Anda di halaman 1dari 11

TUGAS INDIVIDU

Akibat Kepailitan,Kurator,Hakim Pengawas,Panitia


Kreditor & Actio Paulina

Disusun Oleh :
ARIYOS (191320035)

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM RAHMANIYAH SEKAYU


TAHUN 2022
Akibat Kepailitan
Menurut UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kepailitan merupakan realisasi dari dua asas
pokok yang terkandung dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPer.
Pasal 1131 KUHPer menetapkan sebagai berikut: “Segala kebendaan si berutang, baik
yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di
kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Selanjutnya Pasal
1132 KUHPer menentukan: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua
orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara
para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”
Dalam hal untuk mengajukan permohonan kepailitan, maka harus memenuhi syarat Pada
Pasal 2 UUK yaitu Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya
Apabila seorang debitor dinyatakan pailit, maka ada beberapa akibat hukum yang akan
diterima oleh debitor yaitu:
1. Akibat terhadap debitor pailit
Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus
kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit
diucapkan. Selain itu tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit
harus diajukan oleh atau terhadap Kurator.

2. Akibat terhadap kekayaan


Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit
diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Namun sesuai Pasal 22
terdapat beberapa barang yang dikecualikan dari harta pailit, selain itu segala sesuatu
yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri dan uang yang diberikan kepada debitor
untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah juga termasuk ke dalam pengecualian.

3. Akibat terhadap perikatan


Ketentuan pasal 25 menyatakan bahwa semua perikatan debitor yang terbit
sesudah putusan pernyataan pailit tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit, kecuali
perikatan tersebut menguntungkan harta pailit.

4. Akibat terhadap penahanan


Menurut pasal 31 ayat (3), Debitor yang sedang dalam penahanan harus
dilepaskan seketika setelah putusan pernyataan pailit diucapkan.

5. Akibat terhadap warisan


Dalam pasal 40 ayat (1) Warisan yang selama kepailitan jatuh kepada debitor
Pailit, oleh Kurator tidak boleh diterima, kecuali apabila menguntungkan harta pailit. Hal
ini disebabkan warisan bisa dalam bentuk piutang maupun utang. Untuk tidak menerima
suatu warisan, Kurator memerlukan izin dari Hakim Pengawas.

6. Akibat terhadap penjualan benda


Pasal 33 menentukan bahwa dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan, penjualan benda milik debitor baik bergerak maupun tidak bergerak dalam
rangka eksekusi sudah sedemikian jauhnya hingga hari penjualan benda itu sudah
ditetapkan maka dengan izin Hakim Pengawas atau Kurator dapat meneruskan penjualan
itu. Adapun hasil penjualan benda milik debitor masuk dalam harta pailit dan tidak
diberikan kepada pemohon eksekusi.

Putusan pailit pada debitor, mempengaruhi kedudukan kreditor pemegang,hak


tanggungan dalam proses eksekusi untuk memperoleh pelunasan piutangnya. Pasal 1 dan Pasal
20 UUHT memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang hak tanggungan
( hak preferen ). Pasal 6 dan Pasal 20 UUHT mengatur mengenai pelaksanaan eksekusi objek
Hak
Tanggungan yang dapat dilakukan dengan cara parate eksekusi berdasarkan title eksekutorial
yang ada di Sertipikat Hak Tanggungan. Kedudukan kreditor pemengang hak Tanggungan juga
diatur dalam Undang-Undang Kepailitan Pasal 55 ayat (1), yang menyatakan bahwa Kepailitan
tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap Hak Hak Tanggungan dan kreditor diberi
kewenangan untuk mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Kewenangan
kreditor untuk melakukan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan pelaksanaannya harus tetap
memperhatikan Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58 Undang-Undang Kepailitan yang mengatur
bahwa, sebelum kreditor atau pihak ketiga megeksekusi, harus diperhatikan Pasal 56 ayat (1)
Undang-Undang Kepailitan yang menentukan bahwa hak eksekusi kreditor dan pihak ketiga
untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasan debitor pailit dan kurator, ditangguhkan
untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak putusan pernyataan pailit diucapkan.
Akibat Putusan pailit bagi kreditor pemegang hak tanggungan, disatu sisi dikatakan tidak
berpengaruh terhadap proses eksekusi objek hak tanggungan yang dilakukan kreditor, akan tetapi
hal tersebut juga terhambat karena Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan yang mengatur
mengenai penangguhan terhadap eksekusi agunan yang berada dalam penguasan debitor pailit
atau kurator, selama 90 hari terhitung sejak putusan pailit dibacakan. Selama berlangsungnya
jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hokum untuk memperoleh pelunasan atas suatu
piutang tidak dapat diajukan dalam sidang peradilan, baik kreditor maupun pihak ketiga dilarang
mengeksekusi ataupun memohonkan sita atas benda yang menjadi agunan.
Pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan, maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
1. Seluruh harta kekayaan si pailit jatuh dalam keadaan penyitaan umum yang bersifat
konservator;
2. Si pailit kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya sendiri;
3. Harta kekayaan si pailit diurus dan dikuasai oleh Balai Harta Peninggalan atau kurator
untuk kepentingan semua para Kreditor;
4. Dalam putusan hakim tersebut ditunjuk seorang hakim komisaris yang bertugas untuk
memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan;
5. Kepailitan itu semata-mata hanya mengenai harta kekayaan si pailit saja
dan tidak mengenai diri si pailit.
Dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit, demi hukum Debitor kehilangan hak
untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya, kekayaantersebut menjadi harta pailit dan
beralih kepada kurator (penguasaan dan pengurusannya). Akan tetapi, meskipun Debitor
kehilangan haknya, Debitor masih berwenang melakukan perbuatan hukum dalam bidang harta
kekayaan sepanjang perbuatannya membawa keuntungan bagi harta pailit.

Akibat terhadap transfer dana dan transaksi efek :


Apabila sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana
melalui bank atau lembaga selain bank, maka transfer tersebut wajib diteruskan. Kemudian, jika
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di bursa efek
maka transaksi wajib diselesaikan.

Zero Hour Principle

Jika merujuk kepada Pasal 24 UUKepailitan, dikenal prinsip zero hour principle. Artinya,
suatu harta debitor sudah berada dalam sita umum sejak dinyatakan pailit oleh pengadilan. Jika
dilihat secara kasat mata, tidak ada yang salah dalam ketentuan ini. Namun, kebingungan baru
muncul ketika kurator akan menjalankan sita umum tersebut. Pasalnya, kurator baru bisa bekerja
setelah kurator mendapatkan salinan putusan yang secara praktik sulit didapat dalam waktu
singkat.

Aspek Hukum Kurator

Pengertian Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”) adalah Balai Harta Peninggalan
atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta
debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas
yang ditunjuk dari hakim Pengadilan. Kurator sendiri pada Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan
disebutkan dalam kedudukannya harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan
dengan debitor atau kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara. Tugas Kurator sendiri adalah melakukan
pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Kurator berwenang melaksanakan tugas
pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan
meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
Dalam melaksanakan tugas, Kurator tidak harus memperoleh persetujuan dari atau
menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ debitor,
meskipun dalam keadaan di luar kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan demikian
dipersyaratkan, dan Kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, untuk meningkatkan
nilai harta pailit.
Sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk
mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan
surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima. Jika terjadi kesalahan atau kelalaian
dalam tugas pengurusan harta pailit, Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau
kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan
kerugian terhadap harta pailit.

Hakim Pengawas

Hakim pengawas ditunjuk oleh hakim pengadilan. Hakim pengawas berperan penting
dalam putusan pernyataan pailit. Sebelum pengadilan mengambil keputusan terkait harta pailit,
pengadilan diharuskan mendengar argumen atau pendapat dari hakim pengawas.Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, hakim pengawas ialah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan, dalam putusan
pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang. Selain hakim pengawas, pengadilan juga
akan meunjuk kurator untuk mengurus atau membereskan harta yang dimilik debitur pailit, di
bawah pengawasan sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Kurator dalam konteks ini
diartikan sebagai Balai Harta Peninggalan atau orang yang ditunjuk oleh pengadilan.

 Tugas hakim pengawas


Dikutip dari jurnal Fungsi dan Tanggung Jawab Hakim Pengawas dalam Pemberesan Harta
Pailit (2015) karya Rudy Mamangkey, salah satu tugas utama dari seorang hakim pengawas ialah
memberikan persetujuan dan instruksi kepada kurator untuk melaksanakan tugasnya yang
berkaitan dengan harta pailit.
Menurut Yuhelson dalam Hukum Kepailitan di Indonesia (2019), seluruh tugas dan
wewenang hakim pengawas dijelaskan dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berikut penjelasannya:

1. Hakim pengawas meminta kurator untuk memberi kepastian tentang perjanjian timbal
balik antara debitur dengan pihak bersangkutan (kreditur).
2. Hakim pengawas memberi jangka waktu, apabila kesepakatan tentang perjanjian timbal
balik tersebut tidak tercapai.
3. Hakim pengawas memberi putusan atas permohonan kreditur atau pihak ketiga yang
berkepentingan, karena haknya ditangguhkan.
4. Hakim pengawas memberi persetujuan kepada kurator, terkait segala hal yang berkaitan
dengan harta pailit.
5. Hakim pengawas menentukan hari, tanggal, waktu, dan lokasi rapat kreditur pertama.

 Fungsi hakim pengawas


Dalam jurnal Fungsi dan Tanggung Jawab Hakim Pengawas dalam Penyelesaian
Harta Pailit (2015) karya Claudia Patricia Ningsih Togas, fungsi utama hakim pengawas
ialah untuk mengawasi proses pengurusan dan penyelesaian harta pailit.
Selain itu, dalam pengadilan, hakim pengawas juga berfungsi untuk
menyampaikan pendapat mengenai pengurusan dan penyelesaian harta pailit, sebelum
pengadilan memberi keputusan. Secara garis besar, fungsi hakim pengawas ialah untuk
mengawasi penyelesaian harta pailit.
Panitia Kreditor

Salah satu pihak yang dikenal dalam proses Kepailitan adalah Panitia Kreditor. Panitia
Kreditor adalah pihak yang mewakili pihak kreditor sehingga panitia kreditor tentu akan
memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditor.
Ada dua macam panitia kreditor yang diperkenalkan oleh Undang-Undang Kepailitan, yaitu:

1. Panitia Kreditor Sementara


Menurut Undang-Undang Kepailitan Indonesia Nomor 37 tahun 2004 Pasal 79
bahwa dalam putusan pailit, Pengadilan dapat membentuk panitia kreditor sementara.
Panitia ini terdiri atas 3 (tiga) orang yang dipilih dari Kreditor yang dikenal dengan
maksud memberikan nasihat kepada Kurator.Kreditor yang dikenal adalah Kreditor yang
telah dilaporkan oleh diri. Kreditor yang diangkat dapat mewakilkan kepada orang lain
semua pekerjaan yang berhubungan dengan tugas-tugasnya dalam panitia.
2. Panitia Kreditor Tetap
Setelah utang utang selesai dilakukan, Hakim pengawas wajib menawarkan
kepada Kreditor untuk membentuk panitia kreditor tetap. Dalam menjalankan tugasnya
panitia kreditur tetap berhak meminta semua dokumen yang berkaitan dengan kepailitan
dan memberikan nasihat kreditur.

Actio Paulina

Dalam hukum kepailitan dikenal istilah actio pauliana, yaitu upaya hukum oleh para
kreditor untuk membatalkan transaksi debitor yang dinilai menimbulkan kerugian terhadap
kreditor. Dalam praktiknya, sering terjadi debitor melakukan hibah sebelum dirinya dinyatakan
pailit yang mengurangi pembayaran utang-utangnya. Hal ini tentu bisa merugikan kreditor.
Karena itu, kreditor bisa melakukan upaya hukum actio pauliana.
Secara umum, actio paulina diatur di dalam KUH Perdata Pasal 1341, berbunyi,
“Meskipun demikian, tiap kreditor boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang
tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitor, dengan nama apapun juga, yang merugikan
kreditor, asal dibuktikan, bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitor dan orang yang
dengannya atau untuknya debitor itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan
kerugian bagi para kreditor. Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-
barang yang menjadi obyek dari tindakan yang tidak sah, harus dihormati.”
Ketentuan actio paulina dalam Pasal 1341 KUH Perdata merupakan pengecualian
terhadap Pasal 1340 KUH Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian hanya berlaku dan
mengikat para pihak yang membuatnya. Dengan mekanisme actio paulina, maka pihak ketiga
yang merasa dirugikan dapat menuntut pembatalan perjanjian.
Pada hakikatnya, actio paulina erat kaitannya dengan utang piutang. Merujuk pada Pasal
1131 KUH Perdata, segala kebendaan debitor menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan. Hal ini berarti debitor bebas untuk menentukan bagaimana dia memanfaatkan
segala kebendaan yang dimilikinya, tetapi tidak boleh merugikan kreditor. Actio paulina
berperan dalam hal tindakan debitor merugikan kreditor.
Secara khusus, actio pauliana diatur dalam Pasal 41 ayat (1-2) UU Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kedua pasal itu menegaskan
bahwa untuk kepentingan harta pailit, pengadilan dapat melakukan pembatalan segala perbuatan
hukum debitor yang merugikan kepentingan kreditor.
Actio paulina bisa dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Pembatalan
hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan,
debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui bahwa
perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.
Pasal 41 Ayat (3) UU Nomor 37 Tahun 2004 memberikan pengecualian terhadap upaya
hukum actio pauliana. “Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
perbuatan hukum debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena
undang-undang.”

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan gugatan actio pauliana ini
diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata, yaitu:
1. Kreditor yang mengajukan gugatan haruslah merupakan kreditor yang memiliki
kewenangan;
2. Kreditor harus membuktikan bahwa debitor telah melakukan tindakan yang tidak
diwajibkan olehnya;
3. Kreditor harus membuktikan bahwa tindakan debitor merugikan kreditor;
4. Kreditor harus membuktikan bahwa, baik debitor maupun pihak dengan siapa debitor
melakukan perbuatan itu, mengetahui bahwa perbuatan hukum itu akan membawa akibat
yang merugikan kreditor;
Terhadap perbuatan yang dilakukan dengan cuma-cuma oleh debitor, kreditor cukup
membuktikan bahwa debitor pada waktu melakukan perbuatan tersebut akan merugikan kreditor,
tanpa mempersoalkan apakah orang yang menerima keuntungan juga mengetahuinya atau tidak.
Mengenai diterima atau tidaknya gugatan actio pauliana ini, akan ditentukan berdasarkan
putusan pengadilan. Apabila hasil dari putusan adalah membatalkan perjanjian atau tindakan
yang merugikan kepentingan kreditor (khususnya atas harta kekayaan debitor), maka seluruh
kebendaan kreditor akan dikembalikan seperti semula.
Akibat hukum dari actio pauliana adalah dibatalkannya kewajiban-kewajiban perbuatan
hukum debitor dengan pihak siapa perbuatan hukum itu dilakukan dilandasi dengan etikad tidak
baik sehingga dinilai merugikan kreditor. Jaminan hukum yang diberikan oleh kedua aturan
tersebut bagai angin segar bagi kreditor sehingga mendapatkan jaminan hukum atas
kepentingannya dalam proses kepailitan. Namun perlu dicermati belum ada pengaturan
pertanggungjawaban debitor yang melakukan perbuatan hukum dengan etikad tidak baik tapi
pihak ketiga memiliki etikad baik, sehingga perlu adanya penambahan aturan dalam hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja (1999), Kepailitan, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.

Bagus Wicaksono (2022, Januari 3) Akibat-akibat yang Dapat Ditimbulkan oleh Kepailitan.

abpadvocates.com. Diakses Pada 09 Juni 2022 melalui

https://abpadvocates.com/inilah-akibat-akibat-yang-dapat-ditimbulkan-oleh-kepailitan/

HRS (2012, Novemberi 2) Revisi UU Kepailitan, Lindungi Kurator.

hukumonline.com Diakses Pada 09 Juni 2022 melalui

https://www.hukumonline.com/berita/a/revisi-uu-kepailitan--lindungi-kurator

Admin(2021, Agustus 19) Kedudukan Kurator Dalam Kepailitan

martenluckyzebua.co.id Diakses Pada 09 Juni 2022 melalui

https://martenluckyzebua.co.id/2021/08/19/kedudukan-kurator-dalam-kepailitan

Vanya Karunia Mulia Putri (2019, Juli 7) Tugas dan Fungsi Hakim Pengawas.

Kompas.com Diakses Pada 09 Juni 2022 melalui

https://www.kompas.com/skola/read/2021/07/07/141127269/tugas-dan-fungsi-hakim

pengawas
Bagus Wicaksono (2017, Januari 11) Mengenal Actio Pauliana dalam Hukum Kepailitan

abpadvocates.com Diakses Pada 09 Juni 2022 melalui

https://abpadvocates.com/mengenal-actio-pauliana-dalam-hukum-kepailitan/

Anda mungkin juga menyukai