Anda di halaman 1dari 34

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi menerangkan tindakan menjawab pertanyaan, siapa yang

menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan

apa pengaruhnya (Cangara. H, 2004 dalam Abdul, et al, 2009:3).

Komunikasi sebagai sebuah proses penyesuian dan adaptasi yang

dinamis antara dua orang atau lebih dalam sebuah interaksi tatap muka dan

terjadi pertukaran ide, makna, perasaan dan perhatian (Duldt Betty, 2006

dalam Abdul, et al, 2009:3).

Komunikasi adalah suatu hal yang sangat fundamental dalam manusia,

terutama pada saat berinteraksi dengan klien, di mana posisi komunikasi

berada di antara keduanya yaitu apa yang dikatakan perawat dan apa yang

diharapkan klien. Oleh karena itu komunikasi dapat dikatakan sebagai

jembatan dalam upaya mempertemukan perihal tersebut (Abdul, et al,

2009:xv).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara

sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien

(Indrawati, 2003:48). Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Arwani (2003:50)

menyatakan bahwa komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa


9

dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan

tindakan profesional. Akan tetapi, jangan terlalu asyik bekerja, kemudian

melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan

masalahnya.

Komunikasi terapeutik adalah hubungan perawat dengan klien yang

dirancang dengan memfasilitasi tujuan terapi dalam pencapaian tingkatan

kesembuhan yang optimal dan efektif. Harapannya dengan adanya kegiatan

komunikasi yang terapeutik, lama hari rawat klien menjadi lebih pendek dan

dipersingkat. Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling

percaya antara perawat dengan klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan

kepada klien, pertama-tama klien harus percaya bahwa perawat mampu

memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya, demikian

juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang

telah dimiliki dari aspek kapasitas perawat (Abdul, et al,2009:143)

2.2 Unsur dan Karakteristik Komunikasi Terapeutik

2.2.1 Unsur Dalam Komunikasi Terapeutik

Yang temasuk ke dalam unsur komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut

2.2.1.1 Komunikator

Komunikator adalah individu atau kelompok yang memiliki kemampuan

dan keterampilan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain (komunikan).

Fungsi komunikator adalah menyiapkan dan mengirim pesan sehingga pesan


10

dapat diterjemahkan secara lengkap dan sesuai yang diharapkan (Anas

Tamsuri, 2006:8). Menurut Anas Tamsuri (2006:8), syarat komunikasi yang

baik adalah

a. Memiliki tujuan dalam melakukan komunikasi

b. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang pesan yang disampaikan

c. Memiliki keterampilan yang memadai untuk membangun hubungan/relasi.

Untuk menyampaikan pesan, komunikator harus melakukan pengkodean

terhadap pesan yang dimaksud (encoding) sedemikian rupa, sehingga pesan

yang ingin disampaikan dapat diterima secara efektif oleh komunikan. Bentuk

pengkodean meliputi penggunaan kata-kata (verbal), bahasa tubuh, mimik

muka, gerakan tubuh tertentu atau penggunaan nota dan tulisan (Anas

Tamsuri, 2006).

2.2.1.2 Komunikan

Komunikan merupakan objek sasaran pesan yang dikirim oleh pengirim

pesan (Abdul, et al, 2009:34).Menurut Anas Tamsuri (2006:8), syarat

komunikasi yang baik adalah

a. Memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menangkap dan

menerjemahkan pesan.

b. Memiliki cukup atensi untuk menerima pesan yang disampaikan oleh

komunikator.

c. Memiliki keterampilan untuk merespons pesan yang disampaikan.


11

Pada proses penerimaan pesan, setelah pesan disampaikan melalui

saluran yang ditangkap oleh pancaindra, pesan segera dipersepsikan/diartikan

komunikan melalui penerjemahan kode (decoding). Proses penerimaan pesan

memerlukan pengetahuan, atensi, pengalaman masa lalu, dan pemahaman

terhadap situasi/konteks yang ada (Anas Tamsuri, 2006:9).

2.2.1.3 Pesan

Adalah produk aktual dari komunikator. Isi pesan dapat berupa

ide/gagasan, perintah, informasi dan ungkapan perasaan. Pesan yang efektif

adalah pesan yang dapat dipahami oleh komunikan secara utuh dan tidak

menimbulkan bias (Anas Tamsuri, 2006:9). Menurut Anas Tamsuri (2006:9)

Syarat pesan yang baik adalah

a. Sesuai konteks

b. Singkat dan Jelas

c. Menggunakan saluran yang mudah dipahami oleh komunikator dan

komunikan

d. Memungkinkan pengulangan dan penegasan pesan

2.2.1.4 Saluran

Saluran adalah media yang dipilih untuk menyampaikan pesan, melalui

pancaindra, sehingga mencapai sasaran. Saluran dapat merupakan media lisan

dengan target indra pendengaran; media tulisan berupa gambar, peta, simbol,

gerakan tubuh, mimik wajah dengan target indra penglihatan; ataupun media

sentuhan (menggenggam tangan, mengusap) dengan target indra peraba.


12

Penggunaan saluran yang tepat dapat memungkinkan penyampaian pesan

yang optimal (Anas Tamsuri, 2006:9). Menurut Anas Tamsuri (2006:9) syarat

saluran yang baik adalah

a. Dipahami/dimengerti oleh komunikan dan komunikator.

b. Meminimalkan kesalahan persepsi

c. Menggunakan teknik yang merangsang lebih dari satu indra; mengajar

dengan menggunakan suara, gambar dan gerakan tubuh.

2.2.1.5 Umpan Balik

Adalah reaksi atau respons komunikan setelah mendapat pesan dari

komunikator. Dengan umpan balik, komunikator dapat mengevaluasi apakah

pesan yang disampaikan telah diterima denga baik oleh komunikan. Umpan

balik menunjukkan proses kognitif, afektif, dan psikomotor yang dialami

komunikan setelah mendapat pesan (Anas Tamsuri, 2006:9).

2.2.2 Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Ada tiga hal yang mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi

terapeutik (Arwani, 2003:54) yaitu sebagai berikut :

2.2.2.1 Ikhlas

Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima

dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan

bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.


13

2.2.2.2 Empati

Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam

memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.

2.2.2.3 Hangat

Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat

memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien

bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

2.3 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi Terapeutik sengaja dirancang agar hubungan perawat dan

klien menjadi efektif dalam rangka mencapai kesembuhan. Adapun tujuan

komunikasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen (1995) dalam Abdul, et al

(2009:144) adalah

2.3.1 Kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatkan kehormatan diri

Untuk mencapai tujuan akhir dari pelayanan kesehatan terutama dalam

pelayanan keperawatan adalah dengan memperpendek hari lama rawat. Dalam

melakukan komunikasi terapeutik perawat harus memiliki kemampuan-

kemampuan antara lain: pengetahuan yang cukup, keterampilan yang

memadai serta teknik dan etika komunikasi yang baik. Dengan demikian,

kehadiran perawat di sisi klien merupakan kehadiran yang bermakna dan

membawa dampak positif bagi klien. Perawat harus mengerti, menyadari dan

bertanggung jawab bahwa klien datang untuk meminta pertolongan,


14

mengurangi keluhan yang dirasakan. Saat menangani klien perawat

merupakan suatu penghormatan bagi perawat karena dipercaya mampu

merawat tanpa ada perasaan khawatir, ragu maupun kecemasan (Abdul, et al,

2009:144)

2.3.2 Identitas pribadi yang jelas dan meningkatkan intergritas pribadi

Manusia dalam konteks diri pribadi membutuhkan pengakuan untuk

menampakkan perwujudan diri. Pengakuan inilah yang akan mendorong

manusia untuk menunjukkan identitas pribadi dan termasuk di dalamnnya

adalah status dan peran yang jelas sehingga didapatkan peningkatan harga

diri. Komunikasi terapeutik antara perawat dan klien mendorong keduanya

saling memahami, menghargai dan mengetahui keperluan masing-masing.

Perawat berusaha mebantu meningkatkan harga diri dan martabat klien,

sebaliknya klien mengakui dan menghargai perawat sebagai pemberi

pelayanan keperawatan tanpa memandang sebalah mata atau meremehkan

kemampuannya (Abdul, et al, 2009:145)

2.3.3 Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan,

hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi dan menerima.

Hubungan perawat dan klien merupakan hubungan dengan konsep

simbiosis mutualisme yang berarti hubungan yang saling menguntungkan

antara klien dan perawat. Perawat selalu mengedepankan kepentingan klien

ntuk mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui upaya peningkatan

pelayanan keperawatan (Abdul, et al, 2009:145).


15

2.3.4 Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan

yang memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang realistis

Prinsip dalam pelayanan keperawatan dengan memperhatikan semua

aspek yang dimiliki mempunyai sifat pelayanan yang cepat, tepat serta dengan

suasana yang tenang dan humanistik. Demikian bagi klien, komunikasi

terapeutik memberikan dorongan untuk mengutarakan apa yang dikeluhkan

dan sedang ia alami tanpa suatu manipulasi dengan harapan keluhannya

mendapatkan pelayanan keperawatan yang sesuai. Harapan yang diinginkan

seharusnya juga disesuaikan dengan kondisi sakitnya. Harapan yang tidal

realistis menyebabkan menurunnya harga diri hal ini menyulitkan dalam

hubungan yang terapeutik. Individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh

dari ideal akan merasa rendah diri (Suryani, et al, 2006 dalam Abdul, et al,

2009:148).

2.4 Jenis Komunikasi Terapeutik

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984),

dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) dan Abdul, et al (2009:149) ada tiga

jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan

secara terapeutik.

2.4.1 Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan

di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama


16

pembicaraan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat

waktu. Kata-kata adalah alat yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau

perasan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan objek,

observasi dan ingatan. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa. Melalui

bahasa, seseorang mengkomunikasikan dan mengintrepetasikan kata secara

verbal sehingga bahasa dapat didefinisikan sebagai sebuah seperangkat kata

yang disusun secara berstruktur sehingga menjadi kalimat yang mengandung

arti (Cangara, 2006). Komunikasi verbal yang efektif harus sesuai dengan hal

yang berikut menurut Abdul, et al (2009:150)

2.4.1.1 Jelas dan singkat

Komunikas yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin

sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya

kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara lambat dan

mengucapkannya dengan jelas (Abdul, et al, 2009:150)

2.4.1.2 Pembendaharaan kata

Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu

menerjemahkan kata dan ucapan. Oleh karena itu hindari pengggunaan kata

yang dapat membingungkan klien (Abdul, et al, 2009:150).

2.4.1.3 Arti denotatif dan konotatif

Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat hatus berhati-hati memilih

kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalahtafsirkan, terutama saat

menjelaskan tujuan terapi dan kondisi klien (Abdul, et al, 2009:150).


17

2.4.1.4 Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan

komunikasi verbal. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan

apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya (Abdul, et al, 2009:150).

2.4.1.5 Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Perawat

harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula

komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan

berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien (Abdul, et al, 2009:151).

2.4.1.6 Humor

Menurut Dugaan (1989) dalam (Abdul, et al, 2009:151) mengatakan

bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang

disebabkan oleh stress dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam

memberikan dukungan emosional terhadap klien. Menurut Sullivan dan

Deane (1988) dalam purba (2006) humor merangsang produksi katekolamin

dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi

terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas dan memfasilitasi relaksasi

pernapasan.

2.4.2 Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang

sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat,

pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-lain. Prinsip


18

komunikasi tertulis; harus lengkap, ringkas, pertimbangan, jelas, sopan dan

benar (Purba:2003)

2.4.3 Komunikasi Non verbal

Merupakan komunikasi yang tidak melibatkan bicara dan tulisan

menurut Cangara H (2006) dalam Abdul, et al (2009:151). Tujuan dari

komunikasi non-verbal (Abdul, et al, 2009:151) antara lain

a. Meyakinkan apa yang diucapkan

b. Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-

kata

c. Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya

d. Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum

sempurna

Morris (1977) dalam Liliweni (2004) dan Abdul, et al (2009:153)

membagi komunikasi non-verbal sebagai berikut

2.4.3.1 Kinesics

Merupakan komunikasi non verbal yang dilakukan melalui gerakan

tubuh seperti ekspresi muka, sikap, gerakan tubuh, kontak mata. Melalui

ekspresi muka seperti posisi mulut, alis, mata, senyum dan lainnya. Perawat

sangat perlu melakukan validasi persepsi dan ekspresi muka yang ada pada

klien sehingga perawat tidak salah mempersepsikan apa yang diobservasi

klien.
19

Melalui isyarat atau sikap seperti isyarat tangan dapat menunjukkan

seseorang sedang mengalami cemas atau tidak sabar. Kaki diseret

menunjukkan keinginan seseorang untuk lari, menganggukkan kepala atau

menggelengkan kepala menunjukkan komunikasi tertentu

Sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik sehingga

memfasilitasi komunikasi terapeutik menurut Egan dalam Harnawatiaj tahun

2008 yaitu

a. Berhadapan

Artinya “Saya siap untuk Anda”.

b. Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan

menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi

c. Membungkuk ke arah klien

Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan

sesuatu.

d. Mempertahankan sikap terbuka

Tidak melipat kaki atau tangan akan menunjukkan keterbukaan untuk

berkomunikasi

e. Tetap rileks

Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi

dalam memberi respons pada klien.


20

Melalui gerakan tubuh seperti kaki yang kejang dan meloncat

menunjukkan seseorang tidak sabar, bosan dan tegang. Penampilan

membungkuk menunjukkan depresi. Tidur dengan posisi janin menunjukkan

untuk tidak diganggu atau untuk mencari perhatian orang lain.

Melalui kontak mata diartikan melihat langsung ke mata orang lain.

Fungsi mempertahankan kontak mata yaitu mengatur aliran komunikasi,

monitor umpan balik, ekspresikan emosi. Efek negatif dari tatapan seperti

merasa tidak nyaman, meragukan diri, menjadi marah, heran mengapa,

menjadi terancam dan menjadi curiga.

2.4.3.2 Haptik

Tidak ada lagi jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas

dasar itu maka ada ahli komunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu

sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan

mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.

2.4.3.3 Proxemics

Bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh ruang dan jarak antara

individu dengan orang lain pada waktu berkomunikasi atau antara individu

dengan objek.

2.4.3.4 Sentuhan

Merupakan alat komunikasi yang sangat kuat. Sentuhan dapat

menunjukkan respon positif dan negatif tergantung dari orang yang terlibat

dan lingkungan yang disekeliling interaksi tersebut (Abdul, et al:2009:153).


21

2.4.3.5 Gaya berjalan

Gaya berjalan menunjukkan pesan tertentu seperti cara berjalan yang

semangat dan gembira akan menunjukkan seseorang dalam keadaan sehat.

Cara berjalan menyeret menunjukkan sedih atau merasa kecil hati.

2.5 Teknik Komunikasi Terapeutik

Berikut adalah teknik komunikasi berdasarkan referensi dari Shives

(1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920) dalam Abdul, et

al (2009:154) :

1. Mendengar dengan penuh perhatian

Klien yang didengarkan pembicaraannya merasa sangat dihargai apabila

perawat menganggap apa yang dikatakan oleh klien misalnya menunjukkan

respon nonverbal; mempertahankan kontak mata, menganggukkan kepala,

senyum saat yang benar dan merespon dengan verbal; Oooo….ya.(Abdul, et

al, 2009:155)

Berikut sikap untuk menunjukkan cara mendengarkan penuh perhatian

(Abdul, et al, 2009:154)

a. Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal bahwa

perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien.

b. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti

seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang dikomunikasikan


22

c. Keterampilan mendengarkan dengan penuh perhatian adalah dengan memandang

klien ketika sedang bicara

d. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan

e. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau

tangan

f. Hindari gerakan yang tidak perlu

g. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal yang penting atau memerlukan

umpan balik

h. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara, bila perlu duduk atau minimalkan

sejajar dengan klien.

i. Meninggalkan emosi dan perasaan kita dengan cara menyisihkan perhatian,

ketakutan, atau masalah yang sedang kita hadapi

j. Mendengarkan dan memperhatikan intonasi kata yang diucapkan dan

menggambarkan sesuatu yang berlebihan

k. Memperhatikan dan mendengarkkan apa-apa yang tidak terucap oleh klien yang

menggambarkan sesuatu yang sulit dan menyakitkan klien.

2. Menunjukkan Penerimaan

Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah

laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Menerima berarti

bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa ikut menunjukkan keraguan atau

tidak setuju. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menujukkan

penerimaan (Potter & Perry, 1993 dalam Abdul, et al, 2009:154)


23

a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan

b. Memberikan umpan balik verbal yang menampilkan pengertian

c. Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi verbal

d. Menghindari untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk

mengubah pikiran klien. Perawat dapat menganggukkan kepalanya atau berkata

“ya” ,“Saya mengikuti apa yang Anda ucapkan”.

3. Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan dengan Pertanyaan Terbuka

Tujuan perawat bertanya dengan pertanyaan terbuka (broad opening) adalah

untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi riil dari klien

dengan menggali penyebab klien mencari pertolongan atau penyebab klien

datang ke tempat pelayanan kesehatan. Kesan yang didapatkan dengan

pertanyaan terbuka adalah tidak menginterogasi atau menyidik, serta jawabannya

tidak mengesankan “ya” atau “tidak”, akan tetapi memberikan peluang bagi klien

untuk mengekspresikan keluhannya tanpa adanya tekanan dari luar sehingga data

yang didapatkan merupakan data terapeutik, yaitu data yang dapat dipakai acuan

dasar untuk melaksanakan asuhan keperawatan (Abdul, et al, 2009:156).

4. Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan kata-kata sendiri

Dengan mengulang kembali ucapan klien, harapan perawat adalah

memberikan perhatian terhadap apa yang telah diucapkan. Tujuannya

memberikan penguatan dan memperjelas pada pokok bahasan atau isi pesan

yang telah disampaikan oleh klien sebagai umpan balik sehingga klien

mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan diperhatikan, serta mengharapkan


24

komunikasi bisa berlanjut. Perawat harus berhati-hati ketika menggunakan

metode ini karena bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti berbeda.

Untuk itu perlu adanya klarifikasi, validasi maupun pengulangan kata yang

disampaikan agar pesan yang disampaikan sesuai dengan maksud dan tujuan

(Abdul, et al, 2009:158).

Contoh ; K : “Saya tidak dapat tidur,sepanjang malam saya terjaga”

P : “Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”

5. Klarifikasi

Upaya untuk mendapatkan persamaan persepsi antara klien dan perawat

tentang perasaan yang dihadapi dalam rangka memperjelas masalah untuk

memfokuskan perhatian (Abdul, et al, 2009:159).

Contoh ; K : “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang Anda katakan”

P : “Apa yang Anda katakana tadi adalah Anda tidak yakin dapat

mengikuti apa yang saya ucapkan

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan

sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Teknik memfokuskan ini merupakan

prinsip utama apabila kita ingin mendapatkan pembicaraan yang serius dengan

tingkat pemaknaan yang kuat (Stuart & Sundeen, 1995). Kalau menyimpang

perlu ada konsep kembali ke laptop seperti apa yang telah dilakukan Tukul

Arwana di televise. Contoh : “Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan

lebih dalam lagi” (Abdul, et al, 2009:160).


25

7. Observasi

Merupakan kegiatan mengamati klien/orang lain. Observasi dilakukan

apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal klien dan saat tingkah laku

verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa pada klien (Abdul, et al, 2009:160).

Contoh :“Anda tampak cemas”

“Apakah Anda merasa tidak tenang apabila Anda…”

8. Menawarkan Informasi

Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi

klien dan menambah rasa percaya diri klien terhadap perawat karena terkesan

perawat menguasai masalah yang dihadapi klien. Perawat tidak boleh

memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi tetapi

memfasilitasi klien untuk membuat keputusan (Abdul, et al, 2009:161).

9. Diam

Bertujuan menunggu respon klien untuk mengungkapkan perasaannya dan

memberikan kesempatan kepada klien untuk mengorganisir dan menyusun

pikiran atau ide sebelum diungkapkan kepada perawat. Diam diartikan seseorang

telah mengerti, marah dan frustasi tetapi menolak mengungkapkan, kesediaan

orang lain untuk menanti, bosan, mendengarkan dengan penuh perhatian,

seseorang tidak dapat berpikir atau tidak mampu menangkap pembicaraan

(Abdul, et al, 2009:161).


26

10. Meringkas

Adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat

dalam rangka meningkatkan pemahaman. Meringkas membantu perawat

mengulang aspek penting dalam interaksinya sehingga dapat melanjutkan

pembicaraan dengan topik yang berkaitan. Contoh: “Selama beberapa jam, Anda

dan Saya telah membicarakan..” (Abdul, et al, 2009:162).

11. Memberikan Penguatan

Upaya yang dilakukan dalam memberikan penguatan positif bertujuan untuk

meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat yang lebih baik lagi (Abdul,

et al, 2009:162). Contoh : “Selamat pagi Ibu Sri, Saya perhatikan Ibu sudah

menyisir rambut Ibu, Saya senang melihat Ibu mulai latihan gerak”.

12. Menawarkan diri

Merupakan kegiatan untuk memberikan respon agar seseorang menyadari

perilaku yang merugikan baik diri klien sendiri maupun orang lain tanpa ada rasa

bermusuhan. Contoh ; “Saya ingin Anda merasa tenang dan nyaman” (Abdul, et

al, 2009:163).

13. Memberikan Kesempatan Klien untuk Memulai Pembicaran

Berikan kesempatan klien untuk berinisiatif dalam memilih topik

pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti dalam

peranan interaksi ini. Perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif

dan merasakan bahwa ia diharapkan membuka pembicaraan (Abdul, et al,


27

2009:163). Contoh : “Adakah sesuatu yang ingin Anda bicarakan?” “Apakah

yang sedang Saudara pikirkan?”

14. Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh

pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang

sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya

(Abdul, et al, 2009:163). Contoh : “…..teruskan..!” “….dan kemudian..?”.

15. Menganjurkan Klien untuk Menguraikan Persepsinya

Klien harus bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Perawat

harus waspada terjadi ansietas ketika klien menceritakan pengalamannya.

Contoh : “Ceritakan kepada Saya bagaimana perasaan Saudara ketika akan

dioperasi (Abdul, et al, 2009:163).

16. Refleksi

Menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide serta

perasaannya sebagai bagian dari dirinya. Apabila klien bertanya apa yang harus

ia pikirkan, atau rasakan, maka perawat menjawab; ”Bagaimana menurutmu?”.

Dengan mengembalikan pikiran dan perasaannya itu kepada dirinya sendiri,

klien akan berusaha untuk menilai apa yang sedang ia pikirkan (Abdul, et al,

2009:163).

K : “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter”

P : “Apakah menurut Anda, Anda harus mengatakannya?”


28

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi Terapeutik

Menurut Teori Potter dan Perry (1993) dalam Anas Tamsuri (2006:14) dan

Mukhlisin Riadi (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi adalah

a. Perkembangan

Agar dapat berkomunikasi efektif dengan seseorang perawat harus

mengerti pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses

berpikir dari orang tersebut. Berbeda cara berkomunikasi anak usia remaja

dengan anak usia balita.

b. Persepsi

Adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau

peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Dalam hal terhadap

komunikasi verbal dan non verbal perawat selama pasien dirawat. Apabila

pengalaman akan komunikasi perawat baik maka persepsi klien yang terbentuk

adalah baik dan sebaliknya. Diakui bahwa persepsi interpersonal sangat sulit

karena kita tidak akan mampu menangkap seluruh sifat orang lain dari berbagai

dimensi perilakunya. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya

komunikasi. Misalnya kata-kata virus mempunyai perbedaan persepsi pada

seorang ahli komputer dengan seorang dokter.

c. Nilai

Adalah standar yang mempengaruhi pengaruhi perilaku sehingga penting

bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk

mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan


29

interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan

perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya.

d. Latar belakang sosial budaya

Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.

Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi. Jadi faktor

sosial budaya sangat mempengaruhi walaupun seorang perawat telah

melakukan komunikasi sesuai dengan spirit komunikasi terapeutik, sehingga

perlu penjelasan yang cermat kepada klien.

e. Emosi

Merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti

marah, sedih dan senang akan mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi

dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya

sehingga perawat mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tepat.

Selain itu perawat juga perlu mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar

dalam melakukan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi bawah

sadarnya.

Menurut Cherniss (2000) mengatakan seseorang harus mampu mengenali

dan mengelola emosi yang dimilikinya, mampu memahami emosi diri sendiri

dan orang lain serta mampu menggunakan perasaan untuk mengarahkan pikiran

dan tindakan orang lain. Dengan demikian pekerjaan orang tersebut lebih

efektif.
30

f. Pengetahuan

Pengetahuan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya

diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa

pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang

(Notoadmodjo S, 2003).

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.

Tingkat pengetahuan berkaitan erat dengan tingkat pendidikan seseorang.

Pengetahuan akan semakin baik dengan makin tinggi tingkat pendidikan dan

lebih mudah menerima dan mengelola pesan atau komunikasi dengan baik.

Abdan rahim dkk (2010) mengungkapkan bahwa meningkatnya

pengetahuan perawat dapat mengubah sikap terhadap suatu permasalahan

tertentu dan hal ini bermanfaat bagi pengembangan kesadaran diri perawat

dalam memberikan pelayanan yang lebih baik.

Selain itu dengan tingkat pengetahuan yang tinggi perawat juga diharapkan

mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sebagaimana yang dikatakan

Potter dan Perry (2010) menyebutkan bahwa ke dalaman dan keluasan

pengetahuan dapat mempengaruhi kemampuan dalam berpikir kritis dan

meningkatnya kemampuan menangani masalah keperawatan yang sedang

dihadapinya. Perawat perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga

perawat dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh pasien. Jika perawat
31

berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan

yang tepat kepada klien.

g. Peran dan hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang

berkomunikasi. Cara komunikasi seorang perawat dengan koleganya, dengan

cara komunikasi seorang perawat pada klien akan berbeda tergantung perannya.

h. Sikap

Sikap merupakan respon atau reaksi seseorang yang masih tertutup

terhadap stimulus atau obyek, sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi

predisposisi tindakan atau perilaku, sikap secara nyata menunjukkan reaksi

stimulus tertentu. Sikap (Sarwono, 2002).

Sikap individu dalam komunikasi dapat menghambat proses komunikasi itu

sendiri. Sikap yang hangat, bersahabat, ramah dan terbuka akan memungkinkan

proses komunikasi yang terbuka dipertahankan. Sebaliknya, sikap kurang

menghargai orang lain, tertutup, dingin dan curiga dapat membuat proses

komunikasi terhambat.

i. Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif.

Suasana yang bising, tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan

kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan.Misalnya berpacaran di pasar

tentunya tidak nyaman. Untuk itulah perawat perlu menyiapkan lingkungan

yang tepat dan nyaman sebelum memulai interaksi dengan klien.


32

j. Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu dapat menyediakan

rasa aman dan kontrol. Hal itu juga yang dialami klien saat pertama kali

berinteraksi dengan perawat. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan jarak

yang tepat pada saat melakukan hubungan dengan klien.

2.7 Tahap Komunikasi Terapeutik

2.7.1 Tahap Komunikasi Terapeutik

Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri

dari empat fase yaitu: fase pre interaksi, fase perkenalan atau orientasi, fase

kerja dan fase terminasi (Suryani,2005) dalam Harnawatiaj (2008). Dalam

setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan.

2.7.1.1 Fase pre interaksi

Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan

klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :

a. Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;

b. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan

terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien

c. Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana

interaksi;

d. Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di

implementasikan saat bertemu dengan klien.


33

2.7.1.2 Fase orientasi

Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat

pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk

berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina

hubungan saling percaya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :

a. Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan

komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus

bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan

menghargai klien;

b. Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga

kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan

klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan;

c. Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk

mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang

digunakan adalah pertanyaan terbuka;

d. Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien

teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada

keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani, 2005).

Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :

a. Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan


34

b. Memperkenalkan diri perawat

c. Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk

berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.

d. Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi

penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada

perawat.

e. Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian

yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk

mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal

yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi

digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi

sebelumnya.

f. Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien

mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.

g. Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi.

Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat

dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan

sebelumnya.

2.7.1.3 Fase kerja.

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi

teraeutik.Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi


35

klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong

perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan

perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang

telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan

perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi,

berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard, D,1996 dikutip

dari Suryani, 2005).

2.7.1.4 Fase terminasi

Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling

percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien

keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat

mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan

klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui

dan pencapaian tujuan. Tugas perawat pada fase ini yaitu

a. Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini

disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa

meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon

objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi

(Suryani,2005);
36

b. Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien

setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu;

c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini

sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan

harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan

pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah

kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;

d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati

adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi

sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu

mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.


37

2.7.2 Panduan interaksi perawat-klien

Tabel 2.1

No Variabel yang dinilai

1. Tahap pre interaksi

1. Mengumpulkan data tentang klien

2. Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri

3. Membuat rencana pertemuan dengan klien

2. Tahap Orientasi

4. Memberikan salam dan tersenyum pada klien

5. Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif) biasanya pada

pertemuan lanjutan

6. Memperkenalkan nama perawat

7. Menanyakan nama panggilan kesukaan klien

8. Menjelaskan tanggung jawab perawat

9. Menjelaskan peran perawat dan klien

10. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan

11. Menjelaskan tujuan

12. Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan

13. Menjelaskan kerahasiaan


38

3. Tahap Kerja

14. Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya

15. Menanyakan keluhan utama

16. Memulai kegiatan dengan cara baik

17. Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana

4. Tahap Terminasi

18. Menyimpulkan hasil wawancara; evaluasi proses dan hasil

19. Memberikan reinforcement positif

20. Merencanakan tindak lanjut dengan klien

21. Melakukan kontrak (waktu, tempat, topik)

22. Mengakhiri wawancara dengan cara yang baik

2.8 Rumah Sakit Jiwa

2.8.1 Pengertian

Menurut WHO (1957), rumah sakit adalah suatu bagian yang

menyeluruh (Integral) dari organisasi sosial dan medis, berfungsi memberikan

pelayanan kesehatan yang lengkap kepada masyarakat, baik kuratif maupun

rehabilitatif. Dimana pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan

lingkungan, juga sebagai pusat untuk latihan tenaga kesehatan serta penelitian

sosial (Yaslis Ilyas, 1999 dalam dokter irga, 2012).


39

Rumah sakit jiwa adalah rumah sakit yang mengkhususkan diri dalam

perawatan gangguan mental serius. Rumah sakit jiwa sangat bervariasi dalam

tujuan dan metode. Beberapa rumah sakit mungkin mengkhususkan hanya

dalam jangka pendek atau terapi rawat jalan untuk pasien berisiko rendah.

Orang lain mungkin mengkhususkan diri dalam perawatan sementara atau

permanen dari warga yang sebagai akibat dari gangguan psikologis,

memerlukan bantuan rutin, perawatan sementara atau permanen dari warga

yang sebagai akibat dari gangguan psikologis, memerlukan bantuan rutin,

perawatan atau khusus dan lingkungan yang terkendali (Wikipedia, 2013)

2.8.2 Tinjauan Umum Pasien Rawat Inap

Pasien atau orang sakit adalah seseorang yang menderita atau yang

dianggap dokter, tenaga kesehatan lainnya menghidap suatu penyakit tertentu

baik di dalam tubuh maupun jiwa, setelah dilakukan pemeriksaan terlebih

dahulu dan memperoleh pelayanan tinggal atau dirawat pada suatu unit

tertentu. ( Dalmy Iskandar, 1998 dalam dokter irga, 2012).

Menurut keputusan menteri RI No. 66 tahun 1987 Rawat inap adalah

pelayanan terhadap orang yang masuk rumah sakit dan menempati tempat

tidur guna keperluan observasi, perawatan, diagnosa, pengobatan, rehabilitasi

medik dan atau pelayanan kesehatan lainnya ( Depkes RI, 1987 dalam dokter

irga, 2012).

Adapun kewajiban rumah sakit terhadap pasien adalah :

a. penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan.
40

b. Meminta persetujuan pasien (infomed consend) sebelum melakukan suatu

tindakan medis.

c. Mengindahkan hak pribadi (Privacy) pasien

d. Menjaga rahasia pasien

2.9 Kerangka Teori

Berdasarkan uraian pada pelaksanaan komunikasi terapeutik disebabkan

beberapa faktor. Untuk memperjelas maka dibuatlah kerangka teori terhadap

variabel-variabel yang ingin diamati. Kerangka teori menurut Potter dan Perry

(1993) dalam Anas Tamsuri (2006) Muchlisin Riadi (2012) sebagai berikut

Gambar 2.1 Kerangka Teori faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan


komunikasi terapeutik
Perkembangan

Persepsi

Nilai

Latar belakang sosial budaya


Pelaksanaan
Peran dan hubungan perawat komunikasi terapeutik
Lingkungan

Jarak

Emosi

Pengetahuan

Sikap
41

Anda mungkin juga menyukai