Anda di halaman 1dari 4

1. Perikatan Bersumber dari Perjanjian (Persetujuan).

 Ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :


Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
 Prof. Subekti dalam bukunya yang berjudul "Hukum Perjanjian", menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan :perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang
berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.
Dari peristiwa perjanjian tersebut, maka timbullah suatu hubungan antara dua orang yang
terlibat dalam perjanjian yang dinamakan perikatan. Jadi suatu perjanjian akan
menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Sedangkan dalam
bentuknya, perjanjian berupa suatu rangkaian kata yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

2. Perikatan Bersumber dari Undang-Undang.


 Ketentuan Pasal 1352 KUH Perdata menyebutkan bahwa :
Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang, timbul dari undang-undang
saja, atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1352 KUH Perdata tersebut, perikatan yang bersumber
pada undang-undang, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
 Perikatan yang hanya terjadi karena undang-undang
 Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan manusia.
 Selanjutnya ketentuan Pasal 1353 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang sebagai akibat perbuatan
orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melawan hukum.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1353 KUH Perdata tersebut, jelas disebutkan bahwa
perikatan yang lahir atau bersumber dari undang-undang karena perbuatan manusia,
digolongkan menjadi dua hal, yaitu :
 Perbuatan menurut hukum.
 Perbuatan melawan hukum

Membedakan antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi sebenarnya gampang-gampang


susah. Sepintas, kita bisa melihat persamaan dan perbedaanya dengan gampang. Baik perbuatan
melawan hukum dan wanprestasi, sama-sama dapat diajukan tuntutan ganti rugi.

Sementara perbedaannya, seseorang dikatakan wanprestasi apabila ia melanggar suatu perjanjian


yang telah disepakati dengan pihak lain. Tiada wanprestasi apabila tidak ada perjanjian
sebelumnya.

Sedangkan seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila perbuatannya


bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau
bertentangan dengan kesusilaan.
Wanprestasi atau yang juga dikenal dengan cidera janji adalah suatu kondisi tidak
dilaksanakannya suatu prestasi/ kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama
– sebagaimana yang dinyatakan dalam kontrak. Wanprestasi dapat terjadi karena kesengajaan;
kelalaian ataupun tanpa kesalahan (kesangajaan dan/kelalaian). Konsekuensi yuridis dari
wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk
menuntut ganti rugi dari pihak yang melakukan wanprestasi.
Seseorang dapat dikatakan telah ingkar janji atau wanprestasi, apabila orang tersebut (debitor)
tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau ia melanggar perjanjian, dan wanprestasi seorang
debitor terdiri dari empat macam, yaitu:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

Sedangkan pengaturan Perbuatan Melawan Hukum secara khusus diatur dalam ketentuan 1365
KUHPer yaitu “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”. Dari isi Pasal 1365 KUHPer tesebut dapat disimpulkan bahwa Perbuatan melawan
hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajiban hukum menurut undang-
undang. Dengan kata lain bahwa perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sama dengan
melawan undang-undang (onwetmatige daad).
Berdasarkan pengertian tersebut dan yurisprudensi di Indonesia, Perbuatan Melawan Hukum
adalah perbuatan yang memenuhi kriteria:
1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau
2. Melanggar hak subjektif orang lain, atau
3. Melanggar kaidah tata susila, atau
4. Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya
dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta
benda orang lain.
Perbedaan paling mendasar antara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum adalah
dasar pengaturannya, Pengaturan Wanprestasi secara khusus diatur dalam ketentuan Pasal
1343 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang didasarkan pada adanya
cedera janji dalam suatu perjanjian sehingga salah satu pihak harus bertanggung jawab.

Terdapat perbedaan yang sangat mendasar (prinsipil) antara Wanprestasi dengan Perbuatan
Melawan Hukum.

Perbedaan paling mendasar antara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum adalah dasar
pengaturannya, Pengaturan Wanprestasi secara khusus diatur dalam ketentuan Pasal 1343 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang didasarkan pada adanya cedera janji dalam
suatu perjanjian sehingga salah satu pihak harus bertanggung jawab. Seseorang dapat dikatakan
telah ingkar janji atau wanprestasi, apabila orang tersebut (debitor) tidak melakukan apa yang
dijanjikannya atau ia melanggar perjanjian, dan wanprestasi seorang debitor terdiri dari empat
macam, yaitu:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;


2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

Sedangkan pengaturan Perbuatan Melawan Hukum secara khusus diatur dalam ketentuan 1365
KUHPer yaitu “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”. Berdasarkan pengertian tersebut dan yurisprudensi di Indonesia, Perbuatan Melawan
Hukum adalah perbuatan yang memenuhi kriteria:

1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau


2. Melanggar hak subjektif orang lain, atau
3. Melanggar kaidah tata susila, atau

Syarat sah perjanjian itu diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, khususnya Pasal
1320. Syarat-syarat sah tersebut, antara lain:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif karena berkaitan dengan para subjek
yang membuat perjanjian. Sementara itu, syarat kedua dan ketiga disebut syarat objektif karena
berkaitan dengan objek dalam perjanjian. Apabila satu di antara empat syarat sah perjanjian yang
telah disebutkan sebelumnya tidak terpenuhi, maka perjanjian bisa dibatalkan. Jika yang tidak
terpenuhi adalah syarat nomor 1 dan 2, yaitu sepakat dan kecakapan, maka proses
pembatalannya harus dilakukan melalui pengadilan. Sementara bila yang tidak terpenuhi nomor
3 dan 4, perjanjian dianggap batal dan tidak pernah ada. Bila salah satu pihak mengingkari
perjanjian dan syarat sah perjanjian, pihak satunya bisa menuntut ke pengadilan dan pihak yang
mengingkari berpotensi menerima sanksi denda, atau sanksi yang telah disepakati keduanya.

Perjanjian diluar kuh perdata disebut juga sebagai Perjanjian tak bernama yang merupakan
perjanjian yang belum diatur dalam KUHPerdata dan KUHD. Lahirnya perjanjian ini didasarkan
pada asas kebebasan berkontrak yang menyatakan setiap orang bebas mengadakan perjanjian
dengan siapapun atau partij otonomi. dalam Buku III KUH Perdata, hanya ada satu pasal yang
mengatur tentang kontrak Innominaat, yaitu pasal 1319 KUHPerdata. Jadi Sewa Beli sebagai
perjanjian Innominaat bila ditinjau menurut pasal 1319 KUHPerdata adalah sebagai perjanjian
yang berada di luar Kitab Undang undang Hukum Perdata, jadi perjanjian tersebut tunduk pada
sebuah aturan umum yang terdapat pada buku III Kitab Undang undang Hukum Perdata, dalam
arti boleh saja asal tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum, kepatutan dan
kesusilaan.

Anda mungkin juga menyukai