Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kegagalan komunikasi verbal dan tertulis diantara pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan

organisasi pelayanan kesehatan. Komunikasi yang kurang baik sering terjadi yang diikuti oleh

kejadian yang tidak diharapkan. Organisasi Akreditasi Amerika Serikat disebut The Joint

Commission on the Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) menyatakan

dalam makalah tahun 2005 bahwa 66 - 70% sentinel event disebabkan oleh :

1. Komunikasi yang kurang baik

2. Kesalahan assessment penderita

3. Tidak taat/menyimpang (compliance) terhadap standar operating procedure

4. Environmental safety

5. Kompetensi petugas pelayanan kesehatan

6. Kepemimpinan

7. Kurang tersedianya informasi dan perencanaan pelayanan kesehatan, organisasi,

training orientasi, staff, dan continuum of care.

Sejak 1 Januari 2006, JCAHO membuat tujuan kedua dari keselamatan pasien adalah

memperbaiki komunikasi efektif diantara pelayanan kesehatan. Seiring dengan tujuan

tersebut semua organisasi kesehatan harus melaksanakan komunikasi yang

berstandar pendekatan untuk kepentingan pasien dalam hal komunikasi antara petugas

kesehatan yang saat hand off communication yang tidak menutup kesempatan

bertanya dan respons terhadap pertanyaan tersebut.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Memberikan panduan dalam memberikan komunikasi yang efektif sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.


2. Tujuan Khusus

Memberikan kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi

dan penerima pesan sehingga tercipta feed back yang baik antara pemberi pesan dan

penerima pesan

C. DEFINISI

1. Pengertian Komunikasi:

Sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain

melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang

dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi. (Komaruddin, 1994;

Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988).

2. Proses Komunikasi:

Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud

oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan

dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003).

Gambar

Komunikator Pesan Saluran Komunikan

Gangguan

Unsur komunikasi

1. Sumber/komunikator (dokter, perawat, admission, Adm. Irna, Kasir, dll)

2. Isi pesan

3. Media/saluran (Elektronic, Lisan, dan Tulisan).

4. Penerima/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, Admission,

Adm.Irna).
1.1. Sumber / komunikator:

Sumber (yang menyampaikan informasi): adalah orang yang menyampaikan isi

pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab

pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang

sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan

baik. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8)

Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,

pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang disampaikan, cara

berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si

penerima pesan (komunikan)

2.1. Isi Pesan (apa yang disampaikan):

Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan

komunikasi, media penyampaian, penerimanya.

3.1. Media

Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang

disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Berita

dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan

tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi

berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa

perubahan sikap. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8).

Media yang dapat digunakan: Melalui telepon, menggunakan lembar lipat,

buklet, vcd, (peraga).

4.1. Penerima / komunikan

Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran pengirim

dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab penerima

adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan memberikan


umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat penting sehingga proses

komunikasi berlangsung dua arah. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8).

Pemberi/ komunikator yang baik adalah

Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal

berikut (konsil kedokteran Indonesia, hal 42):

a. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan

pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan,

klarifikasi, paraphrase, intonasi.

b. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.

c. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik

yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak

tubuh).

d. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh)

agar tidak menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru

mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.

3. Sifat Komunikasi

Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelayanan promosi).

3.1. Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan di dalam rumah sakit adalah:

3.1.1 Jam pelayanan

3.1.2 Pelayanan yang tersedia

3.1.3 Cara mendapatkan pelayanan

3.1.4 Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika

kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.

Akses informasi ini dapat di peroleh melalui Customer Service, Admission, dan

Website.

3.2. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi):

3.2.1 Edukasi tentang obat. (Lihat pedoman pelayanan farmasi)


3.2.2 Edukasi tentang penyakit. (Lihat Pedoman Pasien)

3.2.3 Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari. (Lihat Pedoman

Pelayanan, Pedoman Fisioterapi)

3.2.4 Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan

kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit. (lihat pedoman pelayanan,

pedoman gizi, pedoman fisioterapi, pedoman farmasi).

3.2.5 Edukasi tentang Gizi. (Lihat Pedoman Gizi). Akses untuk mendapatkan

edukasi ini bisa melalui medical information dan nantinya akan menjadi

sebuah unit PKRS (penyuluhan kesehatan Rumah Sakit).

4. Komunikasi yang efektif.

Komunikasi efektif adalah: tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh penerima,

sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).

4.1 Prosesnya adalah:

1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara

lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan.

2. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan.

3. Penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan.

Komunikasi SBAR

Khusus untuk pelaporan kondisi pasien oleh petugas kesehatan kepada dokter melalui

telepon, rumah sakit mengadop sistem komunikasi SBAR (Situation, Background,

Assessment, Recommendation) yang prosesnya adalah :

Situation.

Petugas pelapor menyebutkan salam, identitas pelapor dan asal ruang perawatan, identitas

pasien, dan alasan untuk melaporkan kondisi pasien, secara subyektif dan obyektif.

Background.

Petugas pelapor menyebutkan : latar belakang pasien, yaitu Riwayat Penyakit Sekarang

(RPS), alasan pasien dirawat inap (bila rawat inap), pengelolaan pasien yang sudah
berjalan, dan terapi yang diterima pasien sampai saat itu (yang signifikan). Sebutkan

hasil pemeriksaan lab/ diagnostik yang berkaitan (jika ada), Sebutkan Informasi klinis

lainnya yang berkaitan dengan kondisi pasien.

Assessment.

Jelaskan pengkajian yang telah anda lakukan, Mis: Vital sign, skala nyeri ,status mental

pasien, kondisi kulit, status emosional, SaO2, dan lain-lain. Indikasikan masalah pasien,

contoh: jantung/ Infeksi/ pernafasan, Jika anda tidak yakin dengan masalah tersebut

jelaskan yang menjadi inti permasalahan.

Recommendation.

Menanyakan kepada dokter untuk rekomendasi dan terapi yang akan diberikan dokter.

Konfirmasi Ulang.

Menggulang kembali advis yang diberikan dari dokter ( jika ada obat NORUM/LASA, atau

pengucapan yang sulit eja dengan alphabet yang ada di RSUD Namrole). Untuk unit

khusus bisa tidak dilakukan pengulangan kembali. Mendokumentasikan advis yang

diberikan oleh dokter (tanggal, jam, terapi yang akan di berikan, nama dokter konsulan,

nama dan paraf perawat atau bidan yang melaporkan, saksi dan pelaksana perintah)

Gambar:

Ya... benar. Dikonfirmasikan Jadi isi pesannya ini


ya pak…
Komunikan komunikator

Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan


Dalam mengucapkan kalimat yang sulit, maka komunikan harus menjabarkan hurufnya satu

persatu dengan menggunakan alfabeth yang digunakan di RSUD Namrole yaitu


4. Komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya berkaitan

dengan kondisi kesehatannya.

Prosesnya:

Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan

edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):

1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.

2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.

3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)

4. Keterbatasan fisik dan kognitif.

5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.

Tahap Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap

asesmen pasien, ditemukan :

1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses

komunikasinya mudah disampaikan.

2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna

wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan

keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan

menjelaskannya kepada mereka.

3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien

marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi

edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti

materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.


Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang

diberikan:

1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien

baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali

edukasi yang telah diberikan. Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah

disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.

2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya

mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya

dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-

kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.

3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan

emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali

sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami.

Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah

pasien tenang.

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang

disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti semua

arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi

formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan

pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga

pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.


5. Pelaporan nilai laboratorium dan hasil rongent kritis

Pelaporan nilai kritis meripakan proses penyampaian hasil kritis kepada dokter yang

merawat pasien. Nilsi hasil kritis adalah hasil pemeriksaan diagnostic penunjang yang

perlu penanganan segera.

Tujuan dilakukan pelaporan nilai laboratorium dan hasil rongent kritis

1. Terlaksananya proses pelaporan nilai-nilai yang perlu diwaspadai (alert values,

interpretasi laboratorium dan radiologi untuk tenaga kesehatan).

2. Mencegah keterlambatan penatalaksanaan pasien dengan hasil kritis.

3. Hasil kritis dapat diterima oleh DPJP ( dokter yang merawat ) dan diinformasikan

pada pasien sesuai waktu.

Nilai kritis laboratorium yang berlaku di Rumah Sakit Umum Daerah Namrole

1. Darah Lengkap

 Hct < 20% atau 60 %

 Hb < 7 g/dl atau > 20 g/dl

 Trombosit dewasa < 50.000/ul atau >1.000.000/ul

 Lekosit < 2000/ul atau > 30.000/ul

 Trombosit anak < 20.000/ul atau 1.000.000

 Penemuan sel “blast” dihapusan darah tepi

 Penemuan “ sel asing” di sum sum tulang

2. Kimia Klinik

 Glukosa < 45 mg/dl atau 500 mg/dl

 Glukosa neonatus < 30 mg/dl > 300 mg/dl

 Kreatinin > 5 mg/dl (kecuali pasien yang dilakukan hemodialisa)


3. Elektrolit

 Natrium < 120 mEq/L atau > 160 mEq/L

 Kalium < 2,8 mEq/L atau > 6,2 mEq/L

 Kalium neonatus < 2,5 mEq/L atau > 8,0 mEq/L

4. Cairan tubuh (pleura, serebrosinal, asites)

 Glukosa < 80% kadar glukosa darahnya

 Total protein > 45 mg/dl

 Leukosit > 10/ul

 Pengecatan bakteri (+)

 Ditemukan sel asing

5. Urinalisa

 Glukosaria >2+

 Keton >2

 Albuminuria >2+

 Eritrosit >2+

 Lekosit >2+

( Sumber : Wallach J. Interpretation Diagnostic Test, ed 8. Philadelphia, 2007, pp 26- 29 )

Nilai hasil radiologi kritis adalah suatu pemeriksaan/ expertise radiologi yang harus segera

ditindaklanjuti untuk keselamatan pasien atau tindakan medis lain oleh dokter yang merawat.
Yang termasuk hasil kritis radiologi adalah

Area Anatomi/ Kondisi Kategori Kritis

Anatomical Red Category condition

Area

Sistem saraf  perdarahan serebral/ hematoma

pusat  tumor otak (efek massa)

 stroke akut

 fraktur depresi pada tengkorak

 fraktur tulang belakang servikal

 kompresi sumsum tulang belakang

Leher  epiglotitis

 deseksi arteri karotis

 critikal carotid stenosis

Dada  tension pneumotorax

 diseksi aorta

 emboli paru

 aneurisma pecah/ implending rupture

 emfisema mediastinum/ pneumomediastinum

Abdomen  udara bebas di abdomen ( bila tejadi riwayat pembedahan

dalam waktu dekat )

 ischemic bowel

 appendicitis

 emboli vena porta

 volvulus
 perlukaan organ dalam traumatik

 perdarahan retroperitoneal

 obstruksi usus

Urogenital  kehamilan ektopik

 abruptio placentae

 placental previa menjelang aterm

 torsio testis atau ovarium

Vaskuler  DVT atau oklusi vaskuler

Umum  Kesalahan lokasi pemasangan infus/ selang (misalnya

selang makan pada saluran nafas)

1. KEBIJAKAN

1. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Namrole .../..../RSUD/IV/2017 tentang

Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Namrole

2. Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Namrole .../.../RSUD/IV/2017 Tentang

Kebijakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Daerah Namrole


BAB II

RUANG LINGKUP

Komunikasi SBAR diambil dari template komunikasi Angkatan Laut Amerika Serikat yang

membiasakan komunikasi tepat, pendek, tetapi informasi lengkap. Selanjutnya dikembangkan

oleh Kaiser Permante di Colorado, Amerika Serikat, sebagai alat komunikasi untuk melaporkan

petugas pelayanan kesehatan mengenai situasi dan keadaan yang perlu tindakan segera saat

melaporkan pasien, mengoperkan pasien pada shift jaga, pindah unit atau rumah sakit dalam

bentuk laporan yang bermutu dan aman.

Secara lebih lengkap, komunikasi efektif akan berlangsung dengan baik apabila :

1. Komunikasi interaktif yang memungkinkan pemberi informasi dan penerima informasi

memperoleh kesempatan untuk saling bertanya

2. Pesan yang disampaikan bersifat terkini (update), yang berisi tentang perawatan

pasien, pengobatan, pelayanan, kondisi dan perubahan-perubahan yang baru saja dialami

dan yang perlu diantisipasi

3. Dalam proses komunikasi, terjadi proses verifikasi informasi yang diterima dengan cara

melakukan mengulang kembali (repeat back) dan membaca kembali (read back)

setepat mungkin

4. Kesempatan bagi penerima informasi untuk melakukan peninjauan kembali data

historis pasien, yang meliputi data perawatan dan terapi sebelumnya

5. Dalam proses komunikasi hand-overs yang efektif interupsi, harus diminimalisasi agar

supaya pesan dapat dilakukan seoptimal mungkin, tanpa terjadi kesalahan.


Ada berbagai titik dalam proses perawatan pasien, dimana terjadi komunikasi antar petugas,

seperti :

1. Perpindahan pasien pada tingkat perawatan

a. Pasien masuk rumah sakit dari bagian gawat darurat atau poliklinik, rujukan dokter

b. Perpindahan pasien dari ICU ke bangsal atau dari bangsal ke ICU

c. Perpindahan rawat sementara

d. Pengiriman pasien dari bangsal ke ruang operasi, ruang radiologi, fisioterapi, dsb

e. Penyerahan pasien dari kamar operasi ke bangsal/ruangan

2. Pasien pulang

a. Pasien dirujuk ke rumah sakit lain

b. Pasien pulang

3. Perubahan petugas yang merawat

a. Pergantian tugas perawat/bidan

b. Pergantian tugas dokter jaga

4. Penyampaian informasi hasil pemeriksaan penunjang

5. Komunikasi antara perawat/bidan dan dokter atau antar dokter dalam proses

konsultasimedis
Komunikasi berasal dari Bahasa Latin yaitu communis atau common yang dalam Bahasa

Inggris berarti “sama”. Berkomunikasi dapat diartikan bahwa kita berusaha untuk

mencapai kesamaan makna commonness. Istilah organisasi berasal dari bahasa latin

organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama

lainnya saling bergantung. Diantara para ahli ada yang menyebut paduan itu system, ada

juga yang menamakannya sarana (Parwijanto,2008).

Komunikasi antara dokter dan perawat merupakan salah satu aspek kolaborasi antara

dokter dan perawat, mengingat bahwa kedua profesi tersebut memiliki peran yang

interdependen. Dokter memerlukan perawat untuk melaksanakan tugas yang harus

didelegasikan kepada perawat dan perawat juga perlu pendelegasian dari dokter baik

juga akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif untuk semua

terutama dalam hal penentuan penggunaan sediaan farmasi untuk pasien. Menurut Corser

(2000) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kolaborasi antara dokter dan

perawat. Faktor-faktor tersebut meliputi kesalahpahaman perawat, perbedaan persepsi

mengenai penggunaan wewenang, posisi dan rasa saling menghormati (Pallas,2005).

Telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam sebuah rumah sakit, dokter dan perawat

merupakan ujung tombak terselenggaranya pelayanan kesehatan. Komunikasi baik

verbal maupun tulisan diantara kedua profesi tersebut sangat penting terutama

menyangkut kondisi kesehatan pasien sehingga dapat mendukung kolaborasi yang

baik juga.

Menurut Fox (2000) dalam Pallas (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi

antara dokter dengan perawat adalah kesadaran (awareness), pengalaman (experience),

interaksi (interaction), profesi (profession) dan lingkungan (environment).

Kewaspadaan terhadap panduan dalam komunikasi yang efektif tidak terlalu diketahui
baik oleh perawat maupun oleh dokter. Hal tersebut menyebabkan hambatan dalam

melakukan komunikasi diantara kedua profesi tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan

oleh Fox (2000) perawat memang tampak lebih menguasai teknik-teknik komunikasi

efektif dibandingkan dokter, terutama perawat-perawat senior. Sedangkan dalam intern

profesi dokter sendiri, dokter senior lebih mampu berkomunikasi dengan baik

dibandingkan dokter-dokter yang masih muda.

Dalam konsensus umum, komunikasi yang berjalan dengan baik antara dokter dan

perawat menimbulkan kondisi kerja yang lebih baik. Bahkan disebutkan bahwa

komunikasi antara dokter dan perawat merupakan proses komunikasi yang paling sulit

terjalin dibandingkan dengan profesi-profesi yang lain. Hal tesebut diakibatkan hirarki

yang membedakan kedua profesi tersebut.

Perawat seringkali merasa bahwa komunikasi merupakan hal yang cukup

penting, tetapi dokter memiliki persepsi yang berbeda mengenai komunikasi tersebut.

Perbedaan persepsi ini memiliki dampak yang negative terhadap jalannya proses

komunikasi.

Faktor yang terakhir adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang baik akan

lebih mendukung terjalinnya komunikasi yang baik, tetapi sebaliknya komunikasi yang

baik juga akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif untuk semua

profesi yang ada di rumah sakit.


BAB III

TATA LAKSANA

Penatalaksanaan komunikasi yang efektif disesuaikan berdasarkan standar prosedur

operasional yang berlaku di Rumah Sakit Umum Daerah Namrole yang sudah disepakati dan

berlandaskan surat keputusan direktur Rumah Sakit UmumDaerah Namrole. Khusus untuk

pelaporan kondisi pasien oleh petugas kesehatan kepada dokter melalui telepon, rumah

sakit mengadopsi sistem komunikasi SBAR (Situation, Background, Assessment,

Recommendation) yang prosesnya adalah :

S (Situation): Petugas pelapor menyebutkan salam, identitas pelapor dan asal ruang

perawatan, identitas pasien, dan alasan untuk melaporkan kondisi pasien, secara

subyektif dan obyektif.

B (Background) :Petugas pelapor menyebutkan : latar belakang pasien, yaitu Riwayat

Penyakit Sekarang (RPS), alasan pasien dirawat inap (bila rawat inap), pengelolaan

pasien yang sudah berjalan, dan terapi yang diterima pasien sampai saat itu (yang

signifikan). Sebutkan hasil pemeriksaan lab/ diagnostik yang berkaitan (jika ada),

sebutkan Informasi klinis lainnya yang berkaitan dengan kondisi pasien.

A (Assesment): Jelaskan pengkajian yang telah anda lakukan, Mis: Vital sign, skala nyeri

,status mental pasien, kondisi kulit, status emosional, SaO2, dan lain-lain. Indikasikan

masalah pasien, contoh: jantung/ Infeksi/ pernafasan, Jika anda tidak yakin dengan

masalah tersebut ,jelaskan yang menjadi inti permasalahan.

R (Recommendation): Menanyakan kepada dokter untuk rekomendasi dan terapi yang

akan diberikan dokter


Konfirmasi Ulang :

Mengulang kembali advis yang diberikan dari dokter (jika ada obat NORUM/LASA, atau

pengucapan yang sulit dieja dengan alphabet yang ada di Rumah Sakit Mardi waluyo).

Untuk unit khusus bisa tidak dilakukan pengulangan kembali. Mendokumentasikan advis

yang diberikan oleh dokter (tanggal, jam, terapi yang akan di berikan, nama dokter

konsulan, nama dan paraf perawat atau bidan yang melaporkan, saksi dan pelaksana

perintah).

Sikap yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah teliti terhadap analisa masalah pasien

dan sopan. Unit yang terkait dalam standar operasional prosedur ini adalah seluruh intalasi

rawat inap, rawat jalan, ICU, kamar operasi dan IGD.


BAB IV

DOKUMENTASI

A. KEBIJAKAN PELAYANAN KESELAMATAN PASIEN

B. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

1. SPO yang digunakan di RS. M a r d i W a l u y o adalah SPO Komunikasi

Efektif (SBAR) antara:

a. Perawat/Bidan dengan Dokter

b. Dokter Jaga dengan Dokter DPJP

c. Petugas Penunjang dengan Dokter

2. SPO Menghubungi Dokter Via Telpon

3. SPO Pelaporan Hasil Kritis

C. FORMULIR YANG DIGUNAKAN

Formulir Komunikasi SBAR yang digunakan di RSUD Namrole adalah Formulir

Lembar Komunikasi SBAR

D. DOKUMENTASI OLEH PETUGAS PENUNJANG MEDIS DAN PETUGAS LAIN

Sebelum menelpon hendaknya petugas sudah menyiapkan formulir catatan lengkap

perintah lisan melalui telepon/ pelaporan hasil pemeriksaan . Isi dari formulir catatan

lengkap perintah lisan melalui telepon/ pelaporan hasil pemeriksaan adalah :

1. Tanggal

2. Jam

3. Perihal yang dilaporkan

4. Isi perintah (advis)

5. Tandatangan /paraf nama yang melapor, tanda tangan pelaksana perintah/saksi,


nama dan tanda tangan pemberi perintah, konfirmasi.

E. SASARAN MUTU

JUDUL PELAKSANAAN KOMUNIKASI EFEKTIF

DENGAN SBAR

DIMENSI MUTU Komunikasi yang efektif

TUJUAN Tergambarnya kemampuan rumah sakit dalam

memberikan pelayanan bedah untuk mengurangi

salah pasien, salah sisi operasi, salah prosedur

DEFINISI Terlaksananya penggunaan komunikasi yang efektif

OPERASIONAL dengan metode SBAR ( situational Background

Assesment Recommendation ) diseluruh unit

pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Mardi

Waluyo Metro

FREKUENSI Setiap hari

PENGUMPULAN

DATA

PERIODE ANALISIS Setiap 3 bulan

NUMERATOR Jumlah pasien yang dilaporkan menggunakan SBAR

dengan benar

DENOMERATOR Jumlah keseluruhan pasien yang seharusnya

dilaporkan menggunakan SBAR

SUMBER DATA Kuesioner harian dan bulanan di setiap ruang rawat

inap

STANDAR 100%

PENANGGUNG Kepala bagian/ ruang dan pengumpul data tim SKP 2

JAWAB PENGUMPUL
DATA ( KOMUNIKASI EFEKTIF )
BAB V

PENUTUP

Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan pasien

yang aman, khususnya dalam rangka pemberian informasi yang efektif sehingga

diharapkan tidak terjadi kesalahan dalam pemberian informasi yang terintegrasi. Panduan

ini jauh dari sempurna oleh sebab itu panduan akan ditinjau sesuai dengan tuntutan

layanan dan standar akreditasi, baik akreditasi nasional 2012 maupun standar

internasional.

Namrole, 01 April 2017

Ketua Panitia Akreditasi Direktur RSUD Namrole

dr. Henny Sri Rejeki Sabaha Pattah, SKM

Anda mungkin juga menyukai