Anda di halaman 1dari 11

RESUME

HUKUM KEPAILITAN

HUKUM KEPAILITAN KELAS - A

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Khoidin, S.H.,M. Hum.,CN
Iswi Hariyani, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH:

Diva Azzahra Maharani 210710101196

UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
ANGKATAN 2021/2022
A. HUKUM KEPAILITAN

Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak melakukan pembayaran

terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan demikian disebabkan karena

kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami

kemunduran. Pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar

dari seorang (debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan

tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan baik dilakukan

secara sukarela oleh debitor itu sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (diluar

debitor), suatu permohonan pernyataan pailit ke pengadilan. Dalam peraturan lama

yaitu Fv S.1905 No.217 Jo 1906 No.384 yang dimaksud dengan pailit adalah setiap

berutang atau debitor yanga ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas laporan

sendiri maupun atas permohonan seseorang atau lebih berpiutang (kreditor) dengan

putusan hakim dinyatakan dalam keadaan pailit. Menurut Undang Undang No 37

Tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),

yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit

yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan

hakim pengawas, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Secara singkat,

kepailitan adalah sita umum atas harta kekayaan debitor baik pada waktu pernyataan

pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua

kreditor yang pada waktu debitor dinyatakan pailit, yang dilakukan dengan pengawasan

hakim pengawas.

Tujuan utama dari kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para

kreditor atas kekayaan debitor oleh kurator. Menurut Kartini Muljadi, pembagian harta

kekayaan debitor pailit kepada kreditor secara rata dan sesuai hak masing-masing untuk

menjamin para kreditor untuk memperoleh hak-haknya atas harta kekayaan harta

2
Debitor Pailit. Kepailitan dilaksanakan oleh beberapa pihak yang terlibat di dalamya.

Pihak-pihak tersebut memiliki tugasnya masing masing, pihak tersebut antara lain :

1. Pihak Pemohon Pailit

Pihak ini merupakan pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan

permohonan pailit ke pengadilan. Menurut UU NO 37 Tahun 2004, yang

dapat mengajukan permohonan pailit adalah salah satu dari pihak berikut

ini:

a. Pihak debitor itu sendiri;

b. Salah satu atau lebih dari kreditor;

c. Pihak kejaksan apabila menyangkut kepentingan umum;

d. Pihak Bank Indonesia, apabila debitornya suatu bank;

e. Pihak Badan Pengawas Pasar Modal, apabila debitornya adalah suatu

perusahaan efek;

f. Menteri Keuangan, apabila debitornya yang bergerak di bidang

kepentingan publik, misal : perusahaan asuransi, dana asuransi;

g. Menteri Keuangan jika debitornya BUMN yang modalnya tidak terbagi

atas saham.

2. Pihak Debitor Pailit

Pihak ini merupakan pihak yang memohon atau dimohonkan paiit ke

pengadilan yang berwenang. Syarat untuk dapat dikatakan sebagai pihak ini

adalah harus memiliki 2 atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya

satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih yang tertera dalam Pasal

2 UU No 37 Tahun 2004. Penjelasan utang yang telah jatuh tempo dan dapat

ditagih merupakan kewajiban oleh debitor untuk membayar utang kepada

kreditor yang sudah jatuh tempo sesuai dengan yang diperjanjikan.

3
3. Hakim Niaga

Perkara kepailitan merupakan perkara yang diperiksa oleh Hakim Majelis

dan tidak diperbolehkan menggunakan Hakim Tunggal. Ketentuan hakim

tersebut berlaku pada persidangan tingkat pertama maupun tingkat kasasi.

Hakim Pengadilan Niaga merupakan Hakim-Hakim Pengadilan Negeri

yang telah diangkat menjadi Hakim Pengadilan Niaga berdasarkan

keputusan Mahkamah Agung. Selain itu, terdapat Hakim Ad Hoc yang

diangkat dari kalangan para ahli dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua

MA.

4. Hakim Pengawas

Dalam pemberesan harta pailit, harus diangkat seorang hakim pengawas

disamping pengangkatan kurator. Hakim pengawas ini memiliki tugas dan

wewenang menurut UU Kepailitan, sebagai berikut :

a. Menetapkan jangka waktu pelaksanaan perjanjian antara kreditor

dengan debitor, apabila pihak kreditor dengan kurator tidak mencapai

kata sepakat. Terdapat dalam Pasal 36 UU Kepailitan.

b. Memberikan putusan atas permohonan kreditur/pihak ketiga yang

berkepentingan yang haknya ditangguhkan untuk mengangkat

penangguhan apabila kurator menolak penangguhan tersebut. Terdapat

dalam Pasal 56 UU Kepailitan.

c. Memberikan persetujan kepada kurator apabila pihak kurator

menjaminkan harta pailit kepada pihak ketiga atas pinjaman yang

dilakukan oleh kurator dari pihak ketiga tersebut. Dalam pasal 69 ayat 3

UU Kepailitan.

4
d. Memberikan izin kepada pihak kurator apabila ingin menghadap di

muka pengadilan, kecuali hal-hal tertentu. Dalam pasal 69 ayat 5 UU

Kepailitan.

e. Menerima laporan pihak kurator tiap tiga bulan sekali tentang keadaan

harta pailit dan pelaksanaan tugasnya. Dalam Pasal 74 ayat 1.

5. Panitia Kreditor

Panitia kreditor merupakan pihak yang mewakili pihak kreditor. Panitia

kreditor dibagi menjadi dua yaitu, panitia kreditor sementara dan tetap.

Hakim pengawas wajib menawarkan kepada kreditor untuk membentuk

suatu panitia kreditur. Panitia kreditor sementara terdiri dari tiga orang yang

dipilih dari kreditor yang dikenal. Kreditor yang dikenal merupakan kreditor

yang utangnya telah diverifikasi dan telah diakui. Panitia kreditor tidak

terlepas dari rapat kreditor. Rapat ini merupakan rapat wajib yang

diselenggarakan setelah putusan pailit diucapkan. Diatur dalam Pasal 87

Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 bahwa segala putusan rapat kreditor

ditetapkan berdasarkan suara setuju sebesar lebih dsri ½ (satu perdua)

jumlah suara yang dikeluarkan kreditor dan/atau kuasa kreditor yang hadir

pada rapat yang bersangkutan.

Keputusan hakim dalam menyatakan pailit kepada suatu subjek hukum

memiliki akibat hukum. Akibat hukum pertama ialah debitor akan kehilangan Hak Atas

Harta Bendanya. Kepailitan hanya mengenai harta kekayaan dan bukan mengenai

perorangan debitor, ia tetap dapat melaksanakan hukum kekayaan yang lain. Dengan

sederhana dapat dikatakan bahwa suatu objek hukum yang dinyatakan pailit akan

kehilangan hak atas kekayaannya saja, bukan hak keperdataan seluruhnya. Pasal 24

ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa “Debitor demi hukum kehilangan

5
haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaan yang termasuk dalam harta pailit,

sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan”. Oleh karena itu, sejak dinyatakan

pailit hanya harta kekayaan Debitor Pailit yang berada di bawah pengampuan (di bawah

penguasaan dan pengurusan pihak lain), sedangkan debitor pailit itu sendiri tidak

berada di bawah pengampuan seperti yang terjadi terhadap anak di bawah umur atau

orang yang sakit jiwa yang dinyatakan di bawah pengampuan.

Khusus dalam hal debitor Perseroan Terbatas (PT) menurut penjelasan Pasal 24

ayat 1 Undang Undang No 37 Tahun 2004 organ perseroan tersebut tetap berfungsi

dengan harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit adalah

wewenang Kurator. Artinya, pengurus Perseroan hanya dapat melakukan tindakan

hukum sepanjang menyangkut penerimaan pendapatan bagi perseroan tetapi dalam hal

pengeluaran uang atas beban harta pailit Kuratorlah yang berwenang memberikan

keputusan untuk menyetujui pengeluaran tersebut. Sesuai dengan Pasal 26 ayat 1 UU

No 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa “Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang

menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap Kurator”, artinya semua

pengajuan gugatan melalui pengadilan perdata atau Pengadilan Niaga tidak diajukan

oleh atau terhadap debitor tetapi oleh atau terhadap kurator. Dan diatur dalam Pasal 105

ayat 4 bahwa “Semua surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan harta

pailit ditujukan kepada Kurator”. Apabila debitor merupakan perorangan atau suatu

badan hukum berhak untuk mengajukan gugatan mewakili dirinya atau mewakili badan

hukum apabila debitor suatu badan hukum terhadap kurator. Pengajuan gugatan itu

memiliki alasan untuk kepentingan harta pailit, bukan untuk membebani harta pailit.

Debitor juga dapat mengajukan tindak pidana yang dilakukan oleh kurator kepada

kejaksaan atau kepolisian.

6
Akibat hukum kedua yang disebabkan oleh putusan pailit adalah adanya

tindakan sita atas kekayaan debitor. Seluruh kekayaan debitor yang masuk harta pailit

merupakan sitaan umum (public attachment, gerechtelijk beslag) beserta apa yang

diperoleh selama kepailitan. Artinya, penyitaan tersebut berlaku untuk siapapun, bukan

hanya berlaku bagi pihak tertentu seperti halnya sita jaminan yang diputuskan oleh

hakim perdata tentang permohonan penggugat dalam sengketa perdata. Dijelaskan

dalam Pasal 21 Undang Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang (PKPU) bahwa “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat

putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama

kepailitan”. Sitaan umum memiliki maksut untuk menghentikan aksi terhadap

perebutan harta pailit oleh para kreditornya, selain itu berguna untuk menghentikan lalu

lintas transaksi terhadap harta pailit oleh debitor yang memungkinkan memiliki itikad

tidak baik yang akan menyebabkan suatu hal yang dapat merugikan para kreditornya.

Pelaksanaan sita umum ini tidak memerlukan suatu tindakan yang khusus, dengan

begitu sitaan umum terhadap harta debitor pailit adalah terlaksana demi hukum. Sitaan

umum ini pula berarti dapat menyebabkan sitaan khusus lainnya apabila saat dinyatakan

pailit sedang atau dalam penyitaan.

Setelah mengetahui tentang pengertian, definisi, seluruh pihak yang terlibat,

syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam permohonan pengajuan kepailitan. Kita perlu

mengerti dan memahi bagaimana proses atau pengajuan suatu permohonan pernyataan

pailit. Untuk proses permohonan pailit ini tidak dibedakan antara si pemohon debitor

atau si pemohon adalah kreditor. Akan tetapi, yang membedakan adalah pemenuhan

persyaratan pengajuanya antara debitor yang mengajukan kepailitan dengan keadaan

dimana harus mempailitkan sebuah perseroan terbatas (PT). Jika yang mengajukan

7
permohonan pailit adalah si pihak debitor, maka dokumen atau berkas yang dibutuhkan

antara lain :

1. Dokumen / bukti surat yang menyatakan adanya utang secara sederhana.

Sederhana disini dapat diartikan bahwa, utang yang diajukan memang

secara valid terbukti adanya.

2. Adanya kreditor lain yang memiliki utang kepada debitor, terlepas dari

Kreditor pemohon pailit. Dijelaskan dalam Pasal 2 ayat 1 Undang Undang

No 37 Tahun 2004 bahwa “debitor yang memiliki 2 atau lebih kreditor dan

tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan

dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas

permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih

Kreditornya”.

3. Surat kuasa khusus yang diberikan kepada advokat untuk pengajuan

permohonan pailit.

4. Setelah adanya surat kuasa tersebut, advokat melakukan somasi kepada

debitor dalam arti untuk mengingatkan bahwa debitor diminta segera

melunasi hutangnya. Somasi ini dijelaskan dalam 1238 KUHP.

Selanjutnya apabila permohonan ini ditujukan untuk mempailitkan sebuah

perseroan yang diwakili oleh advokat :

1. Surat kuasa khusus, yang ditujukan agar advokat dapat memiliki kuasa

dalam pengajuan kepailitan dan berkuasa penuh dalam proses perkara

tersebut.

2. Kartu Tanda Advokat dan berita acara sumpah advokat.

8
3. Surat permohonan bermaterai cukup ditujukan untuk Ketua Pengadilan

Niaga.

4. Akta Anggaran Dasar Perseroan yang telah dilegalisir.

5. Dokumen tentang identitas pihak debitor dan pihak kreditor secara lengkap.

6. Perjanjian atau surat-surat yang tentang pengakuan utang, rincian utang,

atau segala macam yang di dalamnya termuat akan banyaknya utang yang

dapat ditagih.

7. Selain jumlah utang, perincian tentang seluruh utang yang belum terbayar

atau seluruh utang yang tidak terbayar.

Setelah mengetahu segala dokumen yang diperlukan dalam pengajuan, tahap

selanjutnya adalah tahap dimana permohonan pailit ini diajukan ke Pengadilan Niaga.

Berikut merupakan prosedur permohonan pailit pada Pengadilan Niaga :

1. Permohonan pernyataan pailit yang diajukan kepada Ketua Pengadilan

Niaga melalui panitera,

2. Setelah menerima, panitera menyerahkan kepada Ketua Pengadilan paling

lambat 2 hari setelah permohonan tersebut diajukan,

3. Permohonan diterima oleh Kepala Pengadilan Niaga dan dilakukan sidang

pemeriksaan. Pemeriksaan ini berlangsung paling lambat 20 setelah

permohonan ini diajukan,

4. Dalam sidang pemeriksaan ini pengadilan diwajibkan memanggil debitor

apabila permohonan ini dijaukan oleh Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia,

Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan,

5. Berlaku sebaliknya, pengadilan harus menanggil kreditor jika pernyataan

pailit yang diajukan oleh debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan

pailit sudah terpenuhi,

9
6. Pemanggilan kedua pihak tersebut dilakukan oleh juru sita dengan surat

kilat yang tercatat paling lama 7 hari sebelum persidangan pertama

dilaksanakan,

7. Setelah pemeriksaan, hakim dapat mengabulkan permohonan pailit apabila

segala persyaratan dipenuhi dan telah dikuatkan dengan fakta-fakta. Putusan

tersebut harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah didaftarkan,

8. Putusan tersebut harus memuat tentang pertimbangan hukum, dan pendapat

hakim yang menyatakan bahwa sidang ini dibuka untuk umum dan dapat

dilaksanakan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut ada upaya

hukum.

Tahap persyaratan dan permohonan telah dipenuhi, tahap terakhir yang

dilaksanakan adalah tahap persidangan permohonan pailit pada Pengadilan Niaga.

Urutan yang akan dilaksanakan oleh majelis hakim dalam persidangan antara lain :

1. Pemeriksaan identitas, pemeriksaan ini dilakukan kembali dan dilaksanakan

sesingkat-singkatnya. Pemeriksaan identitas ini tidak boleh melebihi 20 hari

setelah perkara ini didaftarkan. Akan tetapi, pengadilan tetap dapat

melakukan penundaan persidangan hingga paling lambat 25 hari setelah

perkara tersebut didaftarkan. Penundaan itu juga harus memiliki alasan yang

jelas,

2. Setelah pemeriksaan berlangsung, pembacaan permohonan pailit. Sebelum

pembacaan, pemohon diberi kesempatan untuk merubah permohonannya,

3. Tanggapan setelah pembacaan permohonan pailit, pada saat ini termohon

diberi kesempatan untuk memberikan eksepsi, jawaban atas pokok perkara,

akan tetapi tidak dimungkinkan untuk rekonpensasi,

10
4. Pembuktian, pada tahap ini pembuktian harus dilakukan secar sederhana

melalui bukti tertulis pemohon maupun termohon,

5. Kesimpulan, kesimpulan ini tidak diharuskan dalam pembuatannya,

6. Putusan hakim, putusan hakim harus diucapkan 60 hari sejak permohonan

tersebut didaftarkan, setelah dibacakan diberi 3 hari untuk melakukan

penyalinan kepada Kurator, Hakim Pengawas, Debitor, dan Pemohon.

Putusan pengadilan harus bersifat serta merta. Serta merta dalam artian di

dalamnya telah tercantum pengangkatan kurator dan hakim pengawas yang

penunjukan dan pengangkatan kurator memiliki syarat tersendiri.

11

Anda mungkin juga menyukai