepada pembaca bahwa
pelanggaran seperti perkara di atas dapat menimbulkan Pailit terhadap perusahaan. Pailit disini
akan menimbulkan suatu akibat hukum yang dapat merugikan pihak perusahaan itu sendiri.
Oleh karena itu, apabila suatu perusahaan akan melakukan PHK kepada para pekerjanya dalam
maksud apapun, diharapkan dapat memenuhi dan mengetahui persyaratan yang harus
dilakukan yang menyangkut kehidupan para pekerjanya.

10
DAFTAR PUSTAKA
JURNAL

Agusmidah, A. A. (2012). Bab-Bab tentang Hukum Perburuhan Indonesia. Bali: Pustaka Larasan.

Dalimunthe, N. (2021). HUKUM PENGAJUAN KEPAILITAN TERHADAP PENGUASA OLEH PEKERJA


KARENA HAK PEKERJA YANG TIDAK DIBAYAR. Risalah Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, 406.

Remy, S. (2008). Hukum Kepailitan Memahami Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan. Jakarta: Grafiti.

Shubhan, M. (2021). FENOMENA HUKUM PENGAJUAN KEPAILITAN TERHADAP PENGUSAHA OLEH


PEKERJA KARENA HAK PEKERJA YANG TIDAK DIBAYAR PENGUSAHA. Jurnal Hukum dan
Pembangunan 50 No.2, 519 - 539.

UNDANG-UNDANG

Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004

Ketentuan Pasal 1 (17) UU No.2 Tahun 2004

11

Anda mungkin juga menyukai