Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“Konsep Pencegahan Penularan Infeksi”

Dosen : Agustina Nugrahini., S. Kep., Ners.,MM

DISUSUN OLEH :

Ceciy Anti NIM : 2019.B.20.0501

Devia NIM : 2019.B.20.0502

Silvia Lestari NIM : 2019.B.20.0507

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nyalah, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Patient
Safety.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari harapan pembaca yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan maupun isi. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dalam
makalah berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.
            Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Palangkaraya, 22 Maret 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .........................................................................................


B. Rumusan Masalah ........................................... .........................................
C. Tujuan ......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Pencegahan Penularan Infeksi……………………………………...


1. Definisi Penyakit Menular………….………………….....………………....
2. Jenis-jenis Penyakit Menular, Cara Penularan dan Cara Pencegahan...........
3. Tanda-tanda Pasien Terjadi Penularan Infeksi.................................................
4. Terapi Pasien Jika Terjadi Penularan Infeksi....................................................
B. Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang..................................
1. Prosedur Perawatan di Ruang Isolasi........................................................
2. Tindakan Keperawatan Pre dan Post Operasi.............................................
C. Konsep Manajemen Infeksi Nosokomial/HAIS...............................................
1. Definisi Infeksi Nosokomial......................................................................
2. Faktor-faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nasokomial.....................
3. Jenis-jenis Penyakit yang Disebabkan Infeksi Nasokomial.......................
4. Pencegahan Penularan dari Lingkungan Rumah Sakit...............................

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ....................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA... .................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien (Patient Safety) merupakan prioritas dalam pelayanan kesehatan.
Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko. Salah satu risiko yang dihadapi
adalah penularan infeksi yang terjadi selama perawatan kesehatan.
Infeksi Terkait Layanan Kesehatan (Healthcare-Associated Infections/HAIs)
didefinisikan sebagai infeksi yang tidak ada saat pasien masuk rumah sakit atau layanan
kesehatan, tetapi didapat melalui pelayanan kesehatan yang diterimanya. Sakit yang menjadi
lebih berat akibat infeksi, memerlukan waktu pengobatan lebih lama, sehingga lama rawat
inap (Length of Stay/LOS) bertambah, dan perlu mengeluarkan biaya lebih banyak. Kasus
infeksi yang berat bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan menjadi salah satu sasaran
keselamatan pasien dalam standar akreditasi rumah sakit. Proses akreditasi rumah sakit
dilaksanakan sebagai upaya Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan budaya
keselamatan dan budaya kualitas.Rumah sakit yang telah terakreditasi berarti memiliki
komitmen untuk menjaga keselamatan pasien dan mutu pelayanannya.
Salah satu upaya pencegahan penularan infeksi dan mereduksi angka HAIs yang
dilakukan oleh World Health Organization(WHO) adalah memberikan Pedoman Kebersihan
Tangan bagi Tenaga Kesehatan. WHO juga menyusun suatu kampanye internasional dengan
tujuan mempromosikan praktik kebersihan tangan yang baik bagi para tenaga kesehatan.
Kampanye ini disebut SAVE LIVES: Clean Your Hands‟.Praktik kebersihan tangan yang
baik dapat mengurangi penyebaran infeksi yang berpotensi mengancam nyawa pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Berdasarkan data penelitian yang dipublikasikan antara tahun 1995 sampai 2010,
prevalensi kejadian HAIs di negara berkembang, bervariasi antara 5,1% hingga 11,6%.
Diperkirakan angka rata-rata kejadian HAIs di Amerika Serikat sebesar 4,5% (2002). Angka
rerata kejadian HAIs di Eropa menurut WHO, sebesar 6,7% di Italia (2005), 9% di Inggris
(2006), dan 6,7-7,4 % di Perancis (2006). Angka rerata kejadian HAIs di Indonesia, yang
diperoleh dari 10 RSU Pendidikan yang mengadakan survei lans aktif adalah sebesar 9,8%.
B. Rumusan Masalah
1. bagaimana Konsep Pencegahan Penularan Infeksi?
2. bagaimana Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang?
3. bagaimana Konsep Manajemen Infeksi Nosokomial/HAIS?
C.     Tujuan Makalah
1. untuk mengetahui Konsep Pencegahan Penularan Infeksi.
2. untuk mengetahui Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang.
3. untuk mengetahui Konsep Manajemen Infeksi Nosokomial/HAIS.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pencegahan Penularan Infeksi


1. Definisi penyakit menular
Penyakit menular adalah Penyakit yang disebabkan oleh kuman yang menjangkiti tubuh
manusia. Kuman dapat berupa virus, bakteri, amuba, ataujamur.
2. Jenis-jenis penyakit menular
1. Infuenza
Influenza atau yang lebih umum dikenal dengan flu adalah penyakit menular yang paling
umum diderita oleh orang-orang. Influenza ini disebabkan oleh virus. Virus influenza
adalah virus yang setiap waktunya bermutasi, sehingga sistem imunitas tubuh sulit
mendeteksi virus yang satu ini. Karena sulitnya sistem imun tubuh mendeteksi virus
influenza ini, maka tubuh cenderung lebih mudah terkena flu. Bahkan tubuh dapat beberapa
kali terkena flu dalam waktu yang berdekatan.
Media Penularan
flu dapat ditularkan melalui sistem pernapasan juga melalui air ludah. Maka Jika
kita berdekatan dengan orang yang sedang flu, kemungkinan kita tertular flu sangatlah besar.
Kerantara udara adalah media penularan flu yang paling cepat.
Cara Pencegahan
Menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang virus. Misalnya dengan makan
teratur, istirahat yang cukup, minum air putih sesuai kebutuhan, berolah raga, dan memiliki
gaya hidup yang sehat. Selain itu, menjaga daya tahan tubuh juga dapat didukung dengan
asupan vitamin terutama Vitamin C yang bisa didapatkan di buah-buahan maupun vitamin
yang dijual di toko-toko. Pencegahan lainnya adalah dengan menggunakan masker ditempat
umum, terutama bagiyang menderita influenza.
2. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
bakteri basil. Bakteri basil yang menginfeksi adalah bakteri basil yang sangat kuat.
Akibatnya, akan membutuhkan waktu yang lama untuk mengobati penyakit ini. Bakteri ini
cenderung mengimpeksi paru-paru jika dibandingkan dengan organ-organ lainnya pada tubuh
manusia penyakit ini biasanya ditandai dengan batuk terus menerus.
Penularan
TBC adalah penyakit yang menyerang pernafasan. Maka penularannya pun melalui
pernafasan. Berdekatan dengan penderita TBC dapat memungkinkan kita untuk tertular.
Selain itu, ketika penderita TBC batuk pun, bisa jadi itu merupakan sarana penularan TBC.
Selain itu, penggunaan barang pribadi secara bergantian dengan penderita TBC aktif, seperti
gelas dan sendok pun dapat menjadi jembatan penularan TBC.
Cara Pencegahan
•Mengurangi kotak dengan penderita TBC aktif. Jika akan kontak pun, gunakanlah masker
untuk melindungi pernapasan kita. Serta hindari penggunaan barang pribadi yang bergantian
dengan penderita TBC aktif.
•Pemberian Vaksin BCG (diberikan pada saat balita).
•Menjaga pola hidup yang baik dengan asupan makanan yang bergizi dan olah raga teratur.
3. Muntaber
Muntaber adalah penyakit peradangan usus yang disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun
parasit lain seperti jamur, protozoa dan cacing. Selain karena itu, muntaber juga dapat
disebabkan oleh keracunan makanan atau minuman yang mengandung bakteri atau
zatkimia. Bakteri yang biasanya merupakan penyebab dari muntaber adalah bakteri
Escherichia Coli.
Penularan
•Melalui cairan dari mulut(muntah) yang tidak dibersihkan dengan baik 
•Melalui sisa kotoran yang menyebar di air yang digunakan
•Melalui saluran air. Terutama Jika sanitasi air di lingkungan sekitar masih buruk.
•Lingkungan yang tidak bersih atau sedang dalam kondisi seperti banjir yang tidak
memungkinkan memiliki air bersih.
Cara Pencegahan
•Menjaga asupan makanan yang dikonsumsi secara cukup dan seimbang
 •menggunaan air bersih untuk kegiatan sehari-hari terutama air minum
•mencuci tangan secara teratur untuk menghindari bakteri menempel pada tangan. terutama
sebelum dan setelah makan
•Mejaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar 
•Membuang tinja pada tempatnya dan membersihkan dengan baik 
•Mencuci seluruh bahan makanan sebelum masuk proses pemasakan
•Menjaga kebersihan peralatan makan dan minum
4. Cacar Air
Cacar air adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster yang
menimbulkan bintik kemerahan di kulit yang menggelembung maupun tidak, melepuh, dan
terasa gatal. Masa inkubasi virus penyebab cacar ini sekitar 2-3 minggu. Biasanya awal gejala
ditandai dengan naiknya suhu tubuh.
Penularan
•Cacar air dapat menular melalui kontak langsung dengan penderita. Seperti berjabat tangan,
atau bersentuhan langsung dengan gelembung bintik yang pecah.
•Cacar air juga dapat menular melalui udara. misalnya, saat penderita cacar bernapas, bersin,
atau batuk dan terhirup oleh udara kearah kita, kita dapat tertular cacar air.
•Melalui barang pribadi penderita, seperti pakaian
Cara Pencegahan
•Melakukan vaksinasi cacar air 
•Menjaga kebersihan diri sendiri, pakaian, dan lingkungan
•Mengkonsumsi makanan bergizi
•Menghindari sumber penularan cacar air 
5. Tipus
Tifus adalah penyakit infeksi pada usus halus yang disebabkan oleh bakteri salmonella.
Biasanya ditandai dengan demam yang suhunya naik secara bertahap hingga membuat
penderita mengigil. Biasanya demam terjadi dimalam hari dan mereda,kemudian akan naik
lagi dimalam berikutnya. Gejala yang lain dpat berupa sakit kepala, sakit dibagian
perut,denyut jantung menurun,sampai kehilangan nafsu makan.
Penularan
•Melalui makanan yang tercemar bakteri salmonella. Ini bisa terjadi karena sumber makanan
yang tidak sehat ataupun pembersihan yang tidak baik sebelum bahan makanan tersebut
dimakan. Bahkan pada sebagian kasus, ada yang disebabkan menempelnya lalat pada
makanan yang sebelumnya hinggap di tinja atau kotoran milik penderita tifus. Akhirnya lalat
tersebut menjadi perantara penularan tifus.
•Melalui tangan dan kuku yang tidak bersih, sehingga tanpa kita sadari bakteri salmonella
yang bisa saja terdapat pada tangan dan kuku kita masuk kedalam mulut.
•Melalui air yang digunakan untuk minum atau mencuci piring dan gelas dan peralatan
makan lainnya. Untuk itulah beberapa ahli mengatakan bahwa bahaya air minum isi
ulang wajib diwaspadai.
•Melalui kulit. Bakteri ini dapat masuk lewat kulit yang terkoyak akibat luka. Bisa luka bekas
operasi, terjauth, atau luka lainnya.
•Tifus juga dapat menular melalui lingkungan yang tidak bersih.
Cara Pencegahan
•Memastikan kebersihan bahan makanan sebelum memasaknya
•Mencuci tangan secara teratur, terutama sebelum dan setelah makan
•Membersihkan luka dan segera mengobatinya
•Hindari jalan di pinggir jalan yang terlihat tidak higienis
•Menjaga daya tahan tubuh.
6. Campak
Campak adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang termasuk kedalam
golongan paramixo virus. Campak sangat menular. Biasanya gejalanya berupa naiknya suhu
tubuh, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri otot, hingga ruam pada kulit. Gejala ini muncul sekitar
7-14 hari setelah terinfeksi virus.
Penularan
Campak menular melalui cairan ludah dari penderita ketika batuk atau pun bersin.
Cara Pencegahan
Melakukan vaksinasi ketika masih usia balita
7. Pneumonia
Pneumonia atau radang paru-paru adalah suatu peradangan yang disebabkan oleh
bakteri,virus, maupun parasit lainnya. Peradangan terjadi pada pulmonary alveolus (alveoli)
yang seharusnya bertugas untuk menyerap oksigen dari atmosfer. Akan tetapi
karena terjadinya peradangan, organ ini menjadi terisi cairan sehingga penyerapan oksigen
terganggu dan menyebabkan sulit bernapas. Gejalanya dimulai dari demam, batuk, hingga
mengalami kesulitan bernapas.
Penularan
Melalui udara yang tercemar oleh bakteri, virus, atau parasit penyebab pneumonia.
Begitu juga udara yang terpapar penyebab pneumonia yang berasal dari penderita.
Cara Pencegahan
•Menjaga kebersihan makanan dan minuman yang masuk kedalam tubuh.
•Hindari pertukaran cairan tubuh, seperti ludah atau transfusi darah yang belum jelas apakah
telah bebas penyakit atau tidak.
•Hindari pemakaian barang pribadi bersamaan seperti pakaian, alat makan, dan sikat gigi
dengan penderita.
8. Hepatitis
Hepatitis adalah penyakit menular yang menyerang organ hati pada manusia. Disebabkan
oleh bakteri serta virus dan tidak bersihnya lingkungan sekitar, sehingga menginfeksi hati dan
terjadi peradangan.
penularan
•Penularan melalui oral atau masuknya penyebab hepatitis kedalam saluran pencernaan
melalui makanan atau minuman.
•Melalui cairan tubuh seperti ludah.
•Melalui kulit, seperti pemakaian jarum suntik bekas, alat tattoo, atau jarum akupuntur bekas
penderita.
Cara Pencegahan
•Menjaga kebersihan makanan dan minuman yang masuk kedalam tubuh.
•Hindari pertukaran cairan tubuh, seperti ludah atau transfusi darah yang belum jelas apakah
telah bebas penyakit atau tidak.
•Hindari pemakaian barang pribadi bersamaan seperti pakaian, alat makan, dan sikat gigi
dengan penderita hepatitis.
9. Penyakit PES
PES atau yang juga dikenal dengan pesteurellosis, merupakan penyakit pada tikus dan
hewan pengerat lainnya yang disebabkan oleh bakteri dan dapat ditularkan pada manusia.
Kutu tikus adalah yang paling sering menjadi perantara dalam penularan penyakit ini. Pada
manusia, PES dapat dibedakan menjadi yaitu:
 PES Kelenjar Getah Bening
 PES Infeksi Luas
 PES Pneumonik / PES Paru-Paru
 Penularan
•Terkena gigitan kutu tikus yang sebelumnya telah menghisap darah tikus dengan penyakit
PES
•Melalui titik-titik air liur di udara dari penderita PES Paru-paru
•Kontak langsung dengan menyentuh luka atau nanah penderita PES
•Kontak tidak langsung dengan menyentuh permukaan tanah yang berbakteri. Makanan dan
minuman yang tidak bersih dan tercemar bakteri.
 Cara Pencegahan :
•Membersihkan lingkungan agar tidak terdapat tikus di sekitar rumah.
•Hindari kontak langsung dengan penderita PES atau penggunaan masker dan sarung tangan
jika ingin melakukan kontak langsung.
•Menjaga asupan makanan yang bebas dari bakteri
10. Kolera
Kolera adalah penyakit infeksi saluran usus yang akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Vibrio cholerae. Bakteri dapat masuk kesaluran pencernaan melalui makanan dan minuman
yang telah tercemar bakteri ini. pada saluran usus, bakteri ini mengeluarkan racunnya
sehingga tubuh mengalami diare disertai muntah yang hebat. Sebagai akibatnya, tubuh akan
masuk pada tahap dehidrasi dalam waktu yang sangat cepat.
Penularan
•Bakteri ini berkembang biak dan menyebar melalui kotoran manusia. Ketika kotoran berisi
bakteri ini mencemari sungai, maka orang-orang yang kontak langsung dengan sungai
tersebut dapat tertular. Atau bisa juga melalui ikan yang hidup di sungai tersebut dan ikan itu
dikonsumsi oleh manusia.
•Makanan dan minuman yang tercemar baketri
Cara Pencegahan
•Sanitasi lingkungan yang baik. Terutama kebersihan air yang digunakan untuk minum,
mandi, mencuci pakaian, alat makan, serta bahan makanan yang akan diolah.
•Hindari memasak ikan atau kerang setengah matang.
•Jika keluarga atau kerabat dekat ada yang terinfeksi, pisahkan barang pribadi dan tempat
tidur penderita agar tidak mudah menular pada anggota keluarga atau kerabat lainnya.
11. Ebola
Penyakit yang belakangan ini menjadi perbinacangan hangat adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus mematikan dari genus ebolavirus. Gejala yang terjadi biasanya adalah
demam, sakit kepala, nyeri otot, muntah, dan pada akhirnya akan mengakibatkan peradangan
hati, rusaknya ginjal, serta turunnya jumlah trombosit secara drastis. Sampai saat ini vaksin
untuk ebola belum dapat ditemukan.
Penularan
Kontak langsung dengan penderita, atau melalui cairan tubuh.
Cara Pencegahan
•Hindari bepergian kedaerah rawan Ebol
•Menghindari kontak langsung dengan penderita. Apalagi terkena cairan tubuhnya seperti
ludah, kotoran, ataupun keringat.
•Jika terpaksa harus kontak langsung dengan penderita, gunakan pengaman tubuh seperti
sarung tangan dan masker.
12. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndorme )
AIDS adalah penyakit yang menyerang pada sel-sel darah putih yang bertugas untuk
membentuk kekebalan tubuh. Akibatnya, daya tahan tubuh menjadi merosot dan sangat
mudah dihinggapi berbagai macam penyakit. AIDS dapat menyebabkan kematian.
Penularan
•Melalui hubugan seksual dengan penderita AIDS
•Melalui cairan tubuh
•Melalui transfusi darah
•Ditularkan oleh ibu yang tengah mengandung pada bayi yang dikandungnya
Cara Pencegahan
•Hindari kontak dengan cairan tubuh penderita AIDS, seperti sperma, air liur, air seni, darah,
dan cairan tubuh penderita lainnya.
•Bagi wanita hamil, Jauhkanlah diri dari Penderita AIDS, karena akan sangat berbahaya bagi
dirinya dan bayi yang dikandungnya.
•Pemisahan benda-benda pribadi dengan penderita AIDS
3. Tanda-tanda Pasien Terjadi Penularan Infeksi
Infeksi bakteri dan infeksi virus dapat menimbulkan gejala yang serupa. Beberapa gejala
yang umum muncul akibat penyakit infeksi antara lain batuk dan bersin, demam, peradangan,
muntah, diare, kelelahan, serta kram. Gejala tersebut muncul karena tubuh sedang berupaya
untuk membersihkan organisme yang menginfeksi.
Meski memiliki kemiripan, infeksi bakteri dan infeksi virus berbeda dalam banyak aspek
penting lainnya. Sebagian besar perbedaan disebabkan oleh perbedaan struktur organisme
dan cara mereka merespons pengobatan.
4. Terapi pasien jika terjadi penularan infeksi
Terapi yang dilakukan yaitu terapi Antibioktik
B. Tindakan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Silang
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit, jika mikroorganisme gagal dapat menyebabkan cedera yang serius
terhadap sel atau jaringan, infeksi ini disebut asimptomatik. Penyakit timbul jika patogen
berbiak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Penyakit infeksi dapat ditularkan
langsung dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular atau
contagius (Perry, 2005).
Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam
asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap
aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan, dan
tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena bakteri, virus, dan jamur.
Dilakukan pula untuk mengurangi risiko penularan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga
kini belum ditemukan dengan cara pengobatannya, seperti misalnya HIV/AIDS (APN, 2007).
1. Prosedur perawatan diruang isolasi
Ruang Isolasi adalah dilakukan terhadap penderita penyakit menular, isolasi
menggambarkan pemisahan penderita atau pemisahan orang atau binatang yang terinfeksi
selama masa inkubasi dengan kondisi tertentu untuk mencegah atau mengurangi terjadinya
penularan baik langsung maupun tidak langsung dari orang atau binatang yang rentan.
Sebaliknya, karantina adalah tindakan yang dilakukan untuk membatasi ruang gerak orang
yang sehat yang di duga telah kontak dengan penderita penyakit menular tertentu.CDC telah
merekomendasikan suatu “Universal Precaution atau Kewaspadaan Umum” yang harus
diberlakukan untuk semua penderita baik yang dirawat maupun yang tidak dirawat di Rumah
Sakit terlepas dari apakah penyakit yang diderita penularanya melalui darah atau tidak.Hal ini
dilakukan dengan asumsi bahwa darah dan cairan tubuh dari penderita (sekresi tubuh
biasanya mengandung darah, sperma, cairan vagina, jaringan, Liquor Cerebrospinalis, cairan
synovia, pleura, peritoneum, pericardial dan amnion) dapat mengandung Virus HIV,
Hepatitis B dan bibit penyakit lainnya yang ditularkan melalui darah.
 Tujuan isolasi
Tujuan dari pada di lakukannya “Kewaspadaan Umum” ini adalah agar para petugas
kesehatan yang merawat pasien terhindar dari penyakit-penyakit yang di tularkan melalui
darah yang dapat menulari mereka melalui tertusuk jarum karena tidak sengaja, lesi kulit, lesi
selaput lendir.Alat-alat yang dipakai untuk melindungi diri antara lain pemakaian sarung
tangan, Lab jas, masker, kaca mata atau kaca penutup mata. Ruangan khusus diperlukan jika
hygiene penderita jelek. Limbah Rumah Sakit diawasi oleh pihak yang berwenang.
 Syarat-syarat ruang isolasi
a.    Pencahayaan
Menurut KepMenKes 1204/Menkes/SK/X/2004, intensitas cahaya untuk ruang
isolasiadalah 0,1 ± 0,5 lux dengan warna cahaya biru.Selain itu ruang isolasi harus mendapat
paparan sinar matahari yang cukup.
b.    Pengaturan sirkulasi udara
Pengaturan sirkulasi udara ruang isolasi pada dasarnya menggunakan prinsip tekanan
yaitu tekanan bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Berdasarkan tekanannya ruang isolasi dibedakan atas :
 Ruang isolasi bertekanan negatif
Pada ruang isolasi bertekanan negatif udara di dalam ruang isolasi lebih rendah
dibandingkan udara luar. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara yang keluar dari
ruangan isolasi sehingga udara luar tidak terkontaminasi oleh udara dari ruang isolasi. Ruang
isolasi bertekanan negatif ini digunakan untuk penyakit- penyakit menular khususnya yang menular
melalui udara sehingga kuman-kuman penyakit tidak akan mengkontaminasi udara luar. Untuk
metode pembuangan udara atau sirkulasi udara digunakan sistem sterilisasi dengan HEPA.
 Ruang isolasi bertekanan positif
Pada ruang isolasi bertekanan positif udara di dalam ruang isolasi lebih tinggi
dibandingkan udara luar sehingga mennyebabkan terjadi perpindahan udara dari dalam ke
luar ruang isolasi. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara luar yang masuk ke ruangan
isolasi sehingga udara ruang isolasi tidak terkontaminasi oleh udara luar. Ruang
isolasi bertekanan positif ini digunakan untuk penyakit-penyakit immuno deficiency seperti
HIV AIDS atau pasien-pasien transplantasi sum sum tulang. Untuk memperoleh udara di
ruang isolasi sehingga menghasilkan tekanan positif di ruang isolasi digunakan udara luar
yang sebelumnya telah disterilisasi terlebih dahulu.
 Pengelolaan limbah
Pada prinsipnya pengelolaan limbah pada ruang isolasi sama dengan pengelolaan limbah
medis infeksius yang umumnya terdiri dari penimbunan, penampungan, pengangkutan,
pengolahan dan pembuangan.
 Macam-macam isolasi
1.    Isolasi ketat
Kategori ini dirancang untuk mencegah transmisi dari bibit penyakit yang sangat virulen
yang dapat ditularkan baik melalui udara maupun melalui kontak langsung.
Cirinya adalah selain disediakan ruang perawatan khusus bagi penderita juga bagi
mereka yang keluar masuk ruangan diwajibkan memakai masker, lab jas, sarung tangan.
Ventilasi ruangan tersebut juga dijaga dengan tekanan negatif dalam ruangan.
2.    Isolasi kontak
Diperlukan untuk penyakit-penyakit yang kurang menular atau infeksi yang kurang
serius, untuk penyakit-penyakit yang terutama ditularkan secara langsung sebagai tambahan
terhadap hal pokok yang dibutuhkan, diperlukan kamar tersendiri, namun penderita dengan
penyakit yang sama boleh dirawat dalam satu kamar, masker diperlukan bagi mereka yang
kontak secara langsung dengan penderita, lab jas diperlukan jika kemungkinan terjadi kontak
dengan tanah atau kotoran dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-bahan yang
infeksius.
3.    Isolasi pernafasan;
Dimaksudkan untuk mencegah penularan jarak dekat melalui udara, diperlukan ruangan
bersih untuk merawat penderita, namun mereka yang menderita penyakit yang sama boleh
dirawat dalam ruangan yang sama. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang
diperlukan, pemakaian masker dianjurkan bagi mereka yang kontak dengan penderita, lab jas
dan sarung tangan tidak diperlukan.
4.    Isolasi terhadap Tuberculosis (Isolasi BTA)
Ditujukan bagi penderita TBC paru dengan BTA positif atau gambaran radiologisnya
menunjukkan TBC aktif. Spesifikasi kamar yang diperlukan adalah kamar khusus dengan
ventilasi khusus dan pintu tertutup. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang
dibutuhkan masker khusus tipe respirasi dibutuhkan bagi mereka yang masuk ke ruangan
perawatan, lab jas diperlukan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian dan sarung tangan
atidak diperlukan.
5.    Kehati-hatian terhadap penyakit Enterie
Untuk penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan langsung atau tidak langsung melalui
tinja. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, perlu disediakan ruangan
khusus bagi penderita yang hygiene perorangannya rendah. Masker tidak diperlukan jika ada
kecenderungan terjadi soiling dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-bahan
yang terkontaminasi.
 Prinsip isolasi
Ruang Perawatan isolasi terdiri dari :
 Ruang ganti umum
 Ruang bersih dalam
 Stasi perawat
 Ruang rawat pasien
 Ruang dekontaminasi
 Kamar mandi petugas
Prinsip kewaspadaan  airborne harus diterapkan di setiap ruang perawatan isolasi yaitu:
 Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negatif  dibanding tekanan di
koridor.
 Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam
 Udara harus dibuang keluar,  atau diresirkulasi dengan  menggunakan filter HEPA
(High-Efficiency Particulate Air)
 Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri.
 Pada saat petugas atau orang lain berada di ruang rawat, pasien harus memakai masker
bedah  (surgical mask) atau  masker N95 (bila mungkin).
 Ganti masker setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius.
 Pasien tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai gunakan penampung
dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).
 Universal Precaution yang di terapkan di ruang isolasi
Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh
tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip
bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasaldari pasien
maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Secara garis besar, standard kewaspadaan
universal di ruang isolasi antara lain :
- Cuci tangan
- Pakai sarung tangan saat menyentuh cairan tubuh, kulit tak utuh dan membranmukosa
- Pakai masker, pelindung mata, gaun jika darah atau cairan tubuh mungkinmemercik
- Tutup luka dan lecet dengan plester tahan air
- Tangani jarum dan benda tajam dengan aman
- Buang jarum dan benda tajam dalam kotak tahan tusukan dan tahan air
- Proses instrumen dengan benar
- Lakukan pengelolaan limbah dengan benar
- Bersihkan tumpahan darah dan cairan tubuh lain segera dan dengan seksama
- Buang sampah terkontaminasi dengan aman
- Lakukan pengelolaan alat kesehatan untuk mencegah infeksi dalam kondisi sterildan siap
pakai dengan cara dekontaminasi, pencucian alat, dan desinfeksi dansterilisasi
 Prosedur perawatan di ruang isolasi
1.  Persiapan sarana
Baju operasi yang bersih, rapi (tidak robek) dan sesuai ukuran badan. Sepatu  bot karet yang
bersih, rapih (tidak robek) dan sesuai ukuran kaki. Sepasang sarung tangan DTT (Desinfeksi
Tingkat Tinggi) atau steril ukuran pergelangan dan sepasang sarung bersih ukuran lengan
yang sesuai dengan ukuran tangan. Sebuah gaun luar dan apron DTT dan penutup kepala
yang bersih. Masker N95 dan kaca mata pelindung  Lemari berkunci tempat menyimpan
pakaian dan barang–barang pribadi.
2.Langkah awal saat masuk ke ruang perawatan isolasi
Lakukan hal sebagai berikut:
 Lepaskan cincin, jam atau gelang
 Lepaskan pakaian luar
 Kenakan baju operasi sebagai lapisan pertama pakaian
 Lipat pakaian luar dan simpan dengan perhiasan dan barang-barang pribadi lainnya di
dalam lemari berkunci yang telah disediakan.
3.  Mencuci tangan
4.  Kenakan sepasang sarung tangan sebatas pergelangan tangan
5.  Kenakan gaun luar/jas operasi
6.  Kenakan sepasang sarung tangan sebatas lengan
7.  Kenakan masker
8.  Kenakan masker bedah
9.  Kenakan celemek plastik/apron
10. Kenakan penutup kepala
11. Kenakan alat pelindung mata (goggles / kacamata)
12. Kenakan sepatu boot karet
2. Tindakan keperawatan pre dan post operasi
Keperawatan praoperatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.
Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini
disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-
tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap
berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi (scribd,
2016).Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi ( Smeltzer and
Bare, 2002 ).Fase praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga
sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan.Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan
tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
 Tipe pembedahan
Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi:
1. Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi
2. Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom
3. Reparatif : memperbaiki luka multiple
4. Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.
5. Paliatif : menghilangkan nyeri,
6.Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur tubuh yang
malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut tingkat urgensi dan luas
atau tingkat resiko:
1. Menurut tingkat urgensinya
a. Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkannya diperkirakan
dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.
b. Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.
c. Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan.
d. Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan.
e. Pilihan
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien).
2. Menurut luad dan tingkat resiko
a. Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi
terhadap kelangsungan hidup klien.
b. Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil
dibandingkan dengan operasi mayor.
1. Persiapan fisik di ruang operasi
Selain mempersiapkan mental, waktu dan biaya, pembedahan berencana juga
mewajibkan pasien untuk menyiapkan kondisi fisik demi lancarnya operasi yang akan
berlangsung. Persiapan fisik ini berhubungan dengan  kelainan atau penyakit yang akan
dibedah tersebut, dan juga persiapan fisik berkenaan dengan pembiusan, agar obat-obat bius
yang nantinya diberikan tidak menimbulkan efek negatif akibat kemampuan respon tubuh
yang tidak normal lagi.
2. Persiapan psikologis
 Hentikan penggunaan obat – obatan anti penggumpalan darah seperti warfarin,
konsultasikan dengan dokter jika dalam masa pengobatan
 Perbanyak minum air putih, kira – kira 2 liter perhari selama beberapa minggu sebelum
operasi. Jangan sampai tubuh mengalami dehidrasi, sebab distribusi oksigen ke jaringan akan
terhambat sehingga penyembuhan luka menjadi lebih lama
 Apabila akan menjalani operasi besar, pastikan dokter atau perawat mengukur kadar
cairan tubuh karena dehidrasi bisa terjadi tanpa didahului tanda – tanda tertentu
 Patuhi jika ada anjuran untuk berpuasa beberapa jam sebelum operasi
 Sebelum operasi gunakan sabun antiseptik untuk mandi. Tujuannya untuk mengurangi
risiko infeksi olah bakteri jahat yang menempel ditubuh
 Jika merasa gelisah, mintalah pada dokter untuk menjelaskan prosedur yang akan
dijalankan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan
 Tanyakan juga kemungkinan efek yang akan terjadi selama masa pemulihan, supaya bisa
ikut mengamati sendiri apabila ada yang tidak normal setelah operasi.
3. Pesiapan administrasi
Persiapkan segala surat, dokumen, dan data yang dibutuhkan untuk perihal administrasi
yang akan kita urus di RS, dan informasikan semua data ini secara detil kepada anggota
keluarga terdekat ( suami/istri, orang tua, adik, kakak ). Jika kita menggunakan asuransi dari
kantor, jelaskan kepada anggota keluarga bagaimana prosedur pengurusan dan formulir apa
saja yang perlu diisi, difotocopy, dan disiapkan. Sama halnya jika menggunakan BPJS
ataupun cara pembiayaan yang lain.satukan semua berkas formulir dan fotocopy dokumen
dalam satu map khusus. Ketika kita sudah masuk ruang operasi sanpai nanti pasca operasi,
sudah tentu semua dokumen administrasi otomatis menjadi urusan keluarga dekat. Dengan
penjelasan sejak awal akan membuat prosedur administrasi lebih efektif dan meminalisir
kebingungan keluarga.
4. Persiapan lab/penunjang lain
- Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah adalah jenis pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah pasien untuk kemudian
dianalisis di laboratorium.Pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk mendeteksi penyakit
atau kondisi medis tertentu, seperti anemia dan infeksi. Melalui pemeriksaan penunjang ini,
dokter dapat memantau beberapa komponen darah dan fungsi organ, meliputi:
 Sel darah, seperti sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit atau keping darah
 Plasma darah
 Zat kimia darah, seperti gula darah atau glukosa, kolesterol, asam urat, zat besi, dan
elektrolit
 Analisis gas darah
 Fungsi organ tertentu, seperti ginjal, hati, pankreas, empedu, dan kelenjar tiroid
Sebelum melakukan pemeriksaan darah, tanyakan dulu kepada dokter mengenai persiapan
apa yang harus dilakukan, misalnya apakah perlu berpuasa atau menghentikan pengobatan
tertentu sebelum pengambilan sampel darah.
- Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine adalah jenis pemeriksaan penunjang yang sering kali dilakukan untuk
mengetahui kondisi kesehatan, fungsi ginjal, serta apakah seseorang mengonsumsi obat-
obatan tertentu. Selain itu, pemeriksaan urine juga biasanya dilakukan pada ibu hamil untuk
memastikan kehamilan atau untuk mendeteksi preeklamsia.Pemeriksaan urine dapat
dilakukan sebagai bagian dari medical check-up rutin atau ketika dokter mencurigai adanya
penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, atau batu ginjal.
- Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan penunjang ini sering digunakan untuk memantau kerja jantung, khususnya
irama detak jantung dan aliran listrik jantung. EKG juga dapat dilakukan untuk mendeteksi
kelainan jantung, seperti aritmia, serangan jantung, pembengkakan jantung, kelainan pada
katup jantung, dan penyakit jantung koroner.Pemeriksaan EKG bisa dilakukan di tempat
praktik dokter, IGD rumah sakit, atau di ruang perawatan pasien, seperti di ICU atau di
bangsal rawat inap. Saat menjalani pemeriksaan EKG, pasien akan diminta untuk berbaring
dan melepaskan baju serta perhiasan yang dikenakan, selanjutnya dokter akan memasang
elektroda di bagian dada, lengan, dan tungkai pasien. Ketika pemeriksaan berlangsung,
pasien disarankan untuk tidak banyak bergerak atau berbicara karena dapat mengganggu hasil
pemeriksaan.
- Foto Rontgen
merupakan jenis pemeriksaan penunjang yang menggunakan radiasi sinar-X atau sinar
Rontgen untuk menggambarkan kondisi berbagai organ dan jaringan tubuh. Pemeriksaan ini
biasanya dilakukan untuk mendeteksi:
 Kelainan tulang dan sendi, termasuk patah tulang, radang sendi, dan pergeseran sendi
(dislokasi)
 Kelainan gigi
 Sumbatan saluran napas atau saluran cerna
 Batu saluran kemih
 Infeksi, seperti pneumonia, tuberkulosis, dan usus buntu Pada kasus tertentu, dokter
mungkin akan memberikan zat kontras kepada pasien melalui suntikan atau per oral
(diminum), agar hasil foto Rontgen lebih jelas. Meski demikian, zat kontras ini kadang bisa
menimbulkan beberapa efek samping, seperti reaksi alergi, pusing, mual, lidah terasa pahit,
hingga gangguan ginjal.
- Ultrasonografi (USG)
USG adalah pemeriksaan penunjang yang menggunakan gelombang suara untuk
menghasilkan gambar organ dan jaringan di dalam tubuh.Pemeriksaan penunjang ini sering
dilakukan untuk mendeteksi kelainan di organ dalam tubuh, seperti tumor, batu, atau infeksi
pada ginjal, pankreas, hati, dan empedu.Tak hanya itu, USG juga umum dilakukan sebagai
bagian dari pemeriksaan kehamilan untuk memantau kondisi janin serta untuk memandu
dokter saat melakukan tindakan biopsi.Sebelum pemeriksaan USG dilakukan, dokter
mungkin akan meminta pasien untuk berpuasa serta minum air putih dan menahan buang air
kecil untuk sementara waktu. Pasien kemudian akan diperbolehkan buang air kecil dan
makan kembali setelah pemeriksaan USG selesai dilakukan.
- Computed tomography scan (CT Scan)
CT scan adalah pemeriksaan penunjang yang memanfaatkan sinar Rontgen dengan mesin
khusus untuk menciptakan gambar jaringan dan organ di dalam tubuh.Gambar yang
dihasilkan oleh CT scan akan terlihat lebih jelas daripada foto Rontgen biasa. Pemeriksaan
CT scan biasanya berlangsung sekitar 20–60 menit.Untuk menghasilkan kualitas gambar
yang lebih baik atau lebih akurat dalam mendeteksi kelainan tertentu, seperti tumor atau
kanker, dokter dapat menggunakan zat kontras saat melakukan pemeriksaan CT scan.
- Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI sepintas mirip dengan CT scan, tetapi pemeriksaan penunjang ini tidak
memanfaatkan sinar Rontgen atau radiasi, melainkan gelombang magnet dan gelombang
radio berkekuatan tinggi untuk menggambarkan kondisi organ dan jaringan di dalam tubuh.
Prosedur MRI biasanya berlangsung selama 15–90 menit.Pemeriksaan MRI dapat dilakukan
untuk memeriksa hampir seluruh bagian tubuh, termasuk otak dan sistem saraf, tulang dan
sendi, payudara, jantung dan pembuluh darah, serta organ dalam lainnya, seperti hati, rahim,
dan kelenjar prostat.Sama seperti CT scan dan foto Rontgen, dokter juga terkadang akan
menggunakan zat kontras untuk meningkatkan kualitas gambar yang dihasilkan pada
pemeriksaan MRI.
- Fluoroskopi
Fluoroskopi adalah metode pemeriksaan radiologis yang memanfaatkan sinar Rontgen
untuk menghasilkan serangkaian gambar menyerupai video. Pemeriksaan penunjang ini
umumnya dikombinasikan dengan zat kontras, agar gambar yang dihasilkan lebih jelas.
Fluorokospi biasanya digunakan untuk mendeteksi kelainan tertentu di dalam tubuh, seperti
kerusakan atau gangguan pada tulang, jantung, pembuluh darah, dan sistem pencernaan.
Fluoroskopi juga bisa dilakukan untuk membantu dokter ketika melakukan kateterisasi
jantung atau pemasangan ring jantung.
- Endoskopi
Endoskopi bertujuan untuk memeriksa organ dalam tubuh dengan endoskop, yaitu
alat berbentuk selang kecil yang elastis dan dilengkapi kamera di ujungnya. Alat ini
terhubung dengan monitor atau layar TV, sehingga dokter dapat melihat kondisi organ dalam
tubuh. Pemeriksaan endoskopi biasanya dilakukan untuk memantau kondisi saluran cerna dan
mendiagnosis penyakit tertentu, seperti gastritis atau peradangan pada lambung, tukak
lambung, GERD, kesulitan menelan, perdarahan saluran pencernaan, serta kanker
lambung.Selain beberapa jenis pemeriksaan penunjang di atas, ada beberapa jenis
pemeriksaan penunjang lainnya yang juga sering dilakukan dokter, seperti:Ekokardiografi,
Biopsi, Elektroensefalografi (EEG), pemeriksaan tinja, Pemeriksaan cairan tubuh, seperti
cairan otak, cairan sendi, dan cairan pleura, pemeriksaan genetik.
Ada banyak sekali jenis pemeriksaan penunjang dengan fungsi, kelebihan, dan
kekurangannya masing-masing. Suatu pemeriksaan penunjang mungkin cocok untuk
mendeteksi jenis penyakit tertentu, tapi tidak efektif untuk mendeteksi jenis penyakit lainnya.
Bahkan, kadang dibutuhkan beberapa jenis pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis suatu
penyakit.
5. Informed consent ( penjelasan dan persetujuan )
Kewajiban tenaga kesehatan memberikan/menjelaskan informasi baik diminta
maupun tidak diminta. Diberikan secara adekuat tentang perlunya tindakan medik & risiko
yang dapat ditimbulkan. Informasi diberikan secara lisan & cara penyampainnya harus sesuai
dengan kondisi & situasi pasien, dalam arti dokter harus memberi informasi selengkap –
lengkapnya kecuali dokter menilai bahwa informasi yang akan diberikan merugikan pasien
atau pasien menolak menerima informasi, dalam hal ini, dengan persetujuan pasien, maka
dokter dapat meneruskan informasi kepada keluarga terdekat dari pasien dan didampingi oleh
seorang perawat / paramedik. Informasi yang diberikan menyangkut tentang keuntungan dan
kerugian dari tindakan medis yang dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik.
Persetujuan tindakan adalah pernyataan sepihak pasien atau yang sah mewakilinya, yang
isinya menyetujui rencana tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan setekah
menerima informasi yang cukup untuk membuat keputusan memberikan persetujuan atau
penolakan. Sutau persetujuan dianggap sah bila :
1. Pasien atau yang sah mewakilinya telah diberi penjelasan/informasi
2. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap ( kompeten )
3. Persetujuan harus diberikan secara suka rela.
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dipahami bahwa dalam persetujuan tindakan
kedokteran yang terpenting, bukan penandatanganan formulir persetujuan saja, tetapi lebih
kearah telah dilakukannya proses diskusi yang rinci dengan pasien atau keluarga yang sah
mewakilinya dan hal tersebut didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
C. Konsep Manajemen Infeksi Nosokomial/HAIS
1. Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial atau Health Care-Associated Infection(HCAI) adalah suatu infeksi
yang terjadi selama pasien mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan, dimana tidak
didapatkan tanda infeksi maupun gejala pasien sedang dalam masa inkubasi pada saat masuk
rumah sakit. (WHO, 2010).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien
yang dirawat selama 72 jam (Brooker, 2008). Menurut Potter dan Perry (2005), infeksi
nosokomial terjadi di rumah sakit karena mikroorganisme patogen yang menginfeksi pasien
melalui pemberian pelayanan kesehatan.
Darmadi (2008) menyatakan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh
pasien ketika dalam proses asuhan keperawatan atau dirawat di rumah sakit. Infeksi
nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan
rumah sakit dan perangkatnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi
lokal maupun sistemik yang terjadi tidak dalam masa inkubasi melainkan saat klien dirawat
di rumah sakit.
2. Faktor-faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nasokomial
a. Agen Infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit.
Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan
gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
 Karakteristikmikroorganisme,
 resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
 tingkat virulensi,
 dan banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan
infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari
orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri
(endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan
karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan
benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini
kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang
sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.
1. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.
Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri
patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut
mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli
paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih.
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun
endemik.
Contohnya:
 Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangrene
 Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung
dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah
serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.
 Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella,
Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang
menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif
ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
 Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan
peritoneum.
2. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus,
termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan
endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan
dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan
melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti
mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit
dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah
cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga
dapat ditularkan.
3. Parasit dan Jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa
maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika
bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp,
Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
b. Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam
hal ini adalah:
• Umur
• status imunitas penderita
• penyakit yang diderita
• Obesitas dan malnutrisi
• Orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid
• Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi
kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia,
leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan
meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat
opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi,
endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.

c. faktor alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi dari kateter
urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan
septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit
dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena
ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:
 Ekstravasasi infiltrate : cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula
Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa
dapat dideteksi adanya gangguan lain
 Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena
Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena
yang menghambat aliran infuse
Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari
bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah
 Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
 Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul
Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena
yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang
lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip
anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media
pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes
obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan
awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
d. Resiko terjadinya infeksi nosokomial pada pasien
1. Resiko infeksi Tipe pasien
Minimal Tidak immunocompromised, tidak ditemukan terpapar suatu penyakit Sedang
Pasien yang terinfeksi dan dengan beberapa faktor resiko
Berat Pasien dengan immunocompromised berat. Contohnya bacterial meningitis, dan
diphtheria memerlukan hal sebagai berikut; Ruangan tersendiri untuk tiap pasiennya. Masker
untuk petugas kesehatan. Pembatasan area bagi pasien; pasien harus memakai masker jika
meninggalkan ruangan.
2. Infection by direct or indirect contact
Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab
infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan
staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik,
hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak
dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya cross infection.3,9
3. Resistensi Antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970,
banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana
pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari
antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya
resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang
immunocompromised. Resitensi dari bakteri di transmisikan antar pasien dan faktor
resistensinya di pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini
justru meningkatkan multipikasi dan penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya
karena:
 Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
 Dosis antibiotika yang tidak optimal
 Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
 Kesalahan diagnosa
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten
terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan
tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah
faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci,staphylococci,
enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga
klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat
nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada
atau tidak tersedia.Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas
di rumah sakit, dan menjadi sangat penting karena:
 Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat
 Seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur
 Mikororganisme yang baru (mutasi)
 Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika
3. Jenis-jenis Penyakit yang Disebabkan Infeksi Nasokomial
1. Infeksi saluran kemih
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80%
infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya,
tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme
yang biaa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau
Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena mikroorganisme
endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena
mikroorganisme eksogen.4,9,11.
Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang
melekat dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2
minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung
tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon
kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik.9.
2. Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator,
tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab
infeksi ini tersering berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme
ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme ini dapat
menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian
bawah.
Dari kelompok virus dapat disebabkan olehcytomegalovirus, influenza virus, adeno
virus, para influenza virus, enterovirus dan corona virus. Faktor resiko terjadinya infeksi ini
adalah:
 Tipe dan jenis pernapasan
 Perokok berat
 Tidak sterilnya alat-alat bantu
 Obesitas
 Kualitas perawatan
 Penyakit jantung kronis
 Penyakit paru kronis
 Beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ
 Tingkat penggunaan antibiotika
 Penggunaan ventilator dan intubasi
 Penurunan kesadaran pasien
Penyakit yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan influenza.
Pada pasien dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena Legionella
dan Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita tuberkulosis yang tinggi,
kebersihan udara harus sangat diperhatikan.
3. Bakteremi Nosokomial
Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapi dengan resiko
kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika
seperti Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat
seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.
Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan
prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau infus.
4. Infeksi Nosokomial lainnya
 Tuberkulosis
Penyebab utama adalah adanya strain bakteri yang multi- drugs resisten. Kontrol
terpenting untuk penyakit ini adalah identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta
tekanan negatif dalam ruangan.
 diarrhea dan gastroenteritis
Mikroorganisme tersering berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan
Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan
enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A. Bedakan antara diarrhea dan
gastroenteritis. Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
- Faktor intrinsik:
o abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti achlorhydria
o lemahnya motilitas intestinal, dan
o perubahan pada flora normal.
- Faktor ekstrinsik:
o Pemasangan nasogastric tube dan mengkonsumsi obat-obatan saluran cerna.
 Infeksi pembuluh darah
Infeksi ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung dan suntikan.
Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV.
Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:
• Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan
berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain
• Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi
tubuh yang lain.
 Dipteri, tetanus dan pertusis
- Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik, memproduksi endotoksin yang
menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama melalui sistem pernafasan.
- Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi
muncul sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun.
Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot.
- Infeksi kulit dan jaringan lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka
bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya
infeksi sistemik. Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan rubella.
Organisme yang menginfeksi akan berbeda pada tiap populasi karena perbedaan
pelayanan kesehatan yang diberikan, perbedaan fasilitas yang dimiliki dan perbedaan
Negara.
-
Infeksi ini termasuk:
 Infeksi pada tulang dan sendi
Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis
 Infeksi sistem Kardiovaskuler
Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis
 Infeksi sistem saraf pusat
Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra cranial
 Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut
Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis,
sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.
 Infeksi pada saluran pencernaan
Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal
 Infeksi sistem pernafasan bawah
Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya
 Infeksi pada sistem reproduksi
Endometriosis dan luka bekas episiotomi
4. Pencegahan Penularan dari Lingkungan Rumah Sakit
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi,
monitoring dan program yang termasuk:
• Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan
penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
• Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
• Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan
vaksinasi.
• Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
• Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
1.Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari
tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya
alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan
mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan
sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien
dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: Memakai sarung tangan
ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin,
membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci
tangan setelah melepas sarung tangan.
2.Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di
negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai
berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan
antibiotika).7 Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
• Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
• Pergunakan jarum steril
• Penggunaan alat suntik yang disposabel.
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun
dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat
keluar dari kamar penderita.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses
maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pencegahan infeksi membantu semua petugas pelayanan kesehatan rumah sakit dan
klinik, untuk memahami prinsip-prinsip dasar pencegahan infeksi, termasuk siklus
penyebaran penyakit dan konsep-konsep lainnya yang penting. Pencegahan infeksi
merupakan bagian terpenting dalam dan dari setiap komponen perawatan BBL. Pencegahan
yang dilakukan antara lain adalah imunisasi maternal (tetanus, rubella, varisela, hepatitis B).
Dengan demikian risiko infeksi bayi baru lahir dapat di minimalkan. 
Tujuan Pencegahan Infeksi (PI) adalah melindungi ibu, BBL, keluarga, penolong
persalinan dan tenaga kesehatan lain sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, Virus, dan
Jamur. PI juga bertujuan untuk menurunkan resiko penularan penyakit berbahaya ( hepatitis,
HIV/AIDS ).
B. Saran
Semoga makalah tentang Konsep Pencegahan Penularan Infeksi ini bisa menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan bagi yang membaca.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai