Kelas : 2C
Nim : C1914201078
Prodi : S1 Keperawatan
Hambatan Komunikasi Terapeutik
1. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien
(depkes RI,1997). Komunikas terapeutik adalah proses yang dingunakan oleh perawat
memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatanny dipsuatkan
pada klien.
2. Faktor-faktor penghambat Komunikasi Terapeutik
a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Perawat yang kurang cakap dalam
berbicara, berbicara tersendat-sendat, dapat menyebabkan pendengar atau pasien menjadi
Jengkel dan tidak sadar.
b. Sikap yang kurang tepat. Seorang perawat yang sedang berbicara atau melayani pasien
harus memberikan sikap yang baik dan sopan agar pasien merasa nyaman dan tenang.
c. Kurang pengetahuan. Seorang perawat yang kurang pengetahuannya, jarang membaca
atau menonton televisi, terkadang akan mengalami kesulitan saat berbicara dengan
pasiennya.
d. Kurang memahami sistem sosial dan budaya lawan bicara (pasien) dapat menyebabkan
ketersinggungan lawan bicara.
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik. Komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak komunikan dan komunikator
berjauhan ataupun berdekatan
g. Tidak adan persamaan resepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan. Seringkali akan mengakibatkan penyimpangan dari pokok
pembicaraan
j. Mendominasi pembicaraan
3. Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik
A. Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas
atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran
secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi
antara menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal
hal ini merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari
ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini
sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
a. Supresi dan represi informasi yang terkait
b. Intensifikasi gejala
c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang
bersifat sementara
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan tidak
mempunyai
pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi
janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk
f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan
menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau
menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan
tetap menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alasan bahwa
normalitas adalah hal yang tidak penting
i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang
dulu)
Perilaku amuk atau tidak rasional
B. Transferens
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhada
perawat yangsebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang
bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hainidiabaikan
dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi
bermusuhan dan tergantung.
Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :
Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam
berdarah. Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah
dikaji, ternyata Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini
dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya
terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.
Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :
Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu
mempunyai wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan
yang harus dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang melakukannya.
C. Kontertransferen
Kontertransferen merujuk pada respons emosional spesifik oleh terapis terhadap pasien
yang tidak tepat dalam isi konteks hubungan terapetik atau ketidaktepatan dalam intensitas
emosi. Perawat terkadang tidak menyadari bahwa apa yang telah di lakukan itu nantinya
merugikan kedua belah pihak. Perawat biasanya terpancing oleh sikap klien yang
berlebihan, baik sikap terlalu baik maupun sikap yang terlalu buruk sehingga perawat
merespons dengan emosi yang berlebihan juga. Respons emosional yang berlebihan itu
disebut Kontertransferen.
Menurut stuart, G.W (1998) Kontertransfaran merupakan bentuk respon emosional
beupa hambatan terapeutik yang berasal dari diri perawat yang dibangkitkan atau
dipancing oleh sikap klien.
Bentuk Kontertransferens (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005)
a. Ketidakmampuan berempati terhadap Klien dalam masalah tertentu
b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi
c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan Kontrak dengan datang terlambat, atau
melampaui waktu yang telah ditentukan.
d. Mengantuk selama sesi
e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah
f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien
g. Berdebat dengan Klien atau kecenderungan untuk memaksa Klien sebelum ia siap
h. Mencoba untuk menolong Klien dalam segala hal yang tidak berhubungan dengan
tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi
i. Keterlibatan dengan Klien dalam tingkat personal
j. Melamunkan atau memikirkan Klien
Perilaku yang dapat muncul pada klien menurut suryani 2006 antara lain:
a. Love dan caring berlebihan
b. Benci dan marah berlebihan
c. Cemas dan rasa bersalah yang timbul berulang-ulang
d. Tidak mampu berempati terhadap klien
e. Perasaan tertekan selama atau setelah proses
f. Tidak bijaksana dalam membuat kontrak dengan klien, terlambat atau terlalu lama
g. Mendukung ketergantungan klien
h. Berdebat dengan klien atau memaksa klien sebelum klien siap
i. Menolong klien untuk hal-hal yang tidak berhubungan dngan sasaran asuhan
keperawatan
j. Menghadapi klien dengan berhubungan pribadi atau social
k. Melamunkan klien
D. Pelanggaran Batas
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien
adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan ini
perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di tolong. Baik
perawat maupun klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006). Pelanggaran batas
terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan membina hubungan
sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen, dalam Intan, 2005)
1) Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari perawat
serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan klien.
2) Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan terapeutiknya
dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak
mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya
pelanggaran batas.
3) Batas tempat dan ruang
Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan Pemanfaatan
terapeutik diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan
terapeutik yang rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di
perbolehkan dalam melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-
batas tertentu misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang lain.
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
4) Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini
juga perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang
biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.
5) Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar
batas.
6) Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat dalam
hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai
pakaian yang tidak sopan.
7) Batas bahasa
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan
klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan
nada menggurui merupakan pelanggaran batas.
8) Batas pengungkapan diri secara personal
Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan
Tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.