Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan perdagangan yang semakin cepat


meningkat dan dalam skala yang lebih luas mengglobal, masalah utang piutang
perusahaan juga semakin rumit, dan membutuhkan aturan hukum yang efektif.
Perkembangan perekonomian global membutuhkan aturan hukum kepailitan
untuk menyelesaikan masalah utang piutang perusahaan yang berguna untuk
memenuhi kebutuhan hukum para pelaku bisnis dalam menyelesaikan
permasalahan utang piutang. Globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi,
dalam arti substansi berbagai Undang-undang dan perjanjian-perjanjian
menyebar melewati batas-batas negara.

Masalah kepailitan selalu menimbulkan akibat, baik bagi kreditur


maupun bagi debitur dan juga karyawan suatu perusahaan yang berhubungan
dengan pemutusan hubungan kerja. Secara lebih luas kepailitan akan membawa
dampak yang besar dan penting terhadap perekonomian suatu negara yang dapat
mengancam kerugian perekonomian negara yang bersangkutan. Kerugian tersebut
ditimbulkan akibat banyaknya perusahaan-perusahaan yang menghadapi ancaman
kesulitan membayar utang-utangnya terhadap para krediturnya. Untuk
menghindari terjadinya penetapan kepailitan oleh pengadilan dengan suatu
keputusan hakim yang tetap, maka akan di lakukan suatu upaya hukum yang
dapat menyeimbangi keberadaan dan fungsi hukum kepailitan itu sendiri, yaitu
dengan dilakukannya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU). PKPU
dapat diajukan oleh debitur maupun kreditur yang memiliki itikad baik, dimana
permohonan pengajuan PKPU harus diajukan sebelum diucapkannya putusan
pernyataan pailit. PKPU adalah penawaran rencana perdamaian oleh debitur yang
merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan
restrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau
sebagian utangnya kepada kreditor.

Selama PKPU berlangsung debitur atau perusahaan tidak dapat melakukan


tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.
Perusahaan akan mengajukan kepada hakim agar memilih pengurus PKPU untuk
membantu perusahaan dalam menyelesaikan pembayaran utangutangnya.
Pengurus PKPU yang terpilih harus independen dan tidak mempunyai benturan
kepentingan antara debitor dan para kreditor.
Pada hakikatnya PKPU bertujuan untuk melakukan perdamaian antara
debitor dengan para kreditornya dan menghindarkan debitor yang telah atau akan
mengalami insolven dari pernyataan pailit. Akan tetapi apabila kesepakatan
perdamaian dalam rangka perdamaian PKPU tidak tercapai, maka debitor pada
hari berikutnyadinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.

Fred BG Tumbuan berpendapat bahwa pengajuan PKPU adalah dalam


rangkauntuk menghindari pernyataan pailit yang lazimnya bermuara kepada
likuidasi hartakekayaan debitor. Khususnya dalam perusahaan, PKPU bertujuan
untukmemperbaiki keadaan ekonomi dan kemampuan debitor agar memperoleh
laba ini adalah hanya memohon kepada Pengadilan Niaga untuk menarik kembali
PKPU. Untuk dapat mencapai hasil yang maksimal selama PKPU berlangsung
maka diperlukan peran aktif serta professional pengurus PKPU serta hakim
pengawas sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut.

Dalam UUK-PKPU menentukan bahwa pengurus PKPU bertanggung


jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam melaksanakan tugas
kepengurusannya yang dapat menyebabkan kerugian terhadap harta debitur, tetapi
tidak mengatur tentang bagaimana tanggung jawabnya terhadap pihak ketiga.
Dalam hal tersebut pengurus PKPU dan pengurus perusahaan, masingmasing
bertanggung jawab secara renteng atau tidak. Demikian juga halnya dalam suatu
perjanjian yang dilakukan oleh pengurus perusahaan dengan pihak ketiga, dimana
pengurus perusahaan tidak mau mengindahkan intruksi dari pengurus PKPU,
apakah dalam hal ini pengurus PKPU juga bertanggung jawab, jika terjadi
kerugian terhadap harta kekayaan perusahaan.

Dalam perjanjian timbal balik, penentuan oleh pengurus PKPU dalam hal
suatu perjanjian timbal balik akan dilaksanakan atau tidak. Jika tidak
dilaksanakan, maka pengurus perusahaan akan cidera janji dengan semua dampak
hukumnya. Tetapi jika pengurus PKPU menyetujuinya dan ternyata
mengakibatkan kerugian bagi debitur, maka pengurus PKPU juga harus
bertanggung jawab. Pengurus PKPU tidak dapat bertindak sendiri, selalu harus
bersama dengan pengurus perusahaan, oleh sebab itulah pengurus perusahaan
harus menyetujui hal-hal yang baik untuk kekayaan perusahaannya sebagaimana
disarankan atau dikehendaki oleh Pengurus PKPU.
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam hal
ini adalah sebagai berikut:

1. Apa itu Kepailitan dan PKPU?


2. Pengertian Utang
3. hukum tentang independensi pengurus PKPU terhadap harta kekayaan
perusahaan.

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa itu Kepailitan dan PKPU


2. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang independensi pengurus
PKPU terhadap harta kekayaan perusahaan
BAB II

PEMABAHASAN

A. Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU )

Kepailitan merupakan suatu bidang ilmu hukum yg spesifik diadakan


menjadi salah satu sarana hukum buat penyelesaian utang piutang.berdasarkan
Pasal 1 nomor (1) Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (biasa disebut “UU Kepailitan“),
Kepailitan adalah Sita awam atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan
serta pemberesannya dilakukan sang kurator dibawah supervisi Hakim Pengawas.
Bila melihat definisi tersebut maka ada beberapa pihak yg terlibat dalam suatu
proses Kepailitan, yaitu Kreditor, Debitor, Debitor Pailit, Kurator dan Hakim
Pengawas.
Kreditor artinya orang yang mempunyai piutang sebab perjanjian atau
Undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan (Pasal 1 Ayat (2). Debitor
adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-undang yg
pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan (Pasal 1 Ayat (3). Debitor Pailit
adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan (Pasal 1
Ayat (4). Kurator ialah Balai Harta Peninggalan atau orang Perorangan yg
diangkat oleh Pengadilan buat mengurus serta membereskan harta Debitur Pailit
di bawah pengawasan Hakim Pengawas (Pasal 1 Ayat (5). Permohonan
pernyataan pailit diajukan pada Pengadilan Niaga, yang persyaratannya
berdasarkan pasal dua ayat (1) jo. pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan adalah:
ada dua atau lebih kreditor. Kreditor ialah orang yg mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang-Undang yang bisa ditagih pada muka pengadilan
“Kreditor” di sini meliputi baik kreditor konkuren, kreditor separatis juga kreditor
preferen;
terdapat utang yang sudah jatuh ketika dan bisa ditagih. artinya merupakan
kewajiban buat membayar utang yang sudah jatuh saat, baik sebab telah
diperjanjikan, karena akselerasi ketika penagihannya sebagaimana diperjanjikan,
sebab pengenaan sanksi atau hukuman sang instansi yg berwenang, juga karena
putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase; dan
kedua hal tersebut (point 1, 2) dapat dibuktikan secara sederhana. Permohonan
pernyataan pailit ini diajukan pada Pengadilan Niaga. sesudah adanya putusan yg
menyatakan jatuhnya pailit, maka debitur kehilangan haknya buat melakukan
penguasaan dan pengurusan terhadap harta kekayaannya (pasal 24 ayat [1] UU
Kepailitan). Selanjutnya pengurusan harta kekayaan debitur pailit dan pemberesan
segala utangnya akan dilakukan oleh seorang Kurator yang ditunjuk oleh
Pengadilan (pasal 26 ayat [1] UU Kepailitan).
Jadi, dalam kepailitan, tidak hanya utang pemohon saja yg akan dibayarkan,
melainkan seluruh utang-utang orang yang dinyatakan pailit tadi, kepada semua
pihak. Pembayaran utang tadi dibedakan sesuai jenis piutangnya, yaitu apakah ia
termasuk utang yg dijamin dengan agunan kebendaan, ataukah utang yang
diistimewakan, atau utang biasa.

Dalam Undang-undang Kepailitan juga dianut tentang bagaimana caranya


menentukan kebenaran mengenai adanya (eksistensi) suatu piutang (tagihan)
kreditor, sahnya piutang tersebut, dan jumlah yang pasti dari piutang tersebut,
serta
cara membagi hasil penjualan harta kekayaan debitor kepada para kreditor.
Dengan
kata lain bagaimana melakukan pencocokan atau verisifikasi piutang-piutang para
kreditor.21
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan, debitor
yang mempunyai dua kreditor atau lebih dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu
utang yang telah jatuh tempo dan dapat di tagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan yang berwenang sebagai mana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas
permohonannya sendiri maupun permintaan seorang atau lebih kreditornya.
Sedangkan pengertian utang menurut Pasal 1 angka 6 Undang-undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah :
“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah
uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara
langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul
karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan
bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya
dari harta kekayaan debitor.”

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau suspension of


payment
atau surseance van betaling, adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-
undang
melalui putusan hakim Pengadilan Niaga, di mana dalam masa tersebut kepada
pihak
kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara
pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau
sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utang itu.1
Pada hakikatnya PKPU bertujuan untuk melakukan perdamaian antara debitor
dengan para kreditornya dan menghindarkan debitor yang telah atau akan
mengalami
insolven dari pernyataan pailit. Akan tetapi apabila kesepakatan perdamaian
dalam
rangka perdamaian PKPU tidak tercapai, maka debitor pada hari berikutnya
dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.2
Fred BG Tumbuan berpendapat bahwa pengajuan PKPU adalah dalam rangka
untuk menghindari pernyataan pailit yang lazimnya bermuara kepada likuidasi
harta
kekayaan debitor. Khususnya dalam perusahaan, PKPU bertujuan untuk
memperbaiki keadaan ekonomi dan kemampuan debitor agar memperoleh laba
kembali. Dengan cara seperti ini kemungkinan besar bahwa debitor dapat
melunasi
seluruh utang-utang yang merupakan kewajibannya.3
Selama PKPU, debitor tanpa persetujuan pengurus PKPU tidak dapat
melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian
hartanya. Berdasarkan Pasal 240 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004,
apabila debitor melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh
atau
sebagian hartanya tanpa persetujuan pengurus PKPU, maka hak yang dimiliki
oleh
pengurus PKPU adalah:
1. Melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta
debitor tidak dirugikan karena tindakan debitor tersebut.
2. Menentukan bahwa kewajiban debitor yang dilakukan tanpa mendapatkan
persetujuan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya PKPU, hanya dapat
dibebankan kepada harta debitor sejauh hal itu menguntungkan harta debitor.4
Dengan tercapainya kesepakatan mengenai rencana perdamaian dalam rangka
PKPU diharapkan oleh para kreditor agar usaha debitor tetap berjalan demi
meningkatkan nilai harta kekayaan debitor, yaitu dengan cara mengadakan
pinjaman
seperti memperoleh kredit dari bank. Untuk ituUndang-undang Nomor 37 Tahun
2004 memberikan kemungkinan untuk itu melalui Pasal 240 ayat (4) yang
menyatakan: “bahwa atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pengurus, debitor
dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga sepanjang perolehan pinjaman
tersebut
bertujuan untuk meningkatkan harta kekayaan debitor”. Selanjutnya, pengurus
juga
dapat melakukan pinjaman, dan bila memerlukan pemberian agunan, maka debitor
dapat membebani hartanya dengan gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau
hak
kebendaan lainnya tetapi hanya terhadap bagian harta debitor yang belum
dijadikan
jaminan utang sebelum PKPU berlangsung. Namun demikian pembebanan harta
kekayaan debitor dengan hak-hak jaminan itu bukan hanya disetujui oleh
pengurus
saja tetapi juga disetujui oleh hakim pengawas.5
Selama berlangsungnya PKPU, menurut Pasal 242 ayat (1) Undang-undang
Nomor 37 Tahun 2004, debitor tidak dapat dipaksa untuk membayar utang-
utangnya.
Selain itu, semua tindakan eksekusi yang telah dimulai dalam rangka pelunasan
utang harus ditangguhkan. Dapat diartikan bahwa keadaan ini berlangsung baik
selama PKPU Sementara maupun selama PKPU Tetap. 6 Ketentuan demikian itu
sangat melindungi kepentingan debitor yang bermaksud untuk menunda
pembayaran
utang yang dimilikinya. Namun demikian, melalui PKPU ketentuan Undang-
undang
Nomor 37 Tahun 2004 juga dapat mempercepat debitor untuk sampai pada
tahapan
kepailitan. Dalam Undang-undang ini, bila debitor dan kreditor tidak dapat
mencapai
kesepakatan pembayaran utang pada masa PKPU Sementara, maka debitor dapat
dinyatakan pailit. Demikian pula bila PKPU Tetap gagal dilaksanakan, debitor
pun
akan berujung pada kepailitan.
Secara teori, koperasi yang mengalami kesulitan secara financial dapat
dimohonkan pailit sebagai alternatif jalan keluar dari kesulitan keuangan itu.
Kesulitan keuangan dapat berupa economic failure (kegagalan ekonomi) sehingga
pendapatan perusahaan tidak dapat menutup total biaya operasional, business
failure
yang menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditor, technical
insolvencyyaitu tidak memenuhi kewajiban yang sudah jatuh tempo, insolvencyin
bankruptcy yaitu jika nilai buku utang melebihi nilai pasar aset, dan legal
bankruptcy
yaitu bangkrut secara hukum yang telah diajukan tuntutan resmi sesuai dengan
ketentuan undang-undang.7
Dengan demikian, meskipun Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 telah
mengatur hal-hal yang dapat dilakukan oleh debitor dan atau pengurus selama
masa
PKPU berlangsung, namun jika PKPU tidak berhasil dengan baik, maka debitor
akan
berada dalam keadaan pailit. Demikian pula, dalam praktek dapat ditemukan hal-
hal
yang berlainan dari yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004.
Salah satu contoh kasus PKPU yang terjadi, adalah kasus Koperasi Serba Usaha
Madani, suatu badan hukum koperasi yang didirikan berdasarkan hukum
Indonesia,
dengan Akta Perubahaan Anggaran Dasar Koperasi Serba Usaha Madani Nomor 1
Tanggal 27 Mei 2010 juncto Surat Laporan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
Serba Usaha Persada Madani Nomor 26/Lap-PAD/VI1/2010, tanggal 26 Juli 2010
berkedudukan di Komplek Muara Jalan Muara Sari IV No. 61, Bandung, saat ini
berkedudukan di Jalan Kota Baru Raya No. 26, Kota Bandung.
A. Independensi Pengurus PKPU dalam Hukum Kepailitan

Pasal 234 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang


Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU)
menentukan bahwa pengurus PKPU yang diangkat harus independen dan tidak
memiliki benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor. Pengurus PKPU
yang diangkat harus independen dimana dia adalah seseorang atau badan yang
tidak berada dibawah salah satu pihak yang sedang bersengketa, sehingga
independensinya benar-benar terjaga.
Penunjukan pengurus PKPU oleh Pengadilan Niaga dapat berdasarkan
usul dari debitur, kreditor atau atas kewenangannya sendiri, dengan memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1. Sebelum menerima penunjukkan, pengurus PKPU harus memastikan
dirinya memiliki kompetensi dan kapasitas yang cukup untuk menjalankan
penugasan tersebut. Kompetensi dan kapasitas yang dimaksudadalah
mengenai itikad baik pengurus PKPU dalam hal menilai dirinya
mengenai kemampuan dan kapasitas/kualifikasi dari dirinya sendiri untuk
melakukan proses pengurusan harta kekayaan debitor dalam PKPU. Oleh
sebab itu pengurus PKPU harus mengikuti pendidikan keahlian khusus
dan sertifikasi yang dilakukan oleh lembaga Asosiasi Kurator dan
Pengurus Indonesia (selanjutnya disebut AKPI) atau pihak lain yang
diakreditasi oleh AKPI. Pendidikan keahlian khusus bagi kurator dan
pengurus PKPU terdiri dari pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan.
Mengenai standart keahlian khusus tidak dijelaskan lebih lanjut dalam
peraturan atau Standart Kurator dan Pengurus.
2. Sebelum menerima penugasan pengurus PKPU harus memastikan dirinya
tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor maupun kreditor,
yang dapat diketahuinya dari daftar kreditur yang tercantum dalam
permohonan PKPU maupun dokumen lain yang diajukan bersamaan
dengan permohonan PKPU tersebut. Jika sewaktu melaksanakan
penugasan Pengurus PKPU mengetahui bahwa ia ternyata memiliki
benturan dengan satu atau lebih kreditor, maka hakim pengawas atau
dengan anggota majelis hakim pengadilan niaga yang menangani PKPU
tersebut, meminta kepada pengurus PKPU untuk :

a. Memberitahukan secara tertulis adanya benturan kepentingan tersebut


kepada hakim pengawas, debitor, rapat kreditor dan komite kreditor,
jika ada dengan tembusanpada Dewan kehormatan AKPI, serta wajib
segera memanggil rapat kreditor untuk diselengarakan secepatnya
khusus untuk memutuskan masalah benturan tersebut; atau
b. segera mengundurkan diri. Jika pengurus PKPU mengundurkan diri
maka pengurus PKPU wajib memanggil rapat kreditor untuk menunjuk
pengurus PKPU lainnya yang dilakukan sesuai dengan ketentuan UUK-
PKPU dan Standar Profesi Kurator dan Pengurus.

Dalam menjalankan kewenangannya pengurus PKPU wajib


mempergunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama. Pengurus
PKPU harus secara kritis mencermati bahwa setiap langkah yang diambil dalam
rangka pelaksanaan tugasnya memiliki dasar yang kuat sesuai dengan UUKPKPU
dan peraturan pelaksananya serta telah menempuh prosedur Standart Profesi
Kurator dan Pengurus.
Pada dasarnya pengurus PKPU wajib bertindak secara transparan
dihadapan para pihak yang terlibat dalam kewenangannya serta memberikan
informasi material secara seimbang kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
proses PKPU. Terlepas dari kewajiban tersebut pengurus PKPU tetap wajib
menjaga rahasia terhadap hal-hal yang berkaitan dengan penugasannya kepada
pihak ketiga manapun yang secara ekplisit tidak disebutkan oleh UUK-PKPU.
Pasal 234 ayat (2) menentukan bahwa pengurus PKPU yang terbukti tidak
independen dikenakan sanksi pidana dan atau perdata sesuai peraturan perundang-
undangan. Dalam penjelasan UUK-PKPU tidak disebutkan dengan jelas bentuk-
bentuk sanksi yang dapat dikenakan kepada pengurus PKPU yang terbukti tidak
independen, demikian juga halnya dalam peraturan-peraturan pelaksana UUK-
PKPU tidak ada satu ketentuan yang menyinggung persoalan tersebut. Hal ini
dapat menyebabkan multi interpretasi bagi hakim dalam memutuskan perkara
terhadap pengurus PKPU yang terbukti tidak independen.
Pengurus PKPU yang independen dan tidak memiliki benturan
kepentingan dengan para pihak yang terlibat dalam proses PKPU hanya dapat
dibuktikan dengan itikad baik dari pengurus PKPU sendiri dalam mengurus harta
kekayaan perusahaan debitor. Dengan itikad baik yang dimiliki oleh para pihak
proses PKPU juga dapat berjalan dengan baik. Tanggung jawab pengurus PKPU
ditentukan dalam pasal 234 ayat (4) UUK-PKPU dimana pengurus PKPU
bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam melaksanakan
tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian terhadap harta debitor. Dalam
UUK-PKPU selanjutnya tidak disebutkan dengan jelas bagaimana bentuk
tanggung jawabnya, demikian juga halnya dalam peraturan pelaksanaannya.
Dalam hal penguraian harta kekayaan perusahaan debitor, maka pengurus
PKPU harus menyusun suatu daftar uraian harta kekayaan dan utang debitor yang
bertujuan untuk keperluan pemungutan suara dan rencana perdamaian. Dalam
penyusunan daftar uraian harta kekayaan dan utang debitor, pengurus PKPU
menggunakan informasi yang diberikan oleh debitor, kreditor dan pihak terkait
lainnya. Kemudian pengurus PKPU memeriksa dan menyusun laporan tentang
keadaan harta kekayaan perusahaan debitor serta tingkat kesanggupan atau
kemampuan debitor untuk memenuhi kewajiban debitor kepada para kreditor
berikut tindakan-tindakan yang harus diambil. Jika perlu, pengurus PKPU juga
dapat mengusulkan kepada hakim pengawas guna menunjuk satu atau lebih untuk
melakukan pemeriksaan dan menyusun laporan tentang harta debitor dalam
jangka waktu tertentu. Penunjukan tersebut diambil dengan pertimbangan keadaan
harta kekayaan perusahaan debitor dan signifikansi permasalahan yang dihadapi
pengurus PKPU atau pengurus perusahaan. Bersamaan dengan penguraian harta
debitor, atau pada setiap waktu dalam PKPU, untuk memperoleh gambaran
terhadap nilai sebenarnya dari harta debitor, jika diminta oleh debitor, kreditor
atau jika pengurus PKPU memandang perlu, dengan persetujan hakim pengawas,
pengurus PKPU dapat mengadakan penilaian terhadap harta kekayaan perusahaan
debitor. Pengurus PKPU dapat melakukan sendiri penilaian terhadap harta
kekayaan perusahaan jika memiliki kapasitas untuk itu, atau menunjuk pihak
ketiga yang kompeten, seperti perusahaan penilai harta kekayaan perusahaan yaitu
akuntan publik.

Anda mungkin juga menyukai