Anda di halaman 1dari 24

II.

Sasaran Keselamatan Pasien II : Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif

A. Definisi
Komunikasi adalah tentang pertukaran informasi, berbagai ide dan
pengetahuan. Hal ini berupa proses dua arah dimana informasi,
pemikiran, ide, perasaan atau opini disampaikan/dibagikan melalui
kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai pemahaman
bersama. Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara
aktif. Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami cara baru
mengerjakan atau memikirkan sesuatu.
Pengertian komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian
pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu
cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang
dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi (Komaruddin,
1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988)

B. Teori Komunikasi
Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena kita
sering menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan
bagaimana kita berkomunikasi dengan yang lain dan apakah efektif atau
tidak.  Komunikasi yang baik melibatkan pemahaman bagaimana orang-
orang  berhubungan dengan yang  lain, mendengarkan apa yang
dikatakan dan mengambil pelajaran dari hal tersebut
1. Proses Komunikasi:
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan
ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima
pesan/komunikan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana,
2003).Gambar berikut memberikan ilustrasi proses komunikasi.

Umpan Balik

8
Dibacakan

Ganguan

Komunikator Pesan Saluran Komunikan

2. Unsur-unsur/elemen dalam komunikasi efektif


a. Sumber atau pemberi pesan/komunikator (dokter, perawat,
admision, administrasi, kasir, maupun pihak lainya yang terkait)
adalah orang yang memberikan pesan.
Sumber (yang menyampaikan informasi): adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada penerima/komunikan.
Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pengirim pesan adalah
mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan
meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan
baik. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8)
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai
materi, pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang
yang disampaikan, cara berbicaranyanya jelas dan menjadi
pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan
(komunikan).
b. Isi pesan adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada
komunikan, dimana panjang pendeknya maupun kelengkapannya
perlu disesuaikan dengan tujuan komunikasi, media yang
digunakan, juga penerimanya.
c. Media/saluran pesan (Elektronic,Lisan,dan Tulisan) adalah sarana
komunikasi dari komunikator kepada komunikan. Media berperan
sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan
penerima. Pesan dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya
sekaligus. Pada kesempatan tertentu, media dapat tidak
digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau
tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan
sikap. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8). Media yang dapat

9
digunakan: melalui telepon, menggunakan lembarlipat, buklet, vcd,
(peraga).

d. Penerima pesan/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat,


dokter, Admission,Adm.) atau audience adalah pihak/orang yang
menerima pesan. Penerima pesan berfungsi sebagai penerima
berita. Dalam komunikasi, peran pengirim dan penerima
bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab penerima
adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan
memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat
penting sehingga proses komunkasi berlangsung dua arah. (konsil
kedokteran Indonesia, hal.8).

e. Umpan Balik, adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap


respon pesan yang diterimanya

3. Pemberi pesan/komunikator yang baik:


Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan
dalam hal-hal berikut (konsil kedokteran Indonesia, hal 42):
a. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan
menggunakan pertanyaan tertutup dan kapan memakai
pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi, paraphrase,
intonasi.
b. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat
c. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat
di balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan
kata/kalimatnya, gerak tubuh).
d. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa
tubuh) agar tidak menggangu komunikasi, misalnya karena
komunikan keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut
muka, dan sikap komunikator.

4. Sifat Komunikasi

10
a. Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi
(Pelyanan promosi). Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan
didalam rumah sakit adalah:
1) Jam pelayanan
2) Pelayanan yang tersedia
3) Cara mendapatkan pelayanan
4) Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang
diberikan ketika kebutuhan asuhan pasien melebihi
kemampuan rumah sakit.
b. Akses informasi dapat di peroleh dengan melalui Customer Service,
Admission,dan Website.

c. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) adalah :

1) Edukasi tentang obat.


2) Edukasi tentang penyakit.
3) Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
4) Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk
meningkatkan qualitas hidupnya pasca dari rumah sakit.

5. Syarat komunikasi efektif.


Adapun syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk terciptanya suatu
komunikasi efektif adalah:
a. Tepat waktu,
b. Akurat.
c. Lengkap
d. Jelas.
e. Mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi
tingkat kesalahan (kesalahpahaman).
6. Proses komunikasi efektif
Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melaui prinsip
dasar sebagai berikut ini, diantaranya:
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
c. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh
penerima pesan.

11
d. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima
pesan.
e. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan
dengan hasil verifikasi.

Proses komunikasi efektif dengan prinsip terima, catat, verifikasi, dan


klarifikasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Yah.. benar. Dikonfirmasikan Jadi isi pesannya ini yah pak…

Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan

Dalam berkomunikasi ada kalanya terdapat informasi misalnya nama


obat, nama orang , dll. Untuk menverifikasi dan mengklarifikasi, maka
komunikan sebaiknya mengeja huruf demi huruf menggunakan
alfabeth standart internasional yaitu:

7. Hukum dalam komunikasi efektif

12
Lima Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of
Efffective Communication) terangkum dalam satu kata yang
mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH,
yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya
komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih
perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan,
maupun respon positif dari orang lain. Kelima hukum komunikasi
yang dimaksud, diantaranya:

a. Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif
adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran
pesan yang kita sampaikan. Jika kita membangun komunikasi
dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati,
maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan
sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik
sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.

b. Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita
pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah
satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah
kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih
dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Rasa
empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa
respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur
utama dalam membangun team work. Jadi sebelum kita
membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu
mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan
kita, sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan
tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.

c. Audible
Makna dari audible adalah dapat didengarkan atau dimengerti
dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih
dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik,

13
maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima
oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus
disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian
hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum
ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai
media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang
akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat
diterima dengan baik.

d. Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka
hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari
pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi
atau berbagai penafsiran yang berlainan. Kesalahan penafsiran
atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan
menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula
berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita
perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi
atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya
(trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Tanpa adanya
keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya
akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim
kita.
e. Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah
sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait
dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai
orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah
hati yang kita miliki. Inti dari sikap rendah hati adalah sikap yang
penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First
Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima
kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani
mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh
pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih
besar.

14
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum
pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang
komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun
jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan
(respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka
panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.

KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

A. Ruang Lingkup
Pedoman Komunikasi Yang Efektif ini berlaku di semua jenis pelayanan
baik rawat jalan, rawat inap, dari saat pendaftaran sampai pasien pulang.
Dalam melakukan komunikasi yang efektif diterapkan juga kepada :
1. Komunikasi efektif antara petugas rumah sakit dengan masyarakat
2. Komunikasi efektif antara petugas rumah sakit dengan pasien dan
keluarga
3. Komunikasi efektif antar staf klinis
4. Pada saat pelaksanaan informasi adanya bahaya kebakaran dalam
rumah sakit dengan mengaktifkan Code Red.
5. Pada saat pelaksanaan Code Blue bila terjadi kegawatan di rumah
sakit.
6. Pada saat keadaan kritis.
7. Pada saat operan jaga/hand over
Ruang lingkup pemberian informasi dan edukasi dapat dilihat dari
berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat
pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan.

Sasaran Promosi Kesehatan , yaitu:

1. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu

2. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok

3. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat

B. Prinsip Umum

15
1. Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melalui prinsip
terima, catat, verifikasi, dan klarifikasi:
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan.
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut.
c. Isi pesan dibacakan kembali (read back) secara lengkap oleh
penerima pesan.
d. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima
pesan.
e. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan
dengan hasil verifikasi.
2. Baca ulang dan verifikasi dikecualikan untuk kondisi darurat.
3. Penggunaan kode alfabetis internasional digunakan saat melakukan
klarifikasi hal- hal penting, misal nama obat, nama pasien, dosis obat,
hasil laboratorium dengan mengeja huruf-huruf tersebut saat membaca
ulang (read back) dan verifikasi.
4. Tujuan utama panduan komunikasi efektif ini adalah untuk
memperkecil terjadinya kesalahan penerima pesan yang diberikan secara
lisan.
C. Pelaksanaan Komunikasi Efektif
1 . Kepada Masyarakat dan Pengunjung Rumah Sakit
Pengkajian terhadap Pengunjung Rumah Sakit dan Masyarakat Sekitar
Rumah Sakit dilaksanakan menggunakan data sekunder yang terdiri
atas data demografi, data penyakit, data kunjungan dan data perilaku.
Data demografi diuraikan menurut, usia, etnis, agama, tingkat
pendidikan, serta bahasa yang digunakan. Data penyakit yaitu data
penyakit yang ditangani di Rumah Sakit dalam satu tahun
dikelompokkan berdasarkan berdasarkan diagnosa penyakit. Data
kunjungan yaitu dengan cara merinci kunjungan di setiap instalasi/unit
dalam bulan 1 tahun terakhir. Data perilaku didapat dari hasil survei
Rumah Sakit, atau survei kesehatan (Riskesdas)/survei kesehatan dari
lembaga lainnya. Untuk mengetahui dampak terhadap keberadaan
Rumah Sakit serta pola penyakit di wilayah setempat, pengkajian
dilakukan dengan melakukan analis terhadap data kondisi lingkungan
sekitar Rumah Sakit dan kondisi wilayah setempat. Data dapat

16
menggunakan laporan tahunan dari dinas kesehatan pemerintah daerah
setempat, seperti data kejadian penyakit menular dan tidak menular.
Akses informasi dapat di peroleh dengan melalui Customer Service,
Admission,dan Website

2. Kepada Pasien dan Keluarga


Sebelum pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga diberikan,
terlebih dahulu dilakukan pengkajian/analisis terhadap kebutuhan
pendidikan pasien dan keluarga dengan mendiagnosis penyebab
masalah kesehatan yang terjadi
Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan
dapat diperoleh melalui kegiatan :
a. Observasi
b. Wawancara
c. Angket/questioner
d. Dokumentasi
3. Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui besar, parah dan
bahayanya masalah yang dirasakan dan agar dapat menentukan
langkah tepat untuk mengatasi masalah.
Agar edukasi dapat dipahami dengan baik dilakukan dahulu
asesmen/penilaian terhadap pasien dan keluarga meliputi :
a. Kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien dan
keluarganya
b. Kecakapan baca tulis, tingkat pendidikan dan bahasa mereka
c. Hambatan emosional dan motivasi
d. Keterbatasan fisik dan kognitif
e. Kemauan pasien untuk menerima informasi
Sehingga pemberi edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga
bersedia dan maupun untuk belajar hasil penilaian didokumentasikan
dalam rekam medis.

4. Selain dengan keluarga dan pasien juga dilaksanakan dengan


melakukan penilaian terhadap keadaan SDM Rumah Sakit dengan
mengunakan instrumen asesmen SDM Rumah Sakit yang meliputi:

17
a. Karakteristik SDM Rumah Sakit, terdiri atas umur, jenis kelamin,
tempat kerja.
b. Status gizi, terdiri atas Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, LLA
c. Kondisi kesehatan, terdiri atas tekanan darah, frekuensi nadi, gula
darah sewaktu, kolestrol total, dan asam urat.
d. Perilaku, terdiri atas status merokok, riwayat konsumsi alkohol,
aktivitas fisik, makan sayur dan buah, riwayat vaksinasi, cek
kesehatan berkala dan risiko terhadap pekerjaan dan lingkungan
kerja.
e. Riwayat penyakit yang pernah di derita dan keluarga.
5. Kepada Staf Klinis Rumah Sakit
a. Menerima perintah lisan atau melalui telepon
1) Penerima perintah menulis lengkap perintah yang diterima di
catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT)
2) Penerima perintah membaca ulang perintah yang diterima (Read
Back). Bila perintah mengandung nama obat NORUM (Nama Obat
Rupa Mirip)/LASA (Look alike sound alike), maka nama obat
tersebut harus dieja satu persatu hurufnya dengan menggunakan
alphabet internasional (Di unit pelayanan harus tersedia daftar obat
NORUM/LASA dan alphabet internasional)
3) Pada keadaan emergency untuk nama obat yang termasuk LASA
dilakukan konfirmasi ulang dengan menyebutkan sebanyak 2 kali
disertai di eja huruf pertama.
4) Penerima perintah melakukan konfirmasi ulang perintah yang
diterima.
5) Penerima perintah harus mencantumkan jam, tanggal, isi perintah,
nama penerima perintah dan tanda tangan baik pemberi perintah
maupun penerima perintah
6) Dalam waktu 1 x 24 jam pemberi perintah wajib menandatangani
perintah yang diberikan.
7) Ada kolom keterangan yang dapat dipakai mencatat hal-hal yang
perlu dicatat, misal pemberi perintah tak mau tanda tangan.
b. Melaporkan kondisi pasien

18
1) Menulis lengkap pada kolom hari,tanggal,jam,profesi pada Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi ( CPPT )
2) Menuliskan kondisi pasien dengan pendekatan SOAP pada catatan
perkembangan pasien terintegrasi
3) Hubungi dokter atau pemberi pelayanan lain dengan cara
memperkenalkan diri dan mengkonfirmasi dokter atau pemberi
pelayanan lain agar tepat yang dituju
4) Laporkan kondisi pasien kepada dokter atau pemberi pelayanan
lain dengan teknik SBAR :
Situation : menyebutkan nama pasien, umur dan diagnosa medis
pasien yang akan dilaporkan, melaporkan kondisi pasien saat ini,
melaporkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien saat ini

Background: melaporkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital


sebelumnya, hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang medis
sebelumnya,riwayat pengobatan dan riwayat alergi.

Assesment : penilaian dari aspek pemeriksaan dan tindakan yang


sudah dilakukan serta kondisi pasien setelah diberikan tindakan.

Recommendation : usulan tindakan atau pemeriksaan yang akan


dilakukan.

5) Jika dalam pelaporan ada perintah, penerima perintah mencatat


lengkap perintah yang diterima pada kolom instruksi di CPPT
6) Penerima perintah membaca ulang perintah yang diterima. Bila
perintah mengandung nama obat NORUM (Nama Obat Rupa
Mirip)/LASA (Look alike sound alike), maka nama obat tersebut
harus dieja satu persatu hurufnya dengan menggunakan alphabet
internasional (Di unit pelayanan harus tersedia daftar obat
NORUM/LASA dan alphabet internasional)
7) Penerima perintah melakukan konfirmasi ulang perintah yang
diterima
8) Penerima perintah membubuhkan cap penerima dan pemberi
perintah dibawah recommendation,

19
9) Pada keadaan emergency untuk nama obat yang termasuk LASA
dilakukan konfirmasi ulang dengan menyebutkan sebanyak 2 kali
disertai di eja huruf pertama.
10) Setelah dibacakan ulang maka penerima intruksi melakukan
konfirmasi kepada pemberi instruksi jika sudah benar maka
penerima perintah membubuhkan cap “Pemberi dan Penerima
Perintah”di lembar CPPT dan kolom cap harus diisi lengkap :
tanggal, jam, tanda tangan dan nama penerima perintah saat
perintah diterima
11) Penerima perintah wajib menulis tanggal, jam, tandatangan dan
nama pada kolom cap dalam waktu 1x24 jam
12) Penerima perintah memberi stiker “SIGN HERE” di pinggir kertas
sebelah kanan kolom instruksi dan terapi. Jika dalam jangka waktu
1x24 jam, pemberi perintah tidak bisa menandatangani kolom cap,
maka penerima perintah dapat menulis keterangan alasan tidak
bisa menandatangani dibawah kolom cap

13) Contoh cap CABAK


PENERIMA PERINTAH PEMBERI PERINTAH
Tgl. Jam. Tgl.
Jam.

NAMA :
NAMA :

c. Melaporkan hasil pemeriksaan kritis seperti hasil pemeriksaan


laboratorium klinis dan penunjang lainnya serta melaporkan hasil
pemeriksaan segera/cito.
1) Pelaporan hasil kritis disampaikan oleh petugas dari unit
laboratorium, radiologi,EKG ke PPA (Profesional Pemberi Asuhan)
perawat, dokter yang meminta atau dokter jaga.
2) Penyampaian nilai/hasil pemeriksaan kritis dari ruang rawat inap,
rawat jalan dan IGD dilaporkan ke Dokter maksimal 30 menit.

20
3) Petugas yang melaporkan hasil kritis harus mencatat Tanggal dan
Waktu menelpon, Nama Lengkap petugas yang dihubungi, nama
lengkap penelepon, identitas pasien (nama, tanggal lahir, nomor
rekam medis, ruang rawat) dan hasil kritis yang dilaporkan
d. Laporan dan serah terima pemberi pelayanan antar shift di masing-
masing bidang di lembar CPPT dengan tehnik SOAP dan
menggunakan cap ” Serah Terima Pasien”:
1) S : Subyektif : keluhan pasien atau keluarga pasien
2) O : Obyektif : data yang didapatkan dari mengobservasi tingkah
laku pasien
3) A : Assesment : penilaian dari aspek pemeriksaan dan tindakan
yang sudah dilakukan serta kondisi pasien setelah diberikan
tindakan.
4) P : Planning : rencana Tindakan

5) Contoh Cap Serah Terima Pasien

SERAH TERIMA PASIEN

TGL : JAM :

JAGA : JAGA :

Hal-hal yang harus diperhatikan :


a. Penulisan instruksi harus dilakukan secara lengkap, dapat terbaca
dengan jelas agar sumber instruksi dapat dilacak bila diperlukan
verifikasi.
b. Harus menuliskan nama lengkap, tanda tangan penulis pesan
serta tanggal dan waktu penulisan pesan
c. Hindari penggunaan singkatan, akronim, dan simbol yang
berpotensi menimbulkan masalah dalam penulisan instruksi dan
dokumentasi medis.

21
d. Ada standarisasi panduan singkatan.

4. Tertulis Dan Elektronik


Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik
manual maupun melalui media seperti email, surat, media
cetak,lainnya.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis dan elektronik , yaitu : Lengkap,
ringkas , konkrit, jelas, sopan, benar.
Komunikasi verbal dan secara lisan pertelepon dengan menulis,
membaca ulang dan melakukan konfirmasi pesan yang diterima oleh
pemberi pesan.
a. CA : Catat, penerima instruksi menulis lengkap instruksi yang
diterima.
b. BA : Baca ulang, penerima perintah membaca ulang perintah
yang diterima. Bila perintah mengandung nama obat NORUM
(Nama Obat Rupa Mirip)/LASA (Look alike sound alike), maka
nama obat tersebut harus dieja satu persatu hurufnya dengan
menggunakan alphabet internasional (Di unit pelayanan harus
tersedia daftar obat NORUM/LASA dan alphabet internasional)
c. K : Konfirmasi, penerima perintah melakukan konfirmasi ulang
perintah yang diterima
d. K : Konfirmasi, penerima perintah melakukan konfirmasi ulang
perintah yang diterima
5. Komunikasi pada saat pelaporan kejadian kritis dan pelaporan
hasil tes kritis yaitu dengan metode :
a. Pelaporan kondisi kritis dengan metode SBAR
b. Menerima pelaporan hasil tes kritis/ critical test/ pemeriksaan
cito,menerima pelaporan nilai kritis/ critical test /result cara
menerima laporan dengan metode CABAK : CAtat....pesan yang
disampaikan di formulir terintegrasi, meliputi:.
1) Tanggal dan jam pesan diterima
2) Nama lengkap pasien, tanggal lahir, diagnosa
3) Gunakan simbol/ singkatan sesuai standar

22
4) Dosis/ nilai harus spesifik untuk menghindari salah
penafsiran
5) Nama petugas pelapor/ pemberi pesan
6) Nama dan tanda tangan petugas penerima pesan
7) Bila pesan melalui telepon, pengirim pesan/ dokter
menandatangani pada saat visit hari berikutnya
BA ca, yaitu bacakan kembali isi pesan untuk. Konfirmasi
kebenaran pesan yang ditulis, dan bubuhkan stempel CABAK
pada formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT.

6. Komunikasi efektif pada saat operan jaga/handover


Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggungjawab
untuk memberikan asuhan klinis kepada pasien. Metode
komunikasi dapat dilakukan dengan metode SBAR. Operan jaga
dilaksanakan setiap shift jaga, dan dipimpin oleh kepala ruangan
atau penanggungjawab jaga. Proses operan jaga melaporkan
tentang kondisi pasien selama dalam asuhan dan tindak lanjut
asuhan pasien. Lapora dan serah terima pemberi pelayanan antar
shift di masing-masing bidang di lembar CPPT dengan tehnik
SOAP dan menggunakan cap ” Serah Terima Pasien”:
a. S : Subyektif : keluhan pasien atau keluarga pasien
b. O : Obyektif : data yang didapatkan dari mengobservasi
tingkah laku pasien
c. A : Assesment : penilaian dari aspek pemeriksaan dan tindakan
yang sudah dilakukan serta kondisi pasien setelah diberikan
tindakan.
d. P : Planning : rencana tindakan
e. Contoh Cap Serah Terima Pasien

SERAH TERIMA PASIEN

TGL : JAM :

23
JAGA : JAGA :

Setelah proses operan dilakukan serahterima dan masing-masing


petugas jaga menandatangani proses operan jaga/serah terima
pasien.

7. Komunikasi efektif pada saat terjadi kebakaran/Code Red dan


pada saat terjadi kasus kegawatan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali sangat diperlukan agar informasi tersampaikan dengan tepat.
a. Pada saat terjadi kasus kegawatdarutan/Code Blue

Code Blue adalah suatu kode/isyarat terjadinya


kegawatdaruratan pernafasan dan jantung yang harus segera
direspon oleh Tim Reaksi Cepat

Code Blue. Tim Reaksi Cepat Code Blue adalah tim yang
memiliki kewenangan dan tugas memberikan pertolongan segera
pada pasien, staf dan semua orang yang berada di lingkungan
rumah sakit yang dicurigai mengalami kegawatdaruratan
sebelum dan saat henti nafas dan atau henti jantung (pre arrest
dan arrest). Tujuannya adalah Mengurangi angka kejadian
morbiditas dan mortalitas di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

Pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1) Orang pertama yang menemukan adanya orang dengan


kecurigaan ancaman gangguan nafas dan sirkulasi segera
melakukan tindakan sebagai berikut: Memastikan diri,
lingkungan, dan korban aman. Cek respon korban, dengan
cara memanggil, menepuk atau memberi respon nyeri
( dengan menekan kuku jari, mencubit daerah tengah
dada ) Bila tidak ada respon atau respon tidak baik
aktifkan blue code dengan meneriakkan “code blue”

24
diarea….(sebutkan tempat kejadian ) dan atau
menghubungi nomor ekstensi 102 (IGD). Selanjutnya
lakukan Bantuan Hidup Dasar sesuai protap resusitasi
jantung paru sampai bantuan Tim Medis Reaksi Cepat
Code Blue tiba.
2) Petugas lain yang mendengar atau menerima permintaan
mengaktifkan blue code dengan menghubungi nomor
ekstensi 102 (operator IGD) dan menyampaikan lokasi
kejadian
3) Operator memanggil Tim Medis Reaksi Cepat Code Blue
melalui pengeras suara dan atau alat komunikasi lainnya
ke seluruh ruangan, “mohon perhatian seluruh Tim, ada
code blue di…(sebutkan area kejadian)” diulang 3 kali
4) Tim Medis Reaksi Cepat Code Blue datang ke lokasi
kejadian dengan membawa defebrilator dan emergency kit
oleh perawat IGD
5) Penanganan dan tanggung jawab pasien diambil alih oleh
Tim Medis Reaksi Cepat Code Blue
6) Setelah melakukan penanganan di area kejadian,
diputuskan untuk penanganan selanjutnya di IGD/Rumah
Sakit lain atau dinyatakan meninggal.

b. Pada saat terjadinya kebakaran/ Code Red


Code Red adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman
kebakaran di lingkungan rumah sakit (api maupun asap),
sekaligus mengaktifkan tim siaga bencana rumah sakit untuk
kasus kebakaran. Dimana tim ini terdiri dari seluruh personel
rumah sakit, yang masing-masing memiliki peran spesifik yang
harus dikerjakan sesuai panduan tanggap darurat bencana
rumah sakit. Misalnya; petugas teknik segera mematikan
listrik di area kebakaran, perawat segera memobilisasi pasien
ke titik-titik evakuasi, dan sebagainya
Adapun proses pelaksanaannya bila ada kejadian kebakaran di
UPTD. Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali yaitu :

25
1) Siapa saja yang melihat api/asap yang tidak wajar
memanggil bantuan kepada petugas code red ruangan/unit
tersebut.
2) Petugas code red Ruangan/Unit/Instalasi secara simultan
melakukan peran masing-masing:
a) Koordinator mengidentifikasi sumber api dan melaporkan
terjadi kebakaran kepada coordinator Satpam Rumah
Sakit Jiwa melalui HT/radio
b) Petugas helm warna merah melakukan pemadaman api
dengan APAR
c) Petugas helm warna biru mengevakuasi
pasien/pengunjung/staff
d) Petugas helm warna putih menyelamatkan dokumen
e) Petugas helm warna kuning menyelamatkan alat-alat
medis
3) Ketua Tim Code Red ( coordinator Satpam ) Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Bali secara simultan setelah mendapat laporan
code red melakukan :
a) Mengaktifkan peringatan code red berupa sirene core red
melalui HT/radio
b) Menghubungi IPRS untuk memutus aliran listrik
c) Menghubungi Tim petugas pemadam kebakaran
d) Menghubungi Tim ambulance
D. Tatalaksana Pemberian Informasi dan Edukasi
Tatalaksana yang harus dilakukan dalam pemberian informasi dan
edukasi kepada pasien maupun keluarganya yaitu:
1. Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang informasi yang akan disampaikan, memiliki rasa empati dan
ketrampilan berkomunikasi secara efektif.
2. Pemberian informasi dan edukasi dilakukan melalui tatap muka dan
berjalan secara interaktif, dimana kegiatan ini bisa dilakukan pada saat
pasien dirawat, akan pulang atau ketika datang kembali untuk berobat
3. Kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat
pasien/keluarga merasa nyaman dan bebas, antara lain:

26
a. Dilakukan dalam ruang yang dapat menjamin privacy.
b. Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien untuk
kenyamanan mereka.
c. Penempatan meja, kursi atau barang-barang lain hendaknya tidak
menghambat komunikasi.
d. Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi.

4. Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi, maka


pemberian informasi dan edukasi dapat disampaikan kepada
keluarga/pendamping pasien.
5. Membina hubungan yang baik dengan pasien/keluarga agar tercipta
rasa percaya terhadap peran petugas dalam membantu mereka.
6. Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis pasien
(termasuk adanya keterbatasan kemampuan fisik maupun mental dalam
mematuhi rejimen pengobatan).
7. Mendapatkan data yang akurat tentang obat-obat yang digunakan pasien,
termasuk obat non resep.
8. Mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya,
pendidikan dan tingkat ekonomi pasien/keluarga.
9. Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah yang
berkaitan dengan perawatan pasien :
a. Asesmen pendidikan pasien dan keluarga.
b. Pendidikan kesehatan pengobatan yang menerangkan tentang
penggunaan obat-obatan yang aman meliputi nama obat, kegunaan
obat, aturan pakai, teknik penggunaan obat-obatan tertentu (seperti
obat tetes, inhaler), cara penyimpanan obat, waktu penggunaan
obat, kapan obat harus ditebus lagi, tindakan yang harus dilakukan
jika ada efek samping obat (cara mencegah atau
meminimalkannya), meminta pasien maupun keluarga untuk
melaporkan jika ada keluhan selama menggunakan obat.
c. Pendidikan kesehatan pencegahan perilaku kekerasan.
d. Pendidikan kesehatan diet.
e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis.
f. Pendidikan kesehatan proses penyakit.

27
g. Pendidikan kesehatan sebelum dilakukannya tindakan kedokteran
(informed consent).

Selain tatalaksana tersebut, terdapat juga proses komunikasi saat


memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya berkaitan dengan
kondisi kesehatan pasien.
1. Proses komunikasi tersebut diawali dengan tahap asesmen pasien,
dimana sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan
edukasi pasien dan keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari
RM):
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang
digunakan.
c. Hambatan emosional (depresi, senang, marah) dan motivasi.
d. Keterbatasan fisik dan kognitif.
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.

2. Tahap kedua yaitu cara penyampaian informasi dan edukasi melalui


komunikasi yang efektif. Setelah melalui tahap asesmen pasien,
ditemukan :
a. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang,
maka proses komunikasinya mudah disampaikan.
b. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik
(tuna rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif
adalah memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga
sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
c. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional
pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang
efektif adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan
pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi
edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.

E. Verifikasi

28
Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan
memahami edukasi yang diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan. Pertanyaannya
adalah “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang
bapak/ibu bisa pelajari ?”.

2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,


pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan
pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi
yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bapak/ibu bisa pelajari ?”.

3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah
dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang
materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa
via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan


komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh
pasien. Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit,
diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

G. Dokumentasi

Tujuan dari kegiatan pendokumentasian asuhan, antara lain sebagai


sarana komunikasi. Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat
dan lengkap dapat berguna untuk membantu koordinasi asuhan yang
diberikan oleh tim kesehatan, mencegah informasi yang berulang
terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah tumpang
tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan pada
pasien.

29
Dokumentasi asuhan pada pasien dibuat untuk menunjang tertibnya
administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit
Sebelum memberikan edukasi pada pasien/keluarga, penilaian
kebutuhan edukasi harus dikaji terlebih dahulu oleh Dokter dan petugas
kesehatan lainnya. Kebutuhan edukasi masing-masing pasien tidaklah
sama, tergantung dengan kondisi pasien saat itu. Kebutuhan edukasi
pasien meliputi : Tindakan pencegahan, Intervensi diit, Peralatan
khusus, Pencegahan resiko jatuh, Manajemen nyeri. Penyakit,
Pengobatan.

Setelah kebutuhan edukasi dikaji, selanjutnya menuliskan tujuan


diberikan edukasi tersebut, kemampuan belajar, kesiapan belajar,
hambatan dan intervensi mengatasi hambatan, metode pembelajaran,
dan hasil yang dicapai. Form penilaian edukasi ini wajib diisi oleh
Dokter Jaga atau Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) saat
menjelaskan penyakit dan disertakan tandatangan, nama terang.

Form pemberian informasi dan edukasi diisi oleh semua petugas


kesehatan yang melakukan asuhan pada pasien. Materi yang diberikan
dapat ditulis di kolom materi edukasi dengan menjabarkannya. Apabila
materi tersebut di bukukan atau bentuk leaflet dapat menuliskan kode
buku atau leaflet tersebut di kolom materi edukasi dengan dibubuhkan
tandatangan pemberi edukasi (petugas kesehatan) dan penerima edukasi
(pasien /keluarga). Sedangkan untuk pemberian informasi dan edukasi
di Rawat Jalan hanya menuliskan apa yang telah disampaikan di kolom
edukasi.

Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Luar


Rumah Sakit. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Petugas PKRS terkait
pemberian informasi dan edukasi di luar Rumah Sakit merupakan salah
satu program untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan,
kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pemeliharaan
kesehatan. Jenis kegiatan yang rutin dilaksanakan UPTD. Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Bali seperti pendidikan kesehatan di Puskesmas dan
layanan kesehatan lainnya , pendidikan kesehatan di sekolah,

30
pendidikan kesehatan pada masyarakat, siaran radio/televisi yang
sudah bekerjasama dengan Rumah Sakit. Semua kegiatan harus
terdokumentasikan dalam bentuk laporan kegiatan Promosi Kesehatan
Rumah Sakit (PKRS) dan Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat.

31

Anda mungkin juga menyukai