Anda di halaman 1dari 24

1.

identifikasi pasien
2. komunikasi efektif
BAB II
KOMUNIKASI EFEKTIF

2.1. Definisi
Pengertian komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran
atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai
pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt &
Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988).
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun
dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang
lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi pesan.
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan
oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu. Untuk sampai pada
tahap tersebut, diperlukan berbagai pemahaman seperti pemanfaatan jenis
komunikasi (lisan, tulisan/verbal, non-verbal), menjadi pendengar yang baik
(active listener), adanya penghambat proses komunikasi (noise), pemilihan alat
penyampai pikiran atau informasi yang tepat (channel), dan mengenal
mengekspresikan perasaan dan emosi.

2.2. Teori Komunikasi


2.2.1. Proses komunikasi
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan
ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan/komunikan
dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003).
2.2.2. Unsur-unsur/elemen dalam komunikasi efektif
2.2.2.1.Sumber/pemberi pesan/komunikator (dokter, perawat, nakes lain,
admission, kasir, dll), adalah orang yang memberikan pesan.
a. Sumber (yang menyampaikan informasi) : adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada
penerima/komunikan. Hal- hal yang menjadi tanggung jawab
pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas,
memilih media yang sesuai, dan meminta kejelasan apakah
pesan tersebut sudah di terima dengan baik. (konsil kedokteran
Indonesia, hal.8)
b. Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai
materi, pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang
yang disampaikan, cara berbicaranyanya jelas dan menjadi
pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan
(komunikan).
2.2.2.2.Isi Pesan, adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada
komunikan. Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan
dengan tujuan komunikasi, media penyampaian,penerimanya.
2.2.2.3.Media/saluran pesan (Elektronic,Lisan,dan Tulisan) adalah sarana
komunikasi dari komunikator kepada komunikan. Media berperan
sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan
penerima. Pesan dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya
sekaligus. Pada kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan
oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau tatap
muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan
sikap. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8). Media yang dapat
2.2.2.4.Penerima pesan/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat,
dokter, Admission, masyarakat) atau audience adalah pihak/orang
yang menerima pesan. Penerima pesan berfungsi sebagai
penerima berita. Dalam komunikasi, peran pengirim dan
penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab
penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan
baik dan memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik
sangat penting sehingga proses komunkasi berlangsung dua arah.
(konsil kedokteran Indonesia, hal.8).
2.2.2.5.Umpan Balik, adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap
respon pesan yang diterimanya.

2.2.3. Pemberi pesan/komunikator yang baik


Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam
hal-hal berikut (konsil kedokteran Indonesia, hal 42):
2.2.3.1. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan
menggunakan pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan
terbuka), menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.
2.2.3.2. Mendengar (listening), termasuk tidak memotong kalimat
2.2.3.3. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang
tersirat di balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan
kata/kalimatnya, gerak tubuh).
2.2.3.4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan
(bahasa tubuh) agar tidak menggangu komunikasi, misalnya
karena komunikan keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut
muka, dan sikap komunikator.

2.2.4. Sifat Komunikasi


Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelayanan
promosi). Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit
adalah:
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan
ketika kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi dapat di peroleh dengan melalui Customer Service,
Admission,dan Website.
Sedang komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) adalah :
a. Edukasi tentang obat. (Lihat pedoman pelayanan farmasi)
b. Edukasi tentang penyakit. (Lihat Pedoman Pasien)
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari. (Lihat Pedoman
Pelayanan Fisioterapi
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk
meningkatkan qualitas hidupnya pasca dari rumah sakit. (Lihat Pedoman
Pelayanan Pedoman Gizi, Pedoman Fisioterapi, Pedoman Farmasi).
e. Edukasi tentang Gizi. (Lihat Pedoman Gizi).
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui medical information
dan nantinya akan menjadi sebuah unit PKRS (Penyuluhan Kesehatan
Rumah Sakit).

2.2.5. Syarat komunikasi efektif


Syarat dalam komunikasi efektif adalah:
a. Tepat waktu
b. Akurat
c. Lengkap
d. Jelas
e. Mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi
tingkat kesalahan (kesalahpahaman).

2.2.6. Proses komunkasi efektif


Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melalui prinsip sebagai
berikut:
a. Pemberi pesan secara lisanmemberikan pesan
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
c. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima
pesan
d. Pemberi pesan memverifikas isi pesan kepada pemberi penerima pesan
Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan hasil
verifikasi. Proses komunikasi efektif dengan prinsip, terima, catat, verifikasi dan
klarifikasi dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Dalam berkomunikasi ada kalanya terdapat informasi misalnya


nama obat, nama orang , dll. Untuk menverifikasi dan
mengklarifikasi, ,maka komunikan sebaiknya mengeja huruf demi
huruf menggunakan menggunakan alfabeth standart internasional
yaitu :

Sumber: Wikipedi
KOMUNIKASI EFEKTIF DI RSU SANTO YOSEPH

3.1. Ruang Lingkup


Komunikasi efektif di RSU Santo Yoseph dilakukan pada saat :
1. Komunikasi rumah sakit dengan masyarakat
2. Komunikasi petugas rumah sakit kepada pasien dan atau keluarga pasien
3. Komunikasi antar pemberi pelayanan di rumah sakit

3.2. Perencanaan komunikasi


RSU Santo Yoseph dalam melaksanakan komunikasi melalui beberapa alat
yaitu :
3.2.1. Telepon/handpone
Fungsinya untuk komunikasi verbal antar masyarakat atau instansi yang
terkait dengan rumah sakit,antara dokter konsultan dengan dokter jaga
dan antara staf di rumah sakit.
3.2.2. Intercom/Aipon
Fungsinya untuk komunikasi verbal antar unit pelayanan dalam rumah
sakit.
3.2.3. Media elektronik, Media cetak, Facebook, Instagram.
Merupakan media promosi dengan masyarakat tentang jenis pelayanan
yang tersedia,waktu pelayananan serta kompetensi yang memberikan
pelayanan serta merekrut karyawan sesuai dengan kompetensi yang
dibutuhkan.
3.2.4. Rekam medis.
Merupakan alat komunikasi tertulis antar profesi dalam melakukan asuhan
keperawatan pasien dan antar profesi yang terkait. Semua profesi yang
melakukan asuhan keperawatan mencatat kegiatannyanya dalam rekam
medis sesuai dengan yang ditentukan oleh undang-undang.
3.2.5. Bunner, Baliho dan spanduk
Merupakan media promosi dengan masyarakat.

3.3. Prinsip Umum


3.3.1. Prinsip-prinsip komunikasi efektif di atas harus dipahami oleh semua
karyawan dan diterapkan dalam pelaksanaannya dalam rangka
memberikan pelayanan kepada pasien.
3.3.2. Faktor yang dapat mendukung komunikasi efektif :
a. Dalam profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna
karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan
b. Komunikator merupakan peran sentral dari semua peran perawat yang
ada
c. Kualitas komunikasi adalah faktor kritis dalam memenuhi kebutuhan
klien.

3.3.3. Komunikasi efektif dapat dilakukan secara:


3.3.3.1. Verbal : Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana
komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari komunikasi ini terletak
pada keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka
sehingga umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam
bentuk respon dari pihak komunikan.
Komunikasi verbal dengan metode SBAR sama dengan SOAP yaitu
Situation, Background, Assessment, Recommendation. Komunikasi
efektif SBAR dapat diterapkan oleh semua tenaga kesehatan,
diharapkan semua tenaga kesehatan maka dokumentasi tidak
terpecah sendiri-sendiri. Diharapkan dokumentasi catatan
perkembangan pasien terintegrasi dengan baik. sehingga tenaga
kesehatan lain dapat mengetahui perkembangan pasien.
1. Situation : Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/ dilaporkan?
a. Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien
b. Diagnosa medis
c. Apa yang terjadi dengan pasien yang
memperhatikan
2. Background : Apa latar belakang informasi klinis yang
berhubungan dengan situasi?
a. Obat saat ini dan alergi
b. Tanda-tanda vital terbaru
c. Hasil laboratorium : tanggal dan waktu tes dilakukan dan
hasil tes sebelumnya untuk perbandingan
d. Riwayat medis
e. Temuan klinis terbaru
3. Assessment : berbagai hasil penilaian klinis perawat
a. Apa temuan klinis?
b. Apa analisis dan pertimbangan perawat
c. Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan?
4. Recommendation : apa yang perawat inginkan terjadi dan kapan?
a. Apa tindakan / rekomendasiyang diperlukan untuk memperbaiki
masalah?
b. Apa solusi yang bisa perawat tawarkan dokter?
c. Apa yang perawat butuhkan dari dokter untuk
memperbaiki kondisi pasien?
d. Kapan waktu yang perawat harapkan tindakan ini terjadi?

Pelaksanaan komunikasi verbal dengan metode SBAR :


1. Saat serah terima pasien
a. Melaporkan kondisi pasien
b. Menyerahkan order yang harus diteruskan
c. Beri stempel SBAR setelah pencatatan
2. Saat Melaporkan kondisi pasien kepada DPJP/ dokter yang
merawat
a. Lakukan segera
b. Catat Instruksi yang telah diberikan oleh DPJP/ dokter yang
merawat pada formulir terintegrasi
c. Beri stempel SBAR setelah pencatatat.

Contoh komunikasi efektif SBAR antar shift dinas / serah terima :

Situation (S) :
Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 8 Desember 2017
sudah 3 hari perawatan, DPJP : dr Setyoko, SpPD, diagnosa medis
: Gagal ginjal kronik. Masalah keperawatan:
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
 Perubahan kebutuhan nutrisi kurang
Background (B) :
 Pasien bedrest total , urine 50 cc/24 jam, balance cairan 1000
cc/ 24 jam.
 Mual tetap ada selama dirawat, ureum 300 mg/dl.
 Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
 Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
 Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal
kronik
 Diet : rendah protein 1 gram
Assessment (A) :
 Kesadaran composmentis, TD 150/80 mmHg, Nadi 100x/menit,
suhu
37 0C, RR 20 x/menit, oedema pada ekstremitas bawah, tidak
sesak napas, urine sedikit, eliminasi faeses baik.
 Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237
mg/dl
 Pasien masil mengeluh mual.
Recommendation (R) :
 Awasi balance cairan
 Batasi asupan cairan
 Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
 Pertahankan pemberian pemberian deuritik injeksi furosemid 3
x 1 amp
 Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
 Jaga aseptic dan antiseptic setiap melakukan prosedur

Contoh komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter


lewat telepon:
Situation (S) :
 Selamat pagi Dokter, saya Noer rochmat perawat Nusa Indah 2
 Melaporkan pasien nama Tn A mengalami penurunan
pengeluaran urine 40 cc/24 jam, mengalami sesak napas.
Background (B) :
 Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 8
Desember
2017, program HD hari Senin-Kamis
 Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah
terpasang dower kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit
yang lalu.
 Obat injeksi diuretic 3 x 1 amp
 TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit,
oedema ekstremitas bawah dan asites
 Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237
mg/dl
 Kesadaran composmentis, bunyi nafas rongki.
Assessment (A) :
 Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
 Pasien tampak tidak stabil
Recommendation (R) :
 Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM
 Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe
pump?
 Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU.

Komunikasi verbal dengan metode TBaK yaitu teknik komunikasi


lisan per telepon dengan menulis, membaca ulang dan melakukan
konfirmasi pesan yang diterima oleh pemberi pesan.
1. T : Tulis penerima instruksi menulis lengkap instruksinya.
2. BA : Baca ulang jelas,bila instruksi mengandung nama obat
LASA/NORUM, maka nama obat LASA/NORUM harus dieja satu
persatu hurufnya.
3. K : Konfirmasi lisan.
Komunikasi verbal dengan metode TuBalKon dapat dilakukan
pada saat:
a. Menerima instruksi verbal per telpon/lisan
b. Menerima pelaporan hasil tes kritis/ critical test/ pemeriksaan
cito
c. Menerima pelaporan nilai kritis/ critical test /result
Cara menerima laporan dengan metode TuBalKon:
Tulis….pesan yang disampaikan di formulir terintegrasi, meliputi:
a. Tgl & jam pesan diterima
b. Nama lengkap pasien, tgl lahir, diagnose
c. Gunakan simbol/ singkatan sesuai standar
d. Dosis/ nilai harus spesifik untuk menghindari salah penafsiran
e. Nama petugas pelapor/ memberi pesan
f. Nama dan ttd petugas penerima pesan
g. Bila pesan melalui telepon, pengirim pesan/ dokter
menandatangani pada saat visit hari berikutnya
Baca ulang, yaitu bacakan kembali isi pesan untuk
Konfirmasi kebenaran pesan yang ditulis, dan bubuhkan stempel
TuBalKon pada formulir catatan peneria pasien

3.3.3.2. Non Verbal : Merupakan proses komunikasi dimana pesan


disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi ini adalah
cara yang paling meyakinkan untuk menyapaikan pesan kepada
orang lain. Tenaga medis perlu menyadari pesan verbal dan non
verbal yang disampaikan oleh pasien mulai dan saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan karena pesan non verbal
dapat memperkuat pesan yang disampaikan secara verbal,
misalnya, menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi
wajah, kontak mata, simbol-simbol serta cara berbicara seperti
intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya
berbicara.

3.3.3.3. Tulisan : Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan


secara tertulis baik manual maupun melalui media seperti email,
surat, media cetak, lainnya. Prinsip-prinsip komunikasi tertulis, yaitu
:
a. Lengkap
b. Ringkas
c. Pertimbangan
d. Konkrit
e. Jelas
f. Sopan
g. Benar.

Hal-hal yang harus diperhatikan :


1. Penulisan instruksi harus dilakukan secara lengkap, dapat
terbaca dengan jelas agar sumber instruksi dapat dilacak bila
diperlukan verifikasi.
2. Harus menuliskan nama lengkap, tanda tangan penulis pesan
serta tanggal dan waktu penulisan pesan.
3. Hindari penggunaan singkatan, akronim, dan simbol yang
berpotensi menimbulkan masalah dalam penulisan instruksi dan
dokumentasi medis.
4. Ada standarisasi panduan singkatan.

3.3.4. Komunikasi yang dilakukan secara lisan dan via telepon, dilakukan
melaui prinsip terima, catat, verifikasi dan klarifikasi:
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
c. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh
penerima pesan.
d. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima
pesan.
e. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan
dengan hasil verifikasi.
3.3.5. Penggunaan code alfabet internasional digunakan saat melakukan
klarifikasi hal-hal penting, misal nama obat, nama pasien, dosis obat,
hasil laboratorium dengan mengeja huruf-huruf tersebut saat membaca
ulang (read back) dan verifikasi.
3.3.6. Menilai hasil pemeriksaan kritis yang harus diketahui oleh pemberi
pesan dan penerima pesan:
a. Memiliki ketetapan lama waktu pelaporan hasil dan nilai yang kritis
yaitu:pengumpulan data,menetapkan tindakan yang tepat untuk
meningkatkan ketetapan pelaporan dan mengukur efektifitas tindakan.
b. Antara order diberikan dan pelaporan hasil baik normal maupun
abnormal (dari staf laboratorium)
c. Pelaporan hasil-hasil pemeriksaan rutin dengan nilai-nilai abnormal
atau kritis
(oleh perawat)
Sejak adanya/ diterimanya hasil dan nilai pemeriksaan yang kritis
sampai diterima oleh dokter yang bertanggung jawab.
3.3.7. Tujuan utama panduan komunikasi efektif ini adalah untuk memperkecil
terjadinya kesalahan penerima pesan yang diberikan secara akurat,tepat
waktu tentang rencana keperawatan, pengobatan, kondisi terkini, dan
perubahan kondisi pasien yang baru saja terjadi ataupun diprediksikan
selanjutnya dengan cara:
a. Pergantian shif (antar perawat/ antar dokter)
b. Pengalihan tanggung jawab dari dokter kepada perawat.
c. Pengalihan tanggung jawab dokter on-call.

3.4. Program Budaya Komunikasi Efektif Di RSU Santo Yoseph


1. Komunikasi efektif antar PPA Di RSU Santo Yoseph
2. Dokter
3. Perawat / bidan
4. Petugas laboratorium
5. Petugas Radiologi
6. Ahli gizi
7. Apoteker
8. Asisten apoteker
Komunikasi antar petugas medis dilakukan setiap waktu selama
proses pemberian pelayanan kepada pasien. Komunikasi antar petugas
medis harus berjalan secara efektif karena terkait dengan pembeian
pelayanan dimana, apabila terdapat miskomunikasi atau ketidak
efektifan dalam berkomunikasi maka akan memperlambat pelayaan
kepada pasien atau bahkan membahayakan keselamatanpasien.
Pada saat operan jaga baik antar dokter, antar perawat/bidan, antar
petugas laboratorium, antar petugas gizi dan antar petugas farmasi
merupakan waktu-waktu yang penting dalam komunikasi antar petugas
medis. Tidak hanya itu, pada saat bekerja bersama-sama dalam satu
waktu, antar petugas medis harus dapat melakukan komunikasi secara
efektif, baik antara dokter dengan perawat/bidan, antara dokter dengan
petugas laboratorium, anatara dokter dengan petugas farmasi, antara
dokter dengan petugas laboratorium, antara petugas dengan petugas
farmasi, petugas gizi maupun dengan petugas farmasi. Komunikasi antar
petugas medis ini yang perlu diperhatikan bahwa pada saat berkomunikasi
secara lisan via telfon, maka harus ada prosedur verifikasi dan klarifikasi.
Komunikasi efektif yang dilakukan di rumah sakit, yang tepat waktu,
akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh resipien/penerima, akan
mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Banyak jenis komunikasi yang dapat dilakukan dalam rumah sakit antar
pemberi pelayanan, yaitu secara elektronik, lisan, atau tertulis. Dalam jenis
komunikasi tersebut, komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan
adalah perintah yang diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui
telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang
mudah terjadi kesalahan adalah pada saat pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti bagian laboratorium klinis menelpon unit
pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito.
Dalam rangka mendukung terjadinya komunikasi yang efektif antar
pemberi pelayanan di rumah sakit, maka secara kolaboratif rumah sakit perlu
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur terkait perintah lisan
dan melalui telepon. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut juga ertuang dalam kebijakan.
Proses komunikasi antar pemberi layanan dapat dilakukan dalam
beberapa bentuk dimana hal tersebut sudah menjadi ketentuan yang harus
dilakukan di Rumah Sakit Hative Passo yang dilakukan secara tepat waktu,
berikut beberapa bentuk komunikasi yang dilakukan:

a. Rapat koordinasi
Rapat adalah pertemuan atau kumpulan dalam suatu organisasi,
perusahaan, instansi pemerintah baik dalam situasi formal maupun
nonformal untuk membicarakan, merundingkan dan memutuskan suatu
masalah berdasarkan hasil kesepakatan bersama.
Salah satu upaya Rumah Sakit dalam meningkatkan komunikasi
efektif antar pemberi pelayanan maka rumah sakit mengadakan rapat
koordinasi, yaitu :
1) Rapat Bulanan
2) Rapat Triwulan
3) Rapat Tahunan
4) Rapat insidental
Rapat koordinasi dapat dipimpin oleh Direktur , namun tidak harus
dipimpin oleh Direktur. Peserta yang hadir adalah Kepala Bagian, serta
tamu undangan yang diharapkan hadir pada saat rapat koordinasi
tersebut berlangsung.
Rapat koordinasi antar bagian digunakan untuk mendiskusikan yang
melibatkan antar bagian. Diharapkan dengan adanya rapat koordinasi
yang berkelanjutan akan memperbaiki kelemahan sistem sehinggga
tujuan darai sasaran keselamatan pasien dapat tercapai.

b. Perintah lisan dari dokter spesialis kepada dokter umum


Dalam melakuan pelayanan, seringkali didapatkan keadaan dimana
dokter umum mendapatkan perintah penatalaksanaan pasien secara
lisan baik dengan beertemu langsung maupun via telepon.Hal ini dapat
menimbulkan kecelakaan kepada pasien karena sangat mungkin terjadi
kesalahan dari pihak pemberi perintah maupun dari penerima perintah.
Oleh karena itu harus diciptakan sistem yang dapat meminimalkan
terjadinya kesalahan tersebut.
Untuk mengurangi kesalahan tersebut, maka sistem yang
dikembangkan adalah TuBalKon yaitu Tulis (write), Baca ulang (read
back), Konfirmasi (confirm) dan konfirmasi ulang setelah dokter spesialis
melakukan visit.
1) Penerimaan perintah lisan bertemu langsung
Dokter umum bertemu langsung dengan dokter spesialis,
apabila dokter umum tidak membawa status pasien, dokter umum
mencatat dalam kertas atau fasilitas lainnya kemudian membacakan
ulang perintah dan melakukan konfirmasi kemudian tulis di rekam
medis yang akan dimintakan tanda tangan atau paraf dokter
spesialis tersebut.Dalam keadaan dimana dokter menerima perintah
lisan bertemu langung memegang rekam medis pasien maka
TuBalKon dilakukan persis seperti konsultasi via telepon seperti
dibawah ini.
Berikut hal yang harus dilakukan oleh Dokter Umum ketika
melakukan konsultasi via telepon kepada dokter spesialis:
a) Dokter umum memperkenalkan identitas diri kepada dokter
spesialis dan menyampaikan maksud dan tujuan
b) Bahasa yang digunakan pada saat melakukan konsultasi adalah
bahasa Indonesia, atau dalam kondisi tertentu dapat
menggunakan bahasa Daerah yang dipahami oleh keduanya
dengan intonasi bahasa yang jelas dan sopan
c) Dokter Umum menginformasikan keadaan pasien dengan
menggunakan S-BAR, sesuia yang relah dijelaskan pada ruma
lingkup di atas
d) Dokter umum mencatat informasi yang disampaikan dalam
bentuk S-BAR di atas dan memberikan stempel S-BAR di
bawahnya.
e) Saat dokter spesialis menanggapi informasi yang diasampaikan
maka Dokter Umum mencatat lengkap (write/ tulis/Tu) pada
dokumen rekam medis pasien sesuai dengan advis Dokter
Spesialis yang diberikan dengan tulisan jelas dan mudah dibaca
f) Hasil pencatatan yang dilakukan oleh Dokter Umum dibaca
ulang (read back/baca ulang/Bal) kepada Dokter Spesialis untuk
memvalidasi hasil catatan yang telah ditulis sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman dalam maksud dan tujuan. Untuk obat-obatan
yang masuk dalam daftar LASA atau NORUM, maka petugas
membacakan ulang kembali nama obat yang dimaksud dengan
mengeja obat-obatan tersebut sehingga tidak terjadi kesalahan
pemberian obat dan menulis di Rekam medik : sudah di bacakan
kembali.
g) Petugas melakukan konfirmasi (Kon) kepada dokter atas
penulisan dan pembacaan yang dilakukannya dan dinyatakan
benar oleh dokter.
h) Jika terdapat kesalahan pencatatan dan atau salah pemahaman
dalam menerimaan advis, maka catatan dibenarkan, dibacakan
ulang dan dikonfirmasi ulang (reconfirm /konfirmasi ulang/K)
pada Dokter Spesialis
i) Pencatatan pada rekam medis kemudian di stempel TubalKon
dan advis ditandatangani oleh Dokter Umum yang kemudian
dimintakan tanda tangan atau paraf kepada Dokter Spesialis
pada saat Dokter Spesialis tersebut visit Apabila dokter spesialis
tidak mau memberikan paraf atau tanda tangan, maka di bawah
stempel di tulis : dokter spesialis (......) tidak bersedia tanda
tangan
j) Dalam keadaan darurat, pembacaan ulang catatan pesan tidak
harus dilakukan.
c. Konsultasi perawat atau bidan kepada dokter spesialis berdasarkan
delegasi dokter umum
Konsultasi dilakukan oleh dokter umum, namun di suatu kondisi
dimana dokter umum mendelegasikan konsultasi kepada perawat atau
bidan, maka perawat atau bidan juga dapat melakukan konsultasi
kepada dokter spesialis.
Hal yang harus dilakukan oleh perawat apabila melakukan konsultasi
secara lisan atau telepon sama dengan konsultasi dokter umum kepada
dokter spesialis, hanya saja apabila dokter umum mendelegasikan
perintah konsultasi kepada perawat maka setelah melakukan TBaK,
perawat / bidan memintakan tanda tangan atau paraf dokter umum.
Setelah dokter umum membubuhkan paraf atau tanda tangan, petugas
dapat memintakan tanda tangan kepada dokter spesialis pada saat
dokter spesialis melakukan visit.

d. Konsultasi perawat atau bidan kepada dokter umum


Hal yang harus dilakukan oleh perawat apabila melakukan konsultasi
secara lisan atau telepon sama dengan konsultasi dokter umum kepada
dokter spesialis.

e. Komunikasi dalam pengelolaan hasil pemeriksaan penunjang


Dalam memberikan pelayanan kepada pasien petugas penunjang
medis seperti farmasi, laboratorium, radiologi juga melakukan komunikasi
dengan petugas pelayanan medis baik itu dokter, perawat, bidan maupun
petugas lainnya.
Umumnya hasil pemeriksaan penunjang laboratorium atau radiologi
dalam bentuk laporan tertulis yang kemudian akan ditempel dalam lembar
yang sudah disediakan di rekam medis pasien.Namun hasil pemeriksaan
penunjang yang abnormal harus segera disampaikan kepada petugas
terkait melalui lisan atau telepon, tidak harus menunggu hasil
pemeriksaan tertulisnya jadi terlebih dahulu. Karena itulah maka petugas
penunjang medis juga harus melakukan komunikasi efektif jika melakukan
perintah atau menerima perintah secara lisan atau melalui telepon untuk
menyampaikan hasil pemeriksaan penunjang kepada disiplin klinis lain di
rumah sakit.
Petugas penerima hasil pemeriksaan penunjang secara lisan atau
telepon harus mencatat (Tu) di lembar catatan perkembangan pasien
dalam rekam medis atau dicatat di kertas atau media lain apabila tidak
memungkinkan untuk mencatatnya dalam rekam medis pasien, membaca
ulang (Bal) , melakukan konfirmasi (Kon) kepada pemberi informasi dan
membubuhkan stempel nama, paraf atau tanda tangan pada catatannya.
Khusus untuk obat-obatan yang masuk dalam daftar NORUM/LASA
(nama obat rupa mirip), pada saat petugas membacakan ulang perintah
pengobatan, petugas harus mengeja kembali nama obat yang ditulisnya
ketika menerima perintah secara lisan atau telepon.Jika hasil pemeriksaan
penunjang sudah jadi, maka petugas menempel di lembar yang sudah
disediakan di rekam medis pasien.

f. Operan shift jaga


Selain kegiatan komunikasi yang dilakukan diatas, proses
komunikasi antar pemberi layanan yang dilakukan dapat dalam bentuk
rapat pergantian shift. Pergantian shift jaga yang dilakukan oleh setiap
petugas harus dilakukan adanya operan jaga, yaitu menginformasikan hal
terkait keadaan pasien, meliputi :
a. Status kesehatan pasien
b. Ringkasan asuhan yang sudah diberikan kepada pasien
c. Respon pasien terhadap asuhan yang sudah diberikan
d. Perencanaan asuhan keperawatan berikutnya

Hal penting yang harus diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi


dengan pasien yaitu:
a. Materi informasi apa yang disampaikan, apakah berupa tujuan
pemeriksaan fisik, kondisi saat ini, berbagai tindakan medis yang akan
dilakukan, hasil dan interpretasi tindakan medis, diagnosis, piliihan
tindakan medis, prognosis dan dukungan yang tersedia
b. Siapa yang diberi informasi, apakan pasien, keluarganya atau pihak lain
yang menjadi wali
c. Berapa banyak atau sejauh mana pasien atau keluarga pasien
menghendaki informasi dan sejauh mana kesiapan mental
d. Kapan menyampaikan informasi, apakah bersifat segera
e. Dimana menyampaikannya, apakah di ruang praktik dokter, bangsal
atau tempat lain
f. Bagaimana menyampaikannya apakah secara langsung atau media
yang lain.
Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan
komunikasi yaitu SAJI ( Salam, Ajak Bicara, Jelaskan, Ingatkan)

3.4.1. Komunikasi efektif antara Petugas Klinis dan Petugas Non Klinis Di
RSU Santo Yoseph
Petugas Non Klinis :
1. Petugas administrasi (termasuk kasir, reseptionis,
keuangan)
2. Petugas rekam medis
3. Petugas Keamanan
4. Petugas Kebersihan

Dalam berkomunikasi selalu menggunakan prinsip komunikasi efektif di


atas. Petugas medis memilih bahasa dan istilah yang dimengerti
oleh petugas non medis Komunikasi antara petugas medis dan non
medis terkait dengan istilah- istilah medis yang tidak diketahui oleh
petugas medis. Sehingga dalam memberikan informasi atau pesan,
petugas medis harus mengupayakan dengan bahasa yang
dimengerti oleh petugas non medis sehingga maksud dan isi pesan
dapat tersampaikan sesuai dengan yang diharapkan. Baik petugas
medis maupun non medis bekerja sama dalam memberikan
pelayanan kepada pasien, oleh karena itu komunikasi antara petugas
medis dan non medis juga harus efektif.

Tatalaksana Komunikasi efektif saat memberikan informasi


pelayanan rumah sakit :
1. Petugas informasi atau “customer service” memastikan
kelengkapan data infomasi rumah sakit tersedia ditempat.
Informasi terebut meliputi:
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternative pelayanan ketika kebutuhan asuhan
pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
2. Lakukan pengamatan singkat untuk mendaptkan informasi
penanya tentang hal2 berikut:
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa
yang digunakan.
c. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang
dan marah)
d. Keterbatasan fisik dan kognitif.
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
3. Berdasarkan pengamatan tersebut, berikan informasi yang
diperlukan pasien dengan media:
a. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang,
maka sampaikan informasi secara langsung secara lisan.
b. Jika penanya mempunyai hambatan fisik (tuna rungu dan
tuna wicara), maka berikan leaflet kepada pasien dan keluarga
dan menjelaskannya kepada mereka.
c. Jika penanya mehambatan emosional pasien (dalam kondisi
marah atau depresi), maka berikan leaflet informasi pelayanan
dan menyarankan penanya untuk membaca leaflet. Apabila
pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa
menghubungi kembali, sampaikan notelpon yang bisa
dihubungi.
4. Lakukan verifikasi untuk memastikan bahwa penanya sudah
menerima dan memahami informasi yang diberikan.
5. Dari hasil verifikasi, Lakukan klarifikasi apabila esensi
informasi yang disampaiakan belum sesuai dengan informasi
yang diberikan.
6. Catat dalam dokumen Pemberian informasi.

3.4.2. Komunikasi efektif antar petugas non medis


Antar petugas non medis pun juga harus dapat menerapkan
prinsip komunikasi efektif karena semua petugas rumah sakit bekerja
sama dalam memberikan pelayanan kepda pasien. Apabila terdapat
komunikasi yang tidak efektif akan memberikan dampak yang
merugikan kepada pasien. Dan adanya komunikasi yang tidak efektif
bukan merupakan kesalahan satu orang tetapi semua petugas harus
bertanggung jawab terhadap adanya kesalahan dalam berkomunikasi.

3.4.3. Komunikasi efektif antara Petugas Rumah Sakit dengan Pasien


dan Keluarga
Selain komunikasi yang dilakukan rumah sakit kepada
masyarakat, komunikasi efektif dilakukan didalam rumah sakit salah
satunya adalah komunikasi antara petugas rumah sakit dengan pasien
dan atau keluarga pasien. Salah satu tujuannya adalah untuk
membangun komunikasi yang terbuka dan terpercaya antara pasien
dan atau keluarga dengan rumah sakit.
Pasien dan keluarga membutuhkan informasi lengkap mengenai
asuhan dan pelayanan yang ditawarkan oleh rumah sakit, serta
bagaimana untuk mengakses pelayanan tersebut. Informasi tersebut
membantu mencocokkan harapan pasien dengan kemampuan rumah
sakit untuk memenuhi harapan tersebut. Informasi tentang sumber
alternatif untuk asuhan dan pelayanan diberikan bila kebutuhan asuhan
di luar misi dan kemampuan rumah sakit. Dalam hal ini petugas juga
harus memperhatikan cara berkomunikasi dan bisa menentukan
bahasa apa yang harus digunakan kepada pasien dan atau keluarga
karena kemampuan setiap orang berbeda-beda.
RSU Santo Yoseph memiliki proses dimana setiap pasien dan
keluarga diberi informasi tentang asuhan dan pelayanan diberikan oleh
rumah sakit dengan cara memberikan informasi pelayanan secara
tertulis yang kemungkinan akan dilakukan terhadap diri pasien,
informasi tersebut dilakukan pada saat proses admisi. Pada saat
pasien mengisi lembar pernyataan persetujuan untuk dirawat di rumah
sakit, petugas menginformasikan segala hal yang berhubungan dengan
pelayanan terutama yang ada pada lembar persetujuan tersebut.
Selain itu petugas juga menginformasikan kepada pasien dan
keluarga bagaimana cara untuk mengakses pelayanan tersebut.
Informasi dapat disampaikan rumah sakit melalui petugas rumah sakit
yang langsung kepada pasien dan keluarga, sehingga petugas harus
memahami dan menguasi informasi tersebut. Layanan dapat diakses
dengan melakukan prosedur yang ada dan berlaku. Juga dapat
memberikan leaflet kepada setiap pasien dan keluarga.
Jika rumah sakit tidak bisa menyediakan asuhan dan pelayanan
yang dikehendaki pasien atau yang tidak dapat dilayani di rumah sakit,
maka rumah sakit menyampaikan informasi tentang sumber altenatif
bagi asuhan dan pelayanan lain. Banyak proses komunikasi yang
dilakukan oleh petugas kepada pasien dan atau keluarga pasien selain
beberapa contoh diatas, misalnya adalah ketika :
a. Petugas pendaftaran melakukan proses pendaftaran
b. Proses pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat
c. Petugas memberikan penjelasan mengenai Informed Consent
d. Petugas melakukan edukasi terhadap pasien pulang
e. Petugas menjelaskan terkait penyakit pasien
Komunikasi antara rumah sakit dengan pasien tidak hanya melalui
lisan saja, sudah disebutkan diatas bahwa rumah sakit menggunakan
beberapa media komunikasi secara tertulis. Hal tersebut menuntut
rumah sakit untuk membuat media informasi yang mudah dipahami
oleh siapapun mengingat pasien dan keluarganya terdiri dari berbagai
macam kalangan. Setelah adanya penyampaian informasi petugas
melakukan verifikasi terhadap informasi yang sudah disampaikan, dari
proses tersebut dapat diketahui apakah pasien dan keluarga dapat
menerima dengan jelas informasi yang sudah disampaikan oleh
petugas.
Cara penyampaian informasi kepada pasien dan keluarga dapat
dilakukan sesuai dengan hasil pengkajian awal yang dilakukan
terhadap pasien dimana dengan diketahuinya tingkat pendidikan,
kemampuan bicara atau asal daerah pasien petugas dapat melakukan
penyampaian informasi dengan cara yang lebih mudah dipahami. Jika
terdapat pasien dengan keterbatasan dan keluarga yang tidak
berkompeten untuk menerima informasi, maka rumah sakit
menyediakan penerjemah sebagai upaya untuk membantu pasien dan
keluarganya dalam memahami informasi yang disampaikan oleh
petugas. Namun hal tersebut dilakukan sebagai upaya terakhir.

Tata laksana Komunikasi saat memberikan edukasi kepada


pasien & keluarganya berkaitan dengan kondisi kesehatannya.
1. Pastikan materi edukasi sudah tersedia. Materi edukasi meliputi
leaflet sbb:
a. Edukasi tentang obat. (Lihat panduan informasi obat dan
Pedoman Pelayanan Farmasi)
b. Edukasi tentang penyakit. (Lihat Pedoman Pasien)
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari. (Lihat
Panduan Pelayanan Informasi di Rehab Medik dan
Pedoman Pelayanan Fisioterapi
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk
meningkatkan qualitas hidupnya pasca dari rumah
sakit. (Lihat Pedoman PelayananPedoman Gizi, Pedoman
Fisioterapi, Pedoman Farmasi).
e. Edukasi tentang Gizi. (Lihat Pedoman Gizi).
2. Petugas penerima pasien melakukan asesmen pasien, untuk menilai
dan mendapatkan informasi kebutuhan edukasi pasien & keluarga
assesmen tersebut meliputi:
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang
digunakan.
c. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi,
senang dan marah)
d. Keterbatasan fisik dan kognitif.
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
3. Hasil assesmen dicatat dalam lembar rekam medis pasien.
Berdasarkan catatan tersebut lakukan komunikasi efektif edukasi
pasien, suai dengan kondisi pasien
a. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang,
maka proses komunikasinya mudah disampaikan.
b. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik
(tuna rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif
adalah memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga
sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
c. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan
emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi
yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan
menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak
mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical
information.
4. Lakukan verifikasi untuk memastikan bahwa pasien dan keluarga
menerima dan memahami edukasi yang diberikan sesuai dengan
kondisi pasien sbb:
a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan
informasi, kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi
yang dilakukan adalah: menanyakan kembali eduksi yang telah
diberikan.Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”. Jangan
memberikan pertanyaan tertutup dengan jawaban ya dan tidak.
b. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan
informasi, pasiennya mengalami hambatan fisik, maka
verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan
pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
c. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan
informasi, ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka
verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana
pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan
pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang
langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
5. Dari hasil verifikasi, Lakukan klarifikasi apabila esensi informasi
yang disampaiakan sudah sesuai atau belum sesuai.
6. Petugas pemberi informasi dan edukasi pasien, mengisi formulir
edukasi dan informasi menandatanganinya serta mintalah
tandatangan pasien atau keluarga pasiensebagai bukti bahwa
sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.
7. Simpan form yang sudah ditandatangani dalam berkas RM

3.4.4. Komunikasi rumah sakit dengan masyarakat


Komunikasi yang dilakukan rumah sakit terhadap masyarakat
merupakan hal penting yang harus dilakukan. Selain untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada rumah sakit, dari
komunikasi yang dilakukan tersebut dapat terjalin kerja sama sehingga
dari rumah sakit akan mendapatkan banyak masukan terkait dalam
pemberian pelayanan kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
Selain itu, bahasa yang digunakan oleh rumah sakit juga harus
diperhatikan. Dalam hal ini rumah sakit menentukan bahasa Indonesia
sebagai bahasa utama. Untuk melakukan bentuk komunikasi rumah
sakit terhadap masyarakat, maka hal yang harus dilakukan Rumah
sakit adalah terlebih dahulu mengidentifikasi kebutuhan dari populasi
tersebut. Cara rumah sakit mengidentifikasi adalah melalui data
cakupan mengenai daftar desa terbanyak yang datang berobat ke
rumah sakit. Dari data tersebut dapat ditentukan zona mana yang
dapat didatangi rumah sakit untuk diberikan informasi mengenai
pelayanan rumah sakit dan memfasilitasi akses terhadap ke pelayanan
dan maupun akses terhadap informasi tentang pelayanan asuhan
pasien.
Bentuk implementasi komunikasi rumah sakit terhadap
masyarakat dilakukan dalam beberapa bentuk, meliputi :

a. Penyuluhan
Proses komunikasi dalam bentuk program penyuluhan di rumah
sakit memiliki berbagai jalinan kerja sama dimasyarakat, sehingga
program penyuluhan ini dilakukan di berbagai tingkat lapisan
masyarakat dengan harapan rumah sakit dapat memberikan
pendidikan kepada masyarakat terkait kesehatan. Jenis penyuluhan
yang dilakukan oleh rumah sakit adalah :
1) Penyuluhan melalui media elektronik
2) Penyuluhan langsung kepada masyarakat
b. Screening dan atau kegiatan sosial
Kegiatan ini berlangsung dengan adanya kerja sama rumah sakit
dan masyarakat, misal kerja sama dengan :
1) Lembaga pendidikan (Play group, TK, SD, SMP maupun SMA)
2) Kader posyandu
3) Pemerintah desa
4) Organisasi Pemerintah ( Kepolisian / TNI )

Dari kegiatan tersebut ada beberapa hal yang harus disampaikan oleh
rumah sakit kepada masyarakat dalam proses komunikasi ini minimal
meliputi:
a. Mutu pelayanan RSU Santo Yoseph
Mutu pelayanan dapat diperlihatkan data pengunjung rumah sakit
yang meningkat dari bulan ke bulan.

b. Info layanan dan jam pelayanan RSU Santo Yoseph


Info layanan rumah sakit diberikan dengan media leaflet, spanduk
atau poster, dimana isi dari media tersebut adalah mengenai
seluruh layanan yang ada di rumah sakit seperti :
1) Pelayanan Kamar Operasi:
a) Bedah Umum : Setiap Hari
b) Bedah : Setiap Hari
Obgyn/Kandungan
Khusus pasien kecelakaan Lalu Lintas biaya akan dibantu
oleh jasa Raharja dengan syarat ketentuan berlaku.

2) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat


a) Dokter Jaga 24 Jam
b) Apotek / Farmasi 24 Jam
c) Laboratorium 24 jam
d) Ambulance 24 Jam
e) Radiologi
f) USG
3) USG Pelayanan Kamar Bersalin
Siap menolong persalinan pasien melahirkan 24 jam
4) Pelayanan Rawat Inap
Kelas 3, kelas 2, kelas 1, VIP A dan VIB P
5) Pelayanan Rawat Jalan/Poliklinik
a) Poli Umum
b) Spesialis Penyakit Dalam
c) Spesialis Anak
d) Spesialis Syaraf
e) Spesialis Bedah
f) Spesialis Obgyn
g) Poli Gigi
6) Layanan Penunjang Lainnya
a) Fisioterapi
b) General Check Up
c) One Day Care ( Paket perawatan Satu Hari )
7) Layanan Kamar & Pemeriksan Penunjang bagi peserta KIS
yg sesuai dengan SEP
8) Cara bagaimana masyarakat dapat mengakses layanan
tersebut
Rumah sakit menginformasikan bagaimana cara masyarakat
dapat mengakses layanan tersebut, meliputi :
a) Layanan 24 jam telepon RSU Santo Yoseph : (0921)
3121951
b) Layanan email RSU Santo Yoseph :
rsudaharmaibu@yahoo.com
c) Layanan RSU Santo Yoseph: Facebook, Instagram
d) Langsung data ke Alamat RSU Santo Yoseph jl. A.
Mononutu No.125 Ternate 97713, Maulu Utara

3. obat high allert


4. tepat operasi
5. hand hygine

TATA LAKSANA
Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu-satunya yang paling
penting dan efektif untuk mencegah penularan infeksi. Idealnya, air mengalir dan
sabun yang digosok-gosokkan digunakan selama 40 sampai 60 detik. Penting
sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.

Pemakaian sabun dan air tetap penting ketika tangan terlihat kotor. Untuk
kebersihan tangan rutin ketika tidak terlihat kotoran atau debris, altematif seperti
handrub berbasis alkohol 70% yang tidak mahal, mudah didapat, mudah
dijangkau dan sudah semakin diterima terutama ditempat dimana akses
wastafel dan air bersih terbatas.

Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit


secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Mencuci
tangan dengan sabun biasa dan air bersih adalah sama efektifnya mencuci
tangan dengan sabun antimikroba (pereira, Lee dan Wade 1997). Sebagai
tambahan, sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit (pereira, Lee dan
Wade 1990).

A. Tujuan Melakukan Hand Hygiene

1. Untuk memutus transmisi mikroba melalui tangan: Diantara area perawatan dan
zona pasien,yaitu :
a. Diantara zona pasien dan area perawatan

b. Pada daerah tubuh pasien yang berisiko infeksi (contoh: membrane mukosa,
kulit non-intak, alat invasif)
c. Dari kotoran , darah dan cairan tubuh .
2. Untuk mencegah:
a. Kolonisasi pathogen pada pasien (termasuk yang multi resisten)
b. Penyebaran pathogen ke area perawatan
c. lnfeksi yang disebabkan oleh mikroba endogen
d. Kolonisasi dan infeksi pada petugas kesehatan.

4 Lima Moments ( 5 Moments) Mencuci Tangan:

Lima Moments dalam kebersihan tangan yang harus dikerjakan semua


orang di rumah sakit, sebagai berikut:
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan / prosedur apa saja
3. Setelah tindakan/prosedur atau beresiko terpapar kotoran, darah dan cairan
tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

B. Persiapan Membersihkan Tangan


1. Air mengalir
Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan
atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut maka
mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan
akan terhalau dan tidak menempel lagi dipermukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat
berupa kran atau dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara mengguyur
dengan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadinya pencemaran, baik melalui
gagang gayung ataupun percikan air bekas cucian kembali ke bak penampung air
bersih. Air kran bukan berarti harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara
sederhana dengan tangki berkran di ruang pelayanan/perawatan kesehatan agar
mudah dijangkau oleh para petugas kesehatan yang memerlukannya. Selain air
mengalir ada, dua jenis bahan pencuci tangan yang dibutuhkan yaitu: sabun atau
detergen dan larutan antiseptik.
2. Sabun
Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan mengurangi
jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga
mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Jumlah
mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan,
namun dilain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau detergen maka
lapisan lemak kulit akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah.
3. Larutan Antiseptik
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada kulit atau
jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh
mikroorganismepada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk
digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal
efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan
keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu.Kulit
manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan jumlah
mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman transien. Kriteria memilih
antiseptik adalah sebagai berikut:
a. Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara
luas(gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, bacillus dan tuberkulosis,
fungi,endospora).
b. Efektivitas
c. Kecepatan aktivitas awal
d. Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
e. Tidak mengakibatkan iritasi kulit
f. Tidak menyebabkan alergi
g. Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang
h. Dapat diterima secara visual maupun estetik.
4. Lap tangan yang bersih dan kering seperti tissue atau handuk sekali pakai
C. Teknik mencuci tangan
1. Handwash (Teknik Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir)
Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun merupakan teknik mencuci
tangan paling ideal. Dengan mencuci tangan kotoran yang tak terlihat dan
bakteri patogen yang terdapat pada area tangan dapat dikurangi secara
maksimal. Hand Hygiene dengan mencuci tangan disarankan dilakukan
sesering mungkin, bila kondisi dan sumber daya memungkinkan. Teknik
mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir efektif membutuhkan waktu
sekitar 40-60 detik, dengan langkah sebagai berikut:
a. Buka kran dan basahi tangan dengan air

b. Tuangkan sabun cair 3- 5 cc sabun cair

c. Mulai teknik 6 langkah


1) Gosok kedua telapak tangan
2) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dan tangan kanan dan sebaliknya
3) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
4) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
5) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
6) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri
dan sebaliknya
a. Bilas tangan dengan air bersih
b. Keringkan tangan dengan menggunakan tisu
c. Gunakan tisu tersebut untuk memutar kran sewaktu mematikan air
d. Jika tidak ada tisu, keringkan tangan dengan handuk yang bersih sekali pakai atau
keringkan dengan udara. Handuk yang digunakan bersama dapat dengan cepat
terkontaminasi.
e. Setiap gerakan dilakukan sebanyak 4-6 kali. Lamanya seluruh prosedur
sebaiknya selama 40-60 detik.
2. Handrub Antiseptik (Tehnik Mencuci tangan dengan cairan berbasis Alkohol)
Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif membunuh
flora residen dan flora transien dari pada mencuci tangan dengan sabun antiseptik
atau dengan sabun biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta
menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih besar (Girou et al.
K/02002 ). Handrub antiseptik juga berisi emolien seperti gliserin, glisol propelin,
atau serbitol yang melindungi dan melembutkan kulit.
1. Teknik Mencuci Tangan dengan Handrub Antiseptik harus dilakukan seperti di
bawah ini :
a. Tuangkan cairan handrub 2-5 cc berbasis alkohol ke dalam tangan lakukan 6
langkah gerakan mencuci tangan.
b. Biarkan tangan mengering
Setiap gerakan dilakukan sebanyak 4 (empat) kali. Lamanya seluruh prosedur
sebaiknya selama 20-30 detik. Setelah melakukan Handrub 3 kali atau bila tangan
sudah tidak nyaman, lakukan cuci tangan dengan air mengalir. Handrub antiseptik
tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan sangat kotor
atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, harus mencuci tangan dengan
sabun dan air terlebih dahulu. Selain itu, untuk mengurangi "penumpukan" emolien
pada tangan setelah pemakaian handrub antiseptik berulang, tetap diperlukan
mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali setelah 5 kali aplikasi handrub.
Terakhir, handrub yang hanya berisi alkohol sebagai bahan aktifnya, memiliki efek
residual yang terbatas dibandingkan dengan handrub yang berisi campuran alkohol dan
antiseptik seperti khlorheksidin

(sumber WHO GUIDELINES ON HAND HYGIENE IN HEALTH CARE SUMMARY, 2009)


2. Tehnik Mencuci Tangan Bedah Hand Wash dengan air mengalir dan sabun antiseptik
(Ruangan Operasi, Polil<linik Bedah)

(sumber WHO GUIDELINES ON HAND HYGIENE IN HEALTH CARE SUMMARY, 2009)

Teknik Mencuci Tangan Bedah Handrub dengan cairan berbasis alkohol Kegiatan
Handrub dilakukan setelah tangan dikeringkan dengan handuk/tissue towel
sekali pakai. Selanjutnya melakukan kegiatan mencuci tangan dengan cairan
berbasis alkohol / Handrub di ruangan bedah langkah prosedurnya sama
dengan melakukan handwash.
D. Upaya Meningkatkan Kebersihan Tangan
Ada beberapa cara yang dapat meningkatkan kebersihan tangan, seperti :
1. Menyebar luaskan panduan terbaru mengenai praktek menjaga kebersihan tangan
dimana tercantum bukti mengenai efektifitasnya dalam mencegah penyakit dan
perlunya petugas kesehatan untuk mengikuti panduan tersebut.
2. Melibatkan pimpinan/pengelola rumah sakit dalam diseminasi dan penerapan
pedoman kebersihan tangan.
3. Menggunakan teknik pendidikan yang efektif, termasuk role model (khususnya
supervisor), mentoring, monitoring, dan umpan balik positif.
4. Menggunakan pendekatan kinerja yang ditargetkan ke semua petugas kesehatan,
bukan hanya dokter dan perawat, untuk meningkatkan kepatuhan.
5. Mempertimbangkan kenyamanan petugas dan pilihan yang efektif untuk menjaga
kebersihan tangan sehingga membuat petugas lebih mudah mematuhinya
Selain itu, salah satu cara mudah untuk meningkatkan kepatuhan adalah
dengan menyediakan botol kecil handrub antiseptik untuk setiap petugas.
Pengembangan produk di mulai dari observasi bahwa teknik pencucian tangan
yang tidak layak serta rendahnya kepatuhan akan menjadikan tidak efektifnya
rekomendasi untuk menjaga kebersihan tangan. Pemakaian handrub antiseptik
yang murah dengan pembuatannya yang mudah dapat meminimalisasi banyak
faktor yang menghambat penerapan panduan yang telah direkomendasikan.
Cara kedua adalah menganjurkan para petugas menggunakan produk
perawatan tangan (lotion pelembab dan cream) untuk membantu mencegah
iritasi kulit dan dermatitis kontak yang berhubungan dengan seringnya
mencuci tangan, terutama dengan sabun dan deterjen yang mengandung
agen antiseptik. Tidak hanya petugas menjadi puas akan hasilnya, namun yang
terpenting, pada penelitian oleh McCormick et al. (2000), kondisi kulit yang lebih
baik karena penggunaan lotion tangan menghasilkan 50% peningkatan
frekuensi pencucian tangan.

E. Hal-Hal yang Barus Diperhatikan dalam Menjaga Kebersihan Tangan


1. Tari Tangan
Penelitian membuktikan bahwa daerah di bawah kuku (ruang subungual)
mengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinley, Larson dan Leydon
1988). Beberapa penelitian baru-baru ini telah memperlihatkan kuku yang
panjang dapat berperan sebagai resevoar untuk bakteri Gram negatif (P.
aeruginosa), jamur dan patogen lain (Hedderwick et al. 2000). Kuku
panjang, baik yang alami maupun buatan, lebih mudah melubangi sarung
tangan (Olsen et al. 1993). Oleh karena itu, kuku harus dijaga tetap pendek,
tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.
2. Kuku Buatan
Kuku buatan (pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik) yang dipakai oleh
petugas kesehatan dapat berperan dalm infeksi nosokomial (Hedderwick et al. 2000).
Selain itu, telah terbukti bahwa kuku buatan dapat berperan sebagai reservoar
untuk bak:teri Gram negatif, pemakaiannya oleh petugas kesehatan harus dilarang.
1. Cat kuku
Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan.
2. Perhiasan
Penggunaan perhiasan (cincin, gelang asesoris) saat bertugas tidak
didiperkenankan.

Anda mungkin juga menyukai