Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan


hubungan antara perawat dan klien, dengan tujuan untuk mengenal kebutuhan klien dan
menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Komunikasi dalam bidang keperawatan ini lebih dikenal dan populer disebut dengan
komunikasi terapeutik. Istilah komunikasi terapeutik digunakan untuk dijadikan
pembeda dengan komunikasi jenis lainnya, selain itu komunikasi ini lebih mengarah
pada tujuan untuk penyembuhan klien.

Komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan


klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam
rangka memperbaiki pengalaman emosional klien (Stuart, 1998) atau proses dimana
perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien (Potter – Perry,
2000)

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hambatan dalam proses komunikasi terapeutik ?
1.3 Tujuan
Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga
medis dapat memahami hambatan dalam proses komunikasi terapeutik

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HAMBATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


2.1.1 Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab
cemas atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah
atau penghindaran secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya
menunjukkan ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari
pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini merupakan bagian normal
dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari ketidaksesuaian klien
untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten
biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini sangat
banyak berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan.
2005).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
a. Supresi dan represi informasi yang terkait
b. Intensifikasi gejala
c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya
kesembuhan yang bersifat sementara
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia
tidak mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan
masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba
terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk
f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya
dengan menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku
maladaptive, atau menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi
tanpa diikuti penghayatan
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai
penghayatan tetap menolak memikul tanggung jawab untuk
berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting

2
i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan
dan sakit terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
dengan kehidupan yang dulu)
j. Perilaku amuk atau tidak rasional
2.1.2 Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku
terhadap perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-
orang tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil
(Stuart dan Sundeen , 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini
diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama
reaksi transference yaitu reksi bermusuhan dan tergantung.
Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :
Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam
berdarah. Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat
Gengki. Setelah dikaji, ternyata Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah
menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.
Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :
Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu
mempunyai wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan
keperawatan yang harus dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang
melakukannya.
2.1.3 Coutertransference
Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat
dan bukan oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien
Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):
a. Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.
b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.
c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang
terlambat, atau melampaui waktu yang telah ditentukan.
d. Mengantuk selama sesi.
e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk
berubah.
3
f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.
g. Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum
ia siap.
h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan
dengan tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi.
i. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
j. Melamunkan atau memikirkan klien.
k. Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
l. Perasaan cemas, gelisah atau persaan bersalah terhadap kien
m. Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek
atau cara memandang pada informasi yang di berikan klien.
n. Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.
2.1.4 Pelanggaran batas.
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan
perawat-klien adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan
terapeutik,dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan klien
berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat maupun klien harus menyadari
batas tersebut (Suryani, 2006).
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang
terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen,
dalam Intan, 2005)
a. Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang
luas dari perawat serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas
terapeutik perawat dan klien.
b. Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan
hubungan terapeutiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau
hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak mempunyai tujuan
terapeutik harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya
pelanggaran batas.
c. Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
4
Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan .
Pemanfaatan terapeutik diluar kebiasaan misalnya dimobil atau
dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang rasional dan
mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan t dalam
melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-
batas tertentu misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang lain.
d. Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat
berupa uang. Disini juga perluadanya perhatian mengenai tawar-
menawar terhadap klien miskin tentang biaya pengobatan untuk
mencegah timbulnya pelanggaran batas.
e. Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini
melanggar batas.
f. Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian
secara tepat dalam hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana
perawat tidak diperbolehkan memakai pakaian yang tidak sopan.
g. Batas bahasa ;
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika
komunikasi dengan klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul
dan memberikan pendapat dengan nada menggurui merupakan
pelanggaran batas.
h. Batas pengungkapan diri secara personal;
Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak
berhubungan dengan tujuan terapeutik dapat mengarah kepada
pelanggaran batas.
i. Batas kontak fisik;
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat
apakah melanggar batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/
seksual terhadap kien yang tidak pernah tercangkup dalam hubungan
terpeutik antara perawat dengan klien.

5
2.1.5 Pemberian hadiah
Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan.
Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu
dalam mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa
pemberian hadiah bisa merusak hubungan terapeutik.
Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak
permen, rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata bisa
berupa ekspresi ucapan terima kasih dari klien kepada perawat sebagai orang
yang akan meninggalkan rumah sakit atau dari anggota keluarga yang lega dan
berterima kasih atas bantuan perawat dalam meringankan beban emosional
klien.
2.2 CARA MENGATASI HAMBATAN KOMUNIKASI
Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan
emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat
harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang
menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan
mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang
sedang terjadi.
Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa)
atau perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab
terhadap hambatan teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir,
tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat
membantu perawat untuk membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan
proses hubungan perawat-pasien.sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan
perawat-ipasien.
Adapun beberapa cara untuk mengatasi hambatan komunikasi yaitu :
1. Pedekatan terpusat pada penerima
Peduli kepada penerima pesan berarti bahwa akan mengambil langkah atau
yang dapat dilakukan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti
danbermakna bagi penerima. Berempati dan bersikap peka pada perasaan
penerima adala cara terbaik untuk mengatsi hambatan komunikasi. Karen
perbedaan emosi dan persepsi akan menimbulkan ganguan. Dalam penerimaan
pesan, bila seseorang menyadari perasaan orang lain maka akan mampu
memlilih kata-kata netral memahami pandangan mereka dan mungkin akan
6
berempati dengan posisi mereka dengan mencoba memandang situasi lewat
kacamata mereka.
Dalam kenyataan pendektan yang berpusat pada penerima lebih dari sekedar
pendekatan untuk komunikasi bisnis sebenarnya ini adalah pendekatan modern
pada bsnis dan kehidupn secara umum.
2. Komunikasi dengan situasi terbuka
Iklim komunikasi organisasi merupakan cerminan dari budaya organisasi : campuran
nilai, tradisi da kebiasaan yang mengakomodasi atmosfir atau karakternya. Beberapa
peusahaan cenderung menyambut aliran omuniksi keatas. Tetapi dalam komunikasi
dengan situasi terbuka, akan mendrong keterusterngan dan kejujuran serta kebebasan
untuk mengakui kesalhan atau untuk tidak stuju dengan atasan dan keebasan
menyatakn pendapat.
3. Melakukan komunikasi dengan etis
Etika adalah prinsip-prinsip yang menjadi acuan bagi seseorang atau sekelompok
orang untuk bersikap dan berperilaku. Orang yang tidak etis biasanya egois dan tidak
peduli salah atau benar, menghalalkan segala cara unuk mencapai hasil akhir. Orang
yang etis pada umumnya adapat dipercaya, adil dan tidak memihak, menghargai hak
oranglain dan memperhatikan dampak tindakan mereka pada masyarakat.
4. Pesan yang efektif dan efisien
Pesan yang efektif dan efisin akan memeperlancar proses komunikasi, sehingga dapat
mengatasi hambatan komunikasi. Ciri-ciri pesan yangefektif dan efisien antara lain,
padat dan tidak mempunyai pengertian yang mendua atau membingungkan.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Komter (komunikasi terapeutik) merupakan komunikasi yang direncanakan


secara sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien. Komter
merupakan media untuk saling memberi dan menerima antar perawat dengan klien.
Komter berlangsung secara verbal dan non verbal. Dalam komter ada tujuan spesifik,
batas waktu, berfokus pada klien dalam memenuhi kebutuhan klien, ditetapkan bersama,
timbal balik, berorientasi pada masa sekarang, saling berbagi perasaan (Wahyu
Purwaningsih dan Ina Karlina, 2010:11-12)
Adapun hambatan-hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan
hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resisten, tranferens, dan
kontertransferens Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang
berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik perawat.

3.2 SARAN
Untuk dapat melakukan pendekatan yang efektif terhadap klien perawat hendaknya
mengetahui strategi yang tepat dalam menggunakan komunikasai terapeutik. Perawat
harus menciptakan sebuah perencanaan dan struktur yang baik dalam pelaksanaan
komunikasi terapeutik. Dalam melakukan komunikasa dengan klien perawat harus
menghargai keunikan setiap klien.

8
DAFTAR PUSTAKA

Fanna, Achmad dan Trikaloka H.putri (2013) Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta : Merkid
Press
Nasir, abdul dkk (2009) Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medikahttp://healthyusandart.blogspot.com/2013/01/hambatan-dalam-komunikasi-
terapeutik.html

Anda mungkin juga menyukai