MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : memberlakukan Panduan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) tentang
komunikasi efektif untuk mendorong keterlibatan pasien dan keluarganya dalam
proses pelayanan.
Kedua : surat Keputusan ini disampaikan kepada seluruh unsur pelayanan untuk diketahui
dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Ketiga : bila kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini akan
dilakukan penyesuaian dan pembetulan seperlunya.
Ditetapkan di : Kupang
Pada Tanggal : 28 januari 2019
Direktur Rumah Sakit Umum Mamami
A. Pengertian
Komunikasi adalah Sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi”.
(Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988).
Komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi.
{Komarudin, 1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn,1994; Koontz & Weihrich, 1998).
B. Teori Komunikasi
ProsesKomunikasi : Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan
dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan
sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana,
2003).
Oh saya
Gambar mengerti..
Umpan Balik
Dia Mengerti
1
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Unsur Komunikasi
1. Sumber/komunikator:
Sumber (yang menyampaikan informasi): adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pengirim
pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan meminta
kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan baik(Konsil Kedokteran
Indonesia, hal.8).
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang disampaikan, cara
berbicaranya yang jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si
penerima pesan (komunikan).
2. Isi Pesan (apa yang disampaikan):
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan komunikasi,
media penyampaian, penerimanya.
3. Media
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Berita dapat
berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu,
media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau
tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap. (Konsil
Kedokteran Indonesia, hal.8).Media yang dapat digunakan: melalui telepon,
menggunakan lembar lipat, buklet, vcd, (peraga).
2
4. Penerima / komunikan
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran pengirim
dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab penerima adalah
berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan memberikan umpan balik
kepada pengirim. Umpan balik sangat penting sehingga proses komunikasi
berlangsung dua arah. (Konsil Kedokteran Indonesia, hal.8).
Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal
berikut (Konsil Kedokteran Indonesia, hal 42):
B. Sifat Komunikasi
1. Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan
promosi).Komunikasi yang bersifat informasi asuhan didalam Rumah Sakit adalah:
Jam pelayanan
Pelayanan yang tersedia
Cara mendapatkan pelayanan
Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan
asuhan pasien melebihi kemampuan Rumah Sakit. Akses informasi ini dapat di peroleh
melalui Customer Service,dan Website.
3
2. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi):
Edukasi tentang obat.
Edukasi tentang penyakit.
4
BAB III
TATALAKSANA
Gambar:
5
Dalam menuliskan kalimat yang sulit, ,maka komunikan harus menjabarkan hurufnya satu persatu
dengan menggunakan alfabeth yaitu :
Sumber: Wikipedia
6
B. Komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya berkaitan dengan
kondisi kesehatannya.
Prosesnya:
Tahap assesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan
edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari Rekam Medik):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi(emosional: depresi, senang dan marah)
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
Tahap Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif.Setelah melalui tahap assesmen
pasien, di temukan :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses komunikasinya
mudah disampaikan.
2. Jika pada tahap assesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara),
maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga
sekandung (istri,anak,ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada
mereka.
3. Jika pada tahap assesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien marah
atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan
menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi,
pasien bisa menghubungi medical information.
4. Hukum komunikasi efektif ada 5 (The 5 Inevitable Laws of Effective Communication)
terangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu
REACH (Respect Empathy Audible Clarity Humble), yang berarti merangkuh atau meraih.
Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih
perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari
orang lain. Adapun hukum komunikasi efektif adalah :
Respect adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan
yang kita sampaikan. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap
saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang
menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai
individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
7
Empathy adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki
sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih
dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Rasa empati akan
menimbulkan respek atau penghargaan, rasa respek akan membangun
kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork. Jadi
sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti
dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya
pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan
dari penerima.
Audible maknanya antara lain : dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik.
Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu
menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita
sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa
pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga
dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada
kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau
alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan
dapat diterima dengan baik.
Clarity adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi
interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti
keterbukaan atau transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan
sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat
menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita.
Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya
akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
Humble adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan
hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari
oleh sikap rendah hati yang kita miliki.
8
C. Aspek komunikasi efektif juga meliputi 5 hal yaitu :
Kejelasan (Clarity) : pesan yang disampaikan.
Ketepatan (Accuracy) : kebenaran informasi.
Konteks (Context) : gaya bicara dan pesan disampaikan dalam situasi yang tepat.
Alur (Flow) : urutan pesan atau sistematika penyampaian.
Budaya (Culture) : sesuai dengan bahasa, gaya bicara, dan norma etika yang
berlaku.
D. Secara teknik untuk mencapai komunikasi efektif secara verbal komunikasi
“memainkan” teknik vocal :
Speed/tempo : kecepatan bicara;variatif, jangan terlalu cepat jangan pula terlalu
lambat.
Volume : tinggi, rendah nada bicara, disesuaikan dengan karakter dan jumlah
audiens.
Aksentuasi : penekanan (stressing) pada kata-kata tertentu.
Artikulasi : kejelasan kata demi kata yang diucapkan.
Projection : memproyeksikan (mengarahkan) suara sampai ke bagian paling
belakang ruangan tanpa harus berteriak.
Pronounciation (pelafalan) : pelafalan kata demi kata secara jelas dan benar.
Repetition (pengulangan) : untuk mengulangi kata-kata penting dengan irama yang
berbeda.
Hindari gumaman (Intruding Sound) terlalu sering.
Ringkas, namun jelas. Jangan bertele-tele.
Secara non-verbal komunikasi dapat dibangun dengan gesture atau gerakan tubuh,
cara berpakaian sesuaikan dengan acara atau suasana, raut wajah.
E. Hasil survei Mechribian & Ferris menunjukan dalam komunikasi verbal, keberhasilan
menyampaikan informasi :
55% ditentukan oleh bahasa tubuh (body language), postur, isyarat, dan kontak
mata.
38% ditentukan oleh nada suara.
7% saja ditentukan oleh kata-kata.
9
F. Strategi komunikasi efektif antara lain :
Menguasai pesan/materi
Mengenali karakter komunikan/audiens
Kontak mata (eye contact)
Ekspresi wajah
Postur/gerak tubuh
10
BAB IV
DOKUMENTASI
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang
diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik
dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang
bapak/ibu bisa pelajari ?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami
hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan
yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bapak/ibu
bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali
sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami.
Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah
pasien tenang.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi formulir
edukasi dan informasi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan pasien atau
keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasiendan keluarga pasien sudah
diberikan edukasi dan informasi yang benar.
11
KOMUNIKASI EFEKTIF
a. TULIS :
Perawat/dokter jaga/petugas medis lain setelah menerima
instruksi baik lisan dan via alat komunikasi atau hasil
pemeriksaan harus menulis lengkap pada rekam medis
1) Tanggal dan jam
2) Isi Perintah
3) Nama pemberi perintah
4) Nama penerima perintah
b. BACA kembali :
Instruksi baik lisan dan via alat komunikasi atau hasil
pemeriksaan yang disampaikan harus ditulis pada berkas
rekam medis. dikonfirmasi ulang pada saat DPJP visite
instruksi harus dicek kembali oleh DPJP kemudian ditanda
tangani pada kolom pemberi
perintah di formulir catatan perkembangan terintegrasiApabila
dokter DPJP sedang tidak ada ditempat maka konfirmasi dapat
ditanda tangani oleh dokter pengganti yang ditunjuk oleh dokter
DPJP.
c. KONFIRMASI ulang
Instruksi baik lisan dan via alat komunikasi atau hasil
pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.
2. Baca ulang/eja instruksi baik lisan dan via alat komunikasi
atau hasil pemeriksaan dan waspadai nama -
nama obat yang NORUM / LASA (Nama Obat Rupa Ucapan
Mirip / Look Alike Sound Alike ) seperti :
- Aminophilin 200 mg – Amitriptyline 25 mg
- Acyclovir 200 mg – Acyclovir 400 mg
3. Eja instruksi baik lisan dan via alat komunikasi atau hasil
pemeriksaan, nama-nama obat atau tindakan yang tidak jelas
dengan ejaan alphabet yang sudah distandarisasi
4. Laporkan kondisi pasien dengan system SBAR
(Situation, Background, Assesment, Recommendation) :
a. Laporkan pasien dengan cara, “Halo selamat
pagi/siang/sore/malam, ini dengan… (sebutkan
nama), dari ruangan (sebutkan nama ruangan terkait) izin
melaporkan.
KOMUNIKASI EFEKTIF
Menimbang : a. bahwa pasien/keluarga merupakan individu yang mempunyai hak untuk meminta
konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai
Surat Ijin Praktak (SIP) didalam maupun di luar Rumah Sakit.
b. bahwa untuk menghormati, melindungi dan menjamin terpenuhinya hak tersebut
maka perlu ditetapkan hal-hal yang berkaitan dengan semua proses yang
mendukung hak pasien dan keluarga selama dalam pelayanan.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
2. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Permenkes No 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban
Pasien
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : memberlakukan Panduan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) tentang hak
pasien bertujuan untuk tidak menimbulkan rasa takut untuk mencari second opinion
dan kompromi dalam pelayanan mereka baik di dalam maupun diluar Rumah Sakit.
Kedua : surat Keputusan ini disampaikan kepada seluruh unsur pelayanan untuk diketahui
dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Ketiga : bila kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini akan
dilakukan penyesuaian dan pembetulan seperlunya.
Ditetapkan di : Kupang
PadaTanggal : 03 Maret 2020
Direktur Rumah Sakit Umum Mamami
1
BAB I
DEFINISI
Second opinion atau mencari pendapat kedua yang berbeda adalah merupakan hak
seorang pasien dalam memperoleh jasa pelayanan kesehatannya.
Yang dimaksud dengan second opinion disini adalah pandangan dokter lain
terhadap masalah kesehatan yang dihadapi pasien. Misalnya kita berobat ke dokter A jika
anda ragu tentang pendapat dokter tersebut, sebelum mengambil obat atau terapi yang
disarankan dokter A tidak ada salahnya untuk mengunjungi dokter B untuk mendapatkan
pendapat kedua dari dokter B.
Hak yang dipunyai pasien adalah hak mendapatkan pendapat kedua (second
opinion) dari dokter lainnya. Untuk mendapatkan pelayanan yang optimal, pasien tidak usah
ragu untuk mendapatkan “second opinion” tersebut. Memang biaya yang dikeluarkan akan
menjadi banyak, tetapi paling tidak bermanfaat untuk mengurangi risiko kemungkinan
komplikasi atau biaya lebih besar lagi yang akan dialaminya. Misalnya, pasien sudah divonis
operasi caesar atau operasi usus buntu tidak ada salahnya melakukan masukan pendapat
dokter lain. Dalam melakukan “second opinion” tersebut sebaiknya dilakukan terhadap
dokter yang sama kompetensinya. Misalnya, tindakan operasi caesar harus minta “second
opinion” kepada sesama dokter kandungan bukan ke dokter umum. Atau, bila pemeriksaan
laboratorium yang dianjurkan dokter sangat banyak dan mahal, tidak ada salahnya minta
pendapat ke dokter lainnya.
Seringkali pasien mendapatkan informasi hanya dari internet tanpa harus diketahui
akurasi kebenarannya secara ilmiah. Atau seringkali pasien mendapatkan informasi dari
teman atau saudaranya yang berprofesi sebagai dokter tetapi tidak sesuai kompetensinya
dengan masalah yang dihadapi. Misalnya, saran berbeda dari dokter umum atau dokter
penyakit dalam penanganan anaknya yang berusia 1 bulan yang sedang mengalami
masalah kegawatan di ruangan NICU. Seringkali opini yang belum tentu benar tersebut
membuat pasien bingung dan tidak mempercayai dokter ahli yang merawat bayinya. Bila
masalah rumit tersebut terjadi sebaiknya pasien mencari informasi atau second opinion
kepada dokter yang berkompeten misalnya dokter anak ahli neonatologi.
2
BAB II
RUANG LINGKUP
3
BAB III
TATA LAKSANA
4
h. Bila pendapat kedua dokter tersebut berbeda, maka biasanya penderita
dapat memutuskan salah satu keputusan tersebut berdasarkan argumen
yang dapat diterima secara logika. Atau, dalam keadaan tertentu ikuti advis
dari dokter tersebut bila terdapat perbaikan bermakna dan sesuai penjelasan
dokter maka keputusan tersebut mungkin dapat dijadikan pilihan. Bila hal itu
masih membingungkan tidak ada salahnya melakukan pendapat ketiga.
biasanya dengan berbagai pendapat tersebut penderita akan dapat
memutuskannya. Bila pendapat ketiga tersebut masih sulit dipilih biasanya
kasus yang dihadapi adalah kasus yang sangat sulit.
i. Keputusan second opinion terhadap terapi alternatif sebaiknya tidak
dilakukan karena pasti terjadi perbedaan pendapat dengan pemahaman
tentang kasus yang berbeda dan latar belakang ke ilmuan yang berbeda.
j. Kebenaran ilmiah di bidang kedokteran tidak harus berdasarkan senioritas
dokter atau gelar profesor yang disandang. Tetapi berdasarkan kepakaran
dan landasan pertimbangan kejadian ilmiah berbasis bukti penelitian di
bidang kedokteran (Evidance Base Medicine).
5
seperti...dan seperti ini...” sebaiknya mintalah pendapat seperti biasa
berdasarkan tanda dan gejala penyakit yang muncul. Kemudian tanyakan
jika ada masalah yang kurang jelas dan konfirmasikan pendapat dokter
pertama, misalnya dengan menanyakan “Jadi saya tidak sakit ini... ya dok?
“ atau “Saya tidak perlu menjalani terapi ini...kan dok?”
f. Jika anda sudah yakin dengan dokter pertama atau kedua maka tidak perlu
mencari dokter selanjutnya.
Kadang ada pasien yang ragu dengan kondisi medisnya, namun mungkin terlalu
sungkan untuk menanyakan pada dokter lain. Atau ketika bertemu dengan dokter kedua
tidak menyebutkan riwayat bahwa dia telah berkonsultasi sebelumnya dengan dokter yang
pertama. Padahal riwayat konsultasi atau terapi sebelumnya sangat penting bagi dokter
manapun untuk menyelami kondisi kesehatan pasien yang sebenarnya.
Tidak ada larangan memang bagi pasien untuk bertemu dokter manapun sesuai
dengan pilihannya dan seberapa banyak dokter yang ia temui. Namun tidak ada salahnya
meminta pada dokter yang memeriksa sebelumnya, seandainya Anda menemukan
keraguan, agar dirujukkan atau diberikan pengantar berkonsultasi pada dokter lain yang
mungkin dapat membantu Anda. Dalam beberapa kasus mungkin, dokter Anda sendiri yang
akan menyarankan untuk mencari pendapat kedua, terutama dokter yang lebih ahli tentang
masalah kesehatan yang sedang Anda derita.
Ada sejumlah kondisi di mana umumnya pasien meminta pendapat kedua. Misalnya
ketika dokter menyarankan tindakan operasi, apalagi yang akan membuat perubahan
anatomis permanen pada tubuh pasien. Ketika pasien didiagnosa penyakit serius seperti
kanker, maka pasien pun biasanya diizinkan meminta pendapat kedua. Jangan heran jika
pendapat dari sejumlah dokter akan berbeda, setiap penyakit memiliki presentasi yang
berbeda-beda ketika hadir di ruang periksa, pendekatan dan pertimbangan masing-masing
dokter akan berbeda tergantung spesifikasi keilmuan dan pengalaman yang dimilikinya. Jika
Anda memanfaatkan second opinion, pastikan bahwa Anda mendapatkan informasi yang
lengkap mengenai kondisi kesehatan Anda dan pilihan yang Anda miliki untuk meningkatkan
kondisi kesehatan Anda.
6
UUD 1945 yang telah diamandemen, secara jelas dalam pasal 28 H menyebutkan,
bahwa setiap warga negara berhak mendapat pelayanan kesehatan yang layak. Dan terkait
hak hak pasien sendiri sudah diatur diantaranya dalam UU No 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, sebagian juga di atur dalam UU Perlindungan Konsumen, UU No 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit.
Selain itu hak-hak pasien juga diangkat dalam Surat Edaran Direktorat Jendral
Pelayanan Medis Depkes RI No YM.02.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban
Pasien, Dokter dan RS; serta Deklarasi Muktamar IDI mengenai Hak dan Kewajiban pasien
dan Dokter. Sementara untuk kewajiban pasien diatur dalam UU Praktik Kedokteran dan UU
Perlindungan Konsumen. Hak Pasien memang harus diatur dalam rangka melindungi
kepentingan pasien yang seringkali tidak berdaya. Demikian juga hak tenaga medis
diperlukan untuk melindungi kemandirian profesi. Sementara kewajiban tenaga medis diatur
untuk mempertahankan keluhuran profesi dan melindungi masyarakat
7
BAB V
DOKUMENTASI
1. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar,
penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
2. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin ybs, kepentingan
Yang bersangkutan, kepentingan masyarakat).
3. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan
nyawa atau cegah cacat).
8
Terkait Rekam Medis, Peraturan Menteri Kesehatan NO 269 pasal 12 menyebutkan:
Hak Pasien dalam PMK No 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan
Kewajiban Pasien (Pasal 17 PMK 4/2018) menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai
hak sebagai berikut:
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit;
2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
Standar Prosedur Operasional;
5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi;
6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit;
8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain (second
opinion) yang mempunyai Surat Ijin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar
Rumah Sakit;
9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya;
10. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
11. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
9
13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu
tidak mengganggu pasien lainnya;
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit;
15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya;
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya;
17. Menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana;
18. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Sementara itu kewajiban pasien diatur diantaranya dalam PMK No 4 tahun 2018
tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien , terutama pasal 26 PMK, yang
meliputi:
1. Mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
3. Menghormati hak pasien lain, pengunjung dan hak tenaga kesehatan serta petugas
lainnya yang berkerja di rumah sakit.
4. Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan kemampuan
dan pengetahuannyatentang masalah kesehatannya
10
Terkait kewajiban pasien seperti disebut di atas, sebenarnya ada “pesan” implisit
terkait hal itu, diantaranya:
Masing-masing pihak, dalam hal ini pasien dan tenaga medis, harus selalu memberi
informasi yang tepat dan lengkap, baik sebelum maupun sesudah tindakan
(preventif/diagnostik/terapeutik/rehabilitatif)
Keputusan di tangan pasien, dokter mengadvokasi prosesnya (kecuali keadaan
darurat yang tak bisa ditunda)
Layanan medis harus sesuai kebutuhan medisnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Undang – Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran
12
MR.17
RUMAH SAKIT UMUM MAMAMI
JL. W. MONGINSIDI NO. 3
KUPANG
Kupang, …………………………
Petugas Peminjam
……………………. ……………………
PERMINTAAN SECOND OPINION
A. NAMA KEGIATAN
Pelatihan secon opinion
B. Latar Belakang
Second opinion atau mencari pendapat kedua yang berbeda adalah
merupakan hak seorang pasien dalam memperoleh jasa pelayanan kesehatannya.
Yang dimaksud dengan second opinion disini adalah pandangan dokter lain
terhadap masalah kesehatan yang dihadapi pasien. Misalnya kita berobat ke dokter
A jika anda ragu tentang pendapat dokter tersebut, sebelum mengambil obat atau
terapi yang disarankan dokter A tidak ada salahnya untuk mengunjungi dokter B
untuk mendapatkan pendapat kedua dari dokter B.
Hak yang dipunyai pasien adalah hak mendapatkan pendapat kedua
(second opinion) dari dokter lainnya. Untuk mendapatkan pelayanan yang optimal,
pasien tidak usah ragu untuk mendapatkan “second opinion” tersebut. Memang
biaya yang dikeluarkan akan menjadi banyak, tetapi paling tidak bermanfaat untuk
mengurangi risiko kemungkinan komplikasi atau biaya lebih besar lagi yang akan
dialaminya. Misalnya, pasien sudah divonis operasi caesar atau operasi usus buntu
tidak ada salahnya melakukan masukan pendapat dokter lain. Dalam melakukan
“second opinion” tersebut sebaiknya dilakukan terhadap dokter yang sama
kompetensinya. Misalnya, tindakan operasi caesar harus minta “second opinion”
kepada sesama dokter kandungan bukan ke dokter umum. Atau, bila pemeriksaan
laboratorium yang dianjurkan dokter sangat banyak dan mahal, tidak ada salahnya
minta pendapat ke dokter lainnya.
Seringkali pasien mendapatkan informasi hanya dari internet tanpa harus
diketahui akurasi kebenarannya secara ilmiah. Atau seringkali pasien mendapatkan
informasi dari teman atau saudaranya yang berprofesi sebagai dokter tetapi tidak
sesuai kompetensinya dengan masalah yang dihadapi. Berdasarkan hal di atas dan
sering terjainya pasien meminta pendapat lain dari dokter maka kami dari pokja HPK
ingin mengadakan pelatihan kepda anggota Rumah sakit tentang secon openion.
C. Tujuan
Adapun tujuan dari diadaka pelatihan ini adalah
1. Meningkatkan pengetahuan DPJP tentang pentingnya secon openion
dalam penatalaksanaan pengobatan
2. Mengurangi kesalahan diagnosis dan dan perbedaan penatalaksanaan
dokter yang satu dengan dokter yang lain
D. Sasaran
1. Direktur Rumah Sakit
2. DPJP
3. Kepala unit pelayanan
E. Nara sumber
G. Susunan kepanitiaan
H. Bentuk kegiatan
Bentuk kegiatan pelatihan ini merupakan bentuk kegiatan yang akan di
adakan oleh RUMAH SAKIT MAMAMI KUPANG ,dan merupakan salah satu
kegiatan pelatihan dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi mengenai”
pelatihan secon openion“.pada pelatihan ini juga akan diadaakan pre test dan post
test untuk mengetahui tingkat pengetahuan dari peserta baik sebelum dan sesudah
materi diberikan oleh nara sumber.
I. Penutup
Demikian TOR ini dibuat sebagaimana bentuk kegiatan yang akan kami
laksanakan kami juga mengharapkan dukungan dari semua pihak agar kegiatan
yang akan kami selenggarakan dapat berjakan dengan baik .semoga kegiatan ini
dapat berlangsung terus dan berkesinambungan serta bermanfaat bagi kita semua
.atas bantuan dan kerja amanya kami ucapkan terima kasih.