Anda di halaman 1dari 25

GC.

12
KAIDAH HUKUM PERIKATAN-2

HUKUM PERIKATAN

A.      Pengertian Perikatan

-          Sudikno Mertokusumo
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban
atas suatu prestasi.
-          Hofman
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek hukum yang
menyebabkan seorang atau beberapa orang darinya mengikatkan dirinya untuk bersikap
menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.
-          Salim H. S.
Hukum perikatan sebagai kaidah-kaidah hukum yang mengatur hiubungan hukum antara
subjek hukum yang satu dan subjek hukum yan lain dalam bidang harta kekayaan, yang
subjek hukum yang satu berhak atas suatu prestasi, sedangkan subjek hukum lainnya
berkewajiban untuk mematuhi prestasi.
-          Pitlo
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang
atau lebih, atas dasar pihak yang satu sebagai penerima hak atau pemilik hak (kreditur)
dan pihak lain sebagai pemikul tanggung jawab yang berkewajiban (debitur) atas suatu
prestasi.
-          KUHPerdata (BW) buku III
Perikatan adalah “Suatu hubungan hukum antara dua orang, yang memberi hak pada yang
satu menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang lainnya ini diwajibkan
memenuhi tuntutan itu.”
            Perikatan masih bersifat abstrak sehingga diperlukan suatu perjanjian yang isinya
memuat perikatan diantara beberapa pihak. Setiap perjanjian memuat perikatan, tetapi
tidak semua perikatan senantiasa dibuat perjanjiannya.
            Dalam suatu perjanjian, terdapat perikatan, yaitu adanya saling keterikatan dalam
objek tertentu yang berakibat pada lahirnya hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang
melakukan perjanjian. Berdasarkan hubungan tersebut pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan
itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedangkan
pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. Adapun
yang dituntut disebut  prestasi. [1]
           

Menurut undang-undang, prestasi dapat berupa:


1.      Menyerahkan barang;
2.      Melakukan perbuatan;
3.      Tidak melakukan perbuatan.
Dan apabila seorang debitur tidak melakukan kewajibannya, maka tindakan si debitur
disebut wanprestasi.[2]

B.      Rumusan Hukum Perikatan


Dasar hukum perikatan diatur dalam buku III KUHPerdata dan diklasifikan menjadi dua
macam, yaitu:
1.      Umum,  yaitu bab 1,2, dan4;
2.       Khusus, yaitu bab 3, 5, 6,7, dan 8
Sumber-sumber perikatan pada dasarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu:
Menurut Pasal 1233 KUHPerdata
a.       Bersumber dari perjanjian (obligation ex contractu)
b.      Bersuber pada Undang-Undang (obligation ex lege)
1.      Berdasarkan fakta hukum, yaitu:
a.       Putusan hakim
Putusan hakim adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (viterlijke
gewijsde). Putusan hakim merupakan sumber perikatan karena menimbulkan kewajiban
kepada seseorang untuk memenuhi suatu prestasi.
b.      Moral
Perikatan moral termasuk dalam perikatamn alamiah. Perikatan alamiah terdiri atas 3
macam, yaitu:
1.      Perikatan berdasarkan ketentuan undang-undang atau kehendak para pihak sejak semula
tidak mempunyai hak penuntutan, contoh Pasal 1788 KUHPerdata, seperti utang yang
timbul karena perjudian.
2.      Perikatan yang berasal dari moral yang sifatnya mendesak, contoh orang yang menemukan
dompet, kemudian mengembalikannya, tidak bisa menuntut si pemilik dompet untuk
membayar kepadanya sejumlah uang.
3.      Perikatan yang semula perikatan perdata, kemudian karena verjaring menjadi perikatan
moral. Contoh Pasal 1967 sampai dengan Ps 1975.
Dalam KUHPerdata, terdapat perikatan yang dinamakan naturlijke verbintenis (suatu
perikatan yang berbeda ditengah-tengah antara perikatan moral atau kepatutan dan suatu
perikatan hukum). Perikatan yang digolongkan dalam perikatan ini, yaitu:
1.      Utang-utang yang terjaddi karena perjudian, Ps 1788 tidak diizinkan untuk menuntut
pembayaran.
2.      Pembayaran bunga dalam hal pinjaman uang yang semata-mata diperjanjikan. Jika si
berutang membayar bunga yang tidak diperjanjikan, ia tidak dapat meminta kembali,
kecuali jika jumlah yang telah dibayar melampaui bunga menurut undang-undang.
3.      Sisa utang seorang pailit, setelah dilakukan pembayaran menurut perdamaian (accord). [3]

Sistem pengaturan hukum perikatan adalh bersistem “terbuka”. Artinya, setiap orang
bebasuntuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di
dalam undang-undang. Menurut ketentuan Ps 1338 ayat (1) KUHPerdata memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk:
1.      Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2.      Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
3.      Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4.      Menentukan bentuk perjanjian.

Akan tetapi, keterbukaan itu dibatasi oleh tiga hal, yaitu;


1.      Tidak melanggar undang-undang;
2.      Tidak bertentangan dengan kesusilaan;
3.      Tidak bertentangan dengan ketertiban umum.[4]

C.      Shuld dan Haftung


Shuld adalah kewajiban seorang debitur membayar utang-utangnya,
sedangkan haftung  adalh kewajiban seorang debitur membiarkan kreditur mengambil
harta kekayaannya sebesar kewajiban pelunasan utangnya.[5]

BAB 2
Jenis-Jenis Perikatan Dan Unsur-Unsurnya
A.      Jenis-Jenis Perikatan
1.      Perikatan bersyarat (voorwaardelijk),
adalah perikatan yang bergantung pada suatu peristiwa yang akan dating dan masih belum
tentu akan terjadi. Perikatan bersyarat dibagi dua, yaitu: (1) perikatan dengan suatu syarat
tangguh yang terjadinya perikatan pada saat peristiwa itu terjadi; (2) perikatn dengan
suatu syarat batal, yaitu pembatalan perikatan ketika peristiwa terjadi.
2.      Perikatan dengan ketepan waktu (termij),
 yaitu perikatan yang tidak mengangguhkan lahirnya suatu perikatan , melainka hanya
menangguhkan lahirnya suatu perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaanya
atau menentukan lama waktu berlakunya suatu perikatan. Suatu syarat yang mengandung
peristiwa yang belum pasti akan terjadinya adalah kebalikan dari suatu ketetapan waktu
yang pasti.

3.      Perikatan  mana suka,

Yaitu si berutang dibebaskan jika ia menyerahkan salh satu dari dua barang yang
disebutkan dalam perjanjian, tetapi ia tidak boleh memaksa si berpiutang untuk menerima
sebagian dari barang yang satu dan sebagian dari barang yang lainnya.

4.      Perikatan tanggung-menanggung,

Yaitu perikatan yang melibatkan banyak pihak terutama pada debitur, utang debitur
ditanggung oleh pihak-pihak yang terkait sehingga apabila salh satu pihak melunasinya
secara otomatis, lunaslah selurh utang utang debitur.

5.      Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi,

Yaitu perikatan yang pelaksanaan prestasinya dapat dibagi karena bentuk barang yang ama,
sedangkan perikatan yang tidak dapat dibagi adlah yang pelaksanaan prestasinya tidak
dapat dibagi.[6]

6.      Perikatan dengan ancaman hukuman,

Yaitu perikatan yang menetapkan adanya perbuatan yang harus dilakukan oleh debitur
sebagai jaminannya.

7.      Perikatan yang lahir dari undang-undang;

(1)  Perikatan yang lahir dari undang-undang saja;

(2)  Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan orang terdiri atas perbuatan
yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum. Perikatan yang timbul dari
perbuatan yang sesuai  dengan hukum ada dua, yaitu
a.       wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming) adalah suatu perbuatan seseorang yang secar
sukarela mengurus kepentingan orang lain dengan sepengetahuan maupun tanpa
sepengetahuan dari yang diurus kepentingannya.
b.      Pembayaran tanpa utang (onversschulddigde betalin) yaitu seseorang membayar utang,
sementara ia tidak berutang.
8.      Perikatan bebas adalah perikatan yang berdasarkan kewajiban-kewajiban kesusilaan dan
kepatutan yang mendesak yang member hak kepada kreditur atas pelaksanaanya yang
tanpa aksi.
9.      Perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian, yaitu perikatan yang secar otomatis lahir
karena dilakukannya perjanjian.
10.   Beberapa perjanjian khusus, terdiri batas:
a.       Persekutuan (maatschap)

b.      Penyuruhan (lastgeving)

c.       Perjanjian pinjam

d.      Penanggungan utang

e.       Perjanjian perdamaian

f.        Perjanjian kerja

11.  Perikatan yang terjadi karena persetujuan

Yaitu suatu perbuatan ketika satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lebih.

Unsur perjanjian terdiri atas:


a.       essensialia

b.      naturalia

c.       aksidentalia[7]

BAB 3
Prestasi, Wanprestasi, dan Keadaan Memaksa

Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam perikatan.
Bentuk-bentuk prestasi menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata adalah:

a.       memberikan sesuatu;

b.      berbuat sesuatu;

c.       tidak berbuat ssuatu.


Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut.

a.       Sesuatu yang sudah tertentu atau dapat di tentukan

b.      Sesuatu yang mungkin dapat dilakukan oleh debitur, artinya perbuatan yang dilakukan
oleh debitur sangat wajar dan mudah untuk dilakukan.[8]

c.       Sesuatu yang diperbolehkan oleh undang-undang, ketentuan kesusilaan, aturan agama, dan
tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

d.      Sesuatu yang memberikan manfaat untuk kreditur, manfaat dalam arti zat maupun sifat
dari benda dan jasanya sehingga kreditur dapat menggunakan, memberdayakan,
menikmati, dan mengambil hasilnya.

e.       Terdiri atas satu atau lebih bentuk perbuatan.

Wanprestasi. Artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan, seperti yang telah
ditetapkan dalam perikatan. tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan dua
kemungkinan alas an, yaitu:

a.       Karena kesalahan tersebut debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun
karena kelalaian.

b.      Karena keadaan memakasa (overmach), force majeure, artinya di luar kemampuan debitur.

Ovemacht atau keadaan memaksa, yaitu suatu keadan yang dialami oleh debitur yang
berada di luar kekuasaan dan kekuatannya sehingga ia tidak mampu melaksanakan
prestasinya, misalnya karena terjadinya gempa bumi, banjir, kebakaran dahsyat. Karena
peristiwa yang dialami oleh debitur, prestasinya tidak dapat dipenuhi.

Keadaan memaksa mengakibatkan adanya keringanan untuk debitur, yaitu tidak


melakukan penggantian biaya, kerugian, dan bunga kepada kreditur.

Teori yang membahas tentang keadaan memaksa, yaitu:

a.       Teori ketidakmungkinan (onmogelijkeheid);

b.      Teori penghapusan atau peniadaan kesalahan (afwesigheid van schuld).

Risiko dalam teori hukum disebut dengan istilah resicoleer (ajaran pihak atau salah
satu pihak yang melakukan kesalahan dan menyimpang dari perjanjian tanpa adanya unsur
kesengajaan. Misalnya, telah terjadi kerja sama usaha bagi hasil dalam pertanian padi.
Apabila hasil panennya bagus, kedua belah pihak menerima keuntungan. Sebaliknya, jika
panennya jelek atau gagal, kedua belah pihak menanggung risikonya.
Somasi atau penetapan lalai adalah suatu proses yang dilakukan oleh kreditur
sehingga sampai pada keputusan dan ketetapan bahwa debitur telah lalai. Somasi  berupa
surat teguran dari Pengadilan Negeri atau ingebreke steling, yaitu surat teguran dari
kreditur tidak melaui Pengadilan Negeri.

Syarat-syarat yang harus terpenuhi dari perbuatabn melawan hukum adalah:

a.       Harus ada perbuatan yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang bersifat positif
maupun yang bersifat negative, artinya seetiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat;

b.      Perbuatan itu harus melawan hukum;

c.       Ada kerugian;

d.      Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian;

e.       Ada kesalahan (schuld).[9]

Ganti rugi adalah suatu yang harus dipenuhi oleh debitur karenanya telah
melakukan wanprestasi. Dengan demikian, ganti rugi merupakan sanksi hukum bagi pelaku
wanprestasi.

Untuk terjadinya wanprestasi, kreditur dapat berupaya melakukan:

a.       tuntutan ganti rugi;

b.      reele executie (eksekusi nyata)

c.       parate executie (eksekusi langsung)[10]

BAB 4
Perbedaan Perikatan dengan Perjanjian

Perjanjian  adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh para pihak untuk saling
berjanji dan mengikatkan diri dalam melakukan perbuatan tertentu atau tidak melakukan
perbuatan tertentu.

Dalam suatu perjanjian, terdapat dua pihak atau lebih yang saling berjanji,
melakukan consensus, melakukan tindakan dengan tujuan tertentu atas objek perjanjian
yang merupakan harta benda. Perjanjian adalah ikatan antara debitur dengan kreditur.
Suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu perjanjian yang dilakukan
dengan tertulis dan perjanjian  yang dilakukan secara lisan. Untuk kedua bentuk tersebut
memiliki kekuatan yang sama kedudukannya untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak.
Perjanjian tertulis dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan apabila terjadi
perselisihan.

Perjanjian dianggap sah apabila adanya empat syarat, yaitu;

a.       kesepakatan yang mengikatkan diri diantara para pihak;

b.      cakap untuk membuat perikatan;

c.       objek tertentu yang diperjanjikan, dan

d.      suatu sebab atau causa yang halal.

Syarat pertama dan syarat kedua menyangkut subjek, sedangkan syarat ketiga dan
keempat mengenai objek. Syarat pertama dan syarat kedua termasuk dalam syart subjektif,
yaitu kesepakatan dan kecakapan. Akibat hukum tidak dipenuhinya syarat subjektif, yaitu
perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Adapun syarat ketiga dan syarat keempat adalah
syarat objektif. Yang termasuk ke dalam syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan suatu
sebab yang halal. Tidak dipenuhinya syarat objektif dalam suatu perjanjian mengakibatkan
perjanjian tersebut batal demi hukum.

Untuk menentukan saat terjadinya perjanjian dalam arti adanya persesuaian


kehendak ada beberapa teoru, yaitu:

a.       teori penerimaan (ontvangstheorie);

b.      teori pernyataan (unitingstheorie);

c.       teori pengiriman (verzendtheori);

d.      teori pengetahuan (vernemingstheorie);

e.       teori pengetahuan yang objektif (geobjecktiverde vemeningstheorie);

f.        teori kepercayaan (vertrouwenstheorie); dan

g.       teori kehendak (wilsttheorie).[11]

Perjanjian ada dua bagian, yaitu bagian inti atau pokok dan bagian yang bukan
pokok. Bagian pokok disebut essensialia dan bagian yang tidak pokok disebut naturalia
serta aksidentalia.

Subjek perjanjian sama dengan subjek perikatan, yaitu kreditur dan debitur yang
merupakan subjek aktif dan subjek pasif. Adapun kreditur maupun debitur tersebut dapat
perseorangan maupun badan hukum.
Ada tiga golongan berlakunya perjanjian, yaitu: (1) perjanjian berlaku bagi para
pihak yang membuat perjanjian; (2) perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang
mendapat hak; (3) perjanjian berlaku bagi pihak ketiga.

Untuk menentukan timbulnya hak pihak ketiga dengan adanya perjanjian bagi pihak
ketiga terdapat beberapa pandangan atau teori, yaitu:

a.       teori penawara;

b.      teori pernyataan yang menentukan suatu hak; dan

c.       teori pernyataan yang memperoleh hak.

Cacat kehendak, meliputi empat hal, tiga hal masuk dalam KUHPerdata dan satu hal
lagi diluar KUHPerdata. Cacat kehendak yang ada dalam KUHPerdata, yaitu sesuai dalam
pasal 1321 KUHPerdata, yaitu kesesatan atau kekhilafan, paksaan, dan penipuan. Dalam
ketentuan di luar KUHPerdata, yaitu penyalahgunaan keadaan (undue influence) dan khilaf
atau sesat mengenai orangnya.

Kesesatan mengenai orangnya dinamakan “error in personal”. Apabila dalam


perjanjian sampai terjadi keadaan tersebut, sebagai akibatnya perjanjian yang dibuat oleh
para pihak dapat dibatalkan. Pembatalan atas permintaan pihak yang dirugikan. Khilaf atau
sesat mengenal hakikat barangnya dinamakan “error in substantia”.

Paksaan dibedakan oleh ketentuan dalam Pasal 1324 KUHPerdata, yaitu berupa:

a.       paksaan mutlak (absolute), artinya atas adanya paksaan tersebut tidak ada pilihan lain
atau tidak ada alternatif berpikir untuk menyetujui perjanjian yang diserahkan atau tidak;

b.      paksaan relative, yaitu salah satu yang dipaksa masih memiliki kesempatan untuk
mempertimbangkan menerima atau menolak perjanjian tersebut. Di samping itu, ada pula
bentuk paksaan yang bersifat: (1) paksaan psikis, yaitu suatu paksaan yang mengarah pada
jasmani; (2) paksaan psikhis, yaitu suatu paksaan yang mengarah pada ketentraman batin
atau kejiwaan (rohani). Yang dimaksud dengan paksaan adalah kekerasan jasmani atau
ancaman mempengaruhi kejiwaan menimbulkan ketakutan pada orang lain sehingga
dengan sangat terpaksa membuat suatu perjanjian.

Penipuan merupakan suatu alas an untuk pembatalan persetujuan. Apabila tipu


muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga jelas dan nyata
bahwa pihak yang lain tidak akan (sebenarnya) membuat perikatan jika tidak dilakukan
tipu daya atau tipu muslihat tersebut.

Asas-asas perjanjian ada sepuluh, yaitu:


a.       asas kebebasan mengadakan perjanjian (kebebasan berkontrak);

b.      asas konsensualisme;

c.       asas kepercayaan;

d.      asas kekuatan mengikat;

e.       asas persamaan hukum;

f.        asas keseimbangan;

g.       asas kepastian hukum;

h.      asa moral;

i.         asas kepatutan; dan

j.         asas kebiasaan.

Sepuluh asas tersebut diperkecil menjadi tiga asas, yaitu:

a.       asas konsensualisme (konsensus);

b.      asas kekuatan mengikat; dan

c.       asas kebebasan berkontrak.

Perbedaan dan persamaan antara perikatan dengan perjanjian terletak di dalam


kenyataan tindakan hukum. Perikatan lebih luas dan menimbulkan adanya perikatan.[12]

BAB 5
Perikatan dalam Hukum Kontrak dan Macam-macamnya

Hukum kontrak (contract of law, ovreenscomstrecht) adalah perangkat hukum yang


hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu sebagai
aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan. Hal ini
dilakukan melalui mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi
harapan-harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa dating
yang bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun yang tidak
nyata), dan pembayaran dengan uang).
Hakikat antara perikatan, perjanjian, dan kontrak pada dasarnya sama, yaitu
merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat di dalamnya. Pengertian
hukum kontrak dapat dilihat beberapa hal yang mendasar, yaitu:

a.       dilihat dari aspek mekanisme dan prosedur hukumnya;

b.      dilihat dari kaidah-kaidah hukum dan aspek ruang lingkup pengaturannya;

c.       dilihat dari keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
dua pihak;

d.      dilihat dari perbuatan sebelumnya yang mencakup tahap pracontractual dan past
contractual:

1)     kaidah dalam hukum kontrak adalah yang tertulis dan tidak tertulis;

2)     subjek hukum atau rechtsperson. Rechtperson adalah kreditur dan debitur

3)     prestasi adalah hak kreditur dan kewajiban debitur, yaitu memberikan sesuatu, berbuat
sesuatu;

4)     kata sepakat adalah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak;

5)     akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Hak adalah suatu kenikmatan dan
kewajiban adalah suatu beban.[13]

Kesamaan antara hukum kontrak dengan hukum perjanjian terletak pada: (1)
tempat pengaturan hukum kontrak; (2) system pengaturan hukum kontrak yang bersifat
terbuka; (3) asas-asas hukum kontrak; dan (4) sumber hukum  kontrak, baik sumber
hukum materiil maupun sumber hukm formal.

Sumber hukum kontrak yang bersumber dari undang-undang adalah persetujuan


para pihak dan undang-undang.

Pelaksanaan hukum adat yang berkaitan dengan kontrak telah diakui para pakar
hukum sebagai bagian dari sejarah dan proses terbentuknya hukm tertulis.

Kontrak adalah sah apabila memenuhi syarat-syarat:

a.       subjektif, meliputi kecakapan untuk membuat kontarak (dewasa dan tidak sakit ingatan),
dan adanya kesepakatan di antara dua pihak;

b.      objektif, meliputi satu hal (objek) tertentu dan sesuatu sebab yang halal (kausa)

Jenis-jenis kontrak, yaitu:


a.       kontrak menurut sumber hukumnya;

b.      kontrak menurut namanya;

c.       kontrak menurut bentuknya;

d.      kontrak timbale balik;

e.       kontrak cuma-Cuma atau dengan alas hak yang membebani;

f.        kontrak berdasarkan sifatnya; dan

g.       kontrak dari aspek larangannya.

Jenis-jenis kontrak yang dilaksanakan di masyarakat, antara lain:

a.       kontrak dalam perjanjian kredit;

b.      perjanjian leasing;

c.       perjanjian keagenan dan distributor;

d.      perjanjian fenchsing dan lisensi;

e.       usaha pajak piutang; dan

f.        kontrak kerja system alih daya (outsourcing).[14]

BAB 6
Penyalahgunaan Hak dan Hapusnya Perikatan

Penyalahgunaan hak (bahasa Belanda, misbruik van recht) adalah menjalankan hak
yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain atau berbuat sesuatu yang bukan
merupakan haknya atau menggunakan haknya bukan pada tempatnya sehingga orang lain
menanggung akibatnya.

Hapusnya perikatan dalam kontrk yang timbul dari persetujuan maupun dari
undang-undang di atur dalam baab IV buku III KUHPerdata, yaitu dalam pasal 1381. [15]
Dalam pasal tersebut, terdapat beberapa cara hapusnya perikatan, yaitu:

1.      pembayaran;

2.      penawaran pembayaran diikuti oleh penyimpan;

3.      pembaharuan utang (inovatie);

4.      perjumpaan utang (kompensasi);

5.      percampuran utang;

6.      pembebasan utang;

7.      musnahnya barang yang terutang;

8.      kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan;

9.      syarat yang membatalkan (diatur dalam bab 1);

10.  kedaluwarsa (diatur dalam buku IV, bab 7)

Pembayaran adalah pelaksanaan atau pemenuhan setiap perjanjian secara sukarela,


artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi yang tidak saja meliputi penyerahan sejumlah
uang, melainkan penyerahan suatu benda.

Pasal 1382 KUHPerdata, mengatur orang-orang selain debitur yang harus


melakukan pembayaran, yaitu:

1.      mereka yang mempunyai kepentingan; dan

2.      pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asalakan bertindak atas nama debitur
dan untuk melunasi utang debitur atau pihak ketiga bertindak atas namanya sendiri,
asalkan ia tidak menggantika hak-hak kreditur.

Agar penyerahan sah, diperlukan syarat-syarat berikut.

1.      Orang yang membayarkan harus pemilik mutlak dari benda yang diserahkan.

2.      Orang yang menyerahkan berkuasa memindahtangankan benda tersebut.

3.      Pembayaran yang tidak ditujukan kepada kreditur atau kuasanya tidak  utangnya.

4.      Dalam tiga hal pembayaran yang tidak ditujukan kepada kreditur atau kuasanya tetap
dianggap sah, yaitu: (1) kreditur menyetujuinya; (2) kreditur mendapatkan manfaat; (3)
debitur membayarkan dengan iktikad baik (Pasal 1386 KUHPerdata).
Dalam undang-undang pembayaran, dibedakan atas hal-hal:

1.      utang barang spesies;

2.      utang para generik;

3.      utang uang;

4.      subrogasi.[16]

Subrogasi terjadi dengan perjanjian:

1.      apabila si berpiutang (kreditur) dengan menerima pembayaran dari pihak ketiga


menetapkan bhawa orang lain akan menggantikan hak-haknya, gugatan-gugatannya,
hak-hak istimewanya, dan hipotik yang dimilikinya terhadap si berutang (debitur).

2.      apabila debitur meminjam uang untuk melunasi utangnya, dan menetapkan orang yang
meminjami uang akan menggantikan hak-hak si berpiutang.

Subrogasi yang terjadi demi undang-undang diatur dalam Pasal 1402 sebagai berikut.

1.      Untuk seorang yang berpiutang, melunasi seorang berpiutang lain berdasarkan hak-hak
istimewanya atau hipotik.

2.      Untuk seorang pembeli suatu benda tidak bergerak, yang telah memakai uang harga benda
tersebut untuk melunasi orang-orang berpiutang kepada siapa benda itu diperikatkan
dalam hipotik.

3.      Untuk seorang yang bersama-sama dengan orang lain, atau untuk orang-orang lain,
diwajibkan membayar suatu utang, berkepentingan untuk meluansi hutang tersebut.

4.      Untuk seorang ahli waris yang seang menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk
mengadakan pencatatan tentang keadaan harga peninggalan, telah membayar utang-utang
warisan dengan uangnya sendiri.

a.      Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan

Apabila debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan


notaries atau jurusita, kemudian kreditur menolak penawaran tersebut, atas penolakan
kreditur kemudian debitur menitipkan pembayaran kepada Panitera Pengadilan Negeri
untuk disimpan, perikatan menjadi hapus dengan syarat-syarat:

1.      dilakukan kepada kreditur atau kuasanya;

2.      dilakukan oleh debitur yang berwenang membayar;

3.      mengenai semua uang pokok, bunga, biaya yang telah ditetapkan;

4.      waktu yang ditetapkan telah tiba;

5.      syarat-syarat utang telah terpenuhi;

6.      penawaran pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditetapkan atau di tempat yang
telah disetujui;

7.      penawaran pembayaran dilakukan oleh notaries atau jurusita disertai dua orang saksi.[17]

Mekanisme penawaran pembayaran, yaitu:

1.      barang atau uang yang akan dibayarkan ditawarkan secara resmi oleh seorang notaries
atau jurusita pengadilan;

2.      notaris atau seorang jurusita membuat perincian barang-barang atau uang yang akan
dibayarkan;

3.      notaris mendatangi tempat tinggal atau tempat pembayaran kreditur sesuai perjanjian;

4.      pembayaran dilakukan oleh notaries berupa barang atau uang;

5.      notaris atau jurusita sudah menyediakan suatu proses-perbal atau berita acara
pembayaran, artinya pihak kreditur menerima atau menolak penawaran pembayaran akan
ditulis dalam beriata acara yang dimaksudkan.

6.      debitur di depan Pengadilan Negeri mengajukan permohonan agar pengadilan


mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukan.

b.     Pembaharuan utang atau novasi

Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan dan
pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti
perikatan semula.

Dalam pembaruan utang atau novasi dapat terjadi dalam beberapa hal, yaitu:
1.      hapusnya perjanjian lama oleh perjanjian yang baru;

2.      hapusnya subjek perjanjian lama oleh subjek perjanjian yang baru;

3.      hapusnya objek perjanjian lama oleh perjanjian yang baru;

4.      hapusnya manfaat perihal yang lama oleh perihal yang baru;

5.      hapusnya hak dan kewajiban yang lama oleh hak dan kewajiban yang baru;

6.      hapusnya prestasi yang lama oleh prestasi yang baru;

Novasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1.      novasi objektif, yaitu perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.

2.      novasi subjektif pasif, yaitu debiturnya diganti oleh debitur lain.

3.      novasi subjektif aktif, yaitu apabila krediturnya diganti oleh kreditur lain.

c.      Perhitungan utang timbale balik atau kompensasi

Kompesansi adalah hapusnya utang disebabkan adanya penggantian oleh cara


pembayaran yang lain yang disetujui bersama.[18]

d.     Percampuran utang

Percampuran utang adalah percampuran kedudukan (kualitas) dan pihak-pihak


yang mengadakan perjanjian sehingga kualitas sebagai kreditur menjadi satu dengan
kualitas dari debitur yang menyebabkan hapusnya perikatan di antara kedua bbelah pihak.

e.      Pembebasan utang

Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreiditur dengan tegas menyatakan tidak
mengkhendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya perikatan di antar kedua
belah pihak.

f.        Musnahnya barang yang terutang

Musnahnya barang yang terutang adalah:

1.      barang yang terutang musnah karena adanya peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan
debitur;
2.      barang yang musnah tidak dapat dimanfaatkan lagi.

g.      Batal atau pembatalan kontrak

Batalnya kontrak atau hapusnya perjanjian dapat disebabkan batal hukum dan batal
karena dapat dibatalkan. Disebut batal demi hukum karena pembantalannya terjadi
berdasarkan undang-undang. Batal karena dapat dibatalkan mempunyai akibat setelah ada
putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut.

h.     Berlakunya suatu syarat batal

Syarat  adalah ketentuan isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat
yang jika dipenuhi mengakibatkan perikatan batal (nietig, void) sehingga perikatan
menjadi hapus. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan
dilahirkan. Syarat batal mengakibat suatu konsekuensi kedua belah pihak tidak pernah
melakukan kontrak atau perjanjian.

i.        Kedaluwarsa

Kedaluwarsa adalah upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari
suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang.[19]

Dalam hukum Islam, pembatalan perjanjian tidak mungkin dilaksanakan, kecuali:

1.      jangka waktu perjanjian telah berkahir;

2.      salah satu pihak menyimpang dari perjanjian;

3.      jika ada kelancangan dan bukti pengkhianatan.

Prosedur pembatalan yang dibenarkan adalah;

1.      memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak yang melakukan perjanjian;

2.      mengemukakan alasan-alasan diajukannya pembatalan berikut bukti-buktinya;


3.      memberikan tenggang waktu agar pihak yang akan menerima pembatalan mempersiapkan
keadaan;

4.      pembatalan harus dilakukan dengan jalan damai sehingga tidak mengakibatkan


permusuhan dan putus silaturahmi;

5.      pembatalan dapat dilakukan dengan jalan perang apabila pihak lain mendahului
penyerangan dan pengkhianatan terhadap perjanjian.[20]

BAB 7 Bentuk-bentuk Perikatan dalam Hukum Islam


Akad adalah ikatan antardua perkara, baik dalam ikatan nyata maupun ikatan secara
maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi.

Teknik pengucapan atau metode dalam berijab dan Kabul ada beberap cara, yaitu:

a.       akad dengan lisan;

b.      akad dengan perbuatan;

c.       akad dengan isyarat;

d.      akad dengan tulisan;

Subjek akad adalah al-aqid, yaitu orang-orang yang melakukan akad. Orang kesatu
dan orang kedua sebagai pihak-pihak yang akan melakukan perserikatan.

Orang yang ahli dalam berakad dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a.       ahli wajib;

b.      ahli’ada.

Al-wilayah (kekuasaan), terbagi atas dua macam, yaitu:

a.       asli (al-asliyah) orang yang akad memiliki kekuasaan berakad untuk dirinya. Orang ini
disyaratkan harus balig, berakal, dan normal;

b.      pengganti (an-niyabah), seseorang divberikan kekuasaan oleh orang lain atau mengurusi
urusan orang lain. Pengganti terbagi dua, yaitu:

(1)  pilihan (al-ikhtiyariyah); dan

(2)  paksaan (al-ijbariyah).[21]
Prinsip utama dalam berakad adalah saling merelakan dan kebebasan dalam
berakad. Jika dilihat dari sifatnya, akad dibagi menjadi dua macam, yaitu akad
bersyarat dan akad tanpa syarat.

Akad bersyarat atau akad ghair munjiz ada tiga macam, yaitu ta’liq syarat, taqyid
syarat, dan syarat idhafah;

Ijarah adalah akd atas manfaat barang atau jasa yang dilakukan oleh pihak pemilik
barang atau jasa dengan pihak penyewa menurut syarat-syarat yang dibenarkan oleh syara’.

Rukun-rukun ijarah adalah:

a.       ‘aqid (orang yang berakad)

b.      Shighat akad;

c.       Ujrah (upah); dan

d.      Manfaat barang dan jasa.

Syarat-syarat ijarah terdiri atas empat macam, yaitu:

a.       syarat al-inqad (terjadinya akad);

b.      syarat an-nafadz (syarat pelaksanaan akad);

c.       syarat sahnya akad; dan

d.      syarat lazim.

Dalam sewa-menyewa jas atau perburuhan ada beberapa hal yang harus
diperhatikan:

a.       orang yang disewa adalah orang yang telah dewasa dan memiliki keahlian yang jelas;

b.      orang yang disewa menyanggupi permintaan penyewa dan penyewa menyanggupi besaran
upahnya;

c.       upah dapat diberikan sebelum atau sesudah bekerja sesuai kesepakatan.

Pada dasarnya, ijarah ada dua macam, yaitu:

a.       ijarah benda atau barang yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya; dan
b.      ijarah jasa atau keahlian dan tenaga, baik manusia maupun hewan, yang disebut dengan
perburuhan.

Pembiayaan murabahah adalah suatu perjanjian antara kreditur dengan debitur,


yaitu kreditur menyediakann pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal usaha
yang dibutuhkan debitur, yaitu harga beli bank ditamabh margin keuntungan pada saat
jatuh tempo.

Rukun—rukun murabahah, yaitu:

a.       ba’I adalah penjual (pihak yang memiliki barang);

b.      musytari adalah pembeli (pihak yang akan membeli barang); mabi’

c.        adalah barang yang akan diperjualbelikan;

d.      Tsaman adalah harga;

e.       Ijab dan qabul adalah pernyataan timbang terima.[22]

Syarat-syarat murabahah, yaitu:

a.       pihak yang berakad, yaitu penjual dan pembeli harus cakap hukum atau balig (dewasa)
dan saling meridai;

b.      khususnya untuk barang dagangan persyaratan adalah harus jelas dari segi sifat, jumlah,
jenis akan ditransaksikan, dan tidak termasuk dala, kataegori yang haram, serta harus
mengandung manfaat yang jelas sehingga penyerahannya dari penjual kepada pembeli
dapat dilakukan karena barang merupakan hak milik seppenuhnaya pihak yang berakad;

c.       harga dan keuntungan harus disebutkan;

d.      jangka waktu.

Jual beli adalah pertukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan
atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya melalui cara yang diperbolehkan.

Dalam memelihara dan menjaga sikap ‘antaradhin dapat dilakukan beberapa hal
yang berkatan dengan pproses ijab kabul dalam jual beli, yaitu:

a.       lafazh dalam jual beli, sebagai bentuk ijab kabul harus dapat dipahami kedua belah pihak;

b.      barang yang diperjualbelikan harus dikenal dengan baik dari manfaat dan harganya.
Apabila barang tersebut merupakam kebutuhan pokok, harga pasarannya harus jelas;
c.       cara penjualannya tidak mengandung unsure penipuan, spekulasi, dan riba;

d.      barang yang dijual adalah milik penjual sendiri atau mendapat kuasa dari pemilik barang;

e.       tidak membeli barang yang sedang ditawar oleh orang lain dan tidak menjual barang
dengan dua harga;

f.        membayar harga barang setelah ada ijab kabul di tempat berlangsungnya transaksi;

g.       tidak membeli barang dengan cara menghadang di jalanan atau dengan cara tengkulak;

h.      tidak memperjualbelikan barang-barang yang diharamkan Allah SWT. dan barang-barang


yang najis.

Syarat-syara penjual dan pembeli adalah:

a.       balig, sehat lahiriah dan batiniah;

b.      atas kehendak sendiri, tidak ada unsure paksaan.

Syarat-syar akad adalah:

a.       adanya kesepakatan yang tidak terpisahkan, terjadi secara bersamaan;

b.      tidak diselingi dengan kata-kata lain;

c.       menggunakan kalimat yang jelas, mudah dipahami kedua belah pihak.[23]

Syarat barang yang dijual adalah:


a.       barang yang suci dan mungkin dapat disucikan;

b.      barang yang memberikan manfaat satu sama lain;

c.       tidak mengaitkan barang dengan syarat tertentu, misalnya aku jual barang jika ayahku
telah meninggal dunia;

d.      tidak dibatasi dengan waktu, misalnya menjual barang unytuk sebulan saja.

Syirkah, artinya bersekutu atau bekerja sama dalam konteks bisnis yang
landasannya adanya percampuran modal dari kedua belah pihak.

Perkongsian atau syirkah musyarakah dibagi empat, yaitu:

a.       syirkah amlak adalah lebih dari satu orang memiliki sesuatu jenis barang tanpa akad;
b.      syirkah ‘uqud adalah dua orang aatau lebih melakukan akad untuk bergabung dalam suatu
kepentingan harta dan hasilnya berupa keuntungan;

c.       syirkah ‘inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu
porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua belah pihak saling
berbagi dalam keuntungan dan kerugian secara sama;

d.      syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap
pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama.

Syirkah mufawadhah menentukan beberapa persyaratan, yaitu:

(1)  bersamaan modal masing-masing;

(2)  mempunyai wewenang bertindak yang sama;

(3)  masing-masing menjadi penjamin dan mewakili dirinya sendiri.[24]

BAB 8
Kontrak Nominaat, Kontrak Dagang Elektronik, dan Kontrak Baku

nominaat adalah kontrak yang bernama yang diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata
yang menyebutkan, “Semua perjanjian, baik yang mempunya nama khusus, maupun yang
tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat
dalam bab ini dan bab yang lalu.”

Dalam KUHPerdata ada lima belas jenis kontrak nominaat, yaitu:

a.       jual beli;

b.      tukar-menukar;

c.       sewa-menyewa;

d.      perjanjian melakukan pekerjaan (perburuhan);

e.       persekutuan perdata;

f.        badan hukum;[25]
g.       hibah;

h.      penitipann barang;

i.         pinjam pakai;

j.         pinjam meminjam (pihak pakai habis);

k.       pemberian kuasa;

l.         bunga tetap atau abadi;

m.    perjanjian untung-untungan;

n.      penanggungan utang; dan

o.      perjanjian perdamaian (dading).

Kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan hidup dalam
masyarakat dan kontrak ini belum dikenal pada saat KUHPerata diundangkan. Hukum
kontrak yang innominaat (spesialis) merupakan bagian dari hukum kontrak (generalis).
Beberapa jenis kontrak innominaat, yaitu:

a.       perjanjian sewa beli;

b.      perjanjian sewa guna (leasing);

c.       perjanjian anjak piutang (factoring); dan

d.      modal ventura (joint venture).

Electronic commerce transaction adalah transaksi dagang antara penjual dan


pembeli untuk menyediakan barang, jasa atau mengambil alih hak. Kontrak ini dilakukan
dengan media elektronik (digital medium) tanpa dihadiri para pihak yang melakukan
transaksi.

Ada enam komponen dalam electronic commerce transaction (kontrak dagang


elektronik), yaitu:

a.       kontrak dagang;

b.      kontrak dilaksanakan dengan media elektronik;

c.       kontrak terjadi dalam jaringan public;

d.      system terbuka, yaitu dengan internet atau www;


e.       kontrak terlepas dari batas yurisdikasi nasional.

Kelebihan dan kekurangan kontrak dagang elektronik adalah sebagai berikut.

a.       Kelebihannya adalah:

(1)  kontrak berjalan dengan cepat;

(2)  tidak mengeluarkkan biaya besar;

(3)  keputusan kontak dapat diterima langsung;

(4)  format perjanjian sudah ada dan berbentuk tulisan;

(5)  barang atau hasil perjanjian lebih cepat diterima.

b.      Kekurangannya adalah:

(1)  tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum;

(2)  lebih banyak kesempatan untuk terjadi penipuan;

(3)  hasil kontrak tidak sesuai dengan yang diharapkan;

(4)  barang yang diperjanjikan tidak sesuai yang diinginkan;

(5)  susah dilacak bagi pihak pertama jika melanggar kontrak;

(6)  kurangg efisien dalam komunikasi.[26]

Kontrak baku adalah suatu bentuk kontrak yang memuat syarat-syarat tertentu dan
dibuat hanya oleh satu puhak. Kontrak baku artinya sama dengan perjanjian adhesi yang
sifatnya bergantung kepada satu pihak apakah berminat melakukan kontrak atau
membatalkannya.

Syarat sahnya kontrak baku harus ditinjau, diantaranya adalah:

a.       syarat kuasa yang halal, terutama apabila terdapat penyalahgunaan keadaan;

b.      syarat kuasa yang halal terutama apabila terdapat pengaruh yang tidak pantas; dan

c.       syarat kesepakatan kehendak, terutama apabila ada keterpaksaan atau ketidakjelasan dari
salah satu pihak.
Asas-asas yang digunakan dalam kontrak baku adalah:

a.       asas konsesualisme (1320 BW);

b.      asas kebebasan berkontrak (1338); dan

c.       asas kekuatan (1338 BW).

d.      sepakat mereka yang mengikat dirinya;

e.       kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

f.        suatu hal tertentu; dan

g.       suatu sebab yang halal;

Pembuatan klausul baku disyaratkan sebagai berikut:

a.       bentuk klausul baku jelas dan mudah dibaca;

b.      kalimat-kalimat yang digunakan mudah dipahami; dan

c.       klausul baku merupakan klausul yang diperbolehkan undang-undang.[27]

[1] Subekti, “Pokok-pokok Hukum Perdata,” dalam Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan


Dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam, (Cet. X; Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm.
16-18.
[2] Wawan Muhwan Hariri, HUKUM PERIKATAN Dilengkapi Hukum Perikatan dalam
Islam, (Cet. X; Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 18.
[3] Ibid, hlm. 20-23.
[4] Ibid, hlm. 31.
[5] Ibid, hlm. 33.

Anda mungkin juga menyukai