Anda di halaman 1dari 34

KEPERAWATAN PALIATIF

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PALIATIF DAN MENJELANG AJAL


DENGAN MASALAH FISIK NUTRISI DAN HIDRASI

Fasilitator: Dr. Abu Bakar, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp. Kep. MB

DISUSUN OLEH :
Inta Susanti 131914153004
Glorya Riana Latuperissa 131914153007
Ahmad Wahyudi 131914153017
Fathmy Fitriany Soulissa 131914153023
Devis Yulia Rohmana 131914153025
Dutya Intan Larasati 131914153035
Kartini Estelina Tungka 131914153040
Iskandar 131914153052
Trihartuty 131914153054

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan Aids (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) saat ini menjadi masalah darurat global. Di seluruh dunia ,35
juta oaring hdup dengan HIV dan 19 juta oaring tidak mengetahui status HIV positif
mereka (UNAIDS,2014). Di kawasan Asia, sebagian besar angka prevalensi HIV
pada masyarakat umum masi rendah yaitu <1%,kecuali di Thailand dan India Utara.
UNAIDS 2013 , Pada Tahun 2012, di Asia Pasifik di perkirakan terdapat 350.000
orang yang baru terinfekssi HIV dan sekitar 64% dari oaring terinfeksi HIV adalah
Laki-laki. Epidemiologi HIV /AIDS juga menjadi maslah di Indonesia yang
merupakan negara urutan ke-5 paling beresiko HIV/AIDS di Asia
(Kemenkes,2013).Laporan Kasus Baru HIV meningkat setiap tahunnya sejak pertama
kali di laporkan (tahun 1987).Lonjakan peningkatan paling bayak adalah pada tahun
2016 di bandingkan dengan tahun 2015 yaitu sebesar 10.315 kasus dan terus
mengalami peningkatan sampai tahun 2017 sebesar 48.500 untuk HIV dan 9280
untuk HIV yang bersumber dari dirjen pencegahan dan penanggulangan penyakit
(P2P) dari sistim informasi HIV/AIDS (Kementrian Kesehatan RI, 2018).
Meluasnya kasus HIV/Aids tentunya akan menimbulkan dampak buruk
terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan. Tidak hanya berpengaruh
terhadap bidang kesehatan tetapi juga mempengaruhi bidang sosial ekonomi. Hal ini
didukung bahwa penyakit HIV/Aids ini paling banyak terjadi pada usia produktif.
Oleh karena itu, informasi tentang perkembangan kasus HIV/Aids perlu terus
dilakukan agar didapatkan gambaran besaran masalah sebagai salah satu pendukung
dalam upaya pencegahan maupun penanggulangan (Kementrian Kesehatan RI, 2018).
Orang Dengan HIV/Aids (ODHA) mengalami permasalahan yang sangat kompleks
baik secara biologis, psikososial, spiritual maupun kulturalnya. Sehingga sangat
membutuhkan perawatan paliatif. Hal ini disebabkan, ODHA mempunyai hak untuk
tidak menderita dan masih berhak untuk mnendapatkan pertolongan, meskipun
diketahui semua pengobatan yang diberikan pada ODHA tidak akan menyembuhkan
tetapi hanya untuk menambah harapan hidupnya. Pelayanan perawatan paliatif
diberikan secara terintegrasi antara dokter, perawat, petugas sosial medis, psikolog,
rohaniawan, relawan dan profesi lain yang diperlukan. Perawat sebagai salah satu
anggota tim paliatif berperan memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
pada pasien dan keluarga. Sehubungan dengan peran perawat sebagai pemberi
perawatan (caring) pada pasien HIV/Aids dan keluarganya, maka perawat harus
mampu melakukan hubungan terapeutik dengan ODHA dengan berperan sebagai
perawat profesional, pasangan, teman akrab atau bahkan sebagai keluarga bagi
ODHA.
Perawatan paliatif merupakan perawatan total yang dilakukan secara aktif
terutama pada pasien yang menderita penyakit yang membatasi hidup, dan keluarga
pasien, yang dilakukan oleh tim secara interdisiplin, dimana penyakit pasien tersebut
sudah tidak dapat lagi berespon terhadap pengobatan atau pasien yang mendapatkan
intervensi untuk memperpanjang masa hidup seperti penderita HIV/AIDS. Perawatan
paliaitf di sediakan untuk semua pasien yang menderita penyakit kronis dengan
kondisi penyakit yang membatasi masa hidup atau mengancam jiwa maupun kondisi
pasien yang mendapatkan intervensi untuk memperpanjang masa hidup.
Dimasa sekarang telah terjadi perubahan yang dinamis dalam penyediaan
perawatan paliatif terutama di Negara Inggris. Dimana depertemen kesehatan
memperkenalkan program dan panduan baru yang di kenal dengan sebutan “End of
Life Care Strategy” dan “the Gold Standards Framework”. Program dan panduan
tersebut menitik beratkan akan pentingnya menggunakan standard pelayanan di saat
memberikan pelayanan perawatan paliatif pada pasien dan keluarganya terutama di
saat kondisi pasien menjelang ajal/kematian. lebih lanjut, pasien diberi otonomi untuk
memilih tempat selama menjalani proses perawatan, seperti rumah sendiri, rumah
sakit, rumah perawatan, atau rumah hospis. Sebagai petugas perawatan paliatif,
memaksimal sisa waktu atau umur pasien selama masa perawatan merupakan hal
yang penting. untuk memaksimalkan hal tersebut, kordinasi dengan anggota tim, dan
memberikan pelayanan yang berkualitas menjadi hal yang sangat dibutuhkan. saat ini
telah banyak panduan atau guideline diterbitkan oleh lembaga bereputasi yang
memberikan penjelasan bagaimana memberikan pelayanan perawatan paliatif yang
berkualitas baik secara umum maupun untuk kelompok pasien dengan penyakit
tertentu (European Environment Agency (EEA), 2019)
Perawatan pasien dengan HIV tergolong rumit seperti pengobatan gejala saat
virus terkontrol atau membantu dengan perencanaan perawatan lebih lanjut pada
masa akhir kehidupan, tim perawatan paliatif berperan penting dalam mendukung
pasien dan dokter melalui proses ini. Hal ini menjadi alasan perawatan paliatif
dianjurkan sebagai terapi pendamping bagi pasien HIV. Menyadari efek potensial
dari integrasi perawatan paliatif ke dalam perawatan rutin, World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa “perawatan paliatif sebaiknya tergabung
dalam setiap stadium penyakit HIV”. Hal serupa tertera dalam pedoman UNAIDS
yang menyatakan bahwa seluruh individu yang hidup dengan HIV sebaiknya diberi
perawatan paliatif yang efektif selama pengobatannya. Program yang ada yang
menggabungkan perawatan paliatif ke dalam perawatan HIV beragam, menawarkan
berbagai layanan, termasuk perawatan paliatif berbasis rumah sakit dan rawat inap
(Ramos et al., 2018).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar berlakang diatas maka dapat dirumuskan masalah :
1. Bagaimanakah Konsep palliative care?
2. Bagaimanakah Konsep teori HIV AIDS?
3. Bagaimanakah Analisis Kasus Pasien Paliatif Menjelang Ajal Dengan Masalah
Fisik Nutrisi Dan Hidrasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana konsep palliative care dengan masalah
fisik nutrisi dan hidrasi pada pasien HIV AIDS ?
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui konsep palliative care ?
2. Untuk mengetahui konsep HIV AIDS?
3. Untuk mengetahui Analisis Kasus Pasien Paliatif Menjelang Ajal Dengan
Masalah Fisik Nutrisi Dan Hidrasi ?
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Palliative Care


2.1.1 Pengertian Palliative care
Menurut WHO palliative care merupakan pendekatan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berkaitan
dengan masalah yang mengancam jiwa, melalui pencegahan dan menghentikan
penderitaan dengan identifikasi dan penilaian dini, penangnanan nyeri dan masalah
lainnya, seperti fisik, psikologis, sosial dan spiritual (WHO, 2018). Palliatif care
berarti mengoptimalkan perawatan pasien dan keluarga untuk meningkatkan kualitas
hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan mengobati penderitaan. Palliative care
meliputi seluruh rangkaian penyakit melibatkan penanganan fisik, kebutuhan
intelektual, emosional, sosial dan spiritual untuk memfasilitasi otonomi pasien, dan
pilihan dalam kehidupan (Ferrell, 2015). Berdasarkan penjelasan diatas Palliative
care merupakan sebuah pendekatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup orang-
orang dengan penyakit yang mengancam jiwa dan keluarga mereka dalam
menghadapi masalah tersebut, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial maupun
spiritual.
2.1.2 Prinsip Palliative care
Palliative care secara umum merupakan sebuah hal penting dan bagian yang
tidak terpisahkan dari praktek klinis dengan mengikuti prinsip:
a. Fokus perawatan terhadap kualitas hidup, termasuk kontrol gejala yang tepat
b. Pendekatan personal, termasuk pengalaman masa lalu dan kondisi sekarang
c. Peduli terhadap sesorang dengan penyakit lanjut termasuk keluarga atau orang
terdekatnya
d. Peduli terhadap autonomy pasien dan pilihan untuk mendapat rencana
perawatan lanjut, eksplorasi harapan dan keinginan pasien

e. Menerapkan komunikasi terbuka terhadap pasien atau keluarga kepada


profesional kesehatan
2.1.3 Peran dan Fungsi Perawat
Dalam menjalankan peran dan fungsi perawat dalam palliative care, perawat
harus menghargai hak-hak pasien dalam menentukan pilihan, memberikan
kenyamanan pasien dan pasien merasa bermartabat yang sudah tercermin didalam
rencana asuhan keperawatan. Perawat memiliki tanggung jawab mendasar untuk
mengontrol gejala dengan mengurangi penderitaan dan support yang efektif sesuai
kebutuhan pasien. Peran perawat sebagai pemberi layanan palliative care harus
didasarkan pada kompetensi perawat yang sesuai kode etik keperawatan (Combs, et
al.,2014). Hal-hal yang berkaitan dengan pasien harus dikomunikasikan oleh
perawat kepada pasien dan keluarga yang merupakan standar asuhan keperawatan
yang profesional. Menurut American Nurse Associatiuon Scope And Standart
Practice dalam (Margaret, 2013) perawat yang terintegrasi harus mampu
berkomuniasi dengan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya mengenai
perawatan pasien dan ikut berperan serta dalam penyediaan perawatan tersebut
dengan berkolaborasi dalam membuat rencana yang berfokus pada hasil dan
keputusan yang berhubungan dengan perawatan dan pelayanan, mengindikasikan
komunikasi dengan pasien, keluarga dan yang lainnya.
2.1.4 Pedoman Perawat Palliative
Berdasarkan National Consensus Project For Quality Palliative Care (NCP,
2013) pedoman praktek klinis untuk perawat palliative dalam meningkatkan kualitas
pelayanan palliative terdiri dari 8 domain diantaranya :
Domain 1 : structure and proses of care
Structure and proses of care merupakan cara menyelenggarakan pelatihan dan
pendidikan bagi para profesional paliatif dalam memberikan perawatan yang
berkesinambungan pada pasien dan keluarga (De Roo et al., 2013; Dy et al., 2015).
Adapun panduan bagi perawat paliatif dijelaskan sebagai berikut :

a. Semua perawat harus menerima pendidikan tentang palliative care primer baik
itu tingkat sarjana, magister dan doctoral
b. Semua perawat harus diberikan pendidikan lanjut untuk palliative care primer
c. Semua perawat menerima orientasi palliative care primer yang termasuk
didalamnya mengenai sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam domain
palliative care. Ini termasuk penilaian dasar dan manajemen gejala
nyeri,keterampilan komunikasi dasar tentang penyakit lanjut, prinsip etika,
kesedihan dan kehilangan keluarga, komunitas dan pemberi layanan.
d. Semua perawat harus mampu melakasanakan palliative care dengan kerjasama
tim dari multidisplin ilmu
e. Perawat hospice dan perawat palliative harus tersetifikasi dalam memberikan
pelayanan palliative care
f. Semua perawat harus berpartisipasi dalam inisatif memperbaiki kualitas layanan
palliative care
g. Perawat hospice dan perawat palliative memperomosikan kontinuitas dalam
palliative care sesuai aturan kesehatan dan mempromisikan hospice sebagai
pilihan (Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).
Domain 2 : Physical Aspect Of Care
Physical Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk mengukur dan
mendokumentasikan rasa nyeri dan gejala lain yang muncul seperti menilai,
mengelola gejala dan efek samping yang terjadi pada masalah fisik pada pasien (De
Roo et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi perawat paliatif dijelaskan
sebagai berikut:
a. Semua perawat harus mampu menilai nyeri, dyspnea dan fungsinya dengan
menggunakan pedoman yang konsisten pada pasien dengan penyakit lanjut yang
mengancam jiwa
b. Semua perawat harus mendokumentasikan pedoman dan temuan dalam rencana
asuhan keperawatan
c. Semua perawat harus mengikuti jalur pengobatan berdasarkan bukti evident
based nursing untuk memberikan perawatan manajemen nyeri dan menilai ulang
gejala yang ditimbulkan (Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).
Domain 3: Psychological And Psychiatric Aspect Of Care
Psychological And Psychiatric Aspect Of Care merupakan cara yang
dilakukan untuk menilai status psikologis pasien dan keluarga seperti mengukur,
mendokumentasikan, mengelola kecemasan, dan gejala psikologis lainnya (De Roo
et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi perawat paliatif dijelaskan
sebagai berikut:
a. Semua perawat harus mampu menilai depresi, kecemasan, dan delirium
menggunakan pedoman yang tepat pada pasien yang mengancam jiwa
b. Semua perawat harus mendokumentasikan temuan dalam rencana perawatan
c. Semua perawat harus mengikuti jalur pengobatan berbasis EBN untuk
mengelola gejala psikologis yang ditimbulkan
d. Perawat hospice dan perawat palliative harus mempersiapkan duka cita bagi
keluarga yang ditinggalkan
e. Perawat hospice dan perawat palliative harus ikut andil dalam pengembangan
palliative care (Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).
Domain 4 : Social Aspect Of Care
Social Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk mendiskusikan
segala informasi, mendiskusikan tujuan perawatan, dan memberikan dukungan
sosial yang komperhensif (De Roo et al., 2013). Adapun panduan bagi perawat
paliatif dijelaskan sebagai berikut:
a. Semua perawat harus meninjau kembali kekhawatiran pasien dan keluarga
terhadap penyakit lanjut yang mengancam jiwa
b. Perawat hospice dan perawat palliative harus membantu dan mengembangkan
sebuah rencana perawatan sosial yang komperhensif yang termasuk
ndidalamnya hubungan dengan keluarga, komunitas, dan orang yang terlibat
dalam merawat pasien (Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).

Domain 5 : Spiritual, Religious, And Existential Aspect Of Care


Spiritual, Religious, And Existential Aspect Of Care merupakan cara yang
dilakukan untuk menyediakan atau memfasilitasi diskusi terkait kebutuhan spiritual
pasien dan keluarga (De Roo et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi
perawat paliatif sebagai berikut:
a. Perawat hospice dan perawat palliative harus melakukan pengkajian spiritual
mencakup masalah agama, spiritual, dan eksistensial menggunakan pedoman
instrument yang terstruktur dan terintegrasi dalam penilaian dalam rencana
palliative care
b. Semua perawat harus mampu merujuk pasien dan keluarga pada kondisi yang
serius dengan menghadirkan rohaniawan, pendeta jika diperlukan(Ferrell et al.,
2007; Ferrell, 2015)
Domain 6 : Culture Aspect Of Care
Culture Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan menilai budaya dalam
proses pengambilan keputusan dengan memperhariakn preferensi pasien atau
keluarga, memahami bahasa yang digunakan serta ritual-ritual budaya yang dianut
pasien dan keluarga(De Roo et al., 2013). Adapun panduan bagi perawat paliatif
sebagai berikut:
a. Semua perawat harus mampu menilai budaya pasien sebagai komponen yang
tidak terpisahkan dalam memberikan palliative care dan perawatan dirumah
yang komperhensip mencakup pengambilan keputusan,prrepernsi pasien,
komunikasi keluarga, terapi komplementer, dan duka cita bagi keluarga yang
ditinggalkan, serta pemakaman dan ritual pemakaman pasien. (Ferrell, 2015).
Domain 7 : Care Of The Patient At End of life
Care Of The Patient At End of life merupakan cara yang dilakukan untuk
menggali lebih dalam tentang kesiapan menghadapi kematian dan duka cita setelah
kematian bagi keluarga yang ditinggalkan (De Roo et al., 2013). Adapun panduan
bagi perawat apaliatif sebagai berikut:
a. Perawat hospice dan perawat palliative harus mampu mengenali tanda dan
gejala kematian pasien, keluarga dan komunitas.ini harus dikomunikasikan dan
didokumentasikan.
b. Semua perawat harus mampu menjamin kenyamanan pada akhir kehidupan
c. Semua perawat harus meninjau kembali ritual budaya, agama, dan adat dalam
menghadapi kematian pasien.
d. Semua perawat harus mampu memberikan dukungan pasca kematian pada
keluarga yang ditinggalkan
e. Semua perawat harus mampu merawat jenazah sesuai dengan budaya, adat dan
agama pasien (Ferrell, 2015).
Domain 8 : Ethical And Legal Aspect Of Care
Ethical And Legal Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk
membuat perencanaan dengan memperhatian preferensi pasien dan keluarga sebagai
penerima layanan dengan tidak melanggar norma dan aturan yang belaku (De Roo et
al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi perawat paliatif sebagai berikut:
a. Semua perawat harus meninjau kembali asuhan keperawatan yang telah
diberikan dan semua dokumentasinya
b. Semua perawat harus menjaga prinsip etik berdasarkan komite etik keperawatan
c. Semua perawat harus mengerti hukum aspect palliative dan mencari pakar
hukum jika diperlukan (Ferrell, 2015).
2.1.5 Tempat-tempat Pelayanan Paliatif
Berdasarkan Permenkes Nomor 812/ Menkes/ SK/VII/2007 dijelaskan tempat
untuk layanan paliatif meliputi:
a. Rumah Sakit : untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang
memerlukan pengawawasan ketat, tindakan khusus atau perawalatan khusus.
b. Puskesmas : untuk pasien yang memerlukan perawatan rawat jalan
c. Rumah singgah / panti (hospice) : untuk pasien yang tidak memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khsus tetapi belum dapat
dirawat dirumah karena memerlukan pengawasan
d. Rumah pasien : untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat tindakan
khsusus atau peralatan khusus atau keterampilan perawatan yang tidak mungkin
dilakukan oleh keluarga.
2.1.6 Langkah- langkah dalam Pelayanan Paliatif
a. Menentekun tujuan perawatan dan harapan pasien
b. Membantu pasien dalam membuat advance care planning
c. Pengobatan penyakit penyerta dari aspek sosial yang muncul
d. Tata laksana gejala
e. Dukungan psikologis, kultural dan sosial
f. Respon pada fase terminal : memberikan tindakan sesuai wasiat atau
keputusan keluarga bila wasiat belum dibuat.
g. Pelayanan terhadap pasien dan keluarga termasuk persiapan duka cita.
(Kemenkes, 2013).
2.1.7 Layanan Palliative Home Care
Palliative home care merupakan pelayanan palliative care yang dilakukan
dirumah pasien oleh tenaga palliative dan atau keluarga atas bimbingan dan
pengawasan tenaga palliative (Kemenkes, 2007). Palliative home care dinilai baik
dan pilihan yang tepat untuk dapat menghindari perawatan di rumah sakit yang
dinilai mahal dan tidak efektif bagi pasien terminal, hal ini juga dapat membantu
dan melatih pasien , keluarga dan pemberi layanan dalam menghadapi situasi yang
sulit (Pompili et al., 2014). Berbagai manfaat pelayanan palliative home care yang
dapat dirasakan oleh pasien ataupun keluarga diantaranya merasa lebih nyaman,
bermartabat dan juga dapat menghemat biaya dari pada meninggal dirumah sakit
(Ventura et al., 2014)

2.2 Konsep HIV/AIDS


2.2.1 Definisi
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah
putih manusia dan menyebabkan menurunnya kemampuan sistem kekebalan tubuh
sehingga tubuh dapat mudah terserang penyakit. Virus ini menyebabkan munculnya
penyakit AIDS (Desmawati, 2013). Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)
merupakan sekumpulan gejala penyait yang menyerang tubuh manusia setelah
sistem kekebalan tubuh dirusak oleh HIV(Human immunodeficiency virus), ditandai
dengan adanya kegagalan progresif sistem imun. Kerusakan progresif pada sistem
kekebalan tubuh menyebabkan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat rentan
terserang berbagai penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak terlalu
berbahaya lama kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan sampai
meninggal (Masriadi, 2017).
2.2.2 Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
HIV dari sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy
Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga
disebut Human T- Cell Lympanotropic Virus (retrovirus). Retrovirus mengubah
asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk
kedalam sel pejamu (Nurrarif & Hardhi, 2015).
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima
fase yaitu:
a. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala
b. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu like
illness
c. Infeksi asimtomatik: lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan gejala tidk ada
d. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, berat badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut
e. AIDS: lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem
tubuh, dan manifestasi neurologis
2.2.3 Patofisiologi
HIV merupakan retrovirus, artinya HIV membawa informasi genetiknya di
dalam RNA. Saat memasuki tubuh, virus menginfeksi sel yang mempunyai antigen
CD4 (limfosit T). Ketika didalam sel, virus membuka lapisan proteinnya dan
menggunakan sebuah enzim yang disebut transeriptase balik untuk mengubah RNA
menjadi DNA. DNA virus ini selanjutnya di integrasikan kedalam DNA sel pejamu
dan berduplikasi selama proses pembelahan sel yang normal. Didalam sel, virus
dapat tetap laten atau menjadi terkativasi untuk memproduksi RNA yang baru serta
membentuk virion. Kemudian virus tumbuh dari permukaan sel, mengganggu
membran selnya dan menyebabkan kehancuran sel pejamu. Sel T helper atau CD4
yaitu sel utama yang terinfeksi HIV, tetapi HIV juga menginfeksi makrofag, dendrit,
serta sel SSP tertentu. Sel T helper berperan penting dalam fungsi imun normal,
menenali antigen asing dan menginfeksi sel serta mengaktivasi sel B penghasil
antibodi. Sel T helper juga mengarahkan aktivitas imun yang dimediasi sel dan
memengaruhi aktivitas fagositik dari monosit dan makrofag (LeMone P, 2015).
2.2.4 Defisit Nutrisi pada HIV/AIDS
Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Defisit nutrisi
merupakan suatu keadaan yang dialami individu yang tidak puasa mengalami
atau berisiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan
asupan ketidakcukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme (Nursalam
et al., 2011). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah
suatu keadaan individu memiliki penurunan kemampuan mengonsumsi cairan
dan/atau makanan padat dari mulut ke lambung (Potter & Perry, 2010).
Pada kasus HIV/AIDS masalah yang sering di jumpai yaitu defisit nutrisi
yang menyebabkan menurunnya kapasitas fungsional, memberikan kontribusi
kepada tidak berfungsinya kekebalan seorang individu. Pada penyakit kronis
HIV/AIDS sangat penting dilakukan pemantauan status gizi untuk menunda
proses penyakit dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderita HIV/AIDS.
Orang yang hidup dengan HIV/AIDS sering mengalami gejala gastrointestinal
seperti perubahan dalam rasa, bau, mual dan muntah yang mengakibatkan
berkurangnya asupan makanan. ODHA telah terbukti memiliki asupan nutrisi
yang tidak memadai, status gizi yang terganggu dan penurunan kualitas hidup
(Folasire, et al 2015).
BAB 3
ANALISIS KASUS PASIEN PALIATIF MENJELANG AJAL DENGAN
MASALAH FISIK NUTRISI DAN HIDRASI

Tn. S umur 27 tahun dibawa Ke RS Cita karena diare sudah sebulan tidak sembuh
meskipun sudah berobat ke dokter. Klien mengeluh badannya lemas, tidak nafsu
makan, diare cair >8x sehari, badan bertambah kurus dalam satu bulan ini, serta
sariawan mulut yang tidak sembuh walaupun sudah diberi obat. Setelah dilakukan
beberapa pemeriksaan didapatkan data Tanda-tanda vital: BP: 90/60 mmHg, HR:
122x/menit, RR: 22x/menit, Tax: 38oC, mukosa bibir kering, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik. Klien terdiagnosa penyakit HIV AIDS sejak 2 tahun yang lalu,
sehari-hari bekerja sebagai sopir bus namun keadaannya memburuk dalam beberapa
bulan terakhir sehingga tidak bisa bekerja lagi, rekan-rekannya yang mengetahui
penyakit klien menjauh karena takut tertular, klien mengatakan sedih dan putus asa
atas kondisinya saat ini.

3.1 Pengkajian
3.3.1 Identitas Diri Klien
Nama : Tn. S
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Jl.Melayu
Diagnosa Medis : HIV/AIDS
3.3.2 Alasan Masuk
Pasien dibawa Ke IGD RS Cita rujukan dari puskesmas Jaya dengan keluhan diare
selama satu sebulan dan tidak sembuh meskipun sudah berobat ke dokter.
3.3.3 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengeluh badannya lemas, tidak nafsu
makan, diare cair >8x sehari, badan bertambah kurus dalam satu bulan ini, serta
sariawan mulut yang tidak sembuh walaupun sudah diberi obat .Klien terdiagnosa
penyakit HIV AIDS sejak 2 tahun yang lalu`
b. Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengatakan sebelum terdiagnosa penyakit HIV/AIDS tidak pernah dirawat
dirumah sakit
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit yang sama,
istri dan anaknya sudah di tes namun hasilnya negatif. Klien tidak memiliki
penyakit keturunan seperti DM,Hipertensi,Jantung
3.3.4 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:
Status kesadaran pasien composmentis dengan GCS 4 5 6, pasien tampak lemah dan
kurus.
Tanda-tanda vital:
BP: 90/60 mmHg,
HR: 122x/menit,
RR: 22x/menit,
Tax: 38oC
1. Kepala:
a) Inspeksi: rambut pasien tampak kering dan sedikit beruban, tidak ada memar
pada daerah kepala
b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kepala
2. Mata:
a) Inspeksi: Kedua mata klien simetris, konjungtiva anemis, pupil isokor,
diameter kanan kiri 2mm/2mm, reaksi cahaya +/+, sklera tidak ikterik.
3. Telinga:
a) Inspeksi: Kedua telinga simetris lengkap dan terdapat kedua lubang telinga,
tidak ada lesi, terdapat serumen, tidak terdapat pengeluaran darah atau cairan.
b) Inspeksi: tidak ada nyeri tekan pada tragus
4. Hidung:
a) Inspeksi: Posisi septum nasal simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung,
tidak terdapat pengeluaran lendir atau darah
b) Palpasi: tidak ada nyeri sinus maxelaris dan lateralis
5. Mulut:
a) Inspeksi : Mukosa bibir kering, terdapat sariawan di daerah mulut, gigi
tampak kotor
6. Leher:
a) Inspeksi: tidak edema atau jaringan parut, tidak ada JVP dan pembesaran
kelenjar tiroid
7. Dada:
a) Inspeksi: Thoraks simetris, tidak ada retraksi dada, Respiratory Rate
22x/menit. Pada pemeriksaan jantung tidak terdapat palpitasi, ictus cordis
terlihat di IC ke 5
b) Palpasi: gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi seimbang , tidak terdapat
fraktur pada daerah thorak, tidak ada krepitasi,
c) Perkusi: Perkusi paru sonor
d) Auskultasi: bunyi nafas vesikuler. bunyi jantung S1 dan S2 dengan irama
reguler, tidak terdapat bunyi jantung tambahan murmur, gallop.
8. Abdomen:
a) Inspeksi: tidak ada penumpukan lemak, klien tampak kurus
b) Palpasi: Tidak terdapat asites
c) Perkusi: Timpani
d) Auskultasi: peristaltik usus 20x/menit,

9. Urogenital:
tidak ada kelainan atau lesi di area urogenital, tidak ada distensi vesika urinaria
10. Ekstremitas:
a) Kekuatan Otot
444 444
444 444
b) Pasien tampak lemah, bisa melakukan gerakan namun parsial
11. Kulit dan kuku:
a) I: keadaan kulit bersisik
b) P: kulit teraba kering
Kuku:
a) I: bersih, tidak ada kuku yang panjang
b) P: CRT < 2 detik

3.2 Pengkajian Keperawatan


1. Persepsi & pemeliharaan kesehatan:
Pasien mengatakan terdiagnosa HIV/AIDS sejak 2 tahun lalu, pasien
terkadang lupa untuk meminum obat ARV rutin sehingga sering drop karena
penyakitnya
2. Pola nutrisi/ metabolik:
Pasien mengatakan saat ini tidak nafsu makan, pasien tidak menghabiskan
porsi makannya, hanya 2 sendok saja pasien sudah tidak nyaman karena nyeri
pada mulut. Pasien mengalami penurunan berat badan 7kg selama satu bulan. TB
= 160 cm BB = 41 kg, IMT = 16.01 (Berat badan kurang), BB terakhir timbang
sebelum MRS = 49 kg
3. Pola eliminasi:
BAK BAB
MRS MRS
Frekuensi 1-2x/hari >8x/hari
Jumlah Hanya kencing baik
seperti menetes
10-20cc/hari
Warna Kuning Kuning, terkadang
disertai darah
Bau Khas urin Khas feses
Karakter Cair cair
BJ -
Alat bantu - -
Kemandirian Dibantu Dibantu
Lain - -
4. Pola aktivitas & latihan:
Pasien mengatakan badannya lemas, aktifitas harus dibantu. Dalam beberapa
bulan terakhir pasien sering merasa sering lelah saat melakukan aktifitas, pasien
harus berhenti bekerja menjadi sopir karena kondisinya memburuk.
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
Ket: 0: tergantung total, 1: bantuan petugas dan alat, 2: bantuan petugas, 3:
bantuan alat, 4: mandiri
5. Pola tidur & istirahat:
Pasien mengatakan sering terbangun karena merasa tidak nyaman dengan
tubuhnya, lemas dan sariawan mengganggu
6. Pola kognitif & perceptual:
Pasien masih memiliki orientasi yang baik terhadap waktu, tempat dan orang,
tidak ada penurunan kesadaran yang membuat perceptual pasien terganggu.
7. Pola persepsi diri:
Pasien memandang keadaannya saat ini membuat rekan-rekan kerjanya menjauh
karena takut tertular
8. Pola seksualitas & reproduksi:
Pasien memiliki 2 orang anak perempuan yang berusia 4 tahun dan 5 tahun, dan
istri
9. Pola peran & hubungan:
Pasien mengatakan hubungan anak dan istrinya baik, namun saudara kandungnya
tampak menjauh setelah mengetahui penyakitnya
10. Pola manajemen koping-stress:
Pasien mengatakan putus asa dengan penyakitnya saat ini karena semakin hari
kondisinya memburuk. sudah tidak berharap untuk sembuh
11. System nilai & keyakinan:
Pasien mengatakan agama yang dianut adalah islam. Pasien sudah jarang
melakukan sholat karena konsisinya yang lemah, pasien hanya pasrah dengan
penyakitnya saat ini.

3.3 Analisa Data


No Data Masalah Etiologi
1. DS: Diare (D.0020)  Proses infeksi
- Klien mengeluh badannya lemas Human
- Klien mengatakan hampir 5 hari Immunodeficienc
ini diare tidak berhenti lebih dari y Virus
8x sehari menyebabkan
gangguan respon
DO: imunitas yang
- TTV : progresif dengan
BP: 90/60 mm/Hg menyerang sel
HR: 122 x/menit limfosit CD4+
Tax : 38O C mengakibatkan
RR: 22 x/menit berkembangnya
- Diare sebanyak >8 x/perhari infeksi
- Fecec cair opurtunistik
- Bising usus 20x/menit penyebab diare
2. DS: Defisit Nutrisi  Ketidakmampuan
- Klien mengatakan badannya (D.0019) mengabsorbsi
lemas nutrien
- Klien mengatakan tidak nafsu  Kurangnya asupan
makan makanan
DO:  Ketidakmampuan
- TB = 160 cm BB = 41 kg menelan makanan
- IMT = 16.01 (Berat badan
kurang)
- BB terakhir timbang SMRS = 49
kg
- Konjungtiva anemis
- Sariawan mulut
- Diare sebanyak >8 x/perhari
3. DS: Hipovolemia  Kehilangan cairan
- Klien mengeluh badannya lemas (D.0023) secara aktif
 Kekurangan intake
DO: cairan
- TTV :
BP: 90/60 mm/Hg
HR: 122 x/menit
Tax : 38O C
RR: 22 x/menit
- Diare sebanyak >8 x/perhari
- Bising usus 20x/menit
- Mukosa bibir kering
- Penurunan BB 7kg
-turgor kulit kering
4. DS: Keputusasaan  Penurunan kondisi
- Klien mengatakan putus asa atas (D.0088) fisiologis
kondisinya saat ini  Stres jangka
- Klien mengatakan rekan- panjang
rekannya menjauh semenjak  Pengasingan
tahu penyakit klien

DO:
- Klien tampak sedih dan murung
saat menceritakan masalahnya
- Klien terdiagnosa penyakit HIV
AIDS sejak 2 tahun yang lalu

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Diare berhubungan dengan Proses infeksi Human Immunodeficiency Virus
menyebabkan berkembangnya infeksi opurtunistik yang ditandai dengan diare
cair >8x sehari, bising usus 20x/menit (D.0020)
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien,
kurangnya asupan makanan, ketidakmampuan menelan makanan yang ditandai
dengan penurunan BB sebanyak 7 kg mulai SMRS, IMT 16.01 (berat badan
kurang), sariawan dimulut yang sulit sembuh, badan lemas tidak nafsu makan,
konjungtiva anemis, diare cair >8x sehari (D.0019)
3. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif, kekurangan
intake cairan yang ditandai dengan mukosa bibir kering, meningkatnya nadi,
tekanan darah menurun, peningkatan suhu tubuh, serta penurunan berat badan
(D.0023)
4. Keputusasaan berhubungan dengan penurunan kondisi fisiologis, stres jangka
panjang serta pengasingan yang ditandai dengan klien mengungkapkan
keputusasaan atas kondisinya saat ini, serta klien terdiagnosa penyakit HIV AIDS
sejak 2 tahun yang lalu (D.0088)

3.5 Intervensi Keperawatan


N Diagnosa Kriteria hasil
Intervensi Keperawatan
O keperawatan (luaran)
1. Diare berhubungan Eliminasi fekal Manajemen diare (I. 03101)
dengan Proses infeksi membaik (L.04033) Observasi
Human Fungsi  Identifikasi penyebab
Immunodeficiency gastrointestinal diare
Virus menyebabkan membaik (L.03019)  Identifikasi riwayat
berkembangnya infeksi  Kontrol pemberian makanan
opurtunistik yang pengeluaran feses  Monitor warna, volume,
ditandai dengan diare meningkat frekuensi, dan konsistensi
cair >8x sehari, bising  Nyeri abdomen feces
usus 20x/menit menurun/hilang  Moitor tanda dan gejala
(D.0020)  Peristaltik usus hipovolemia (takikardi,
normal nadi lemah, TD menurun,
 Konsistensi feses turgor menurun, mukosa
padat mulut kering, CRT
 Frekuensi defekasi melambat)
normal (1-2  Monitor iritasi dan
kali/hari) ulserasi di area perineal
 Toleransi terhadap  Monitor jumlah
makanan pengeluaran diare
meningkat  Monitor keamanan
 Nafsu makan penyiapan makanan
meningkat Terapeutik
 Distensi abdomen  Berikan asupan cairan
menurun oral (oralit)
 warna feses  Pasang jalur intravena
normal  Berikan cairan intravena
 Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
 Ambil sampel fese untuk
kultur, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan makan porsi
kecil dan sering secara
bertahap
 Anjurkan menghindari
makanan pembentuk gas,
pedas dan mengandung
laktosa
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas
 Kolaborasi pemberin obat
antispasmodik
 Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses
Pemantauan cairan(I.03121)
Observasi

 Monitor frekuensi dan


kekuatan nadi
 Monitor frekuensi napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian
kapiler
 Monitor turgor kulit
 Monitor jumlah, warna,
berat jenis urine
 Monitor hasil
pemeriksaan serum
 Monitor intake output
cairan
Terapeutik

 Atur interval waktu


pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi

 Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

2. Defisit Nutrisi Status nutrisi Manajemen nutrisi (I.03119)


berhubungan dengan membaik (L.03030) Observasi
ketidakmampuan  Porsi makanan  Identifikasi status nutrisi
mengabsorbsi nutrien, yang dihabiskan  Identifikasi alergi dan
kurangnya asupan meningkat intoleransi makanan
makanan,  Serum albumin  Identifikasi makanan yang
ketidakmampuan meningkat/normal disukai
menelan makanan yang  Nyeri abdomen  Identifikasi kebutuhan
ditandai dengan menurun kalori dan jenis nutrien
penurunan BB  Sariawan  Identifikasi perlunya
sebanyak 7 kg mulai menurun/hilang penggunaan selang NGT
SMRS, IMT16.01  Diare  Monitor asupan makanan
(berat badan kurang), menurun/sembuh  Monitor berat badan
sariawan dimulut yang  Berat badan  Monitor hasil pemeriksaan
sulit sembuh, badan meningkat laboratorium
lemas tidak nafsu  IMT membaik Terapeutik
makan, konjungtiva  Frekuensi makan  Lakukan oral hygiene
anemis, diare cair >8x meningkat sebelum makan
sehari (D.0019)  Nafsu makan  Fasilitasi menentukan
membaik pedoman diet
 Membran mukosa  Sajikan makanan secara
membaik menarik dan suhu yang
 Tebal lipatan kulit sesuai
trisep meningkat  Berikan makanan tinggi
kalori tinggi protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian
makanan melalui NGT jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(anti nyeri, anti emetik)
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan enis nutrien
yang diperlukan
3. Hipovolemia Status cairan Manajemen hipovolemia
berhubungan dengan membaik (L.03028) (I.03116)
kehilangan cairan Keseimbangan Observasi
secara aktif, cairan (L.03020)  Periksa tanda dan
kekurangan intake keseimbangan gejalahipovolemia
cairan yang ditandai elektrolit (L.03021)  Monitor intake dan output
dengan mukosa bibir  Kekuatan nadi cairan
kering, meningkatnya meningkat Terapeutik
nadi, tekanan darah  Turgor kulit  Hitung kebutuhan cairan
menurun, peningkatan meningkat  Berikan posisi modified
suhu tubuh, serta  Output urine trendelenburg
penurunan berat badan meningkat  Berikan asupan cairan oral
(D.0023)  Pengisian vena Edukasi
meningkat  Anjurkan memperbanyak
 Perasaan lemah asupan cairan oral
menurun  Anjurkan menghindari
 Konsentrasi urine perubahan posisi mendadak
menurun Kolaborasi
 TTV  Kolaborasi pemberian
membaik/normal cairan IV isotonis (mis.
 Membran mukosa NaCl,RL)
membaik  Kolaborasi pemberian
 Kadar Hb cairan IV hipotonis (mis.
membaik Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kadar Ht membaik  Kolaborasi pemberian
 Intake cairan cairan koloid (mis.
membaik Albumin)
 Suhu tubuh normal
 Mata cekung
membaik
 Turgor kulit
membaik
 Serum natrium,
kalium, klorida,
kalsium,
magnesium, fosfor
membaik
4. Keputusasaan Harapan meningkat Dukungan emosional
berhubungan dengan (L.09068) (I.09256)
penurunan kondisi Ketahanan personal Observasi
fisiologis, stres jangka meningkat  Identifikasi fungi marah,
panjang serta (L.09073) frustasi dan amuk bagi
pengasingan yang  Keterlibatan pasien
ditandai dengan klien dalam aktivitas Terapeutik
mengungkapkan perawatan  Fasilitasi mengungkapkan
keputusasaan atas meningkat perasaan cemas dan sedih
kondisinya saat ini,  Selera makan  Buat pernyataan suportif
serta klien terdiagnosa meningkat atau empati selama fase
penyakit HIV AIDS  Inisiatif bersedih
sejak 2 tahun yang lalu meningkat  Lakukan sentuhan untuk
(D.0088)  Minat komunikasi memberikan dukungan
verbal meningkat  Tetap bersama pasien dan
 Verbalisasi pastikan keamanan selama
keputusasaan ansietas
menurun  Kurangi tuntutan berpikir
 Perilaku pasif saat sakit atau lelah
menurun Edukasi
 Pola tidur  Jelaskan konsekuensi tidak
membaik menghadapi rasa bersalah
 Menggunakan atau malu
strategi koping  Anjurkan mengungkapkan
yang efektif perasaan yang dialami
 Mencari  Anjurkan mengugkapkan
dukungan pengalaman emosional
emosional sebelumnya dan pola
 Verbalisasi respon yang biasa
harapan yang digunakan
positif  Anjrkan menggunakan
mekanisme pertahanan
yang tepat
Kolaborasi
 Rujuk untuk konseling
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif pada lanjut usia adalah bagian penting dalam pelayanan
geriatri. Perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarganya. Pada pasien paliatif, prioritas pelayanan kesehatan berubah dari
pengobatan ke perawatan. Perawatan paliatif ditujukan pada pasien dengan kanker
semua stadium, HIV/AIDS, dan kelainan yang bersifat kronis.
Pada perawatan paliatif diperlukan suatu “team work“ yang terdiri dari dokter,
psikolog, perawat, terapi rehabilitasi, ahli gizi, pekerja sosial, dan yang bersama-sama
memberikan tindakan yang terpadu kepada pasien dan keluarganya. Diperlukan suatu
cara pendekatan terhadap pasien, cara pemberian informasi. Untuk pasien dengan
fase terminal banyak cara yang dapat dilakukan dalam meringankan gejala-gejala
yang menyusahkan. Medikasi pada pasien terminal meliputi terapi suportif, nutrisi,
perancangan perawatan yang memberikan kenyamanan bagi pasien dan
penatalaksanaan rasa sakit.
Puncak dari perawatan paliatif adalah kematian/menjelang ajal. Pengelolaan
kematian/menjelang ajal harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya sebagai wujud
penghargaan kepada pasien sebagai individu, sehingga dapat meninggal secara
terhormat.

4.2 Saran
Keperawatan paliatif menjadi hal yang paling penting untuk diperhatikan.
Sebagai petugas perawatan paliatif, harus dapat memaksimal sisa waktu atau umur
pasien selama masa perawatan dengan hal yang penting. Untuk memaksimalkan hal
tersebut, kordinasi dengan anggota tim, dan memberikan pelayanan yang berkualitas
menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Dimana saat ini telah banyak panduan atau
guideline yang diterbitkan oleh lembaga bereputasi yang memberikan penjelasan
bagaimana memberikan pelayanan perawatan paliatif yang berkualitas baik secara
umum maupun untuk kelompok pasien dengan penyakit tertentu
DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyanti, Yulrina. (2015). Bahan Ajar AIDS pada Asuhan Kebidanan.


Yogyakarta. Deepublish.
De Roo, M.L., Leemans, K., Claessen, S.J.J., Cohen, J., W. Pasman, H.R., Deliens,
L., Francke, A.L., 2013. Quality Indicators for Palliative Care: Update of a
Systematic Review. J. Pain Symptom Manage. 46, 556–572.
https://doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2012.09.013
Dy, S.M., Kiley, K.B., Ast, K., Lupu, D., Norton, S.A., McMillan, S.C., Herr, K.,
Rotella, J.D., Casarett, D.J., 2015. Measuring What Matters: Top-Ranked
Quality Indicators for Hospice and Palliative Care From the American
Academy of Hospice and Palliative Medicine and Hospice and Palliative
Nurses Association. J. Pain Symptom Manage. 49, 773–781.
https://doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2015.01.012
European Environment Agency (EEA). (2019). Panduan Perawatan Paliatif
Hiv/Aids (Vol. 53, pp. 1689–1699). Vol. 53, pp. 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004Ferrell, B.R., 2015. Physical
Aspects of Care: Pain and Gastrointestinal Symptoms. Oxford University
Press.
Hasdianah. (2014). Imunologi Diagnosis dan Tehnik Biologi Molekuler.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Kemenkes.RI. (2018). Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV. Pusat Data Dan
Informasi Kementrian Kesehatan, pp. 1–10.
Kementrian Kesehatan RI. (2018). General situation of HIV/AIDS and HIV test.
Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, pp. 1–12.
LeMone, Priscilla. (2015). Medical Surgical Nursing: Critical Thinking In Patient
Care. Ed 5. Jakarta: EGC.
Montgomery, K.E., Sawin, K.J., Hendricks-Ferguson, V., 2017. Communication
During Palliative Care and End of Life: Perceptions of Experienced Pediatric
Oncology Nurses. Cancer Nurs. 40, E47–E57.
https://doi.org/10.1097/NCC.0000000000000363
Nurarif, Amin Huda & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jilid 1. Mediaction publising.
Nursalam, & Ninuk. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Pompili, A., Telera, S., Villani, V., Pace, A., 2014. Home palliative care and end of life issues in
glioblastoma multiforme: results and comments from a homogeneous cohort of
patients. Neurosurg. Focus 37, E5.XRamos, J. G. R., Tourinho, F. C., Borrione, P.,
Azi, P., Andrade, T., Costa, V., … Mendes, A. V. (2018). Effect of a palliative
care program on trends in intensive care unit utilization and do-not-resuscitate
orders during terminal hospitalizations. An interrupted time series analysis.
Revista Brasileira de Terapia Intensiva, 30(3), 308–316.
https://doi.org/10.5935/0103-507X.20180042

Sullivan, J., Gillam, L., Monagle, P., 2015. Parents and end-oflife decision-making
for their child: roles and responsibilities. BMJ Support. Palliat. Care 5, 240–
248.
Ventura, A.D., Burney, S., Brooker, J., Fletcher, J., Ricciardelli, L., 2014. Home-
based palliative care: a systematic literature review of the self-reported unmet
needs of patients and carers. Palliat. Med. 28, 391–402.
World Health Organization (WHO) (2018) Palliative Care. Available at:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/palliative-care.

Anda mungkin juga menyukai