Anda di halaman 1dari 5

NAMA:MAULIDIN AFDHAL

NPM:2003101010055
KELAS:HUKUM PERDATA 08

A.PENGERTIAN HUKUM PERIKATAN


Perikatan adalah hubungan – hubungan hukum atau kaidah hukum antara 2 orang yang
terletak di lapangan vermogen recht ( hukum harta kekayaan ) dimana pihak yang satu berhak atas
suatu prestasi sedangkan yang lainnya berkewajiban membayar prestasi.

B. Sumber Perikatan
Sumber perikatan ada 2 (dua) yaitu perikatan yang lahir karena kontrak dan perikatan yang
lahir karena undang-undang (wet). Hal ini diatur dalam Pasal 1233 KUH Perdata.Berdasarkan Pasal
1352 KUH Perdata, perikatan yang lahir dari undang-undang adalah perikatan yang besumber dari
undang-undang saja, dan perikatan yang bersumber dari undang - undang sebagai akibat perbuatan
manusia.
Perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia dibagi 2 (dua)
yaitu perikatan yang terbit dari perbuatan yang halal (rechtmatig) diatur dalam Pasal 1357
KUHPerdata dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) diatur dalam Pasal 1365 KUH
Perdata.
Pembentuk undang-undang menentukan figur dari perikatan yang lahir dari undang-undang
karena perbuatan manusia yang halal, antara lain perbuatan mewakili orang lain (zaakwaarneming,
Pasal 1354 KUH Perdata), pembayaran hutang yang tidak diwajibkan (onverschuldigde betaling,
Pasal 1359 ayat 1 KUHPerdata), perikatan wajar (natuurlijkeverbintenis, Pasal 1359 ayat 2 KUH
Perdata).Perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai perbuatan manusia yang melawan hukum
ditetapkan bukan saja karena salahnya orang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-
undang juga karena perbuatan dari orang tersebut bertentangan dengan hukum tidak tertulis
(unwritten law).Persyaratan perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPerdata
adalah :
1. Harus terdapat perbuatan subjek hukum baik yang bersifat positif atau negatif;
2. Perbuatan itu harus bersifat melawan hukum;
3. Harus ada kerugian;
4. Harus ada hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan gantikerugian;
5. Harus ada kesalahan.
Dalam perkembangannya, perbuatan melawan hukum tersebut tidak saja melanggar ketentuan hukum
tertulis tetapi juga hukum tidak tertulis. Pada awalnya dengan arrest Juffrouw Zutphen, perbuatan
melawan hukum hanya suatu perbuatan yang bertentangan dengan Pasal 1365 KUH Perdata saja,
kemudian terjadi perubahan dengan munculnya kasus Linden baum –Cohen tahun 1919. Setelah tahun
1919 pengertian perbuatan melawan hukum diperluas yaitu melanggar kesusilaan dan kepatutan yang
terdapat dalam masyarakat serta kurang bersikap hati-hati yang menimbulkan kerugian bagi orang
lain.Jadi, kerugian yang dialami seseorang atau kelompok oleh akibat perbuatan orang lain bukan
karena diperjanjikan terlebih dahulu. Kalau diperjanjikan berarti
kesalahan itu termasuk dalam kategori wanprestasi. Untuk perikatan yang lahir dari perjanjian, diatu
dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang yang lain atau lebih”.Tindakan/perbuatan (handeling) yang
menciptakan perjanjian (overeenkomst) berisi pernyataan kehendak (wilsverklaring) antara para
pihak, akan tetapi meskipun Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian adalah tindakan
atau perbuatan (handeling), tindakan yang dimaksud dalam hal ini adalah tindakan atau perbuatan
hukum (rechtshandeling), sebab tidak semua tindakan/perbuatanmempunyai akibat hukum
(rechtgevolg).

C.Macam-Macam Perikatan
1.Perikatan Bersyarat (Voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari,
yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa
perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu itu timbul.
Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang
menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde). Contohnya apabila A berjanji pada B
untuk membeli mobilnya kalau A lulus dari ujian. Kedua, mungkin untuk memperjanjikan, bahwa
suatu perikatan yang sudah akan berlaku, akan dibatalkan apabila kejadian yang belum tentu itu
timbul.
2.Perikatan yang Digantungkan pada Suatu Ketetapan Waktu (Tijdsbepaling)
Perbedaan anatar suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu kejadian
atau peristiwa yang belum tentu atau tiadak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal
yang pasti akan datang, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya
meninggalnya seseorang. Contoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan
waktu, banyak sekali dalam praktek seperti perjanjian-perburuhan,suatu hutang wesel yang dapat
ditagih suatu waktu setelahnya dipertunjukkan dan lain sebagainya.
3.Perikatan yang Membolehkan Memilih (Alternatief)
Ini adalah suatu perikatan, dimana terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si
berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. misalnya ia boleh memilih apakah ia akan
memberikan kuda atau mobilnya atau uangnya.
4.Perikatan Tanggung-Menanggung (Hoofdelijk atau Solidair)
Suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan
dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih
suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat
dalam praktek.
5.Perikatan yang Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi (Deelbare Verbintenis)
Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak, tergantung apda kemungkinan tidaknya membagi prestasi.
Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu
perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka, jika
salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya terjadi
karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh
sekalian ahli warisnya.
6.Perikatan dengan Penetapan Hukuman (Strafbeding)
Untuk mencegah jangan samapai si berhutang dengan mudah sajua melalaikan kewajibannya,dalam
praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak
menepati kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan
suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya.

D.Unsur-unsur perikatan :
1. Hubungan hukum (rechtsbetrekking);
2. Kekayaan;
3. Pihak-pihak :
 Kreditur
 Debitur
4. Prestasi (voorwerp) :
 Memberikan sesuatu (te geven);
 Berbuat sesuatu (te doen);
 Tidak berbuat sesuatu (of niet te doen).

E.Dasar Hukum Perikatan


Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat 5 sumber yaitu :
1. Perikatan Pada Umumnya (Pasal 1233 – 1312);
2. Perikatan yang Bersumber dari Perjanjian (Pasal 1313 – 1351);
3. Perikatan yang Bersumber dari Undang-Undang (Pasal 1352 – 1380);
4. Hapusnya Perikatan (Pasal 1381 – 1456);
5. Perjanjian Nominaat (Pasal 1457 – 1864).

F.Azas Kedudukan dalam Hukum Perikatan


1.Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas
kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
2.Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata
yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
3.Asas konsensualisme Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya
kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu
formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP
Perdata.
G.Hapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHP, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
1.Karena pembayaran
2.Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3.Karena adanya pembaharuan hutang
4.Karena percampuran hutang
5.Karena adanya pertemuan hutang
6.Karena adanya pembebasan hutang
7.Karena musnahnya barang yang terhutang
8.Karena kebatalan atau pembatalan
9.Karena berlakunya syarat batal
10.Karena lampau waktu

H.Subjek perikatan
Subjek perikatan adalah para pihak disuatu perikatan.
- Debitur (pasif)
- Kreditur (aktif)
Syarat debitur :

 Orangnya harus selalu diketahui identitasnya oleh kreditur


 Pergantian debitur hanya dapat terjadi dengan sepengatahuan dan persetujuan kreditur.
Syarat kreditur:

 Pihak kreditur tidak perlu diketahui identitasnya oleh debitur


 Pergantian kreditur dapat terjadi secara sepihak

I.Objek Perikatan.
Pasal 1234 KUH Perdata memberikan pengaturan tentang objek ataupun jenis perikatan. Objek dalam
perikatan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh kedua belah pihak di dalam perjanjian itu. Objek
dalam hukum perikatan lazim juga disebut sebagai prestasi dalam perikatan, yaitu:
1. Untuk memberikan sesuatu;
2. Untuk berbuat sesuatu;
3. Untuk tidak berbuat sesuatu.
Syarat objek perikatan

 Harus tertentu atau ditentukan (pasal 1320 ayat (3) dan 1333 BW).
 Objeknya diperkenankan (pasal 1335 dan 1337 BW).
 Harus mungkin dilakukan

Prestasi & Wanprestasi.


Prestasi atau dalam hukum kontrak dikenal juga dalam istilah Inggris sebagai performance adalah
pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama
(term and condition).Macam-macam prestasi adalah yang diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata.
Wanprestasi atau yang juga dikenal dengan cidera janji; default; nonfulfillment; ataupun breach of
contract adalah suatu kondisi tidakdilaksanakannya suatu prestasi/ kewajiban sebagaimana mestinya
yang telah disepakati bersama – sebagaimana yang dinyatakan dalam kontrak.
Wanprestasi dapat terjadi karena kesengajaan; kelalaian ataupun tanpa kesalahan (kesangajaan
dan/kelalaian).Konsekwensi yuridis dari wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan
dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti rugi dari pihak yang melakukan wanprestasi.
Bentuk-bentuk ataupun model wanprestasi adalah :
1. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi;
2. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi;
3. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.
Pada beberapa kondisi tertentu, seseorang yang telah tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan
ketentuan yang dinyatakan dalam kontrak, maka pada umumnya (dengan beberapa perkecualian)
tidak dengan sendirinya dia dianggap telah melakukan wanprestasi. Apabila tidak telah ditentukan
lain dalam kontrak atau undang-undang maka wanprestasinya di debitur resmi terjadi setelah debitur
dinyatakan lalai oleh kreditur, yaitu dikeluarkannya “akta lalai” oleh pihak kreditur. Hal ini
diaturdalam Pasal 1238 KUH Perdata “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau
dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai,atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini
menetapkan, bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah
ditentukan”.
Akta lalai dalam praktek dikenal juga dengan istilah somasi (somatie: Belanda, Sommation/Notice of
Default: Inggris). Akta lalai ini sendiri dikenal dan diberlakukan oleh Negara-negara dengan Civil
Law System seperti Perancis, Jerman, Belanda dan Indonesia. Sedangkan Negara-negara dengan
Common Law System tidak memberlakukan stelsel akta lalai ini.
Pengecualian terhadap akta lalai adalah dalam hal:
1. Jika di dalam kontrak ditentukan termin waktu;
2. Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi;
3. Debitur keliru memenuhi prestasi;
4. Ditentukan dalam undang-undang bahwa wanprestasi terjadi demi hukum. Contoh, ketentuan Pasal
1626 KUH Perdata “Sekutu diwajibkan memasukkan sejumlah uang dan tidak melakukannya, itu
menjadi berutang bunga atas jumlah itu, demi hukum dengan tidak usah ditagihnya pembayaran uang
tersebut, terhitung sejak hari uang tersebut sedianya harus dimasukkan….”

Anda mungkin juga menyukai