Anda di halaman 1dari 17

TUGAS HUKUM PERUSAHAAN DAN KEPAILITAN

ANALISIS AKIBAT HUKUM PUTUSAN KEPAILITAN TERHADAP DEBITOR


DAN DASAR PERTIMBANGAN HUKUM
DALAM MENYATAKAN PAILIT

(Putusan Nomor 75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst)

Disusun Oleh:

Shendy Octaviany
B2B022021

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS HUKUM
MAGISTER KENOTARIATAN
2022

i
A. Pendahuluan
Palit yang merupakan keadaan di mana debitur tidak mampu untuk melakukan
pembayaran terhadap utang-utangnya kepada kreditur. Keadaan tidak mampu
membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan dari usaha debitur
yang telah mengalami kemunduran. Putusan Pailit merupakan putusan pengadilan
yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah
ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas dengan tujuan utama
menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut secara proporsional (prorate
parte) dan sesuai dengan struktur kreditur.1
Menurut Munir Fuady yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut adalah
suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara
debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di
antara para kreditor.2
Tujuan utama dari kepailitan yaitu melakukan pembagian harta akibat dari
utang- utang debitur kepada para kreditur oleh Kurator. Kepailitan dilaksanakan untuk
menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan
menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur
dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.
Untuk menghindari terjadinya penetapan kepailitan oleh pengadilan dengan
suatu keputusan hakim yang tetap, maka akan di lakukan suatu upaya hukum yang
dapat menyeimbangi keberadaan dan fungsi hukum kepailitan itu sendiri, yaitu
dengan dilakukannya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). PKPU dapat
diajukan oleh debitur maupun kreditur yang memiliki itikad baik, di mana
permohonan pengajuan PKPU harus diajukan sebelum diucapkannya putusan
pernyataan pailit.
Kepailitan bisa terjadi, karena makin pesatnya pertumbuhan perekonomian
dan pembangunan yang menimbulkan utang piutang akibat dari upaya perusahaan
untuk meningkatkan modal, guna peningkatan kinerja perusahaan. Suatu utang
timbul, akibat salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya membayar
utangutangnya kepada pihak yang memberi fasilitas pinjaman, yang mengakibatkan

1
M. Hadi Subhan, Hukum kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 1.
2
Munir Fuady, Hukum Pailit, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 8.

2
diajukannya permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan (debitur) oleh pihak
yang berpiutang (kreditur) ke pengadilan, yang bertujuan untuk mendapatkan
pelunasan atas utang-utang yang dimiliki debitur.
Berdasarkan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang debitur dapat dinyatakan
pailit oleh pengadilan jika: Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri
maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Memperhatikan pada studi kasus putusan : Nomor
75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2022 bahwa dalam
putusan tersebut Perusahaan PT. Imza Rizky Jaya, berkedudukan di Jakarta dan
beralamat di The Plaza Office Tower, lantai 25, Jl. MH. Thamrin Kavling 28-30,
Jakarta Pusat dinyatakan Pailit dengan segala akibat hukumnya. Oleh karena itu
Penulis tertarik untuk membahas lebih jauh mengenai akibat hukum putusan
kepailitan dan dasar pertimbangan hukum dalam menyatakan pailit debitor.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah akibat hukum putusan Kepailitan terhadap debitor dalam putusan
Nomor 75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst ?
2. Apa saja yang menjadi dasar pertimbangan hukum dalam menyatakan pailit dalam
putusan Nomor 75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan dari
penelitian ini ialah :
1. Untuk mengetahui akibat hukum putusan Kepailitan terhadap debitor dalam
putusan Nomor 75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst.
2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum dalam menyatakan pailit Nomor
75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Ps

3
D. Pembahasan
1. Akibat Hukum Putusan Kepailitan terhadap debitor dalam putusan Nomor
75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst
Setiap berutang (debitor) yang ada dalam keadaan berhenti membayar,
baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang atau lebih
berpiutang (kreditor), dengan putusan hakim dinyatakan pailit atau bangkrut maka
akan ada akibat hukumnya.
Zainal Asikin menyatakan akibat hukum dari putusan pailit yang utama
adalah dengan telah dijatuhkannya putusan kepailitan, si debitor (si pailit)
kehilangan hak untuk untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta
bendanya. Pengurusan dan penguasaan harta benda tersebut akan beralih ke
tangan kuator/Balai Harta Peninggalan.3
Pada prinsipnya kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitorpadasaat
pernyataan pailit itu dilakukan beserta semua kekayaan yang diperoleh selama
kepailitan. Dengan pernyataan pailit, debitor pailit demi hukum kehilangan hak
untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan,
terhitung sejak tanggal kepailitan itu.
Munir Fuady sebagaimana dikutip oleh Serlika Aprita menjelaskan bahwa
dengan pailitnya si debitur, banyak akibat yuridis yang diberlakukan kepadanya
oleh undangundang. Dua metode pemberlakuan akibat kepailitan yaitu: (S. & A.
R. Aprita,2019). 4
1. Berlaku demi hukum: untuk terjadinya akibat yuridis, tidak dapat diberikan
andil secara langsung oleh siapapun yang terlibat dalam proses kepailitan.
Misalnya larangan bagi debitur meninggalkan tempat tinggalnya meskipun
dimungkinkan hakim pengawas memberikan izin sebagaimana diatur dalam
Pasal 97 UUKPKPU.
2. Berlaku secara Rule of Reason: memiliki arti bahwa akibat hukum berlaku
jika diberlakukan oleh pihak tertentu setelah memiliki alasan yang wajar, jadi
tidak berlaku secara otomatis. Misalnya dengan pailitnya perusahaan sebagai

3
Zaeni Asyadie, Hukum Bisnis Prinsip dalam Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm. 353-354.
4
Avita Adriyanti, Fifiana Wisnaeni, Irma Cahyaningtyas, Akibat Hukum Kepailitan Terhadap
Individu Yang Memiliki Hubungan Kekeluargaan Dalam Putusan No. 74/pailit/2010/pn.niaga.jkt.pst. jo
Putusan No. 156 k/pdt.sus.2011, NOTARIUS, 2021, Volume 14 Nomor 1, hlm 172.

4
badan hukum, tidak secara otomatis terhentinya operasi dalam perusahaan
tersebut.
UUKPKPU menjelaskan akibat dari adanya kepailitan dalam 43 pasal,
yaitu Pasal 21 sampai dengan Pasal 64. Adapun akibat-akibat yuridis dari adanya
putusan pailit terhadap harta kekayaan debitur maupun diri debitur adalah sebagai
berikut:
1. Terdapat putusan serta-merta yaitu putusan yang dapat dijalankan lebih
dahulu: Putusan kepailitan memiliki asas serta-merta dan dapat dijalankan
terlebih dahulu meski terdapat upaya hukum lebih lanjut. Hal ini
disebabkan karena kepailitan adalah alat mempercepat likuidasi terhadap
harta-harta debitur untuk pembayaran utangutangnya serta sarana untuk
mencegah perebutan harta debitur dari eksekusi yang ilegal dari para
kreditur.
2. itaan umum: sitaan umum meliputi harta debitur yang masuk harta pailit
beserta apa yang diperoleh selama kepailitan. Hakekat dari sitaan umum
adalah mencegah perebutan harta debitur dari eksekusi yang ilegal dari
para kreditur serta penghentian lalu lintas transaksi harta pailit oleh debitur
untuk mencegah kerugian para krediturnya.
3. Kehilangan wewenang dalam harta kekayaan: wewenang yang hilang
hanya terbatas pada harta kekayaannya dan tidak terhadap status diri
pribadinya (hak keperdataan) serta hak-hak lain selaku warga negara.
4. Perikatan setelah pailit: harta pailit tidak dapat digunakan untuk membayar
segala perikatan debitur yang timbul setelah putusan pailit.
5. Pembayaran utang debitur pailit: semua terkait tuntutan dan gugatan
mengenai hak dan kewajiban di bidang harta kekayaan dan pembayaran
piutang dari si pailit setelah adanya putusan pailit harus dilakukan oleh
atau kepada kurator.
6. Penetapan Putusan Pengadilan Sebelumnya: penghentian seketika harus
dilakukan terhadap penetapan pelaksanaan pengadilan yang menyangkut
setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan.
Selain itu, tidak ada suatu putusan yang dilaksanakan termasuk
menyandera debitur sejak penetapan pailit.
7. Hubungan Kerja dengan Para Pekerja: Pekerja dapat diberhentikan oleh
kurator dengan mengindahkan jangka waktu sesuai dengan perjanjian
maupun sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
pemberitahuan paling singkat 45 hari sebelumnya maupun sebaliknya
yaitu para pekerja dapat memutuskan hubungan kerja dengan debitur
pailit.
8. Kreditor Separatis dan Stay (Penangguhan Hak): Kreditor separatis
(pemegang jaminan kebendaan) dapat menjalankan hak eksekusinya
seakan-akan tidak terjadi kepailitan. Namun, setelah kreditor separatis
diberi waktu untuk menjual sendiri terdapat ketentuan khusus mengenai
masa tangguh (stay) dan eksekusi jaminan oleh kurator.
9. Organ-Organ Perseoran Terbatas: pernyataan pailit terhadap seorang
debitur yang menjabat sebagai direktur dan komisaris dari perseroan
terbatas mengakibatkan direktur dan komisaris tersebut tidak

5
diperbolehkan menjadi direktur dan komisaris dari perseroan terbatas
lainnya.
10. Actio Pauliana dalam Kepailitan: Actio pauliana sebagaimana Pasal 41 –
47 UUKPKPU ditujukan oleh Kurator dengan persetujuan Hakim
Pengawas. Hal ini berbeda dengan actio pauliana dalam KUH Perdata
yang hanya diajukan oleh Kreditor.
11. Paksa Badan (Gijzeling): Debitor pailit harus dipastikan benar-benar
membantu tugas kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.
12. Ketentuan Pidana: debitur yang pailit dapat dikenakan ketentuan pidana
yang diatur dalam Pasal 396 sampai Pasal 403 KUHP.

Pada pasal 23 Undang-Undang Kepailitan menyatakan bahwa semua


perikatan debitor paiit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak bisa
dibayar menggunakan harta pailit, kecuali ada kemungkinan bahwa perikatan-
perikatan tersebut mampu mendatangkan keuntungan bagi harta kekayaan
tersebut. Sebab itu, gugatan-gugatan hukum yang bersumber pada hak dan
kewajiban harta kekayaan debitur pailit harus diajukan terhadap atau oleh
kurator.
Pernyataan Pailit dilakukan oleh Hakim Pengadilan Niaga dengan
suatu putusan yang menimbulkan suatu akibat hukum baru seperti antara lain
Debitor yang semula berwenang mengurus dan menguasai hartanya menjadi
tidak berwenang mengurus dan menguasai hartanya sebagaimana yang
dikemukakan pada Pasal 24 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu:
1. Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal
putusan pernyataan pailit dinyatakan.
2. Tanggal putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak
pukul 00.00 waktu setempat.
3. Dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah
dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada
tanggal putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), transfer tersebut
wajib diteruskan.
4. Dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah
dilaksanakan transaksi efek di bursa efek maka transaksi tersebut wajib
diselesaikan.

6
Terkait dengan Putusan Nomor
75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst, berdasarkan ketentuan dalam Pasal
24 ayat (1) jo Pasal 15 UUKPKPU, debitur kehilangan hak dalam mengurus
serta menguasai harta kekayaannya, hak tersebut beralih kepada Kurator yang
ditunjuk yaitu Rio Bonang,S.H., Fitri Rachmawaty, S.H.,M.M., dan Salim The
Atmajaya,S.H. sejak hari putusan pailit diucapkan yaitu tanggal 19 Agustus
2022. Kurator dalam hal ini memegang kendali penuh atas harta kekayaan
debitur.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut jelas bahwa pengertian
perlindungan hukum dalam perkara kepailitan haruslah dilakukan secara
proporsional dengan memperhatikan kepentingan kreditur termasuk kreditur
lainnya yang tidak ikut menginginkan perkara kepailitan dan debitur secara
seimbang. Sebagaimana diketahui, sejak dijatuhkannya putusan pailit, maka
sejak saat itu debitur kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan
penguasaan harta bendanya (persona stand in indicio). Pengurusan dan
penguasaan harta benda tersebut akan beralih ke kurator (Balai Harta
Peninggalan-BHP).
Si pailit hanya diperkenankan untuk melakukan perbuatan hukum di
bidang harta kekayaan sepanjang hal tersebut menguntungkan harta (boedel)
pailit. Berdasarkan hal tersebut, tentunya menimbulkan kekhawatiran
bagaimanakah halnya kalau debitur sebelum dinyatakan pailit, telah
melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan kreditur.
Memperhatikan rumusan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
tersebut di atas, telah diatur upaya pengamanannya manakala debitur nakal
dengan menghilangkan dan atau menyembunyikan harta kekayaannya.
Selanjutnya dalam bagian penjelasannya, dijelaskan bahwa upaya pengamanan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan bersifat preventif dan sementara, dan
dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan bagi debitur melakukan tindakan
terhadap kekayaannya sehingga dapat merugikan kepentingan kreditur dalam
rangka pelunasan utangnya.5

5
Sriti Hesti Astiti, “Sita Jaminan Dalam Kepailitan”, Yuridika, Volume 29 Nomor 1 (Januari-April
2014), hlm. 69.

7
Putusan pailit mengakibatkan harta kekayaan debitur dimasukkan
dalam harta pailit sejak putusan tersebut dikeluarkan. Undang undang
kepailitan tidak memberi ketentuan yang eksplisit mengenai berubahnya status
harta debitur menjadi harta pailit setelah adanya putusan pernyataan pailit. Hal
itu hanya tersirat dari ketentuan-ketentuan dalam undang-undang kepailitan.
Pada Pasal 41 Undang- Undang Kepailitan, yaitu bahwa untuk
kepentingan harta pailit dapat dimintakan pembatalan atas segala perbuatan
hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan
kreditor, yang dinyatakan sebelum pernyataan pailit ditentukan. Pembatalan
hal tersebut hanya dapat dilakukan jika pada saat perbuatan hukum tersebut
dilakukan oleh debitor dan pihak dengan siapa perbutan hukum itu dilakukan
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatanhukum tersebut akan
berdampak pada kerugian bagi kreditor, kecuali perbuatan hukum yang
dilakukan debitor wajib dilakukan berdasarkan perjanjian dan atau karena
undang-undang.
Akibat kepailitan terhadap barang jaminan, yaitu bahwa setiap kreditor
yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak agunan atas kebendaan
lainnya dapat mengeksekusi sendiri haknya seolah-olah tidak terjadi
kepailitan. Akibat kepailitan bagi pemegang hak tanggungan sebagaiamana
yang diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan Penjelasan Pasal 21
yang menyatakan bahwa kedudukan diutamakan pemegang hak tanggungan
dengan mengecualikan berlakunya akibat kepailitan pemberi hak tanggungan
terhadap objek hak tanggungan.
Pasal 55 Undang-Undang Kepailitan telah ditentukan bahwa setiap
kreditor pemegang hak tanggungan yang berkedudukan sebagai kreditor
separatis dan memiliki hak preferen, dapat mengeksekusi haknya seolah- olah
tidak terjadi kepilitan , kecuali dalam hal penagihan suatu piutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dan 137 Undang-Undang Kepailitan.
Hak kreditor pemegang hak tanggungan untuk mengeksekusi harta debitor
pailit yang menjadi jaminan, seolah-olah tidak terjadi kepailitan, harus
memperhatikan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, sebelum
kreditor pemegang hak tanggungan tersebut mengekseskusi atau menjualnya
Pengecualian terhadap kreditor yang memegang hak tanggungan, hak
gadai, atau hak agunan atau kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya
8
seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Sedangkan yang dimaksud dengan
pemegang hak tanggungan adalah pemegang hipotik yang berhak untuk segera
mengeksekusi haknya sebagimana diperjanjikan sesuai pada Pasal 1178
KUHPerdata dan berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 20 Ayat (1) UU Nomor 4
tahun 1996 tentang Hak Tanggugan atas Tanah beserta benda- benda yang
berkaitan dengan Tanah.
Akibat hukum Putusan pailit terhadap kreditor preferen pemegang hak
tanggungan, antara lain Akibat kepailitan bagi pemegang hak tanggungan
sebagaiamana yang diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan
Penjelasan Pasal 21 yang menyatakan bahwa kedudukan diutamakan
pemegang hak tanggungan dengan mengecualikan berlakunya akibat
kepailitan pemberi hak tanggungan terhadap objek hak tanggungan. Pasal 55
Undang-Undang Kepailitan telah ditentukan bahwa setiap kreditor pemegang
hak tanggungan yang berkedudukan sebagai kreditor separatis dan memiliki
hak preferen, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan,
harus memperhatikan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, sebelum
kreditor pemegang hak tanggungan tersebut mengekseskusi atau menjualnya.6
Akibat hukum lainnya adalah adanya hak retensi yang diatur dalam
Pasal 59 yaitu hak kreditur untuk menahan barang-barang kepunyaan debitor
sampai dibayarnya utang tidak kehilangan hak untuk menahan barang dengan
diucapkannya pernyataan pailit. Apabila kuator bermaksud untuk menebus
barang-barang tersebut, maka kuator wajib melunasi utang debitor yang pailit
tersebut terlebih dahulu.
Akibat yang terpenting dari pernyataan pailit adalah bahwa Debitur demi
hukum kehilangan haknya untuk berbuat bebas terhadap harta kekayaannya,
begitu pula hak untuk mengurusnya. Ia tidak boleh lagi melakukan
pengeluaran uang dengan sekehendaknya sendiri dan perbuatan-perbuatan
yang dilakukan dengan itikad buruk untuk merugikan para Kreditur, ia dapat
dituntut pidana. Jika dalam kepailitan diajukan rencana perdamaian dan
disetujui dalam rapat Kreditur oleh lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Kreditur
konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau yang sementara
diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh
6
Danik Gatot Kuswardani dan Achmad Busro, Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Kreditor
Preferen Dalam Perjanjian Kredit Yang Dijaminkan Dengan Hak Tanggungan , AW REFORM, 2014, vol. 9, no.
2, hlm.80-81.

9
piutang konkuren yang diakui atau sementara diakui, kemudian disahkan oleh
Pengadilan Niaga dalam sidang homologasi, dan putusan pengesahan
perdamaian tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap.Homologasi
perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum pasti membawa akibat
berakhirnya kepailitan Debitur.
2. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menyatakan Pailit dalam Putusan
Nomor 75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst
Seorang debitor dapat dinyatakan pailit jika memenuhi syarat-syarat
berikut :7
1. Debitor Paling Sedikit Memiliki Dua Kreditor Dalam Undang-Undang
Kepailitan (UUKPKPU) ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan
bahwa harta kekayaan debitor harusdibagi secara adil kepada setiap
kreditor. Dan pada pasal tersebut juga dijadikan sebagai landasan bahwa
keberadaan dua kreditor merupakan sebuah syarat.
2. Debitor Paling Sedikit Tidak Membayar Satu Utang Kepada Salah Satu
Kreditor Suatu keadaan dimana debitor tidak membayar utang yang
seharusnya ia bayarkan merupakan pengertian dari keadaan berhenti
membayar utang-utang. Jika debitor baru satu kali tidak membayar
utangnya, maka dia masih belum bisa dikatakan suatu keadaan berhenti
membayar. Sedangkan keadaan berhenti membayar merupakan suatu
keadaan yang mana debitor lebih dari satu kali tidak membayar, dan
keadaan seperti ini merupakan syarat mutlak untuk pernyataan pailit.
3. Utang yang Belum Dibayar Telah Jatuh Waktu dan Sudah Dapat Ditagih
Pengertian utang jatuh waktu dan dapat ditagih tidak memiliki arti yang
sama. Utang yang telah jatuh waktu dengan sendirinya akan menjadi
utang yang dapat ditagih, tetapi utang yang telah dapat ditagih belum
tentu utang yang telah jatuh waktu. Utang bisa dikatakan telah jatuh
waktu jika telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitor.
Suatu utang dapat ditagih meski beum waktunya, jika terjadi wanprestasi
yang sebagaimana telah ditentukan dalam perjanjian.

Menurut Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 8 Ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU
No 37 Tahun 2004 ada dua syarat :
1. Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di
muka pengadilan “Kreditor” di sini mencakup baik kreditor konkuren,
kreditor separatis maupun kreditor preferen;
2. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Artinya adalah
kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena
telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya
7
Tinjauan Umum Tentang Kepailitan, PKPU, dan Restrukturisasi Utang, (Universitas Indonesia:
2009), hlm. 12.

10
sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh
instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter,
atau majelis arbitrase;
3. Kedua hal tersebut (adanya dua atau lebih kreditor dan adanya utang
yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih) dapat dibuktikan secara
sederhana.
Kasus Putusan Nomor 75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst
Bahwa sampai batas akhir pengajuan tagihan para Kreditor pada hari Selasa,
tanggal 30 Juni 2022, di kantor Tim Pengurus telah diterima dan dilakukan
pencatatan atas tagihan para Kreditor sebagai berikut Kreditor Konkuren,
sebanyak 23 (dua puluh tiga) kreditor yang telah terverifikasi adalah sebesar
Rp218.441.051.720,00 (dua ratus delapan belas milyar empat ratus empat
puluh satu juta lima puluh satu ribu tujuh ratus dua puluh Rupiah) yang terdiri
dari 23 (dua puluh tiga) Kreditor. Dalam hal ini kedua syarat di dalam Pasal 2
Ayat 1 diatas terpenuhi.
Sebelum dinyatakan Pailit, debitor ini telah melakukan Permohonan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh
Pemohon PKPU tersebut, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat telah menjatuhkan Putusan dengan Nomor
75/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst, pada hari Senin, tanggal 06 Juni
2022 dengan amar putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) yang diajukan oleh Pemohon PKPU untuk
seluruhnya;
2. Menyatakan dan menetapkan Termohon PKPU/ PT. Imza Rizky
Jaya yang beralamat di The Plaza Office Tower, lantai 25, Jl. MH.
Thamrin Kavling 28-30, Jakarta Pusat, berada dalam keadaan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara untuk
paling lama 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak Putusan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) a quo diucapkan
dengan segala akibat hukumnya;
Bahwa pada tanggal 20 Juli 2022 telah dilaksanakan Rapat
Permusyawaratan Majelis Hakim dan atas permohonan perpanjangan waktu

11
Majelis Hakim dengan putusannya Nomor 75/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN Niaga
Jkt.Pst, tanggal 20 Juli 2022, yang amarnya sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan perpanjangan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang Sementara (PKPU) yang diajukan oleh Termohon
PKPU untuk seluruhnya;
2. Menyatakan dan menetapkan Termohon PKPU / PT. Imza Rizky Jaya
yang beralamat di The Plaza Office Tower Lantai 25, Jalan MH.
Thamrin Kav. 28-30, Jakarta Pusat, berada dalam keadaan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara untuk paling lama
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Putusan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) a quo diucapkan dengan segala akibat
hukumnya;
Menimbang, bahwa berdasarkan laporan Tim Pengurus, laporan
Hakim Pengawas, Para Kreditur tidak menyetujui Perpanjangan Waktu untuk
pembahasan Rencana Perdamaian yang diajukan oleh Debitor / Termohon
PKPU yang telah diajukan secara lisan dalam Rapat Pembasan Rencana
Perdamaian dan Pemungutan Suara yang dilaksanakan pada Hari Senin
tanggal 15 Agustus 2022, sehingga Hakim Pengawas meminta Tim Pengurus
untuk melaksanakan Pemungutan Suara, dan didapatkan hasil Pemungutan
Suara dilakukan oleh 20 (dua puluh) Kreditor Konkuren yang hadir dalam
rapat, mewakili tagihan yang diakui tetap sebesar Rp. 217.761.051.720 atau
sejumlah 21.776 suara dari 23 (dua puluh tiga) Kreditor Konkuren yang
terdaftar pada saat Rapat, diperoleh hasil : 17 (tujuh belas) Kreditor Konkuren
menolak pemberian perpanjangan waktu yang mewakili tagihan yang diakui
tetap sebesar Rp. 210.402.538.720 atau sejumlah 21.040 suara atau mewakili
96,62 % dari tagihan yang diakui tetap dan 3 (tiga) Kreditor Konkuren setuju
memberikan perpanjangan waktu yang mewakili tagihan yang diakui tetap
sebesar Rp. 7.358.513.000 atau sejumlah 736 suara atau mewakili 3,38 % dari
tagihan yang diakui tetap;
Menimbang, bahwa karena Kreditur yang setuju untuk menolak
perpanjangan untuk membahas rencana perdamaian yang diajukan oleh
Debitor telah memenuhi ketentuan Pasal 229 Ayat (1) Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang maka baik Pengurus maupun Hakim Pengawas telah
12
merekomendasikan atau menyatakan bahwa permohonan perpanjangan untuk
memberikan waktu Debitor untuk menyusun Rencana Perdamaian yang
diajukan oleh Debitor tidak disetujui/ditolak;
Menimbang bahwa mengenai kesempatan yang diberikan kepada
Debitor untuk segera membuat proposal perdamaian, Tim Pengurus sudah
beberapa kali mengingatkan kepada Debitor untuk segera membuat dan
menyerahkan proposal perdamaiannya kepada Tim Pengurus untuk
selanjutnya dibagikan kepada Para Kreditor dan dibahas dalam rapat Kreditor,
terbukti dari surat Tim Pengurus yang dikirimkan kepada Debitor, Namun dari
ketiga surat dari Tim Pengurus tersebut tidak ada yang direspon oleh Debitor,
sehingga sampai dengan hari Jumat tanggal 12 Agustus 2022 Debitor belum
juga mengirimkan Rencana Proposal Perdamaian.
Pada hakekatnya tujuan PKPU adalah untuk perdamaian. Fungsi
perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan
tujuan utama bagi si debitor, dimana si debitor sebagai orang yang paling
mengetahui keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke
depan baik potensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari
kemungkinan-kemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utang-
utang terhadap sekalian kreditornya.8
Akan tetapi dalam putusan diatas diketahui bahwa debitor hanya
meminta perpanjangan PKPU namun tidak mengirimkan rencana Proposal
Perdamaian. Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian ini adalah untuk
menyusun suatu strategi baru bagi si debitor menjadi sangat penting. Namun
karena faktor kesulitan pembayaran utang-utang yang mungkin segera jatuh
tempo yang mana sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitor
terpaksa membuat suatu konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya
akan ditawarkan kepada pihak kreditor, dengan demikian si debitor masih
dapat nantinya, tentu saja jika perdamaian ini disetujui oleh para kreditor
untuk meneruskan berjalannya perusahaan si debitor tersebut.
Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah dapat tercapainya
perdamaian antara debitor dan seluruh kreditor dari rencana perdamaian yang
diajukan/ditawarkan si debitor tersebut.Apabila rencana perdamaian tidak

8
Juditia Damlah, Akibat Hukum Putusan Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Berdasarkan Undang-Undang, Lex Crimen,2017, Vol. VI/No. 2, hlm.94.

13
tercapai atau Pengadilan menolak rencana perdamaian, maka Pengadilan wajib
menyatakan Debitor dalam Keadaan Pailit. Sehingga Pengadilan dapat
menyatakan debitor dalam keadaan pailit karena:9
1. Harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk
menahan benda, jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui
dalam perdamaian.
2. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin.
3. Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persengkokolan dengan
satu atau lebih kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak
jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja
sama untuk mencapai hal ini.
4. Imbalan jasa dan biaya dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum
dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayaran.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dan petimbangan diatas dimana
dari hasil pemungutan suara atas permohonan perpanjangan waktu dari
Debitor diatas maka tidak terpenuhi ketentuan Pasal 229 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang dan telah nyata Debitor setelah diperingatkan oleh
Pengurus untuk segera membuat dan menyerahkan proposal perdamaian
hingga rapat kreditor dengan agenda pembahasan proposal perdamaian belum
juga disampaikan, sehingga tidak bisa dilakukan pembahasan proposal
perdamaian tersebut dan oleh karenanya dilakukan pemungutan suara terhadap
permohonan perpanjangan waktu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
yang diajukan oleh Kuasa Debitor, dimana sebagaimana hasil pemungutan
suara sebagaimana diuraikan diatas permohonan perpanjangan waktu
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap PT. Imza Rizky Jaya
(Dalam PKPU) TIDAK DAPAT DITERIMA /DITOLAK maka sesuai dengan
Pasal 230 ayat 1 Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Majelis Hakim wajib
menyatakan PT. Imza Rizky Jaya (Dalam PKPU) Pailit dengan segala akibat
hukumnya.

9
Ibid.

14
UU KPKPU juga mengatur mengenai pembuktian secara sederhana
yang harus dipenuhi untuk menyatakan seorang debitur menjadi pailit yaitu
dalam Pasal 8 ayat (4) yang menyebutkan bahwa:
“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat
fakta”atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa
persyaratan”untuk dinyatakan”pailit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal”2 ayat (1) telah dipenuhi”.
Pembuktian sederhana tersebut harus ditetapkan dalam sebuah putusan
pernyataan pailit paling lambat 60 hari setelah permohonan pernyatan pailit
didaftarkan oleh pihak debitur sendiri maupun kreditur atau beberapa kreditur.
Fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana dapat dijelaskan bahwa
adanya dua atau lebih kreditor dan terdapat utang yang telah jatuh waktu dan
tidak dibayar sehingga disebut sebagai pembuktian sederhana. Hal ini
merupakan sifat mutlak yang harus dipenuhi oleh hakim dalam penjatuhan
putusan pailit. Perwujudan makna yang luas dari segi norma adalah
pemenuhan syarat formil dan syarat materiil untuk menjatuhkan sebuah
putusan pailit. Namun, keadilan, kecepatan, keterbukaan, dan keefektifan
dianggap kurang memadai dalam penyelesaian permasalahan utang piutang
dengan tujuan untuk dapat mewadahi perkembangan dan kebutuhan hukum
dalam masyarakat.
Kasus Putusan Nomor 75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst yang
telah terpenuhi. Pembuktian secara sederhana tesebut dapat diuraikan sebagai
berikut: Bahwa debitor memilki utang dengan jumlah total tagihan kreditor
yang telah terverifikasi adalah sebesar Rp218.441.051.720,00 (dua ratus
delapan belas milyar empat ratus empat puluh satu juta lima puluh satu ribu
tujuh ratus dua puluh Rupiah) yang terdiri dari 23 (dua puluh tiga) Kreditor;
E. Penutup
Akibat hukum putusan pengadilan terhadap debitor yang dinyatakan pailit
adalah sejak tanggal putusan pernyataan pailit, si debitor (si pailit) kehilangan hak
untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta kekayaannya yang termasuk
dalam harta pailit. Sejak dinyatakan pailit pengurusan dan penguasaan harta kekayaan
si pailit beralih ke tangan kurator atau Balai Harta Peninggalan.
Akibat yang terpenting dari pernyataan pailit adalah bahwa Debitur demi
hukum kehilangan haknya untuk berbuat bebas terhadap harta kekayaannya, begitu
pula hak untuk mengurusnya. Ia tidak boleh lagi melakukan pengeluaran uang dengan

15
sekehendaknya sendiri dan perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan itikad buruk
untuk merugikan para Kreditur, ia dapat dituntut pidana. Jika dalam kepailitan
diajukan rencana perdamaian dan disetujui dalam rapat Kreditur oleh lebih dari ½
(satu perdua) jumlah Kreditur konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya
diakui atau yang sementara diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari
jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui atau sementara diakui, kemudian
disahkan oleh Pengadilan Niaga dalam sidang homologasi, dan putusan pengesahan
perdamaian tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap.Homologasi
perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum pasti membawa akibat
berakhirnya kepailitan Debitur.
Dasar pertimbangan Hukum dalam menyatakan pailit dalam putusan Nomor
75/pdt.Sus/PKPU/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst yaitu:
1. Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang
karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka
pengadilan “Kreditor” di sini mencakup baik kreditor konkuren, kreditor
separatis maupun kreditor preferen.
2. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Artinya adalah
kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah
diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana
diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang
berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis
arbitrase.
3. Kedua hal tersebut (adanya dua atau lebih kreditor dan adanya utang yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih) dapat dibuktikan secara sederhana.
4. Tidak tercapainya perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU).

16
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Keajiban Pembayaran Utang.
Buku
M. Hadi Subhan, 2008, Hukum kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Munir Fuady, 2002, Hukum Pailit, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Zaeni Asyadie, 2014, Hukum Bisnis Prinsip dalam Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, hlm.
Karya Ilmiah
Avita Adriyanti, Fifiana Wisnaeni, Irma Cahyaningtyas, Akibat Hukum Kepailitan Terhadap
Individu Yang Memiliki Hubungan Kekeluargaan Dalam Putusan No.
74/pailit/2010/pn.niaga.jkt.pst. jo Putusan No. 156 k/pdt.sus.2011, NOTARIUS,
2021, Volume 14 Nomor 1.
Danik Gatot Kuswardani dan Achmad Busro, Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap
Kreditor Preferen Dalam Perjanjian Kredit Yang Dijaminkan Dengan Hak
Tanggungan , AW REFORM, 2014, vol. 9, no. 2.
Juditia Damlah, Akibat Hukum Putusan Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang Berdasarkan Undang-Undang, Lex Crimen,2017, Vol. VI/No. 2, hlm.94.
Larassatya. 2009. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan, PKPU, dan Restrukturisasi Utang,
Universitas Indonesia.Sriti Hesti Astiti, 2014, Sita Jaminan Dalam Kepailitan ,
Yuridika, Volume 29 Nomor 1.

17

Anda mungkin juga menyukai