Anda di halaman 1dari 3

Beda Kepailitan dan Wanprestasi

Shanti Rachmadsyah, S.H.

©Hukumonline
Kepailitan, menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”), kepailitan
adalah:
“...sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini“

Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan Niaga, yang persyaratannya


menurut pasal 2 ayat (1) jo. pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan adalah:
1. ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan "Kreditor" di
sini mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis, maupun kreditor
preferen;
2. ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Artinya adalah kewajiban
untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena
percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi
atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter,
atau majelis arbitrase; dan
3. kedua hal tersebut (adanya dua atau lebih kreditor dan adanya utang yang telah
jatuh tempo dan dapat ditagih) dapat dibuktikan secara sederhana.

Permohonan pernyataan pailit ini diajukan kepada Pengadilan Niaga. Setelah adanya putusan
yang menyatakan jatuhnya pailit, maka debitur kehilangan haknya untuk melakukan
penguasaan dan pengurusan terhadap harta kekayaannya (pasal 24 ayat [1] UU Kepailitan).
Selanjutnya pengurusan harta kekayaan debitur pailit dan pemberesan segala utangnya akan
dilakukan oleh seorang Kurator yang ditunjuk oleh Pengadilan (pasal 26 ayat [1] UU
Kepailitan).
 
Jadi, dalam kepailitan, tidak hanya utang pemohon saja yang akan dibayarkan, melainkan
seluruh utang-utang orang yang dinyatakan pailit tersebut, kepada semua pihak. Pembayaran
utang tersebut dibedakan berdasarkan jenis piutangnya, yaitu apakah ia termasuk utang yang
dijamin dengan jaminan kebendaan, ataukah utang yang diistimewakan, atau utang biasa.
 
Sedangkan wanprestasi, adalah suatu keadaan di mana salah satu pihak dinyatakan lalai
memenuhi kewajibannya untuk melakukan suatu prestasi sebagaimana diperjanjikan.
Wanprestasi ini dapat berupa:
a)     tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
b)     melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
c)     melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
d)     melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

Dalam wanprestasi, tidak diharuskan adanya minimal dua orang kreditor. Satu orang kreditor
saja sudah cukup untuk mengajukan gugatan atas dasar wanprestasi.
 
Menurut pasal 1267 KUHPerdata, kreditur dapat memilih beberapa kemungkinan
tuntutan/gugatan di depan hakim sebagai berikut:
1)        Pemenuhan perikatan.
2)        Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian.
3)        Ganti kerugian
4)        Pembatalan perjanjian timbal balik.
5)        Pembatalan dengan ganti kerugian.

Prof. R. Subekti, S.H., dalam bukunya ”Pokok-Pokok Hukum Perdata” menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan ganti rugi adalah terdiri dari tiga unsur, yaitu biaya, rugi, dan bunga.
1. Biaya adalah segala pengeluaran yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu
pihak.
2. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang milik kreditur yang
diakibatkan oleh kelalaian debitur.
3. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah
dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.
Jadi, dalam gugatan wanprestasi, anda dimungkinkan untuk menuntut ganti rugi atas
kelalaian debitur memenuhi kewajibannya, selain menuntut pemenuhan kewajiban tersebut. 

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan antara lain bahwa kapan seseorang
mengajukan permohonan pernyataan kepailitan dan kapan seseorang mengajukan gugatan
wanprestasi tentu bergantung pada keadaannya dan keyakinannya. Apabila ia yakin bahwa
harta debiturnya mencukupi untuk melunasi piutang kreditur-krediturnya, dan bahwa
piutangnya dapat dibuktikan dengan mudah, maka bisa jadi ia akan mengajukan permohonan
pernyataan pailit saja. Namun apabila ia tidak yakin bahwa piutangnya tersebut dapat
dibuktikan dengan mudah, maka kemungkinan dia akan mengajukan gugatan wanprestasi.
 
Demikian yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1.            Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijke Wetboek
(Staatsblad No.23/1847 tanggal 30 April 1847)
2.            Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang

Anda mungkin juga menyukai