Anda di halaman 1dari 7

HUKUM KEPAILITAN

Pengertian Pailit dan Dasar Hukum Kepailitan


Hukum Kepailitan merupakan suatu bidang ilmu hukum yg spesifik diadakan menjadi salah
satu sarana hukum buat penyelesaian utang piutang.

Berdasarkan Pasal 1 nomor (1) Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (biasa disebut “UU Kepailitan“), Kepailitan
adalah Sita awam atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan serta pemberesannya
dilakukan sang kurator dibawah supervisi Hakim Pengawas.

Bila melihat definisi tersebut maka ada beberapa pihak yg terlibat dalam suatu proses
Kepailitan, yaitu Kreditor, Debitor, Debitor Pailit, Kurator dan Hakim Pengawas.
Kreditor artinya orang yang mempunyai piutang sebab perjanjian atau Undang-undang yang
dapat ditagih di muka pengadilan (Pasal 1 Ayat (2)).

Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-undang yg
pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan (Pasal 1 Ayat (3)).

Debitor Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan (Pasal
1 Ayat (4)).

Kurator ialah Balai Harta Peninggalan atau orang Perorangan yg diangkat oleh Pengadilan
buat mengurus serta membereskan harta Debitur Pailit di bawah pengawasan Hakim
Pengawas (Pasal 1 Ayat (5)).

Persyaratan Pailit
Permohonan pernyataan pailit diajukan pada Pengadilan Niaga, yang persyaratannya
berdasarkan pasal dua ayat (1) jo. pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan adalah:
ada dua atau lebih kreditor. Kreditor ialah orang yg mempunyai piutang karena perjanjian
atau Undang-Undang yang bisa ditagih pada muka pengadilan “Kreditor” di sini meliputi
baik kreditor konkuren, kreditor separatis juga kreditor preferen
Selanjutnya, terdapat utang yang sudah jatuh ketika dan bisa ditagih. Artinya, merupakan
kewajiban buat membayar utang yang sudah jatuh saat, baik sebab telah diperjanjikan, karena
akselerasi ketika penagihannya sebagaimana diperjanjikan, sebab pengenaan sanksi atau
hukuman sang instansi yg berwenang, juga karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis
arbitrase; dan kedua hal tersebut (point 1, 2) dapat dibuktikan secara sederhana.
Permohonan pernyataan pailit ini diajukan pada Pengadilan Niaga. sesudah adanya putusan
yg menyatakan jatuhnya pailit, maka debitur kehilangan haknya buat melakukan penguasaan
dan pengurusan terhadap harta kekayaannya (pasal 24 ayat [1] UU Kepailitan).
Selanjutnya pengurusan harta kekayaan debitur pailit dan pemberesan segala utangnya akan
dilakukan oleh seorang Kurator yang ditunjuk oleh Pengadilan (pasal 26 ayat [1] UU
Kepailitan).

Jadi, dalam kepailitan, tidak hanya utang pemohon saja yg akan dibayarkan, melainkan
seluruh utang-utang orang yang dinyatakan pailit tadi, kepada semua pihak. Pembayaran
utang tadi dibedakan sesuai jenis piutangnya, yaitu apakah ia termasuk utang yg dijamin
dengan agunan kebendaan, ataukah utang yang diistimewakan, atau utang biasa.

Pihak yang mengajukan Pailit


Pihak yang dapat mengajukan pailit pada pada Pasal dua UU Kepailitan, ditentukan pihak-
pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit, yaitu:
1. Debitor itu sendiri
2. Kreditor
3. Kejaksaan, bila menyangkut
Bila debitor adalah bank, maka hanya dapat diajukan sang Bank Indonesia
Jika Debitor ialah Perusahaan efek, Bursa impak, lembaga Kliring serta Penjaminan, forum
Penyimpanan serta Penyelesaian,maka hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) menjadi pengganti asal Badan pengawas Pasar modal; dan
bila Debitor artinya Perusahaan iuran pertanggungan, Perusahaan Reasuransi, Dana purna
tugas, atau BUMN yg berkecimpung dibidang kepentingan publik, hanya dapat diajukan sang
Menteri Keuangan.
Kondisi primer menjadi dasar hukum yg kuat pada mengajukan Permohonan Pernyataan
Pailit, sebagaimana disebutkan dalam Pasal dua ayat (1) UU Kepailitan, merupakan:
Debitor yg memiliki dua atau lebih Kreditor; serta
Debitor tersebut tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yg telah jatuh saat serta bisa
ditagih.
Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan:
“Debitor yg mempunyai 2 atau lebih Kreditor serta tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh saat serta bisa ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan,
baik atas permohonannya sendiri juga atas Permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Dampak dari Kepailitan
Dampak aturan asal dipailitkannya Debitor berdasarkan Putusan Pernyataan Pailit artinya
Debitor tadi demi hukum kehilangan haknya buat menguasai serta mengurus kekayaannya yg
termasuk pada harta pailit, yang terhitung semenjak tanggal Putusan Pernyataan Pailit
diucapkan (Pasal 24 ayat (1) UU Kepailitan).
Kepailitan mencakup seluruh kekayaan Debitor pada ketika Putusan Pernyataan Pailit
diucapkan serta segala sesuatu yg diperoleh Debitor tersebut selama proses kepailitan, tetapi
tidak berlaku terhadap (Pasal 22 Ayat UU Kepailitan) :
Benda, termasuk binatang yang benar-benar diperlukan oleh Debitor sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya, alat-indera medis yg dipergunakan buat kesehatan, daerah
tidur dan perlengkapannya yg digunakan oleh Debitor serta keluarganya, yg ada ditempat itu;
Segala sesuatu yang diperoleh Debitor asal pekerjaannya sendiri menjadi penggajian berasal
suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, purna tugas, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh
yg ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
Uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah dari
undang-undang.

Lebih lanjut dapat kami sampaikan bahwa seluruh perjanjian yang berkaitan menggunakan
pemindahan hak atas tanah, balik nama kapal, pembebanan hak tanggungan, hipotek, atau
jaminan fidusia yang sudah diperjanjikan terlebih dahulu, tak dapat dilaksanakan sehabis
Putusan Pernyataan Pailit diucapkan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat (1) UU Kepailitan, bila telah terjadi suatu perjanjian
penyerahan barang dagangan menggunakan suatu jangka saat dan pihak yg wajib
menyerahkan benda tadi sebelum penyerahan dilaksanakan dinyatakan pailit maka perjanjian
tersebut menjadi hapus dengan diucapkannya Putusan Pernyataan Pailit, dan bilamana pihak
versus dirugikan sebab adanya penghapusan maka yang bersangkutan bisa mengajukan diri
menjadi kreditor konkuren buat mendapatkan ganti rugi.
Selanjutnya, akibat asal ditetapkannya Debitor sebagai Debitor Pailit maka selama
Kepailitan, Debitor Pailit tidak boleh meninggalkan domisilinya tanpa biar asal Hakim
pengawas.
Upaya Aturan Terhadap Putusan Pailit
Berdsarkan Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, pada atur pula mengenai Upaya aturan yang bisa diajukan
terhadap Putusan Pernyataan Pailit, dimana pada dalam Pasal 11 Ayat (1) mengungkapkan
bahwasannya Upaya aturan yagn dapat pada ajukan terhadap putusan atas permohonan
pernyataan pailit ialah Kasasi ke Mahkamah Agung dan Pasal 14 Ayat (1) menyebutkan
bahwa terhadap Putusan atas Permohonan Pernyataan Pailit yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, dapat diajukan Peninjauan balik ke Mahkamah Agung.
Proses kasus Kepailitan di Pengadilan Niaga
Sinkron menggunakan Pasal 1 nomor 7 Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”), Proses
penyelesaian kasus kepailitan pada Indonesia dilakukan di Pengadilan Niaga (“Pengadilan”)
dalam lingkungan peradilan umum.
Permohonan pernyataan pailit diputuskan di Pengadilan pada daerah kawasan kedudukan
hukum debitor.
Jika debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, Pengadilan yg
berwenang menjatuhkan putusan artinya Pengadilan yg wilayah hukumnya meliputi daerah
kedudukan hukum terakhir debitor.
Pada hal debitor adalah pesero suatu firma, Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan
ialah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah kedudukan aturan firma tersebut.
Pada hal debitor tidak berkedudukan di daerah Negara Republik Indonesia tetapi
menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan yang
berwenang menjatuhkan putusan artinya Pengadilan yg daerah hukumnya meliputi daerah
kedudukan atau kantor sentra debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara
Republik Indonesia.
Pada hal debitor ialah badan hukum, Pengadilan yg berwenang menjatuhkan putusan ialah
Pengadilan yg wilayah hukumnya mencakup kawasan kedudukan hukum sebagaimana
dimaksud dalam aturan dasar badan hukum tersebut.
Sidang investigasi atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan pada jangka ketika
paling lambat 20 (dua puluh) hari selesainya lepas permohonan didaftarkan. Atas
permohonan debitor serta sesuai alasan yang cukup, Pengadilan dapat menunda
penyelenggaraan sidang sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh 5) hari sesudah tanggal
permohonan didaftarkan. Putusan Pengadilan atas permohonan pernyataan pailit wajib
diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari selesainya tanggal permohonan pernyataan
pailit didaftarkan. Putusan Pengadilan tadi harus memuat:
Pada hal debitor ialah badan hukum, Pengadilan yg berwenang menjatuhkan putusan ialah
Pengadilan yg wilayah hukumnya mencakup kawasan kedudukan hukum sebagaimana
dimaksud dalam aturan dasar badan hukum tersebut.

Sidang investigasi atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan pada jangka ketika
paling lambat 20 (dua puluh) hari selesainya lepas permohonan didaftarkan. Atas
permohonan debitor serta sesuai alasan yang cukup, Pengadilan dapat menunda
penyelenggaraan sidang sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh 5) hari sesudah tanggal
permohonan didaftarkan. Putusan Pengadilan atas permohonan pernyataan pailit wajib
diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari selesainya tanggal permohonan pernyataan
pailit didaftarkan. Putusan Pengadilan tadi harus memuat:
Pasal eksklusif dari peraturan perundang-undangan yg bersangkutan dan /atau asal aturan
tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan
Pertimbangan hukum serta pendapat yang berbeda berasal hakim anggota atau koordinator
majelis.
Putusan atas permohonan pernyataan pailit yg memuat secara lengkap pertimbangan aturan
yg mendasari putusan tersebut wajib diucapkan dalam sidang terbuka buat umum serta bisa
dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tadi diajukan suatu upaya hukum.
sesuai Pasal 10 UU Kepailitan, selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum
diucapkan, setiap kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar modal, atau
Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk meletakkan sita
jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor atau menunjuk kurator ad interim
buat mengawasi:
1. pengelolaan perjuangan debitor; dan
2. pembayaran pada kreditor, pengalihan, atau pengagunan kekayaan debitor yang pada
kepailitan artinya kewenangan kurator.
Untuk kepentingan harta pailit, bisa dimintakan pembatalan atas segala perbuatan hukum
debitor yg telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor. Pembatalan diajukan
kepada Pengadilan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Pembatalan hanya dapat
dilakukan bila bisa dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, debitor dan
pihak lain yang bersangkutan, mengetahui bahwa perbuatan aturan tadi akan menyebabkan
kerugian bagi kreditor.
Pengadilan dengan putusan pernyataan pailit, atas usul Hakim Pengawas, permintaan kurator,
atau atas permintaan seorang kreditor atau lebih serta sesudah mendengar Hakim Pengawas,
bisa memerintahkan supaya debitor pailit ditahan, baik ditempatkan di rumah Tahanan
Negara juga pada rumahnya sendiri, di bawah supervisi jaksa yang ditunjuk sang Hakim
Pengawas. Perintah penahanan dilaksanakan sang jaksa yg ditunjuk sang Hakim Pengawas.
PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
Menurut Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Pasal 222
ayat (dua) dikatakan : “Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan
membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon
penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana
perdamaian yang mencakup tawaran pembayaran sebagian atau semua utang kepada
kreditor”.

Permohonan PKPU bisa diajukan oleh kreditor maupun debitor pada Pengadilan Niaga.
Permohonan PKPU dapat diajukan sebelum ada permohonan pailit yang diajukan sang
debitor juga kreditor atau dapat juga diajukan sehabis adanya permohonan pailit berasal
diajukan paling lambat pada ketika sidang pertama pemeriksaan permohonan pernyataan
pailit. tetapi Jika permohonan pailit serta PKPU diajukan di waktu yg bersamaan maka
permohonan PKPU yang akan diperiksa terlebih dahulu.
Hakekatnya tujuan PKPU ialah buat perdamaian. Fungsi perdamaian dalam proses PKPU
sangat krusial ialah, bahkan ialah tujuan primer bagi si debitor, dimana si debitor menjadi
orang yang paling mengetahui eksistensi perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya
ke depan baik potensi juga kesulitan membayar utang-utangnya dari kemungkinan-
kemungkinan masih bisa bangkit kembali dari jeratan utang-utang terhadap sekalian
kreditornya.

Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian ini merupakan buat menyusun suatu strategi
baru bagi si debitor menjadi sangat penting. tetapi sebab faktor kesulitan pembayaran utang-
utang yang mungkin segera jatuh tempo yg mana ad interim belum bisa diselesaikan
menghasilkan si debitor terpaksa membentuk suatu konsep perdamaian, yg mana konsep ini
nantinya akan ditawarkan kepada pihak kreditor, menggunakan demikian si debitor masih
bisa nantinya, tentu saja Jika perdamaian ini disetujui oleh para kreditor buat meneruskan
berjalannya perusahaan si debitor tadi. menggunakan kata lain tujuan akhir berasal PKPU ini
ialah bisa tercapainya perdamaian antara debitor serta seluruh kreditor berasal rencarta
perdamaian yang diajukan/ditawarkan si debitor tadi.
Apabila rencana perdamaian tidak tercapai atau Pengadilan menolak rencana perdamaian,
maka Pengadilan wajib menyatakan Debitor pada Keadaan Pailit. Pengadilan dapat menolak
rencana perdamaian karena:

Harta Debitor, termasuk benda buat mana dilaksanakan hak buat menunda benda, jauh lebih
besar dari pada jumlah yang disetujui dalam perdamaian.
Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persengkokolan dengan satu atau lebih kreditor,
atau karena pemakaian upaya lain yang tidak amanah dan tanpa menghiraukan apakah debitor
atau pihak lain bekerja sama buat mencapai hal ini.
PKPU pada dasarnya, hanya berlaku/ditujukan di para kreditor konkuren saja. Walaupun di
Undang-undang No.37 Tahun 2004 pada Pasal 222 ayat (dua) tidak disebut lagi perihal
kreditor konkuren sebagaimana halnya Undang-undang No. 4 Tahun 1998 di Pasal 212 jelas
menyebutkan bahwa debitor yg tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud di umumnya buat
mengajukan rencana perdamaian yang mencakup tawaran pembayaran seluruh atau sebagian
utang kepada kreditor konkuren. namun di Pasal 244 Undang-undang No. 37 tahun 2004
disebutkan:
“dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 246, penundaan kewajiban pembayaran utang
tidak berlaku terhadap :
Tagihan yg dijamin menggunakan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak
agunan atas kebendaan lainnya.
Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang telah harus dibayar serta
hakim pengawas wajib memilih jumlah tagihan yang telah terdapat serta belum dibayar
sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan artinya tagihan dengan hak
buat diistimewakan.
Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitor juga terhadap seluruh
harta debitor yang tidak tercakup pada point b.
Berdasarkan pengertian perihal kepailitan dan PKPU di atas, bisa kita simpulkan bahwa
dalam kepailitan, harta debitur akan dipergunakan buat membayar seluruh utang-utangnya yg
sudah dicocokkan, sedangkan pada PKPU, harta debitur akan dikelola sebagai akibatnya
membuat dan dapat digunakan buat membayar utang-utang debitur.

Daftar Pustaka
https://hukum.uma.ac.id/2021/11/12/pengertian-pailit-dan-dasar-hukum-kepailitan/

Anda mungkin juga menyukai