Anda di halaman 1dari 34

BAB I

DEFENISI

A. Pengertian
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh
penyampai pikiran-pikiran atau informasi”.
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang terjadi secara dua
arah, bahasa yang digunakan dalam komunikasi adalah bahasa yang
dapat diterima, terdapat unsur untuk mendengar secara aktif,
memperhatikan pesan verbal dan non verbal, serta komunikasi yang
sifatnya dewasa dengan dewasa (tidak otoriter dan tidak mengatur).
Komunikasi dokter-pasien yang efektif sangat diperlukan untuk
mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien,
agar dokter dapat membuat diagnosis, dan membantu pasien bekerja
sama dengan dokter dalam proses penyembuhan.
Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator
kepada komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan,
aturan, standar, norma, pedoman atau acuan yang diharapkan dapat
diketahui, dipahami, diyakini, dan diimplementasikan oleh komunikan.
Secara efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau
pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka membangun kerja
sama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara
verbal dan non-verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap
keadaan kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat
bersama-sama dokter mencari alternatif untuk mengatasi
permasalahannya.
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan
seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan
untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan
terhadap pengarahan diri, aktif memberikan informasi-informasi atau ide
baru.

1
Asessmen merupakan proses pengumpulan menganalisis dan
menginterprestasikan data atau informasi tentang peserta didik dan
lingungannya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran
tentang berbagai kondisi individu dan lingkungannya sebagai dasar untuk
memahami individu dan untuk pengembangan program pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi
sejauh mana kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan. Keputusan
mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien, bidang
spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang
diagnostik yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi,
psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah sakit
merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (assesment).

B. Tujuan
Adapun tujuan komunikasi yang efektif untuk mendorong
keterlibatan pasien dan keluarga dalam proses pelayanan dalam
pemberian edukasi dan informasi adalah sebagai berikut :
1. Sebagai panduan dalam melakukan edukasi kesehatan.
2. Memahami bagaimana cara dan proses melakukan edukasi
kesehatan di rumah sakit. Sehingga edukasi kesehatan (penkes)
dapat berjalan lancar dan sesuai prosedur yang ada.
3. Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan
pasien).
4. Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama
pasien, untuk kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan
pasien,termasuk kemampuan finansial.
5. Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah
kesehatan pasien.

2
6. Agar pasien dan keluarga berpartisipasi dalam keputusan perawatan
dan proses perawatan. Sehingga dapat membantu proses
penyembuhan lebih cepat.
7. Pasien/ keluarga memahami penjelasan yang diberikan, memahami
pentingnya mengikuti rejimen pengobatan yang telah ditetapkan
sehingga dapat meningkatkan motivasi untuk berperan aktif dalam
menjalani terapi obat.
C. Batasan Operasional
1. Informasi (Message) adalah informasi yang disampaikan baik
secara langsung maupun tidak langsung dari komunikator ke
komunikan.
2. Media (channel) adalah alat yang menjadi penyampai pesan dari
komunikator ke komunikan.
3. Komunikasi adalah sebagai proses dimana seorang individu
(Komunikator) menyampaikan stimulus (bisanya dengan lambang
kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang lain.
4. Komunikator (Sender) adalah orang yang melakukan komunikasi
dengan orang lain untuk mengirimkan suatu pesan/ informasi
kepada orang lain yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.
5. Komunikan (receiver) adalah orang yang menerima pesan/
informasi dari komunikator.
6. Komunikasi efektif adalah proses komunikasi yang baik dan
berdampak sesuai dengan yang diinginkan komunikator.
D. Manfaat
Manfaat komunikasi efektif adalah untuk mendorong keterlibatan
pasien dan keluarga dalam proses pemberian eduaksi dan informasi
pelayanan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kepuasan pasien dalam pelayanan medis dari
dokter atau institusi pelayanan medis.
2. Meningkatkan kepercayaan apsien kepada dokter yang
merupakan dasar hubungan dokter-pasien yang baik.

3
3. Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase
terminal dalam menghadapi penyakitnya.
E. Cara Penyampaian Informasi Dan Edukasi Yang efektif
Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena
kita sering menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan
bagaimana kita berkomunikasi dengan yang lain dan apakah efektif atau
tidak. Komunikasi yang baik melibatkan pemahaman bagaimana orang-
orang berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa yang dikatakan
dan mengambil pelajaran dari hal tersebut.
Komunikasi adalah tentang pertukaran informasi, berbagi ide dan
pengetahuan. Hal ini berupa proses dua arah dimana informasi, pemikiran,
ide, perasaan atau opini disampaikan/ dibagikan melalui kata-kata,
tindakan maupun isyarat untuk mencapai pemahaman bersama.
Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif. Hal ini
akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan atau
memikirkan sesuatu.
Pengertian komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian
pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara
tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud
oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi.
1. Teori komunikasi
a. Proses komunikasi :
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan
dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan/
komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh
penerima pesan/ komunikan dan tidak ada hambatan untuk hal itu.
Gambar berikut memberikan ilustrasi proses komunikasi.

4
Oh saya
Umpan Balik mengerti

Komunikator Pesan Saluran

Komunikasi

2. Unsur-unsur/ elemen dalam komunikasi efektif

a. Sumber/ pemberi pesan/ komunikator (dokter, perawat,


admission, Adm. Kasir, dll), adalah orang yang memberikan
pesan.
1) Sumber (yang menyampaikan informasi): adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada penerima/
komunikan. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pengirim
pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media
yang sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut
sudah di terima dengan baik. (konsil kedokteran Indonesia,
hal.8)
2) Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai
materi, pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi
yang yang disampaikan, cara berbicaranyanya jelas dan
menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si
penerima pesan (komunikan.)
b. Isi Pesan, adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada
komunikan. Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu
disesuaikan dengan tujuan komunikasi, media penyampaian,
penerimanya.
c. Media/ saluran pesan (Elektronic, Lisan, dan Tulisan) adalah
sarana komunikasi dari komunikator kepada komunikan.

5
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi
pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang
disampaikan penerima. Pesan dapat berupa berita lisan, tertulis,
atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu, media dapat
tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung
atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa
perubahan sikap. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8). Media yang
dapat digunakan: melalui telepon, menggunakan lembar lipat,
buklet, vcd, (peraga).
d. Penerima pesan/ komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat,
dokter, Admission, Adm) atau audience adalah pihak/ orang yang
menerima pesan.
Penerima pesan berfungsi sebagai penerima berita. Dalam
komunikasi, peran pengirim dan penerima bergantian sepanjang
pembicaraan. Tanggung jawab penerima adalah berkonsentrasi
untuk menerima pesan dengan baik dan memberikan umpan balik
kepada pengirim. Umpan balik sangat penting sehingga proses
komunkasi berlangsung dua arah. (konsil kedokteran Indonesia,
hal.8).
e. Umpan Balik, adalah respon/ tindakan dari komunikan terhadap
respon pesan yang diterimanya.
3. Pemberi pesan/ komunikator yang baik :
Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan
dalam hal-hal berikut (konsil kedokteran Indonesia, hal 42):
a. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan
menggunakan pertanyaan tertutup dan kapan memakai
pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi, paraphrase,
intonasi.
b. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
c. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang
tersirat di balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan
kata/ kalimatnya, gerak tubuh).

6
d. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa
tubuh) agar tidak menggangu komunikasi, misalnya karena
komunikan keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka,
dan sikap komunikator.
4. Sifat Komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi
(Pelayanan promosi). Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan
didalam rumah sakit adalah :
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang
diberikan ketika kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan
rumah sakit.
e. Perkiraan Biaya Rumah Sakit.
Akses informasi dapat di peroleh dengan melalui Customer Service,
Admission,dan Website.
Sedang komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) adalah :
a. Edukasi tentang obat.
b. Edukasi tentang penyakit.
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari.
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk
meningkatkan
qualitas hidupnya pasca dari rumah sakit.
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui medical
information dan nantinya akan menjadi sebuah unit PKRS (Promosi
Kesehatan Rumah Sakit).
5. Syarat komunikasi efektif.
Syarat dalam komunikasi efektif adalah:
a. Tepat waktu,
b. Akurat.
c. Lengkap
d. Jelas.

7
e. Mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi
tingkat kesalahan (kesalahpahaman).
6. Hukum dalam komunikasi efektif
Lima Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of
Efffective Communication) terangkum dalam satu kata yang
mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang
berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu
pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta
kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari
orang lain.
a. Hukum komunikasi efektif yang pertama adalah Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif
adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran Pesan
yang kita sampaikan. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan
sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun
kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas
kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai
sebuah tim.
b. Hukum komunikasi efektif yang kedua adalah Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada
situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat
utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk
mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain. Rasa empati akan menimbulkan respek atau
penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang
merupakan unsur utama dalam membangun teamwork. Jadi sebelum kita
membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan
memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya
pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau
penolakan dari penerima.
c. Hukum komunikasi efektif yang ketiga adalah Audible
Makna dari audible antara lain : dapat didengarkan atau dimengerti
dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu
ataupun

8
mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan
yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini
mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery
channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima
pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan
berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang
akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima
dengan baik.
d. Hukum komunikasi efektif yang keempat, adalah Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka
hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu
sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai
penafsiran yang berlainan. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang
dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang
tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi.
Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada
yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa
percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa
keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan
menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
e. Hukum komunikasi efektif yang kelima adalah Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah
sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum
pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari
oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap Rendah Hati pernah yang
pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa
pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar
dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain,
berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh
pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.

9
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum
pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang
komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan
hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect),
karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang
saling menguntungkan dan saling menguatkan.
7. Faktor yang menentukan komunikasi efektif, antara lain:
• Kepercayaan komunikan terhadap komunikator.
• Kejelasan pesan yang disampaikan.
• Keterampilan komunikasi komunikator.
• Daya tarik pesan.
• Kesesuaian isi pesan dengan kebutuhan komunikan.
• Kemampuan komunikan dalam menafsirkan pesan (decoding).
• Setting komunikasi kondusif atau nyaman dan menyenangkan.
8. Strategi komunikasi efektif antara lain:
a) Menguasai pesan/ materi.
b) Mengenali karakter komunikan/ audiens.
c) Kontak Mata (Eye Contact)
d) Ekspresi Wajah.
e) Postur/ Gerak Tubuh.
f) Busana yang sesuai dengan suasana.

10
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup
1. Panduan komunikasi efektif ini diterapkan kepada :
a. Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah
sakit kepada pelanggan.
b. Petugas PKRS saat memberikan edukasi kepada pasien.
c. Semua karyawan saat berkomunikasi via telpon dan lisan.
2. Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi pelayanan (Dokter,
Perawat, farmasi, fisiotherapis, Ahli Gizi) petugas laboratorium,
petugas informasi, pelaksana PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah
Sakit), semua karyawan RSU Karya Husada.
Komunikasi yang efektif untuk mendorong keterlibatan pasien dan
keluarga
dalam proses pelayanan adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi Antarpribadi
Proses komunikasi dengan isi pesan menjelaskan kondisi kesehatan
merupakan salah satu bentuk komunikasi antarpribadi yang secara
langsung maupun tidak langsung akan memberi pengaruh terhadap diri
pasien dan proses kesembuhannya. Oleh sebab itu, proses penyampaian
pesan dan isi pesannya selalu disampaikan dalam situasi hubungan
antarpribadi yang akrab antara staf medis (terutama dokter) dan pasien
atau bila tidak memungkinkan, dengan keluarganya.
2. Staf Medis Sebagai Komunikator
Hubungan antarpribadi antara staf medis dan pasien dan juga kepada
keluarga pasien menjadikan peran komunikasi antarpribadi menjadi
sangat penting. Tanpa komunikasi antar pribadi yang berjalan tepat dan
efektif, maka pelayanan dan pengobatan dari staf medis tidak dapat
dilakukan dengan lebih baik.

11
Komunikasi antarpribadi staf medis dan pasien ini juga akan
menghasilkan motivasi dari luar (eksternal) kepada pasien. Pendekatan
dan penyampaian pesan yang tepat diharapkan akan memunculkan
respon positif pasien untuk mau sembuh. Salahsatu bentuk komunikasi
antarpribadi staf medis dan pasien adalah kontak fisik yaitu bersentuhan
secara langsung, termasuk menyentuh tempat yang sakit.
Staf medis yang bersikap akrab, penuh perhatian, berempati dan
menghargai pasien dalam pelayanannya serta penampilan yang menarik
akan membentuk komunikasi yang baik pula dengan pasien dan
keluarganya.

3. Keluarga Sebagai Komunikator


Peran keluarga untuk mendukung dan selalu memberi motivasi
kesembuhan bagi pasien sangat penting dilaksanakan. Posisi keluarga
dalam mendampingi pasien dapat berfungsi ganda yaitu membantu
pasien untuk tetap dalam proses pengobatan dan juga sebagai jembatan
penghubung dengan staf medis atas keluhan yang dihadapi pasien dan
menerima informasi terakhir tentang kondisi pasien dari staf medis. Inti
adanya keluarga bagi pasien adalah untuk selalu memberikan dukungan
dan doa untuk mereka.
Peran lain keluarga adalah ketika pasien membutuhkan mereka selalu
siap dan dapat memenuhi permintaan pasien, seperti harus membeli obat
yang habis.
Posisi keluarga ini juga mendapat tekanan yang sangat penting oleh 4
karena keluarga dapat mewakili staf medis, yang tidak mungkin selama 24
jam terus menerus mendampingi pasien, untuk mensuport pasien.
pemberian motivasi ini akan semakin mudah karena keluarga jelas lebih
mengetahui karakter pasien dibanding staf medis karena pasien adalah
anggota keluarga mereka sendiri. Hal yang menguatkan adalah bahwa
peran keluarga untuk selalu membangkitkan motivasi kesembuhan dalam
diri pasien dengan berperan sebagai penghubung/ komunikator dan staf
medis dan juga terhadap pasien menunjukkan tingkat yang sangat
diperlukan.

12
Dengan tujuan :
1. Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan pesan yang
disampaikan komunikator akan sampai pada komunikan dengan
benar dan lengkap
2. Mengurangi kesalahan persepsi akibat komunikasi secara lisan.
3. Tercapainya 5 hal pokok, yaitu :
1) Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan.
2) Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar.
3) Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar
(atau tidak menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan
pemahaman yang benar).
4) Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan
maksud kita dan maksud kita bisa mereka terima.
5) Memperoleh umpan balik dari pendengar.

B. Pengkajian Kebutuhan Pendidikan pasien dan Keluarga.


Sebelum pendidikan kesehatan diberikan, lebih dulu dilakukan
pengkajian/ analisis terhadap kebutuhan pendidikan dengan
mendiagnosis penyebab masalah kesehatan yang terjadi.
Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan :
1. Observasi
2. Wawancara
3. Angket/ quesioner
4. Dokumentasi
Jenis informasi yang diperlukan dalam pengkajian antara lain:
1. Pentingnya masalah bagi individu, kelompok dan masyarakat yang
dibantu.
2. Masalah lain yang kita lihat.
3. Masalah yang dilihat oleh petugas lain.
4. Jumlah orang yang mempunyai masalah ini.
5. Kebiasaan yang dapat menimbulkan masalah.
6. Alasan yang ada bagi munculnya masalah tersebut.
7. Penyebab lain dari masalah tersebut.

13
Tujuan pengkajian
1. Untuk mengetahui besar, parah dan bahayanya masalah yang
dirasakan.
2. Menentukan langkah tepat untuk mengatasi masalah.
Memahami masalah :
1. Mengapa muncul masalah.
2. Siapa yang akan memecahkan masalah dan siapa yang perlu
dilibatkan.
3. Jenis bantuan yang akan diberikan.
Prioritas masalah
Disusun berdasarkan hirarki kebutuhan maslow :

Aktualisasi diri
Harga diri
Kasih sayang

Aman / nyaman

Biologis / Fisiologi

Agar edukasi dapat dipahami dengan baik dilakukan dahulu


assesment/ penilaian terhadap pasien dan keluarga meliputi :
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien dan
keluarganya
2. Kecakapan baca tulis, tingkat pendidikan dan bahasa mereka.
3. Hambatan emosional dan motivasi.
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Kemauan pasien untuk menerima informasi.
Sehingga pemberi edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga
bersedia dan maupun untuk belajar hasil penilaian didokumentasikan
dalam rekam medis.

14
C. Kendala Bahasa
Bahasa merupakan wahana budaya. Sebagai wahana budaya, bahasa
akan
merekam semua aktivitas masyarakatnya. Bahasa adalah cermin budaya,
maka bahasa pun tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur budaya lain di
masyarakat itu. Oleh karena itu, jika ingin mengetahui unsur-unsur budaya
suatumasyarakat secara keseluruhan, orang harus mempelajari bahasa
masyarakatyang bersangkutan sebagai mediumnya. Bahasa dapat
memiliki arti yang berbeda-beda bagi orang yang berbeda pula. Usia,
pendidikan dan latar belakang budaya merupakan variabel yang
mempengaruhi budaya. Untuk mengurangi kendala bahasa dalam
pemberian informasi, Rumah Sakit menggunakan ahli Penerjemah Bahasa
khususnya bahasa inggris. Apabila terdapat kendala bahasa daerah dapat
menanyakan keluarga pasien ataupun rekan kerja yang bisa mengerti
bahasa pasien/keluarga untuk menerjemahkan.
Khusus pasien/ keluarga yang menggunakan bahasa Inggris Rumah
sakit harus menggunakan penerjemah pada tempat atau telepon untuk
membantu pasien/keluarga untuk komunikasi yang diperlukan. Rumah
sakit juga memberi terjemahan materi penting dalam bahasa yang
diinginkan. Jika bahasa Indonesia pasien kurang baik, atau tidak dapat
berbahasa Indonesia sama sekali, juru bahasa harus tersedia untuk
membantu. Juru bahasa dapat dihubungi lewat telepon, atau pasien dapat
hadir dalam pertemuan dengan penyedia pelayanan.
D. Kendala Budaya
Hambatan budaya ini menjadi hal yang sangat penting, satu pantangan
bagi
petugas untuk beranggapan, bahwa petugas tumbuh dengan filosofi, gaya
hidup, adat istiadat yang sama. Maka tidak boleh menyamaratakan
penggunaan tehnik berkomunikasi kepada pasien. Hindari anggapan bahwa
petugas mempunyai pemikiran yang sama ketika menghadapi suatu
permasalahan. Jika petugas menemukan miskomunikasi dalam suatu
hubungan, atau bahkan pasien merasa tersinggung, maka cepatlah lakukan
analisis mengapa pasien punya anggaban lain terhadap informasi yang
diberikan. Hal ini bisa terjadi karena budaya yang berbeda yang dimiliki oleh
sang petugas. Jika hal ini terjadi maka hormati persepsi

15
maka disanalah peluang petugas untuk kembali membangun komunikasi
yang nyambung.
E. Berkomunikasi Dengan Klien Yang Memiliki Kebutuhan Khusus
Pada saat tertentu, sangat perlu bagi tenaga admisi untuk menggunakan
teknik komunikasi khusus untuk interaksi petugas - klien yang berhasil.
Klien dengan ketidakseimbangan sensori dan motor, demikian juga anak-
anak dan lansia, membutuhkan pendekatan individualisasi dalam
komunikasi. Memberikan Metode Komunikasi Alternatif. Klien dengan
kendala komunikasi fisik (misalkan klien dengan laringektomi atau selang
endotrakea) mungkin tidak dapat berbicara atau kejelasan dalam
bicaranya sangat buruk sehingga metode komunikasi alternative
dibutuhkan. Untuk klien seperti ini petugas harus menyediakan metode
yang sederhana untuk digunakan. Apapun yang bersifat kompleks akan
dapat membuat frustasi dan membuat komunikasi lebih sulit. Petugas
harus sabar ketika klien mencoba untuk berkomunikasi. Klien harus
secara fisik sanggup mengunakan metode yang disediakan petugas
misalnya dengan memberikan papan komunikasi atau pensil dan kertas di
dekatnya.
F. Hambatan Fisik Dalam Proses Komunikasi
Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran
(tuna
rungu), tuna netra, tuna wicara. Maka dalam hal ini baik komunikator
maupun komunikan harus saling berkomunikasi secara maksimal.
Bantuan panca indera juga berperan penting dalam komunikasi ini.
Contoh: Apabila terdapat seorang petugas dengan pasien berusia
lanjut. Dalam hal ini maka petugas harus bersikap lembut dan sopan tapi
bukan berarti tidak pada pasien lain. Perawat harus lebih memaksimalkan
volume suaranya apabila ia berbicara pada pasien tuna rungu. Begitu pula
halnya dengan si pasien. Apabila si pasien menderita tuna wicara maka
sebaiknya ia mengoptimalkan panca inderanya (misal: gerakan tangan,
gerakan mulut) agar si komunikan bisa menangkap apa yang ia ucapkan.
Atau si pasien tuna wicara bisa membawa rekan untuk menerjemahkan
pada si komunikan apa yang sebetulnya ia ucapkan.

16
G. Tuna Rungu
Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan
karena
tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran. Dalam
perspektif
patologis yang dianut oleh pakar medis, kedokteran, ahli pendidikan dan
masyarakat umum yang memandang bahwa ketunarunguan sebagai
impairment
atau kerusakan (gangguan). Menurut bukti hasil penelitian antropologis atau
linguistik pada orang tunarungu lebih dianggap sebagai orang yang cacat
sehingga
perlu dinormalisasikan melalui lembaga pendidikan khusus maupun
rehabilitasi
selama beberapa dekade.
Klasifikasi Ketunarunguan
Pada umumnya klasifikasi tunarungu dibagi atas dua golongan atau
kelompok besar yaitu tuli dan kurang dengar.
a) Tuli
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan
kemampuan mendengar sehingga membuat proses informasi
bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai atau tidak memakai
alat dengar .
b) Kurang dengar
Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan
sebagian kemampuan mendengar, akan tetapi ia masih
mempunyai sisa pendengaran dan pemakaian alat bantu dengar
memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi
bahasa melalui
pendengaran.
Masalah Komunikasi Pada Pasien Tuna Rungu
Masalah komunikasi yang terjadi pada pasien tuna rungu :
a) Mengalami kesulitan dalam menerima dan memberikan informasi
dalam interaksinya.
b) Mudah marah dan cepat tersinggung (apabila salah dalam
mendengar)

17
c) Kurangnya kesadaran akan aspek-aspek diri sendiri yang akan
sangat mempengaru hi interaksi dengan orang lain.

18
BAB III
TATALAKSANA

1. Tatalaksana Pemberian Informasi Dan Edukasi

• Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan


tentang informasi yang akan di sampaikan, memiliki rasa empati
dan ketrampilan berkomunikasi secara efektif.
• Pemberian informasi dan edukasi dilakukan melalui tatap muka
dan berjalan secara interaktif, dimana kegiatan ini bisa dilakukan
pada saat pasien dirawat, akan pulang atau ketika datang kembali
untuk berobat.

• Kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat pasien dan


keluarga merasa nyaman dan bebas, anatar lain :
a. Dilakukan dalam ruang yang dapat menjamin privacy.
b. Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien
untuk kenyamanan mereka.
c. Penempatan meja, kursi atau barang – barang lain
hendaknya tidak menghambat komunikasi.
d. Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi.

• Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi,


maka pemberian informasi dan edukasi dapat disampaikan
kepada keluarga/ pendamping pasien.

• hubungan yang baik dengan pasien/ keluarga agar tercipta rasa


percaya terhadap peran petugas dalam membantu mereka.

• Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis


pasien (termasuk adanya keterbatasan kemampuan fisik
maupun mental dalam mematuhi rejimen pengobatan).

• Mendapatkan data yang akurat tentang obat-obat yang


digunakan pasien, termasuk obat non resep.

• Mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya,


pendidikan dan tingkat ekonomi pasien/ keluarga.

19
• Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/ keluarga adalah
yang berkaitan dengan perawatan pasien :
a. Assesment pendidikan pasien dan keluarga.
b. Pendidikan kesehatan pengobatan : Penggunaan obat –
obatan
yang aman : kemungkinan nama obat, kegunaan obat, aturan
pakai,

teknik penggunaan obat – obat tertentu (contoh : obat tetes,


inhaler), cara penyimpanan, berapa lama obat harus
digunakan dan kapan obat harus diambil lagi (control), apa
yang harus dilakukan apabila terjadinya efek samping dan
bagaimana cara mencegah/ meminimalkannya ; meminta
pasien/ keluarga untuk melaporkan jika ada keluhan yang
dirasakan pasien selama menggunakan obat tersebut.
c. Pendidikan kesehatan manajemen nyeri.
d. Pendidikan kesehatan diet.
e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis.
f. Pendidikan kesehatan proses penyakit.
g. Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent).
2. Proses Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Kepada Pasien
Dan Keluarganya Berkaitan Dengan Kondisi Kesehatannya
Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai
dulu
kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan : (data ini didapatkan
dari
RM) :
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang
digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang
dan marah).
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.

20
Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah
melalui tahap asesmen pasien, di temukan :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang,
maka proses komunikasinya mudah disampaikan.
2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna
rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga sekandung (istri,
anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan menjelaskannya
kepada mereka.

3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan


emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi
yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan
menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak
mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical
information.
3. Verifikasi
Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan
memahami edukasi yang diberikan :
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan
informasi, kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang
dilakukan adalah: menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan.
Pertanyaannya adalah : “Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bapak/ ibu bisa pelajari?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah
dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari
materi edukasi
yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ ibu bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya
adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti
tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses
pertanyaan ini bisa

21
via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah
pasien tenang.

4. Tata Laksana Penyampain Informasi Tentang Hasil Asuhan Dan


Pengobatan Kepada Pasien Dan Keluarga Pasien
a. Tim dokter menyilakan masuk atau dan mengucapkan salam
kepada pasien dan keluarga pasien.
b. Tim dokter menyapa pasien dengan namanya.
c. Tim dokter menciptakan suasana yang nyaman untuk
menyampaikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien
karena informasi yang akan diberikan adalah informasi yang
penting tentang hasil asuhan dan pengobatan pasien.
d. Tim dokter menjelaskan hasil tindakan medis yang dilakukan
dengan memberitahukan hasil diagnosa, bahwa dari hasil
pemeriksaan dan pengobatan pasien dinyatakan telah sembuh.
e. Apabila hasil asuhan dan pengobatan pasien telah disampaikan,
dan tidak ada lagi pertanyaan yang diajukan oleh pasien dan
keluarga pasien maka dokter akan membukakan pintu, atau
berdiri ketika pasien hendak pulang.
f. Dokter akan memberikan resep untuk jadwal makan obat dirumah
atau jadwal kontrol ulang untuk datang ke rumah sakit untuk
pemeriksaan kembali.

22
5. Tata Laksana komunikasi efektif dengan metode TBaK
Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melaui prinsip
sebagai berikut :

Yah.. benar. Jadi isi pesannya


Dikonfirmasikan
ini yah pak…

Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan

- Petugas kesehatan pemberi pesan instruksi ataupun terapi melalui


lisan ataupun telepon kepada petugas kesehatan lainnya
- Petugas kesehatan lainnya penerima pesan akan melakukan prosedur:
Tulis instruksi ataupun terapi dan jam diterimanya informasi di
catatan terintegrasi berkas rekam medis oleh penerima informasi.
Bacakan kembali nama dan tanggal lahir pasien oleh petugas
kesehatan penerima informasi untuk verifikasi
Konfirmasi ulang kebenaran nama dan tanggal lahir serta instruksi
ataupun terapi pasien yang dibacakan kembali oleh petugas
kesehatan penerima pesan.
- Pemberi instrukasi harus segera melengkapi dokumentasi verifikasi
secara tertulis di catatan terintegrasi dalam kolom cap verifikasi
(cap readback) komunikasi efektif 1 x 24 jam
- Untuk kata-kata yang sulit didengar, pemberi/penerima
informasi/instrukasi dapat mengeja alphabet agar tidak salah
penafsiran sesuai Internasional Phonetic Alphabet sebagai berikut.

23
6. Metode TBaK Sebagai Metode Komunikasi Saat Pemberian
Pesan/Informasi Hasil Kritis/Instruksi Melalui Lisan/Telepon
Komponen komunikasi efektif tidak ahnya sekedar transfer informasi
saja
akan tetapi membutuhkan respon dari yang melakukan order dan tindakan
dari hasil order. Dalam prakteknya, komunikasi efektif melibatkan banyak
hal di mana informasi nilai kritis harus tersampaikan secara akurat, jelas,
mudah dipahami, dan tepat waktu. Hasil nilai kritis harus dilaporkan tepat
waktu kepada DPJP atau petugas kesehatan di ruang perawatan pasien
(bila tidak ada DPJP) yang kemudian menyampaikannya ke DPJP agar
pasien ditangani segera. Petugas kesehatan di ruang perawatan yang
ditunjuk merupakan petugas kesehatan yang dapat berinisiatif melakukan
penanganan klinis dengan tepat untuk kepentingan pasien. Petugas
kesehatan di ruang perawatan yang dimaksud adalah perawat ruang
perawatan/dokter jaga, karena perawat ruang perawatan/dokter jaga dapat
berinisisatif melakukan suatu tindakan berdasarkan protocol yang telah
ditetapkan atau melakukan suatu tindakan atas instruksi DPJP. Jika DPJP
tidak ada dalam ruangan, perawat ruang perawatan/dokter jaga harus
menghubungi DPJP untuk memberitahukan hasil nilai kritis. Jika DPJP
tidak bisa dihubungi, dokter jaga pengganti/dokter jaga on site dapat
dihubungi untuk menginformasikan nilai hasil kritis. Suatu usaha
diperlukan untuk mengukur, menilai dan jika dibutuhkan untuk
memperbaiki ketepatan waktu pelaporan nilai kritis dan diterimanya nilai
kritis oleh DPJP. Kolaborasi antara klinisi, perawat dan petugas kesehatan
lain dapat meningkatkan kesadaran tiap petugas kesehatan akan perlunya
perbaikan dalam pembuatan keputusan untuk pasien. Kolaborasi tim
menjadi hal yang penting. Ketika petugas kesehatan tidak berkomunikasi
secara efektif, keselamatan pasien terancam karena hal-hal berikut : tidak
ada/kurangnya informasi niali kritis, kesalahan interpretasi, order via
telepon yang tidak jelas, dan perubahan kondisi pasien yang terlewat
diperhatikan.
The Joint Commission Journal On Quality and Patient Safety pada tahun
2010 menyatakan bahwa petugas kesehatan yang menerima hasil/nilai kritis
secara verbal dari petugas kesehatan lain harus melakukan proses read back
(TBaK)

24
dengan cara menuliskan informasi hasil/nilai kritis tersebut dan
membacakan kembali informasi tersebut kepemberi informasi. Informasi
nilai kritis seringkali ditransmisikan melalui tulisan tangan, email, atau
pesan teks yang dapat menimbulkan akibat erius jika terjadi
miskomunikasi, sehingga proses penyampaian pesan/instruksi/pelaporan
hasil nilai kritis harus menggunakan komunikasi efektif secara verbal (lisan
atau telepon) dengan Metode TBak.
Contoh pelaksanaan metode TBaK pada saat melaporkan dan
menerima hasil kritis adalah sebagai berikut:
- Petugas kesehatan penunjang pemberi laporan nilai kritis melalui
telepon kepada petugas kesehatan lainnya di ruang perawatan.
- Petugas kesehatan lainnya penerima hasil nilai kritis melakukan
prosedur: Tulis hasil nilai kritis dan jam diterimanya nilai kritis di
catatan terintegrasi

Bacakan kembali nama dan tanggal lahir pasien oleh petugas


kesehatan penerima informasi untuk verifikasi
Konfirmasi ulang kebenaran nama dan tanggal lahir serta hasil nilai
kritis pasien yang dibacakan kembali oleh petugas kesehatan penerima
informasi hasil nilai kritis.
- Petugas kesehatan penunjang menulis dokumentasi pelaporan nilai
kritis di buku laporan nilai kritis dan hasil cek untuk ruangan
- Petugas kesehatan lainnya penerima nilai kritis melaporkan ke DPJP
dalam waktu 30 menit di laboratorium dan 60 menit di Radiologi.
Didokumentasikan di catatan terintegrasi jam pelaporan, nilai kritis
dan konfirmasi. Bubuhkan cap pelaporan nilai kritis.
- Untuk kata-kata yang sulit didengar, pemberi/penerima
informasi/instruksi dapat menjaga alphabet agar tidak salah
penafsiran sesuai Internasional Phonetic Aphabet sebagai berikut
(table 2.3)

25
Table 2.3 : Phonetic Aphabet

7. Komunikasi Serah Terima Pesan ( Hand over)

Komunikasi serah terima pasien adalah proses pengalihan informasi dan


tanggung jawab perawatan pasien dari satu petugas kesehatan ke
petugas kesehatan lainnya, yang dapat terjadi pada kegiatan:
1. Antara PPA (misalnya, antar dokter, dari dokter ke perawat, antar
perawat, dan seterusnya);
2. Antara unit perawatan yang berbeda di dalam rumah sakit (misalnya
saat pasien dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang
perawatan atau dari instalasi gawat darurat ke ruang operasi); dan

26
3. dari ruang perawatan pasien ke unit layanan diagnostik seperti
radiologi atau fisioterapi.
Meskipun komunikasi antar petugas dalam rangka penyerahan
tanggung

jawab atas pasien yang dirawat merupakan hal yang sudah menjadi
kebiasaan dan pekerjaan sehari-hari, namun awareness terhadap proses
komunikasi ini dirasakan masih kurang. Tanpa standarisasi komunikasi
dalam proses transisi perawatan pasien maka risiko kesalahan dalam
pelayanan sangat mungkin terjadi karena informasi yang diberikan tidak
tepat atau tidak lengkap.
Dalam pelayanan medis, proses komunikasi memegang peran
sentral. Komunikasi antara dokter dengan dokter, dokter dengan pasien,
dokter dengan perawat, perawat dengan pasien terjadi setiap saat. Hampir
setiap detik di Rumah sakit akan terjadi proses komunikasi dengan
berbagai maksud dan tujuan. komunikasi antar dokter mungkin
menyangkut diskusi atau konsultasi. Komunikasi perawat dan dokter
mungkin terjadi pada saat perawat melaporkan perkembangan pasien.
Komunikasi antar perawat dapat menyangkut serah terima tanggumng
jawab pergantian tugas jaga.
Sudah menjadi kebiasaan, dalam setiap pergantain perawat
(shift) akan terjadi alih tanggung jawab melalui pertukaran informasi
mengenai kondisi pasien antara perawat ayang akan selesai menjalankan
tugas dan perawat yang akan menggantikannya. Dirumah sakit, proses
hand over ini dilakukan beberapa tahap. Tahap pertama, terutama pada
pergantian tugas pagi hari kepala perawat akan memimpin pertemuan
pagi dan dalam peremuan itu dilaporkan kejadian-kejadian penting yang
terjadi selama para perawat bertugas, selanjutnya mereka berkeliling
dalam tim, mengunjungi masing-masing pasien dan menjelaskan
perkembangan pasien, masalah dan rencana-rencana yang akan
dilakukan dalam proses alih tugas tersebut yang dilakukan melalui proses
komunikasi baik secara verbal maupun non verbal, muatan informasi yang
diberikan sudah jelas dan akurat.

27
8. Metode SBAR Sebagai Metode Komunikasi Serah Terima Pasien
Keefektifan metode SBAR telah dibuktikan pada proses komunikasi di
setiap situasi yaitu klinis dan non klinis, manfaat yang diperoleh dari
penggunaan metode SBAR adalah:
- Menjamin kelengkapan informasi dan mengirangi kemungkinan
informasi yang tidak tersampaikan
- Mudah digunakan dan memusatkan perhatian pada informasi yang
akan dikomunikasikan
- Rekomendasi yang diajukan bersifat jelas dan professional
- Meningkatkan kepercayaan diri petugas yang terlibat dalam
berkomunikasi
- Memusatkan perhatian pada masalah yang harus dihadapi, bukan
pada komunikan yang dituju.
Kaiser Permanente memperkenalkan metode SBAR yang mengandung
unsur
S (Situation), B (Background), A (Assessment), R (Recommendation)
untuk melaporkan situasi klinis yang memerlukan tindakan medis segera
kepada petugas kesehatan lainnya. Metode SBAR dapat dipraktekkan
sehari-hari oleh petugas kesehatan lainnya. Metode SBAR dapat
dipraktekkan sehari-hari oleh petugas kesehatan, petugas farmasi,
manager kesehatan misalnya dalam situasi pengiriman/transfer pasien
antar unit kerja, transfer pasien dari kursi roda/brankar ke tempat
pemeriksaan radiologu, melaporkan kondisi pasien kepada dokter jaga
atau dokter yang merawat, dan aktivitas komunikasi antar petugas
kesehatan lain yang terkait pasien. Metode SBAR di RSU Karya Husada
dilaksanakan saat hand over antar shift yang didokumentasikan dalam
catatan terintegrasi berupa SOAP. Saat pelaporan kondisi pasien ke DPJP
melalui telepon, metode SBAR dilakukan dan didokumentasikan dalam
catatan terintegrasi
Dalam praktek sehari-hari metode SBAR sangat ideal diterapkan
sebagai komunikasi standar pada saat perawat melaporkan situasi atau
kondisi klinis pasien kepada dokter jaga atau dokter yang merawat pasien
tersebut. Seorang dokter perlu mendapatkan informasi lebih jelas dan
lengkap agar keputusan yang tepat dapat diambil. Apa yang terjadi
selama ini laporan perawat kepada dokter

28
mengenai kondisi pasien kurang informasi dan tidak terstruktur sehingga
informasi yang diperoleh dokter tidak akurat dan jelas. Informasi yang
jelas dan lengkap dapat diperoleh dokter bila metode komunikasi efektif
yang digunakan adalah SBAR. Sasaran yang ingin dicapai dalam model
komunikasi SBAR adalah agar informasi yang disampaikan oleh perawat
ke dokter bersifat sederhana, terstruktur, akurat dan tepat dalam rangka
pengambilan keptusan terhadap situasi klinis yang dihadapi pasien.
Pada prinsipnya SBAR merupakan komunikasi terstandar untuk
mengoptimalkan komunikasi yang ingin menjawab tiga pertanyaan yaitu
“what is it? Apa yang terjadi, “what do you need me to do (apa yang
diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi), dan when do I have
to do it? (kapan dokter harus mengambil tindakan). Sebelum seorang
perawat menghubungi dokter, sebaiknya ia terlebih dahulu memeriksa
pasien, mempelajari catatan medis, serta mengetahui diagnosis dan
permasalahan yang dialami pasien. Komponen metode SBAR terdiri dari
Situation, Background, Assessment, Recommendation sebagai berikut:
Situation Komponen situasi ini ingin menyatakan bahwa terdapat
suatu keluhan atau tanda klinis pada pasien yang mendorong untuk
dilaporkan. Misalnya; sesak napas, nyeri dada, penurunan tekanan darah,
gangguan irama jantung dsb
Background komponen background menyatakan latar belakang klinis
pasien yang menyebabkan keluhan tersebut. Informasi yang terkandung
dalam unsur background berupa data yang sudah diberikan, diagnosis
pasien, data klinis pasien yang dilaporkan berupa data klinis terkait dengan
gangguan system neurologis, kardiovaskular, gastrointestinal, hasil-hasil
pemeriksaan laboratorium atau hasil pemeriksaan penunjang lainnya.
Tentunya data klinis yang dilaporkan adalah data yang mendukung problem
pasien. Misalnya pasien dengan penyakit paru obstruktif, data klinis yang
dilaporkan sebaiknya yang berhubungan dengan gangguan fungsi respirasi
misalnya frekuensi nafas, sturasi atau analisi gas adarah.

29
Assessment, komponen assessment atau penilaian menekankan pada
analisis masalah yang terjadi pada pasien sehingga apabila tidak segera
diantisipasi akan menyebabkan kondisi pasien lebih memburuk. Misalnya
pada pasien dengan penyakit PPOK, kegawatan yang mungkin terjadi adalah
gagal napas.

Recommendation. Komponen Recommendation menekankan pada


apa yang akan dilakukan petugas kesehatan untuk mengatasi masalah
pasien. Perawat menghubungi dokter tentu mempunyai maksud tertentu
yaitu melaporkan kondisi pasien yang harus diketahui dokter sehingga
mengharapkan dokter segera datang ke ruang perawatan atau mungkin
cukup meminta pemeriksaan penunjang dan terapi yang perlu diberikan
saat itu.
9. Komunikasi terkait obat-obat tertentu seperti obat narkotika harus
dilakukan dengan komunikasi tertulis yaitu:
a) Pada saat melakukan komunikasi secara tertulis, maka petugas
kesehatan harus memperhatikan beberapa aspek lain.
b) Menuliskan secara jelas dan lengkap informasi pasien dalam rekam
medis misalnya: formulir pengkajian awal, discharge planning, catatan
perkembangan pasien terintegrasi.
c) Penulisan instruksi harus dilakukan secara lengkap, dapat terbaca
dengan jelas agar sumber instruksi dapat dilacak bila diperlukan
verifikasi.
d) Harus menuliskan nama lengkap, tanda tangan penulis pesan serta
tanggal dan waktu penulisan pesan.
e) Setiap profesi yang melakukan pencatatan pada formulir Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi membubuhkan stempel sesuai
dengan profesinya.
f) Dalam penulisan resep tidak boleh menyingkat, penyingkatan harus
sesuai dengan daftar singkatan, contoh: (a. Satuan berat: mg (mil igram),
g, G (gram); b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter); c. Satuan unit: IU/IU
(Internasional Unit), dan Dosis / nilai harus spesifik untuk menghindari
salah penapsiran Untuk penulisan angka, tidak diperbolehkan


menghilangkan angka 0 didepan koma mis: .2 0,2, dan menuliskan


angka 0 dibelakang koma mis 2,0 2

30
31
g) Menuliskan secara jelas pemberian obat dengan menggunakan
metode 7 benar (benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute,
benar pasien, benar informasi, benar dokumentasi).

a) Benar Obat
- Cocokan semua obat untuk pasien dengan instruksi dokter di
Rekam Medik Pasien
- Bila benar, untuk kewaspadaan tinggi perlu di cek oleh dua orang
(double check), terutama obat parental.
b) Benar Dosis
- Cocokan dosis obat dengan instruksi dokter di Rekam Medik
Pasien
c) Benar Cara Pemberian
- Cocokan cara pemberian obat dengan instruksi dokter di Rekam
Medik Pasien
- Pemberian diberikan jarak waktu, bila: dua obat/lebih, obat dan
nutrisi, ada interaksi obat saling melemahkan, jadwal pemberian
d) Benar waktu pemberian
- Cocokan kapan saat pemberian obat sesuai instruksi dokter di
rekam medis pasien. (missal: sebelum makan, setelah makan,
saat makan)
- Liat jam saat itu, perhatian dan cocokan dengan waktu
pemberian di Rekam Medis pasien: (3 x sehari berarti interval
pemberian setiap 8 jam, 2 x sehari berarti interval pemberian
setiap 12 jam, sehari sekali berarti interval pemberian setiap 24
jam)
e) Benar pasien
- Tanyakan nama lengkap pasien dan tanggal lahir, sambil
cocokan dengan nama dan tanggal lahir yang tertulis pada
gelang identitas pasien
- Baca kembali catatan/Instruksi terapi di rekam medis pasien,
cocokan dengan identitas pasien.
- Tanyakan adakah riwayat alergi

32
f) Benar dokumentasi
- Dokumentasi dengan menulis jam pemberian dan inisial
perawat/pemberi pelayanan dalam kolom waktu
- Setiap perubahan jenis/dosis/jadwal/cara pemberian obat harus
diberi nama dan paraf yang mengubahnya.
- Jika ada coretan yang harus dilakukan: buat hanya satu garis dan
diparaf diujungnya
- Bila terjadi reaksi alergi pada pasien setelah mendapat obat. Buat
dokumentasi dalam Rekam medis, isi laporan efek samping obat
dan formulir pelaporan insiden ke tim keselamatan pasien
- Dokumentasikan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) terkait
pengobatan. Formulir pelaporan insiden ke tim keselamatan
pasien.
- Dokumentasikan kejadian tidak diharapkan (KTD)/ Kejadian
sentinel. Formulir pelaporan insiden ke tim keselamatan pasien.

33
BAB IV
DOKUMENTASI

Komunikasi Efektif Dalam Pemberian Edukasi dan Informasi


merupakan cara kerja sama dengan pasien mengenai pelayanan yang
diberikan rumah sakit baik itu hasil dari asuhan pasien, pengobatan serta
apa saja yang dibutuhkan pasien. Dalam berkomunikasi dan penyampaian
informasi tim dokter, perawat dan staf admisi memiliki peranan penting.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh
pasien sehingga mempercepat proses penyembuhan pasien.
Buku panduan Komunikasi Efektif Dalam Pemberian Edukasi dan
Informasi wajib berjalan sesuai standart yang telah ditetapkan dan lebih
lengkap jika didampingi dengan dokumen sebagai berikut :
1. Dokumen Implementasi
a. Formulir Pemberian Informasi dan Edukasi Pasien dan Keluarga
(terlampir).
b. Petunjuk Tehnis Pengisian Form Edukasi Pasien dan Keluarga.
Demikian buku panduan ini dibuat untuk panduan pemberian
informasi dan edukasi yang efektif sehingga didalam pelayanan
pasien dapat berjalan baik, dengan terbitnya Buku Panduan
Komunikasi Efektif Dalam Pemberian Edukasi dan Informasi di RSU
Karya Husada ini maka komunikasi dengan pasien/ keluarga pasien
wajib berdasarkan buku panduan ini terhitung setelah ditandatangi
oleh Direktur RSU Karya Husada.

34

Anda mungkin juga menyukai