Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TB PARU

Dosen Pembimbing : Dr.Wida Kuswida Bhakti

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :

Novian Rinaldi
Nurul Sumiana
Putri Hartini
Rahnu Rezki Al-Luthfi
Rezha Rakhmad Try Putra
Ria Sari

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2016/2017
Kata Pengantar
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai
yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas Askep pada klien dengan TB PARU,
dimana yang kami ambil dari judul tersebut kami mengambil salah satu asuhan
keperawatan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang askep TB
Paru , dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti
mata kuliah KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Dalam proses pedalaman materi askep pada klien dengan TB Paru ini
tentunya kami mendapat bimbingan , arahan , koreksi , dan saran , untuk itu rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya kami sampaikan : Dr.Wida Kuswida Bhakti ,
selaku dosen mata kuliah KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Demikian makalah ini kami buat , semoga dapat bermanfaat dan dapat
menambah wawasan kita semua.
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang..................................................................................... 4
2. Rumusan Masalah................................................................................ 5
3. Tujuan Penulisan.................................................................................. 5
4. Metode Penulisan................................................................................ 5
BAB II KONSEP DASAR MENCAKUP
1. Anatomi............................................................................................... 6
2. Fisiologi............................................................................................... 9
3. Pengertian............................................................................................ 11
4. Etiologi................................................................................................ 11
5. Manifestasi Klinis................................................................................ 13
6. Patofisiologi......................................................................................... 15
7. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................... 18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN MENCAKUP
1. Pengkajian........................................................................................... 21
2. Rumusan Diagnosa.............................................................................. 21
3. Perencanaan......................................................................................... 22
4. Evaluasi............................................................................................... 25
BAB IV PEMBAHASAN
1. Pengkajian........................................................................................... 26
2. Rumusan Diagnosa.............................................................................. 26
3. Perencanaan......................................................................................... 27
4. Implementasi....................................................................................... 28
5. Evaluasi............................................................................................... 28
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan.......................................................................................... 29
2. Saran.................................................................................................... 29

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang
ditularkan melalui udara (Asih, 2004). Pada tahun 1993, WHO telah
mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis di dunia, karena pada
sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis menjadi tidak
terkendali. Di Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis merupakan masalah
kesehatan yang utama. Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT), menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan
penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur.
Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia
termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia.
Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini.
Sebelas dari 22 negara dengan angka kasus TB tertinggi berada di Asia, di
antaranya Banglades, China, India, Indonesia, dan Pakistan. Empat dari lima
penderita TB di Asia termasuk kelompok usia produktif (Kompas, 2007).
TB Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka
mortalitas dan morbilitas yang terus meningkat. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan di
bawah standar dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat. Mikrobakterium
tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.

2. Rumusan Masalah
Apa saja anatomi fisiologi dari sistem pernafasan bagian bawah (Paru)?
Apa saja fisiologi pernafasan?
Apa pengertian TB Paru?
Apa saja penyebab TB Paru?
Apa saja tanda dan gejala dari TB Paru?
Bagaimana jalannya penyakit TB Paru?
3. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Menggambarkan penerapan konsep TB Paru ke Asuhan Keperawatan
b. Tujuan Khusus
- Menggambarkan studi literatur
- Menggambarkan TB Paru dan Asuhan Keperawatan secara teori
- Menggambarkan aplikasi Asuhan Keperawatan dari teori ke praktik.
- Menerapkan studi literatur dalam asuhan keperawatan
- Membandingkan teori dengan hasil asuhan keperawatan
4. Metode Penulisan
Metode dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode
deskriptif melalui pendekatan studi kasus dengan tujuan mendapatkan
gambaran secara tepat tentang asuhan keperawatan dengan klien TBC untuk
memperoleh data, penyusun menggunakan metode kepustakaan dengan
mempelajari buku-buku referensi yang terkait dengan asuhan keperawatan
TBC.

BAB II
KONSEP DASAR MENCAKUP
1. Anatomi
a) Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang
vertebra torakal ke-7 yang bercabang menjadi 2 bronkhus. Ujung cabang
trachea disebut carina. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan
memiliki panjang 12 cm dengan cicin kartilago berbentuk huruf C. pada
cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak (pseudostratified ciliated
columnar epithelium) yang mengandung banyak sel goblet yang
mensekresikan lendir (mucus) (Irman Soemantri, 2008: 7).
b) Bronkhus
Terdapat beberapa divisi bronkhus didalam setiap lobus paru. Pertama
adalah bronkhus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri).
Bronkhus lobaris dibagi menjadi bronkhus segmental (10 pada paru
kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika
memilih posisi drainase postural yang paling efektif untuk klien tertentu.
Brokhus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkhus subsegmental.
Bronkhus ini di kelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri , limpatik
dan saraf.
Bronkhus segmental kemudian akan membentuk percabangan menjadi
bronkhiolus, yang tidak mempunyai kartilago didalam dindingnya. Patensi
bronkhiolus seluruhnya bergantung pada rekoil elastik otot polos
sekelilingnya dan pada tekanan alveolar. Bronkhiolus mengandung kelenjar
sub mukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk lapisan bagian dalam jalan nafas. Bronkhus dan bronkhiolus
juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaanya dilapisi oleh rambut pendek
yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan
yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru
menuju laring

c) Bronkhiolus
Bronkhiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis,
yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis
terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap
menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung
sekitar 150ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut
serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik.
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida
terjadi dalam alveoli.

d) Paru-Paru
Paruparu merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari
selsel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih
kurang 90 m. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk kedalam
darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru
ini kurang lebih 700.000.000 buah (paruparu kiri dan kanan). Paruparu
di bagi dua :
Paruparu kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra
superior, lobus media, dan lobus inferior.
Paruparu kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus
inferior.
Diantara lobus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiaptiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Didalam lobulus, bronkiolus ini bercabang
cabang banyak sekali, cabangcabang ini di sebut duktus alveolus. Letak
paruparu di rongga dada datarannya menghadap ketengah rongga
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paruparu
atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paruparu di bungkus
oleh selaput yang dinamakan pleura (Syaifuddin, 2006: 196)
e) Alveolus
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam klaster
antara 15-20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka
bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter
persegi.
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang
aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe
III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang
memakan benda asing (lendir, bakteri, dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan yang penting).
2. Fisiologi
a) Ventilasi
Ventilasi adalah gerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru. Gerakan
dalam pernafasan adalah ekspansi dan inspirasi. Pada inspirasi otot
diafragma berkontraksi dan kubah dari diafragma menurun, pada waktu
yang bersamaan otot-otot interkostal interna berkontraksi dan mendorong
dinding dada sedikit kearah luar. Dengan gerakan seperti ini ruang didalam
dada meluas, tekanan dalam alveoli menurun dan udara memasuki paru-
paru.
Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi.
Diafragma naik, dinding-dinding dada jatuh ke dalam dan ruang di dalam
dada hilang, pada pernafasan normal yang tenang terjadi sekitar 16 kali
permenit. Ekspirasi diikuti dengan terhenti sejenak. Kedalaman dan jumlah
dari gerakan pernafasan sebagian besar dikendalikan secara biokimiawi.

b) Difusi
Difusi adalah gerakan diantara udara dan karbondioksida didalam alveoli
dan darah didalam kapiler sekitarnya.
Gas-gas melewati hampir secara seketika diantara alveoli dan darah
dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini gas mengalir dari tempat yang
tinggi tekanan parsialnya ke tempat lain yang lebih rendah tekanan
parsialnya.
Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari
oksigen yang berada dalam darah dan karenanya udara dapat mengalir dari
alveoli masuk ke dalam darah. Karbondioksida dalam darah mempunyai
tekanan parsial yang lebih tinggi dari pada yang berada dalam alveoli dan
karenanya karbon dioksida dapat mengalir dari darah masuk ke dalam
alveoli.
c) Transportasi gas dalam darah
Transport : pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah.
Oksigen ditransportasi dalam darah: dalam sel-sel darah merah; oksigen
bergabung dengan hemoglobin untuk membentuk oksihemogloblin, yang
berwarna merah terang. Dalam plasma: sebagian oksigen terlarut dalam
plasma.
Karbondioksida ditransportasi dalam darah; sebagai natrium bikarbonat
dalam dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah dalam larutan
bergabung dengan hemoglobin dan protein plasma.
d) Pertukaran gas dalam jaringan
Metabolism jaringan meliputi pertukaran oksigen dan karbondioksida
diantara darah dan jaringan.
1) Oksigen
Bila darah yang teroksigenisasi mencapai jaringan, oksigen mengalir
dari darah masuk ke dalam cairan jaringan karena tekanan parsial
oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan
jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir ke dalam sel-sel
sesuai kebutuhannya masing-masing.
2) Karbondioksida
Karbondioksida dihasilkan dalam sel mengalir ke dalam cairan
jaringan. Tekanan parsial karbondioksida dalam cairan jaringan lebih
besar daripada tekanannya dalam darah, dan karenanya
karbondioksida mengalir dari cairan jaringan ke dalam darah.
3. Pengertian
Di masyarakat tentunya sering kita jumpai kasus TBC atau TB Paru.
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit yang sudah dikenal sejak jaman
dahulu kala dan telah melibatkan manusia sejak jaman purbakala, seperti
terlihat pada peninggalan sejarah.
TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita
kepada orang lain.
4. Etiologi
TB Paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um, dan tebal 0,3-0,6/um. Kuman
terdiri dari asam lemak, sehingga kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis.
Mycobacterium tuberculosis basilus tuberkel, adalah satu di antara lebih dari
30 anggota genus mycobacterium yang dikenali ddengan baik, maupun banyak
yang tidak tergolongkan. Bersama dengan kuman yang berkerabat dengan
dekat, yaitu M. Bovis kuman ini menyebabkan tuberkulosis. M. Leprae
merupakan agen penyebab penyakit lepra. M.avium dan sejumlah spesies
mikobakterium lainnya lebih sedikit menyebabkan penyakit yang biasa terdapat
pada manusia. Sebagian besar mikobakterium tidak patogen pada manusia, dan
banyak yang mudah di isolasi dari sumber lingkungan.
Mikrobakterium dibedakan dari lipid permukaannya, yang membuatnya
tahan asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan alkohol asam
setelah di warnai. Karena adanya lipid ini, panas atau detergen biasanya
diperlukan untuk menyempurnakan pewarnaan primer. Yang penting untuk di
pahami pada patogenesis tuberkulosis adalah mengenali bahwa M. Tuberculosis
mengadung banyak zat imunoreaktif. Lipid permukaan pada mikrobakterium
dan komponen peptidoglikan dinding sel yang larut air merupakan tambahan
yang penting yang dapat menimbulkan efeknya melalui kerja primernya pada
makrofag penjam. Mikrobakterium mengadung suatu kesatuan antigen
polisakarida dan protein, sebagian mungkin spesifik spesies tetapi yang lainnya
secara nyata memiliki epitop yang luas di seluruh genus. Hipersentivitas yang
di perantai sel khas untuk tuberkolosis dan merupakan determinan yang penting
pada patogenesis penyakit. (http//www.email penyakit dalam/TB)
Tuberkolosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh hasil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 14/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru
lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran
pernafasan.Basil mikrobakterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru
melalui saluran nafas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi
primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan
terbentuklah primer kompleks (ranke). Keduanya dinamakan tuberkulosis
primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap hasil mikrobakterium. Tuberkulosis
yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradanagan jaringan paru oleh
karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan
spesifik terhadap hasil tersebut.(sylvia, 2005).
5. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal penyakit TB Paru tidak menunjukkan tanda dan gejala
yang spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan menambah
jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat meningkatkan produksi
sputum yang ditunjukkan dengan seringnya klien batuk sebagai bentuk
kompensasi penguluaran dahak.
Selain itu, klien dapat merasa letih, lemah, berkeringat pada malam hari dan
mengalami penurunan berat badan yang berarti.
Secara rinci tanda dan gejala TB Paru ini dapat dibagi atas 2 (dua) golongan
yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
1) Gejala sistemik adalah :
a) Demam
Demam merupakan gejala pertama dari tuberculosis paru, biasanya
timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip
dengan demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya
tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat
terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam seperti influenza ini
hilang timbul dan semakin lama makin panjang masa serangannya,
sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat
mencapai suhu tinggi yaitu 40oC - 41oC.
b) Malaise
Karena tuberculosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa
tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin
kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat
terjadi gangguan siklus haid.
2) Gejala respiratorik adalah :
a) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telag milbatkan bronchus.
Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronchus; selanjutnya
akibat adanya peradangan pada ronkhus, batuk akan menjadi
produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-
produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau
purulen.
b) Batuk Darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan
ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat
pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena
ulserasi pada mukosa brokhus. Batuk darah inilag yang paling sering
membawa penderita berobat ke dokter.
c) Sesak Nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru
yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah
ditemukan.
d) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura
terkena, gejala ini dapat bersifat local atau pleuritik.

6. Patofisiologi
Kuman tuberkulosis masuk kedalam tubuh melalui udara pernafasan. Bakteri
yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana
mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga
dapat dipindahkan melalui sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang
lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
menekan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan bakteri
dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli yang
dapat menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai
10 minggu setelah pemajaman.
Massa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag yang dan membentuk
dinding protektif granuloma diubah menjadi jaringan fibrosa bagian sentral dari
fibrosa ini disebut TUBERKEL bakteri dan makrofag menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju.
Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
taktif karena penyakit tidak adekuatnya sistem imun tubuh. Penyakit aktif dapat
juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri. Tubercel memecah,
melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronchi. Tuberkel yang pecah
menyembuh dan membentuk jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak dan mengakibatkan terjadinya bronkhopneumonia lebih lanjut.

PATHWAY :

Mycobacterium Droplet Masuk Lewat Jalan


Tuberculosa Infection Nafas

Menempel Pada Paru

Keluar dari Dibersihkan Menetap di Jaringan


Tracheobionchial Oleh Makrofag Paru
Bersama Sekret

Sembuh Tanpa Terjadi Proses


Pengobatan Peradangan
Pengeluaran zat Tumbuh dan
pirogen berkembang di
sitoplasma makrofag
Mempengaruhi
hipothalamus Sarang Primer/ Afek
Primer (Focus Ghon)

Mempengaruhi sel
point

Hipertermi

Komplek Primer Limfangitis Lokal Limfadinitis


Regional

Menyebar Ke Organ Sembuh Sendiri Sembuh Dengan


Lain (Paru Lain, Saluran Tanpa Pengobatan Bekas Fibrosis
Oencernaan, Tulang)
Melalui Media
(Bronchogen,
Percontinuitum,
Hematogen, Limfogen)
Rada
Radang Tahunan Pertahanan Primer
Dibronkus Tidak Adekuat

Berkembang Pembentukan Tuberkel Kerusakan Membran


Menghancurkan Alveolar
Jaringan Ikat Sekitar
Bagian Tengah Pembentukan Sputum Menurunnya
Nekrosis Berlebihan Permukaan Efek Paru

Membentuk Jaringan Ketidakefektif Aleveolus


Keju Bersihan Jalan Nafas

Sekret Keluar Saat Alveolus Mengalami


Batuk
bATUK Konsolidasi &Eksudasi
Gangguan Pertukaran
Batuk Produktif (Batuk
Gas
terus-menerus)

Droplet Infection Batuk Berat

Terhirup Orang Sehat Distensi Abdomen

Mual, Muntah
Resiko Infeksi
Intake Nutrisi Kurang

7. Pemeriksaan Diagnostik Ketidakseimbangan


Nutrisi
Untuk menegakkan diagnosa TB Kurang
Paru, maka test dari
diagnostik yang sering
Kebutuhan Tubuh
dilakukan pada klien adalah :
a) Pemeriksaan Radiologis: Foto Rontgen Toraks
Tuberkulosisi dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam pada
foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang
karakteristik untuk tuberkulosisi paru yaitu :
Apabila lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru
Bayangan berwarna atau bercak.
Terdapat kavitas tunggal atau multiple
Terdapat klasifikasi
Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru
Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang
beberapa minggu kemudian.

Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi di segmen apikal dan


posterior lobus atas serta segmen apikal lobus bawah. Umumnya lesi
tuberkulosis bersifat multiform, yaitu terdapat membran beberapa stadia
pada saat yang sama misalnya terdapat infiltrat, fibrosis dan klasifikasi
bersamaan.

Gambaran yang tampak pada foto toraks tergantung dari stadium


penyakit.pada lesi baru di paru yang berupa sarang pneumonia terdapat
gambaran bercak seperti awan dengan batas yang tidak jelas. Kemudian
pada fase berikutnya bayangan akan lebih padat dan batas lebih jelas.
Apabila lesi diliput oleh jaringan ikat maka akan terlihat bayangan bulat
berbatas tegas disebut tuberkuloma. Apabila lesi tuberkulosis meluas maka
akan tejadi perkijuan, yang apabila dibatukan akan menimbulkan kavitas.
Kavitas ini akan bermacam macam bentuknya multiloculatied, dinding
tebal dan sklerotik. Bisa juga ditemukan atelaktasis pada satu lobus bahkan
pada satu paru,kadang-kadang kerusakan yang luas ditemukan pada kedua
paru. Gambaran fibrosis tampak seperti garis-garis yang padat, sedangkan
klasifikasi terlihat sebagai bercak dengan densitas tinggi. Sering juga
ditemui penebalan yang tersebar merata dikedua paru. Gambaran efusi
pleura dan pneumotoraks paru-paru.

Foto toraks PA dan lateral biasanya sudah cukup memberikan gambaran.


Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan radiologik khusunya seperti foto
toplordotik, tomogram dan bronkografi. Penting sekali melakukan evaluasi
foto dan membandingkan hasilnya, untuk mengetahui apakah ada
kemajuan, perburukan atau terdapat kelainan yang menetap.

b) Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pada TB Paru aktif biasanya ditemukan peningkatan leukosit dan laju
endap darah (LED).
Sputum BTA
Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan kuman
tuberculosis. Diagnosa pasti ditegakan bila pada biakan ditemukan
kuman tuberculosis. Pemeriksaan penting untuk diagnosa definitive
dan menilai kemajua klien. Dilakukan tiga kali berturut-turut dan
biakan/kultur BTA selama 4-8 minggu.
c) Test Tuberculin (mantoux test)
Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakkan diagnosa terutama
pada anak-anak. Biasanya diberikan suntikan PPD (Protein Perfied
Derivation) secara intra cutan 0,1 cc. Lokasi penyuntikan umumnya pada
bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test
tuberculosis dilakukan setelah 48 - 72 jam oenyuntukan dengan mengukur
diameter dri pembengkakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi suntikan.
Indurasi berupa kemerahan dengan hasil sebagai berikut :
Indurasi 0-5mm : negatif.
Indurasi 6-9mm : meragukan.
Indurasi >10mm : positif.
Test tuberculin negative berarti bahwa secara klinis tidak ada infeksi
mikrobakterium tuberculosa, dan bila hasil meragukan dapat disebabkan
karena kesalahan teknik reaksi silang.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
Data Subyektif
Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek, kesulitan tidur atau demam
pada malam hari.
Demam hilang timbul.
Perasaan tak berdaya.
Hilang nafsu makan, mual, muntah, penurunan BB.
Nyeri dada meningkat karena sering batuk.
Batuk kering, setelah peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum)
Perubahan kapasitas fisik.
Data Obyektif
Demam biasanya subfebril, sampai 40-410C
Takikardi, takipnea/dispnea.
Turgor kulit buruk, kering, bersisik, hilang lemak subkutis.
Pengembangan pernafasan tidak simetris, bunyi nafas menurun.
Perkusi redup. Kavitas yang besar : hipersonor atau timpani.
Auskultasi suara nafas tambahan : ronkhi basah kasar dan nyaring.
Vesikuler melemah bila terdapat penebalan pleura.
2. Diagnosa Keperawatan.
Masalah keperawatan yang dapat terjadi pada klien TB Paru dapat berupa :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sputum yang kental.
b. Gangguan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan.
c. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit TB Paru berhubungan dengan
kurangnya informasi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan perubahan status
nutrisi.
e. Resiko tinggi terjadinya kekambuhan berhubungan dengan gizi buruk.
f. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
untuk mencegah paparan dari kuman pathogen.
3. Perencanaan
Untuk mengatasi diagnosa keperawatan yang ada, maka rencana keperawatan
yang dapat diberikan meliputi :
Diagnosa 1 :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sputum yang kental.
Tujuan : Bersihan jalan nafas tidak efektif
Kriteria Hasil :
Sekret (-).
Bunyi nafas vesikuler.
Reflek batuk (-)
Tanda-tanda vital normal.
Intervensi :
Kaji fungsi pernafasan: bunyi nafas, kecepatan irama, kedalaman dan
penggunaan obat Bantu.
Atur Posisi kepala lebih tinggi.
Ajarkan klien latihan nafas dalam dan batuk efektif.
Berikan cairan minimal 2500ml/hr.
Lakukan fisioterapi dada.
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian OAT dengan mukolitik.
Diagnosa 2 :
Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan.
Tujuan : Nutrisi Adekuat
Kriteria Hasil :
Nafsu makan meningkat.
Makan habis satu porsi setiap makan.
Turgor kulit elastis dan kenyal.
Berat badan klien dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji Keluhan klien terhadap mual, muntah, dan anoreksia.
Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering.
Berikan diit MTKTP.
Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
Bantu klien untuk melakukan perawatan mulut.
Timbang BB klien setiap minggu.
Kolaborasi dengan ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Diagnosa 3 :
Kurangnya pengetahuan tentang penyakit TB paru berhubungan dengan
kurangnya informasi
Tujuan : klien dapat memahami penyakitnya dan program pengobantannya.
Kriteria hasil :
Klien dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
Klien mengerti tentang penjelasan yang diberikan
Klien tidak bertanya-tanya lagi akan penyakitnya

Intervensi :
Kaji tingkat pemahaman klien tentang penyakit dan program
pengobatannya.
Berikan penjelasan tentang penyakit dan program pengobatan meliputi :
Pengertian TB paru.
Penyebab.
Tanda dan gejala TB paru.
Proses penularan.
Program pengobatan / perawatan.
Minta klien secara verbal untuk menjelaskan kembali tentang penyakit dan
program pengobatan dengan bahasa yang sederhana.
Berikan reinforcoment positif pada setiap penjelasan klien.
Diagnosa 4 :
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan dan perubahan status
nutrisi.
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap.
Kriteria hasil :
Klien melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan.\
Keletihan
Tonus otot baik
Intervensi :
Kaji aktivitas yang dapat di lakukan oleh klien.
Bantu klien melakukan aktivitas secara bertahap.
Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan klien.
Latih klien untuk melakukan pergerakan pasif dan aktif.
Diagnosa 5 :
Resiko tinggi terjadinya kekambuhan berhubungan dengan gizi buruk
Tujuan : klien tidak mengalami resiko kekambuhan.
Kriteria hasil :

OAT di minum tuntas.


Sputum (-).
BTA (-).
RR dalam batas normal.
Foto toraks normal.
Intervensi :
Identifikasi faktor risiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkulosis.
Tekankan pada klien pentingnya tidak menghentikan obat (OAT).
Anjurkan klien memeriksakan kultur sputum sputum secara periodik
Anjurkan klien untuk membuang dahak pada tempat yang disediakan dan
menhindari meludah disembarang tempat.
Anjurkan klien untuk makan sering dengan jumlah yang seimbang.
4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan di dasarkan pada hasil yang diharapkan. Pertanyaan
yang dapat diajukan meliputi hal-hal berikut :

1. Apakah kultur sputum (-) ?


2. Dapatkah klien menyebutkan nama, dosis dan efek samping OAT yang
diberikan?
3. Apakah klien menutup hidung dan mulut bila bersin/tertawa?
4. Dapatkan klien menyebutkan gejala dan tanda-tanda yang menunjukkan
perlunya suatu perawatan medis segera?
5. Dapatkah klien mengatakan tanggal pemeriksaan sputum dan rontgen foto
berikutnya?
6. Dapatkan klien mengatakan tanggal perjanjian pemeriksaan medis
berikutnya?
7. Apakah bersihan jalan nafas efektif?
8. Dapatkan intoleransi aktivitas teratasi?
9. Apakah nutrisi dalam tubuh adekuat?
10. Apakah klien dapat mengerti tentang penyakit TB paru?
11. Apakah resiko kekambuhan dapat teratasi?

BAB IV

PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada Tn. D
ditinjau dari sudut pandang teoritis. Penjelasan difokuskan pada askep
pengakajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, serta evaluasi.
A. Pengkajian
Penulis melakukan langkah pertama yaitu dengan mengumpulkan data-data
dari Tn. N dan keluarga Tn. N. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
permasalahan yang terdapat pada Tn. N. Penulis melakukan pengkajian pada
Tn. N dari tanggal 2 Januari 2017 sampai dengan 5 Januari 2017.
Pada tahap ini penulis melakukan pengambilan data dengan cara interview
pada klien dan keluarga, serta mengobservasi kondisi klien secara umum.
Selain itu penulis mengumpulkan data dari rekam medis dan catatan
keperawatan. Catatan rekam medis diketahui bahwa klien mengalami
penyakit seperti sekarang ini sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu dengan
serangan datang tiba-tiba. Klien masuk ke Rumah Sakit pada tanggal 1
Januari 2017. Hasil dari pengkajian yang diperoleh penulis memiliki
persamaan dan perbedaan dengan teori yang ada. Persamaan yang diperoleh
dari penulis antara lain terdapat di tanda dan gejala, berupa sesak nafas,
batuk disertai sekret dan darah, hilangnya nafsu makan, demam, dan
tachypnea.
Hal ini sesuai dengan yang ditampilkan dalam asuhan keperawatan secara
teoritis, dijelaskan oleh Suprapto, Imam (2016) bahwa gejala utama klien TB
Paru yaitu : sesak nafas, batuk produktif, batuk (sekret dan darah), mual dan
muntah, serta demam.
B. Analisa Data
Berdasarkan dari teori Suprapto, Imam (2016) dan data yang diperoleh
dari Tn. N. Adapun diagnosa yang didapat dari klien dengan TB Paru yaitu :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sputum yang
kental, 2) Gangguan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan nafsu makan, 3) Kurangnya pengetahuan tentang penyakit
TB Paru berhubungan dengan kurangnya informasi, 4) Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan keletihan dan perubahan status nutrisi, 5) Resiko tinggi
terjadinya kekambuhan berhubungan dengan gizi buruk.
Hasil yang diperoleh dari klien Tn. N, terdapat 3 diagnosa keperawatan
yang dapat diterapkan yaitu : 1) ketidakefektif bersihan jalan nafas b.d sekret
kental, 2) ketidakseimbangan nutrisi dengan kebutuhan tubuh b.d batuk
produktif, 3) Resiko penyebaran infeksi b.d kurangnya pengetahuan untuk
mencegah paparan dari kuman pathogen.
Berdasarkan penilaian penulis, terdapat satu diagnosa yang ada di teori
namun tidak terdapat di kasus yaitu Intoleransi Aktivitas berhubungan
dengan keletihan. Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena saat
dilakukan pengkajian tidak ditemukan adanya keterbatasan klien untuk
berkativitas dan klien tidak tampak letih setelah melakukan aktivitas.
C. Perencanaan
Pada tahap ini, penulis melakukan berbagai tindakan serta langkah-langkah
untuk menteapkan prioritas masalah, menentukan tujuan atau kriteria hasil
dan menetukan rencana keperawatan yang merujuk pada teori namun
disesuaikan dengan kondisi klien.
Penulis membuat perencanaan keperawatan mengacu pada teori yang
sesuai dengan kondisi yang dialami klien.
Perencanaan yang dibuat penulis yang mengacu pada perencanaan teoritis
yang sesuai dengan kondisi klien antara lain : 1) Kaji fungsi respirasi
(pernafasan), 2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret / batuk secara
efektif, 3) Atur posisi tidur semi atau high fowler, 4) Ajarkan klien batuk
efektif, 5) Anjurkan klien untuk makan sedikit tetapi sering, dan 6) Monitor
mual dan muntah serta batuk klien.
D. Implementasi
Pada tahap ini penulis melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Secara umum
tindakan yang dilakukan penulis dapat berjalan sesuai dengan rencana
karena adanya kerja sama yang baik antara klien, partisipasi keluarga,
perawat dan tenaga kesehatan lainnya dapat membantu proses penyembuhan
bagi klien atau sebagai sistem pendukung yang baik, sehingga proses
keperawatan dapat berjalan dengan baik. Pelaksanaan implementasi
keperawatan didokumentasikan ke dalam catatan keperawatan dan sebagian
besar intervensi sudah dilakukan.
E. Evaluasi
Pada tahap ini merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan.
Tahap ini merupakan hasil dari tindakan yang telah dilakukan. Penulis
melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan untuk melihat sejauh
mana tujuan yang sudah dicapai dan telah dilakukan pada Tn. N dari tanggal
3 Januari 2017 sampai dengan 5 Januari 2017. Kesimpulan dari tahap ini
menentukan apakah intervensi dan implementasi keperawatan harus
dihentikan atau dilanjutkan serta dimodifikasi sesuai dengan kondisi klien.
Dari ketiga diagnosa yang dietmukan dan beberapa intervensi yang
dilakukan bahwa diagnosa pertama dan kedua masalah dapat teratasi
sebagian, dan diagnosa ketiga masalah dapat teartasi. Dengan demikian
perawat meningkatakan dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga
perawat dapat mencapai tujuan dengan membuat rencana asuhan
keperawatan yang lebih spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, dan sesuai
dengan kondisi klien.

BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Penyakit Tuberculosis Paru (TB-Paru) masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Menurut WHO tahun 2007 menunjukkan bahwa Tuberculosis
Paru merupakan penyebab kematian pada semua golongan usia dari golongan
penyakit infeksi. Antara tahun telah dilakukan survei prevalensi dengan hasil
0,4% - 0,6% penyakit Tuberculosis Paru menyerang sebagian besar kelompok
usia produktif kerja dengan penderita Tuberculosis Paru.
Penyakit Tuberculosis Paru adalah suatu penyakit menular, masalah yang
terjadi pada klien pola nafas tidak efektif, resiko penularan terhadap keluarga
dan orang lain perlu mendapat perhatian secara seksama.
2. Saran
Dalam makalah ini masih banyak yang belum kami bahas tentang askep
pada klien TB Paru. Oleh karna itu, diharapkan kepada Penulis lain yang ingin
mengangkat tema yang sama, yaitu tentang Askep TBC, agar lebih baik dan
lebih detail lagi dalam membuat makalah tentang asuhan keperawatan tersebut,
karena masih ada bahkan masih banyak pembahasan tentang makalah kami ini
belum kami sampaikan dalam Makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, Hardhi, dkk. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta : MediAction
Manurung, Santa, dkk. (2009). Gangguan sistem pernafasan akibat infeksi.
Jakarta : CV Trans Info Media
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty. (2006). Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1 & 2. Jakarta : EGC
Somantri, Irman. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Tamsuri, Anas. (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai