Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PERIOPERATIF CARE PADA ANAK

Disusun Oleh
Kelompok 12:

Adhaini Widyawati (2014901051)


Marhamah (2014901071)
Nesia Dwi Agustina (2014901076)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat dan rahmat-Nya penyusun
masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.Makalah yang berjudul “Perioperatif Care Pada Anak”. Pada
kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para mahasiswa dan dapat dijadikan sebagai bahan untuk
menambah pengetahuan para mahasiswa.

Lampung, September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.............................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................1
B. Rumusan Masalah................................................2
C. Tujuan Penulisan.................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perioperatif Care pada Anak.............3


B. Konsep Intra Operatif Care Pada Anak.......3
C. Fungsi Keperawatan Intraoperatif................4
D. Diagnosa Keperawatan Intra Operatif.................5

BAB III CONTOH KASUS

A. Konsep Kolostomi...................................................8
B. Contoh Kasus...........................................................12
C. Intervensi Klien Intra Operatif..............................13

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman


yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk
bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak
heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap
yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami.
Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam
prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan
tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat
penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum,
selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang
tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik
maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung
pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim
kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di
samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.

Ada tiga faktor penting yang terkait dalam


pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang
dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor
pasien merupakan hal yang paling penting karena bagi
penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang
baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin
merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka
alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah penting

1
untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah  –   langkah
perioperatif. Tindakan perawatan perioperatif yang
berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap
suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien. Anak adalah
individu yang sangat rentan karena masih dalam proses tumbuh
kembang. Kehawatiran orang tua pada anak ketika anak
mendapatkan tidakan pembedahan cenderung sangat tinggi. Hal
ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan orang tua dan anak
terhadap tindakan pembedahan. Sehingga peran perawat sangat
penting di setiap tahapan operasi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud perioperatif care pada anak?

2. Bagaimana asuhan keperawatan intra operatif pada anak?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep perioperatif care pada anak?

2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan intra operatif pada anak?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perioperatif Care pada Anak


Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 menjelaskan bahwa anak
merupakan individu dengan usia mulai dari dalam kandungan sampai
dengan 18 tahun. Anak merupakan individu yang unik dan memilik
ketergantungan pada orang tua. Pada tahapan ini kondisi individu sedang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara cepat. Mulai dari
system kekebalan tubuh sampai dengan emosional. Anak sangat rentan
mengalami penyakit sehingga perlu dilakukan tindakan preventif. Tidak
memungkiri anak mengalami penyakit yang memerlukan tindakan medis
kusus seperti operasi.
Operasi merupakan tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
memperbaiki keadan tubuh, mendiagnosa penyakit, dan mengganti organ
tubuh. Tahapan operasi juga disebut dengan peri-operatif. Peri-operatif
merupakan tindakan pembedahan yang terdiri dari tiga tahapan, antara
lain tahapan pre-operasi, intra operasi, dan pasca operasi. Pada setiap
tahapan tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Keperawatan Peri-operatif
merupakan asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien anak yang
mendapatkan
indikasi tindakan operasi dari persiapan sebelum operasi sampai dengan
perbaikan kondisi setelah tindakan operasi.
B. Konsep Intra Operatif Care Pada Anak
Intra Operatif merupakan tahapan yang dimulai dari pasien masuk ke
dalam ruang operasi sampai dengan pasien selesai mendapatkan
tindakan operasi. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan pada
tahapan ini ialah:
a. Aktifitas keperawatan pada intraoperatif

3
1) Pemeliharaan keselamatan
 Atur Posisi Pasien
 Memasang alat grounding ke pasien
 Memberikan dukungan fisik
 Memastikan bahwa jumlah jarum dan instrumen yang tepat
2) Pemantauan Fisiologis
 Memperhitungan efek dari hilangnya atau masuknya cairan yang
berlebihan
 Mengobservasi kondisi kardiopulmonal
 Melaporkan perubahan-perubahan pada TPRS
3) Dukungan Psikologis (Sebelum Induksi dan Jika Pasien Sadar)
 Memberikan dukungan emosional pada pasien

 Berdiri dekat dan menyentuh pasien selama prosedur dan


induksi
  Terus mengkaji status emosinal pasien
 Mengkomunikasikan status emosional pasien ke anggota kesehatan
yang sesuai

C. Fungsi Keperawatan Intraoperatif


1) Sirkulasi
Aktivitas perawat sirkulasi :

a)  Mengatur ruang operasi


b) Melindungi keselamatan dan kebutuhan kesehatan pasien
dengan cara memantau aktivitas anggota tim bedah dan
memeriksa kondisi di dalam ruang operasi

c)  Memastikan kebersihan, suhu yang tepat, kelembaban dan


pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan
ketersediaan perbekalan material
d)  Memantau praktik aseptis untuk menghindari pelanggaran teknik

4
e)  Memantau pasien sepanjang prosedur operasi untuk
memastikan keselamatan dan kesejahteraan individu
f)   Mengecek peralatan dan material untuk memastikan bahwa
semua jarum, kasa dan instrumen sudah dihitung lengkap
saat insisi di tutup
g)  Memberikan label pada specimen dan dikirim ke petugas
laboratorium
2)  Scrub (Instrumentasi)
3)  Penata Anastesi

D. Masalah Keperawatan Intra Operatif


Masalah-masalah yang mungkin muncul pada fase ini adalah:
a. Kesusahan Dalam Intubasi
Pada anak yang mengalami kelainan pada saluran pernafasan
menyebabkan kesusahan dalam pemasangan intubasi. Selain itu
faktor yang mempengaruhi terjadinya kesusahan perawat dalam
melakukan intubasi yaitu adanya obesitas, micrognathia,
pembedahan leher, kelainan pada gigi, fasies sempit, langit-langit
tinggi dan melengkung, leher pendek atau tebal, adanya trauma
pada wajah atau leher. Dalam pemasangan alat intubasi seperti
endoskopi perawat harus berkomunikasi dengan anastesi
profesional untuk menentukan persediaan dan peralatan dalam
pelaksannaan intubasi jika tidak berhasil dan dekompensasi
pasien, perawat harus mengantisipasi kebutuhan untuk
pembentukan saluran nafas melalui pembedahan dan
membutuhkan persediaan, peralatan, dan tenaga yang tersedia.
b. Induksi dan Ekstubasi Laringospasme
Induksi dan ekstubasi adalah periode intraoperatif yang dapat
terjadi selama laringospasme. Keadaan ini merupakan

5
kegawatdaruratan pernafasan yang harus cepat ditangani.
Laringospasme adalah penyebab utama terjadinya serangan
pernafasan perioperative yang terdiri dari onstruksi parsial atau
lengkap dari saluran nafas dengan penutupan pelindung glotis,
yang dipicu oleh bahan kimia abnormal atau stimulus mekanik.
Faktor resiko unuk laringospasme selama periode perioperatif
termasuk umur pasien (misalnya, terjadi peningkatan resiko pada
anak usia < 5 tahun) selain itu infeksi pada saluran pernafasan
atas, paparan asap rokok, jenis agen anastesi yang digunakan dan
jenis operasi yang dilakukan dapat mempengaruhi terjadinya
laringospasme.
c. IV Access
Penyediaan IV access perlu disediakan oleh perawat, karena
perawat harus mampu melihat atau meraba vena yang kecil,
rapuh, dan sulit untuk ditemukan. Pada neonatus sangat mungkin
telah mengalami beberapa sisipan masa IV karena kondisi
kesehatan yang menyebabkan thrombosis dan kelemahan dalam
pembuluh darah yang sebelumnya digunakan. Perawat
perioperatif dapat membantu professional anastesi dalam
pemasangan IV dengan memastikan ruangan memiliki
pencahayaan yang cukup dan memastikan perlengkapan yang
diperlukan sudah siap.
d. Positioning, peawatan kulit dan persiapan bedah
Semua pasien bedah beresiko mengalami kerusakan kulit, namun
bayi baru lahir premature, neonatus, anak-anak dengan gangguan
gizi dan anak dengan penyakit kronis memiliki lebih besar
kerusakan pada kulit. Selama penilaian kulit pada pra operasi,
perawat mengidentifikasi faktor yang meningkatkan terjadinya
resiko ulkus sehingga dapat memberikan posisi yang tepat yang
dapat melindungi daerah yang mengalami peningkatan tekanan.

6
Perawatan kulit bagi setiap pasien membutuhkan perencanaan
yang matang, terutama untuk bayi baru lahir premature yang
menggunakan teknik lembut dan hati-hati untuk mencegah
kerusakan kulit.
e. Termoregulasi
Bayi premature, neonatus, dan bayi yang memiliki masalah dalam
pengaturan suhu tubuh dan pencegahan hipotermia adalah
signifikan kekhawatiran pada pasien bedah pediatrik. Pasien-
pasien ini beresiko untuk kehilangan panas karena ukuran kepala
yang lebih besar dari pada tubuh mereka, kulit tipis, kekurangan
lemak subkutan dan mekanisme kompensasi yang terbatas
terutama saat dibawa anastesi.

D. Diagnosa Keperawatan Intra Operatif


1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ventilasi perfusi.
2. Hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan yang kurang dari batas
normal.
3. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan pembedahan
4. Resiko Pendarahan

7
BAB III
CONTOH KASUS
KOLOSTOMI
A. Konsep kolostomi
1. Pengertian kolostomi
Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan
buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut.
Hubungan ini dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu
Bedah, Thiodorer Schrock, MD, 1983). Kolostomi adalah Sebuah
lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding
abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991).
Kolostomi merupakan Suatu tindakan membuat lubang pada kolon
tranversum kanan maupun kiri Atau kolonutaneustomi yang disebut
juga anus prenaturalis yang dibuat sementara atau menetap. Kolostomi
pada bayi dan anak hampir selalu merupakan tindakan gawat darurat,
sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang pathologis.
Kolostomi pada bayi dan anak biasanya bersifat sementara
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa colostomi
merupakan suatu membuatan lubang di dinding perut dengan tujuan
untuk mengeluarkan faces dapat bersifat sementara ataupun permanen.
a. Kolostomi temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon
atau untuk mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan
dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup kembali.
Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang
dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double
barrel. Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen
berupa mukosa kemerahan yang disebut STOMA. Pada minggu
pertama post kolostomi biasanya masih terjadi pembengkakan

8
sehingga stoma tampak membesar. Pasien dengan pemasangan
kolostomi biasanya disertai dengan tindakan laparotomi
(pembukaan dinding abdomen). Luka laparotomi sangat
beresiko mengalami infeksi karena letaknya bersebelahan dengan
lubang stoma yang kemungkinan banyak mengeluarkan feses yang
dapat mengkontaminasi luka laparotomi, perawat harus selalu
memonitor kondisi luka dan segera merawat luka dan mengganti
balutan jika balutan terkontaminasi feses.
Perawat harus segera mengganti kantong kolostomi jika kantong
kolostomi telah terisi feses atau jika kontong kolostomi bocor
dan feses cair mengotori abdomen. Perawat juga harus
mempertahankan kulit pasien disekitar stoma tetap kering, hal ini
penting untuk menghindari terjadinya iritasi pada kulit dan
untuk kenyamanan pasien. Kulit sekitar stoma yang mengalami
iritasi harus segera diberi zink salep atau konsultasi pada dokter
ahli jika pasien alergi terhadap perekat kantong kolostomi. Pada
pasien yang alergi tersebut mungkin perlu dipikirkan untuk
memodifikasi kantong kolostomi agar kulit pasien tidak teriritasi.
b. Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien
sudah tidak memungkinkan untuk defekasi secara normal karena
adanya keganasan, perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid
atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus.
Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel
(dengan satu ujung lubang).
2. Klasifikasi Kolostomi
a. Jenis Kolostomi Berdasarkan Bentuk Kolostomi
1) Loop Colostomy 
Biasanya dilakukan dalam kondisi kedaruratan medis
yang nantinya kolostomi tersebut akan ditutup. Jenis

9
kolostomi ini biasanya mempunyai stoma yang berukuran
besar, dibentuk di kolon transversal, dan bersifat
sementara.
2) End Colostomy
Terdiri dari satu stoma, yang dibentuk dari ujung
proksimal usus dengan bagian distal saluran GI dapat
dibuang atau dijahit tertutup (disebut Kantong Hartman)
dan dibiarkan didalam rongga abdomen, end colostomy
merupakan hasil terapi bedah pada kanker kolorektal.
3) Double-Barrel Colostomy
Terdiri dari dua stoma yang berbeda yaitu stoma
proksimal yang berfungsi dan stoma distal yang tidak
berfungsi.
b. Jenis Kolostomi berdasarkan sifat kolostomi
1) Kolostomi sementara dibuat misalnya pada penderita
gawat perut dengan peritoritis yang telah dilakukan
reseksi sebagian kolon.
2) Kolostomi tetap dibuat pada reseksi rektoanal
abdominoperineal menurut quenu-milles berupa anus 
preternaturalis
3. Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui, tetapi beberapa kondisi
yang dikenal sebagai sindrom poliposis adenomatosa memiliki
predisposisi lebih besar menjadi resiko kanker kolon (dragovich, 2009).
Sebagian besar kanker kolon muncul dari polip adenomatosa yang
menutupi dinding sebelah dalam usus besar. seiring waktu,
pertumbuhan abnormal ini memperbesar dan akhirnya berkembang
menjadi adenokarsinoma. Dalam kondisi ini, banyak adenomatosa
mengembangkan polip dikolon, yang pada akhirnya menyebabkan
kanker usus besar. kanker biasanya terjadi sebelum usia 40 tahun.

10
sindrom adenomatosa poliposis cenderung berjalan dalam keluarga.
faktor lain yang beresiko tinggi mengembangkan kanker kolon, meliputi
hal-hal berikut :
a. Kolitis useratif atau penyakit chron (blik, 2000)
b.   kanker payudara, kanker rahim atau ovarium sekarang
atau di masa lalu.
c. obesistas telah diidentifikasi sebagai faktor resiko kanker
usus besar
d. merokok telah jelas dikaitkan dengan resiko yang lebih
tinggi untuk kanker usus besar
4. Tanda dan gejala
a. Nyeri abdomen
b. Muntah
c. Obstipasi/diare
d. Perut kembung
e. Kejang hilang timbul
5. Indikasi Kolostomi
a. Atresia Ani
Penyakit atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi
membranyang memisahkan bagian entoderm
mengakibatkan pembuatan lubang anus yang tidak
berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai
anus imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya
(Betz, 2002). Menurut Suriadi (2006), Atresi ani atau
imperforata anus adalah tidak komplit perkembangan
embrionik pada distal usus (anus) tertutupnya anus secara
abnormal
b. Hirschprung
Penyakit Hirschprung atau megakolon aganglionik bawaan

11
disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter
ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang
usus yang bervariasi (Nelson, 2000).
Penyakit Hischprung disebut juga kongenital aganglionosis
atau megacolon yaitu tidak adanya sel ganglion dalam
rectum dan sebagian tidak ada dalam colon (Suriadi, 2006)
c. Malforasi Anorektum
Istilah Malforasi Anorektum merujuk pada suatu spektrum
cacat. Perhatian utama ditujukan pada pengendalian usus
selanjutnya, fungsi seksual dan saluran kencing.
B. Contoh kasus
1. Biodata Identitas Pasien
 Nama: An. I.
 Umur : 2 tahun
 Jenis kelamin: Perempuan
 Alamat : Gunung RT 01/12 Pucangan, Kartosuro.
 Agama : Islam
 Pendidikan:
 Tanggal masuk: 29 April 2013
 No. Rm: -
 Diagnosa masuk: Malformasi Anorecta
2. Alasan masuk Rumah Sakit
Ibu dan ayah pasien mengatakan air kencing pasien berwarna
kecoklatan dan disertai dengan feses yang lembek. Maka keluarga
memutuskan untuk di bawa ke Rumah Sakit Umum Daerah

Dr.moewardi Surakarta.
3. Riwayat kesehatan
Keluhan utama, ibu pasien mengatakan pasien sering menangis dan
rewel semenjak di rawat di Rumah Sakit.Riwayat penyakit

12
sekarang, ibu dan ayah pasien mengatakan air kencing pasien
berwarna kecoklatan dan disertai dengan feses yang lembek. Maka
keluarga memutuskan untuk di bawa ke Rumah Sakit Umum
Daerah Dr.moewardi Surakarta.
4. Riwayat penyakit dahulu dan keluarga, di dalam keluarga pasien
tidak ada yang sakit seperti yang diderita pasien dan tidak ada
penyakit keturunan.

C. INTERVENSI KLIEN INTRA OPERATIF

1. Anggota Tim Pembedahan


Tim pembedahan terdiri dari:
a. Ahli bedah
Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli
bedah yang sudah melakukan operasi.
b. Asisten pembedahan (1 orang atau lebih): asisten bius
dokter, residen, atau perawat, di bawah petunjuk ahli
bedah. Asisten memegang retractor dan suction untuk
melihat letak operasi.
c. Anaesthesologist atau perawat anaesthesi
Perawat anesthesi memberikan obat-obat anesthesia dan
obat-obat lain untuk mempertahankan status fisik klien
selama pembedahan.
d. Circulating Nurse
Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan.
Tugas:
 Set up ruangan operasi
 Menjaga kebutuhan alat
 Check up keamanan dan fungsi semua peralatan
sebelum pembedahan

13
 Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum
drapping
 Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan
mental, orientasi klien
Selama pembedahan:
 Mengkoordinasikan aktivitas
 Mengimplementasikan NCP
 Membantu anesthetic
 Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll

e. Surgical technologist atau Nurse scrub


Bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan
peralatan steril dan instrumen, kepada ahli bedah/asisten.
Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan
memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan.
2. Penyiapan Kamar Dan Team Pembedahan
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci
meja operasi. Dua faktor penting yang berhubungan dengan
keamanan kamar pembedahan: lay out kamar operasi dan
pencegahan infeksi.
a. Lay Out pembedahan
Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan
dengan RR dan pelayanan pendukung (bank darah, bagian
pathologi dan radiology, dan bagian logistik).

Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada


pemisahan antara hal yang bersih dan terkontaminasi
design (protektif, bersih, steril dan kotor). Besar ruangan
tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya:

14
 Kamar terima
 Ruang untuk peralatan bersih dan kotor
 Ruang linen bersih
 Ruang ganti
 Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat
 Scrub area
Ruang operasi terdiri dari:

 Stretcher atau meja operasi


 Lampu operasi
 Anesthesia station
 Meja dan standar instrumen
 Peralatan suction
 System komunikasi
b. Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan
Sumber utama kontaminasi bakteri, team pembedahan yang
hygiene, dan kesehatan ( kulit, rambut, saluran
pernafasan).

Pencegahan kontaminasi:

 Cuci tangan
 Handscoen
 Mandi
 Tidak memakai perhiasan
c. Pakaian bedah
Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK

Tujuan: Menurunkan kontaminasi

d. Surgical Scrub

15
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh:

 Ahli Bedah
 Semua asisten
 Scrub nurse.
 sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun
steril
Alat-alat:

 Sikat cucin tangan reuable / disposible


 Anti microbial : betadine
 Pembersih kuku
Waktu : 5 – 10 menit  dikeringkan dengan handuk steril

3. Anasthesia
Anasthesia (Bahasa Yunani) Negatif Sensation. Anasthesia
menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara partial atau total,
dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran.

Tujuan: Memblok transmisi impuls syaraf, menekan refleks,


meningkatkan relaksasi otot. Pemilihan anesthesia oleh
anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan
factor klien.

4. Pengkajian
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:

a. Memvalidasi identitas klien


b. Memvalidasi inform concent
Chart Review:

a. Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk


mengidentifikasi kebutuhan actual dan potensial selama

16
pembedahan.
b. Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan
sesudah operasi.
Perawat menanyakan:
 Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau
tranfusi darah.
 Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
 Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
 Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan
dilepas.
 Kateterisasi.
5. Diagnosa Keperawatan.

a. Resiko infesi, dengan faktor resiko: Prosedur invasif:


pembedahan, infus, DC
 Tujuan : Kontrol infeksi Selama dilakukan tindakan operasi
tidak terjadi transmisi agent infeksi.
 Indikator:
Alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi
 Intervensi
 kontrol infeksi intra operasi
 gunakan pakaian khusus ruang operasi
 Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik Dapat
mencegah kontaminasi kuman terhadap daerah
operasi
b. Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang
dingin
 Tujuan: control temperature
Criteria:
Temperature ruangan nyaman

17
Tidak terjadi hipotermi
 Intervensi: pengaturan temperature: intraoperatif
 Atur suhu ruangan yang nyaman
 Lindungi area diluar wilayah operasi
Membantu menstabilkan suhu klien.
Kehilangan panas dapat terjadi waktu kulit
dipajankan
c. Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori
karena anestesi
 Tujuan : control resiko
 Indicator: tidak terjadi injuri
 Intervensi : surgical precousen
 Tidurkan klien pada meja operasi dengan
posisi sesuai kebutuhan
 Monitor penggunaan instrumen, jarum dan
kasa
 Pastikantidak ada instrumen, jarum atau
kasa yang tertinggal dalam tubuh klien
Mencegah jatuhnya klien. Dapat mengetahui pemakaian
intrumen, jarum dan kasa. Dengan tertinggalnya benda
asing dalam tubuh klien dapat menimbulkan bahaya.

18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keperawatan Peri-operatif merupakan asuhan keperawatan yang
dilakukan pada pasien anak yang mendapatkan indikasi tindakan
operasi dari persiapan sebelum operasi sampai dengan perbaikan
kondisi setelah tindakan operasi.
Intra Operatif merupakan tahapan yang dimulai dari pasien masuk
ke dalam ruang operasi sampai dengan pasien selesai mendapakan
tindakan operasi.
Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan
antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini
dapat bersifat sementara atau menetap selamanya.

19
Daftar Pustaka

https://www.scribd.com/document/270912340/Lp-Kolostomi diakses pada


tanggal 12 september 2020 pukul 10.00 WIB

https://www.scribd.com/doc/202867893/LAPORAN-PENDAHULUAN-
COLOSTOMI diakses pada tanggal 12 september 2020 pukul 10.00 WIB

https://www.scribd.com/document/426235511/171886-terapi-Perioperative-
Care-Pada-Anak diakses pada tanggal 07 september 2020 pukul 10.00 WIB

20

Anda mungkin juga menyukai