Anda di halaman 1dari 16

PANDUAN

KOMUNIKASI EFEKTIF

RSU BETHESDA GUNUNGSITOLI-NIAS


Jl. Diponegoro No.375 C Km. 3 GUNUNGSITOLI
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang
kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang
dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt
& Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988).
Dalam pemberian pelayanan asuhan kepada pasien diperlukan saling kerja sama antara
pasien, keluarga dan tim medis. Untuk menimbulkan kerja sama yang baik maka diperlukan
komunikasi efektif dari tim medis kepada pasien dan atau keluarga dimana tujuannya agar pasien
dan atau keluarga dapat mengerti apa yang harus dilakukannya dalam bekerja sama guna mencapai
keadaan yang lebih baik untuk pasien atau dengan kata lain saling kooperatif. Maka dari itu
komunikasi yang efektif sangat diperlukan dalam memberikan asuhan kepada pasien.

B. Tujuan
 Sebagai pedoman dalam pemberian informasi dan melakukan edukasi kesehatan kepada
pasien dan atau keluarga.
 Memahami bagaimana cara dan proses melakukan edukasi kesehatan di rumah sakit,
sehingga edukasi kesehatan dapat berjalan lancar dan sesuai prosedur yang ada.
 Mendorong keterlibatan pasien dan keluarganya dalam proses pelayanan.
 Pasien atau keluarga memahami penjelasan yang diberikan, memahami pentingnya
mengikuti regimen pengobatan yang telah ditetapkan sehingga dapat meningkatkan motivasi
untuk berperan aktif dalam menjalani terapi obat.

C. Manfaat
Manfaat dari komunikasi efektif ini adalah pasien dan atau keluarga memahami informasi
dan edukasi yang menjadi haknya sebagai pasien.

D. Langkah Awal Assesmen Pasien dan Keluarga


Assesmen merupakan proses menganalisis dan menginterpretasikan dan atau informasi
tentang pasien dan lingkungannya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang
berbagai kondisi individu dan lingkungannya sebagai dasar untuk memahami individu dan untuk
pengembangan program pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien
akan pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien,
bidang spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik yang paling
tepat, sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di
rumah sakit merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (asesment).
Sebelum pendidikan kesehatan (informasi dan edukasi) diberikan, lebih dulu dilakukan
pengkajian/analisis terhadap kebutuhan pendidikan dengan mendiagnosis penyebab masalah
kesehatan yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan.
Lawrence Green (980), perilaku dipengaruhi 3 faktor :
1. Faktor pendukung, mencakup :
Pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan/keyakinan, sistem nilai, pendidikan, sosial
ekonomi,dsb.
2. Faktor pemungkin, mencakup :
Fasilitas kesehatan, mis : air bersih, pembuangan sampah, makanan bergizi, termasuk juga
tempat pelayanan kesehatan.
3. Faktor penguat, mencakup :
Sikap dan perilaku.
Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan :
1. Observasi
2. Wawancara
3. Angket/questioner
4. Dokumentasi
Tujuan pengkajian :
1. Untuk mengetahui besar, parah dan bahayanya masalah yang dirasakan
2. Menentukan langkah tepat untuk mengatasi masalah
3. Memahami masalah : mengapa muncul masalah, siapa yang akan memecahkan masalah dan
siapa yang perlu dilibatkan, dan jenis bantuan yang akan diberikan.
Prioritas masalah, disusun berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow:

Aktualisasi diri

Harga diri

Kasih sayang

Aman/nyaman

Biologi/Fisiologi
Agar informasi dan edukasi dapat dipahami dengan baik dilakukan dahulu
asesment/penilaian terhadap pasien dan keluarga meliputi:
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien dan keluarganya
2. Kecakapan baca tulis, tingkat pendidikan dan bahasa mereka
3. Hambatan emosional dan motivasi
4. Keterbatasan fisik dan kognitif
5. Kemauan pasien untuk menerima informasi
Sehingga pemberi informasi dan edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga bersedia dan
mampu untuk belajar. Hasil penilaian didokumentasikan dalam rekam medis.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Defenisi
1. Komunikasi merupakan proses penyampaian pikiran atau informasi (pesan) dari satu pihak ke
pihak lain dengan menggunakan suatu media. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman
yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh
keduanya.
2. Komunikasi efektif di RSU Bethesda Gunungsitoli – Nias adalah komunikasi yang dilakukan
antara kelompok profesional kesehatan dengan manajemen, antara kelompok profesional
kesehatan dengan pasien dan keluarga yang dilakukan secara efektif, tepat waktu, akurat,
lengkap, jelas, sehingga dapat dipahami dan akan mengurangi kesalahan, serta menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien.
3. Komunikasi efektif secara lisan adalah kegiatan yang dilakukan petugas kesehatan dalam
pelaksanaan komunikasi langsung/lisan kepada pasien dan keluarga (eksternal) maupun sesama
petugas (internal) di lingkungan rumah sakit.
4. Komunikasi petugas kesehatan ( dokter / perawat / bidan / tenaga profesional lainnya )
kepada pasien dan keluarga adalah penyampaian informasi mengenai kesehatan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan ( dokter / perawat / bidan / tenaga profesional lainnya ) kepada
pasien dan keluarga.
5. Pemberian informasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam interaksi pasien dengan petugas
kesehatan atau yang bukan petugas kesehatan/non medis berupa penjelasan tentang
rencana/asuhan medis, keperawatan, non medis, yang akan dilakukan selama pasien di rumah
sakit.
6. Edukasi pada pasien dan keluarga adalah usaha atau kegiatan untuk membantu pasien dan
keluarga dalam meningkatkan kemampuan untuk mencapai kesehatan secara optimal dan
bersedia berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam proses pelayanan.
7. Asesmen kebutuhan edukasi pada pasien dan keluarga adalah proses menentukan kebutuhan
pasien dan keluarga akan pembelajaran tentang kondisi dan atau penyakit yang berhubungan
dengan pasien serta bagaimana pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik.
8. Verifikasi pemahaman pasien dan keluarga terhadap pemberian edukasi adalah suatu
tindakan yang dilakukan untuk menilai ketercapaian pemberian informasi edukasi yang
diberikan kepada pasien dan keluarga.
9. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah
sakit.
10. Keluarga pasien adalah suami/istri, orang tua yang sah atau anak kandung dan saudara
kandung.
11. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memiliki kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

B. Teori Komunikasi
1. Proses Komunikasi
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud
oleh pengirim pesan/komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima
pesan/komunikan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003). Gambar berikut
memberikan ilustrasi proses komunikasi.

Unsur-unsur/elemen dalam komunikasi efektif :


 Sumber/pemberi pesan/komunikator (dokter, perawat, admission, adm. kasir, dll), adalah
orang yang memberikan pesan.
o Sumber (yang menyampaikan informasi) : adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima/komunikan. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab
pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan
meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan baik. (Konsil
Kedokteran Indonesia, hal.8)
o Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya
luas dan dalam tentang informasi yang yang disampaikan, cara berbicaranyanya jelas
dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan
(komunikan).
 Isi pesan, adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada komunikan.
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan komunikasi, media
penyampaian, penerimanya.
 Media/saluran pesan (elektronik, lisan, dan tulisan) adalah sarana komunikasi dari
komunikator kepada komunikan. Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui
isi pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima.
Pesan dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan
tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung
atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap (Konsil
Kedokteran Indonesia, hal.8). Media yang dapat digunakan: melalui telepon,
menggunakan lembar lipat, buklet, vcd, peraga.
 Penerima pesan/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, admission, adm.)
atau audience adalah pihak/orang yang menerima pesan.
Penerima pesan berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran pengirim
dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab penerima adalah
berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan memberikan umpan balik kepada
pengirim. Umpan balik sangat penting sehingga proses komunikasi berlangsung dua arah
(Konsil Kedokteran Indonesia, hal.8).
 Umpan balik, adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap respon pesan yang
diterimanya.

2. Pemberi Pesan/Komunikator yang Baik:


Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut
(Konsil Kedokteran Indonesia, hal 42):
 Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan
tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi, paraphrase,
intonasi.
 Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
 Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang tersurat
(bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).
 Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar tidak
menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan gerak tubuh,
raut muka, dan sikap komunikator.

3. Sifat Komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi).
Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan di dalam rumah sakit adalah:
 Jam pelayanan,
 Pelayanan yang tersedia,
 Cara mendapatkan pelayanan,
 Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan
asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Komunikasi yang bersifat edukasi (Pelayanan Promosi) adalah :
 Edukasi tentang obat
 Edukasi tentang penyakit
 Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari
 Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnya
pasca dari rumah sakit
 Edukasi tentang gizi/nutrisi
4. Syarat Komunikasi Efektif
Syarat dalam komunikasi efektif adalah:
 Tepat waktu,
 Akurat,
 Lengkap,
 Jelas,
 Mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalahpahaman).

5. Hukum dalam Komunikasi Efektif


Lima hukum komunikasi yang efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication)
terangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH,
yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah
upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun
respon positif dari orang lain. Hukum komunikasi efektif yang pertama adalah :
a. Respect, pengertiannya:
Sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Jika
kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati,
maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan
meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan
sebagai sebuah tim.
b. Empathy, pengertiannya:
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi
yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati
adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum
didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Jadi sebelum kita membangun komunikasi
atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon
penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada
halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
c. Audible, pengertiannya:
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika
empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan
balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh
penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media
atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan.
Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun
perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita
sampaikan dapat diterima dengan baik.
d. Clarity, pengertiannya:
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang
terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi
interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Karena kesalahan penafsiran atau
pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak
sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi
kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan),
sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan. Karena tanpa
keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan
semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
e. Humble, pengertiannya:
Sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk
membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita
miliki. Sikap rendah hati yang pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam
bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan
menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui
kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta
mengutamakan kepentingan yang lebih besar.

6. Aspek Komunikasi Efektif juga Meliputi 5 Hal:


a. Kejelasan (Clarity) – pesan yang disampaikan.
b. Ketepatan (Accuracy) – kebenaran informasi.
c. Konteks (Context) – gaya bicara dan pesan disampaikan dalam situasi yang tepat.
d. Alur (Flow) – urutan pesan atau sistematika penyampaian.
e. Budaya (Culture) – sesuai dengan bahasa, gaya bicara, dan norma-etika yang berlaku.

7. Secara teknis, untuk mencapai komunikasi efektif, secara verbal komunikasi


“memainkan” teknik vocal:
a. Speed/tempo – kecepatan bicara, variatif, jangan terlalu cepat dan jangan pula terlalu
lambat.
b. Volume – tinggi rendah nada bicara, disesuaikan dengan karakter dan jumlah audiens.
c. Aksentuasi – penekanan (stressing) pada kata-kata tertentu.
d. Artikulasi – kejelasan kata demi kata yang diucapkan.
e. Projection – memproyeksikan (mengarahkan) suara sampai ke bagian paling belakang
ruangan tanpa harus berteriak.
f. Pronounciation (pelafalan) – pelafalan kata demi kata secara jelas dan benar.
g. Repetition (pengulangan) – untuk mengulangi kata-kata penting dengan irama yang
berbeda.
h. Hindari gumaman (Intruding Sound) terlalu sering.
i. Ringkas, namun jelas, jangan bertele-tele.
Secara non-verbal komunikasi dapat dibangun dengan gestur atau gerakan tubuh, cara
berpakaian sesuaikan dengan acara atau suasana, dan raut wajah.
Hasil survei Mechribian dan Ferris menunjukkan, dalam komunikasi verbal, keberhasilan
menyampaikan informasi:
 55 % ditentukan oleh bahasa tubuh (body language), postur, isyarat, dan kontak mata.
 38 % ditentukan oleh nada suara.
 7 % saja ditentukan oleh kata-kata.

8. Faktor yang Menentukan Komunikasi efektif, antara lain:


a. Kepercayaan komunikan terhadap komunikator,
b. Kejelasan pesan yang disampaikan,
c. Keterampilan komunikasi komunikator,
d. Daya tarik pesan,
e. Kesesuaian isipesan dengan kebutuhan komunikan,
f. Kemampuan komunikan dalam menafsirkan pesan (decoding),
g. Setting komunikasi kondusif atau nyaman dan menyenangkan.

9. Strategi Komunikasi Efektif :


a. Menguasai pesan/materi,
b. Mengenali karakter komunikan/audiens,
c. Kontak mata (eye contact),
d. Ekspresi wajah,
e. Postur/gerak tubuh,
f. Busana yang sesuai dengan situasi.
BAB III
RUANG LINGKUP

Panduan komunikasi efektif ini diterapkan di lingkup RSU Bethesda Gunungsitoli-Nias


yang ditujukan kepada seluruh petugas yang bekerja di RSU Bethesda Gunungsitoli-Nias saat
memberikan informasi dan edukasi (komunikasi efektif) kepada setiap pasien, keluarga dan
masyarakat yang berkunjung di RSU Bethesda Gunungsitoli-Nias.
A. Tujuan :
1. Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan pesan yang disampaikan komunikator akan sampai
pada komunikan dengan benar dan lengkap.
2. Mengurangi kesalahan persepsi akibat komunikasi secara lisan.
3. Tercapainya 5 hal pokok, yaitu :
a. Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan,
b. Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar,
c. Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak menyetujui apa
yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar),
d. Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan maksud kita
bisa mereka terima,
e. Memperoleh umpan balik dari pendengar.

B. Informasi/edukasi yang disampaikan :


1. Bagi pasien rawat jalan :
a. Bagian pendaftaran :
 Pemberian informasi tentang jadwal dokter praktik
 Informasi tentang tarif konsultasi dan tindakan
 Informasi tentang alur rawat jalan
 Informasi tentang fasilitas rawat jalan
b. Poliklinik/UGD :
 Dokter :
- Edukasi tentang penyakit dan tatalaksana pengobatan
 Perawat/bidan :
- Informasi tentang alur rawat jalan
- Informasi tentang jadwal kontrol
 Petugas Laboratorium dan radiologi :
- Informasi tentang prosedur pengambilan sampel dan perkiraan lamanya pemeriksaan.
 Petugas farmasi :
- Informasi tentang obat-obat yang diberikan, aturan pakai dan cara penyimpanan
2. Bagi pasien rawat inap :
a. Bagian pendaftaran :
 Pemberian informasi tentang hak dan kewajiban pasien
 Informasi tentang peraturan dan tata tertib rumah sakit
 Informasi tentang fasilitas dan tarif rumah sakit
 Informasi tentang persetujuan umum
b. UGD :
 Dokter umum:
- Edukasi tentang penyakit, tatalaksana pengobatan dan indikasi rawat
- Informasi tentang rencana perawatan
 DPJP :
- Edukasi tentang penjelasan kondisi medis dan diagnosa pasti,
- Edukasi tentang rencana pelayanan dan pengobatan
- Edukasi tentang tindakan kedokteran yang memerlukan informed consent tertulis (jika
ada)
- Edukasi tentang penggunaan peralatan medis,
- Edukasi tentang manajemen nyeri,
- Edukasi tentang rehabilitasi medik,
- Edukasi tentang perawatan lanjutan,
- Informasi tentang lama perawatan,
- Informasi tentang indikasi pemulangan,
- Informasi tentang perkembangan kondisi pasien.
 Perawat/bidan :
- Informasi tentang alur rawat inap
- Informasi tentang hak dan kewajiban pasien
- Informasi tentang perawat/bidan yang merawat pasien
- Informasi tentang fasilitas ruangan, jam berkunjung
- Edukasi tentang pendidikan kesehatan
 Petugas Laboratorium :
- Informasi tentang prosedur pengambilan sampel dan perkiraan lamanya pemeriksaan.
 Petugas Radiologi :
- Informasi tentang prosedur tindakan dan
BAB IV
TATA LAKSANA

A. Tatalaksana Pemberian Informasi dan Edukasi


a. Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang informasi yang
akan disampaikan, memiliki rasa empati dan keterampilan berkomunikasi secara efektif.
b. Pemberian informasi dan edukasi dilakukan melalui tatap muka dan berjalan secara
interaktif, dimana kegiatan ini bisa dilakukan pada saat pasien dirawat, akan pulang atau
ketika datang kembali untuk berobat.
c. Kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat pasien/keluarga merasa nyaman dan
bebas, antara lain:
 Dilakukan dalam ruang yang dapat menjamin privasi,
 Ruangan cukup bagi pasien/keluarga untuk kenyamanan mereka,
 Penempatan meja, kursi atau barang-barang lain hendaknya tidak menghambat
komunikasi,
 Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi
d. Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi, maka pemberian informasi dan
edukasi dapat disampaikan kepada keluarga/pendamping pasien.
e. Membina hubungan yang baik dengan pasien/keluarga agar tercipta rasa percaya terhadap
peran petugas dalam membantu mereka.
f. Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis pasien (termasuk adanya
keterbatasan kemampuan fisik maupun mental dalam mematuhi regimen pengobatan)
g. Mendapatkan data yang akurat tentang obat-obat yang digunakan pasien, termasuk obat non
resep.
h. Mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya, pendidikan dan tingkat
ekonomi pasien/ keluarga.
i. Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah yang berkaitan dengan
perawatan pasien :
 Assesment pendidikan pasien dan keluarga,
 Pendidikan kesehatan pengobatan : penggunaan obat- obatan yang aman: kemungkinan
nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, teknik penggunaan obat-obat tertentu (contoh obat, inhaler), cara
penyimpanan, berapa lama obat harus digunakan dan kapan obat harus ditebus lagi, apa yang harus
dilakukan jika terjadinya efek samping yang akan dialami dan bagaimana cara mencegah atau
meminimalkan, meminta pasien/keluarga untuk melaporkan jika ada keluhan yang dirasakan pasien selama
menggunakan,
 Pendidikan kesehatan manajemen nyeri,
 Pendidikan kesehatan gizi/nutrisi,
 Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis,
 Pendidikan kesehatan proses penyakit,
 Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent)

B. Tahapan komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya berkaitan
dengan kondisi kesehatannya
1). Tahap asesmen pasien:
a. Semua pasien yang masuk rumah sakit dilakukan asesmen/identifikasi tentang kebutuhan
informasi dan edukasi yang dibutuhkan, saat pertama kali bertemu petugas kesehatan
baik di rawat jalan maupun rawat inap.
b. Pasien dilakukan asesmen/identifikasi:
 Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga,
 Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan,
 Hambatan emosional dan motivasi, (emosional: depresi, marah, senang)
 Keterbatasan fisik dan kognitif,
 Kesediaan pasien menerima informasi dan kebutuhan informasi/edukasi.
c. Hasil asesmen/identifikasi tentang kebutuhan edukasi pasien dicatat dalam rekam medis
pasien.
2). Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif.
a. Prinsip penyampaian informasi/edukasi :
 Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
 Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan
keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
 Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien marah
atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan
menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi,
pasien bisa bertanya kepada petugas kesehatan.
b. Pelaksanaan komunikasi efektif petugas kesehatan (Dokter/Perawat/Bidan/Tenaga
Profesional lainnya) kepada pasien dan keluarga saat melakukan pendidikan
kesehatan/edukasi kesehatan :
1. Pasien Rawat Jalan
 Ucapkan salam
 Perkenalkan diri dan peran petugas
 Identifikasi pasien
 Petugas kesehatan melakukan pendidikan/edukasi kepada pasien dan keluarga
dengan metode yang dipilih sesuai dengan formulir edukasi terintegrasi.
 Petugas kesehatan mengisi formulir edukasi sesuai dengan edukasi yang telah
diberikan.
 Lakukan verifikasi kepada pasien dan atau keluarga terhadap materi edukasi yang
telah diberikan.
 Formulir edukasi ditandatangani oleh pasien/keluarga yang menerima edukasi
 Formulir disimpan di rekam medis pasien.
2. Pasien Rawat Inap
 Ucapkan salam
 Perkenalkan diri dan peran petugas
 Identifikasi pasien
 Petugas kesehatan melakukan pendidikan/edukasi kepada pasien dan keluarga
dengan metode yang dipilih sesuai dengan formulir edukasi terintegrasi.
 Memberikan informasi/edukasi sesuai kebutuhan pasien/keluarga dengan bahasa
yang mudah dimengerti.
 Jika ada informasi/edukasi berupa prosedur tindakan (seperti: perawatan sederhana,
perawatan payudara, dll) pemberian edukasi dilakukan dengan metode demonstrasi.
 Petugas kesehatan mengisi formulir edukasi sesuai dengan edukasi yang telah
diberikan.
 Lakukan verifikasi kepada pasien dan atau keluarga terhadap materi edukasi yang
telah diberikan.
 Formulir edukasi ditandatangani oleh pasien/keluarga yang menerima edukasi.
 Formulir disimpan di rekam medis pasien.
c. Komunikasi efektif di unit pendaftaran
 Ucapkan salam
 Perkenalkan diri
 Menanyakan nama pasien (“maaf dengan bapak/ibu?”)
 Tawarkan bantuan (“ada yang bias dibantu bapak/ibu?”)
 Menciptakan suasana yang nyaman
 Menilai suasana hati lawan bicara dan memperhatikan sikap non verbal
 Menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan
 Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien/keluarga dengan bahasa yang
mudah dimengerti
 Jika pasien/keluarga telah mengerti dengan informasi yang disampaikan tawarkan
kembali bantuan (“ada lagi yang bisa saya bantu bapak/ibu?”)
 Ucapkan terimakasih dan salam penutup.

3). Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang
diberikan:
 Verifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa informasi/edukasi yang diberikan
dimengerti oleh pasien atau keluarga.
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik
dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan. Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan,
kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari?”.
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya
dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira
apa yang Bapak/Ibu bisa pelajari?”
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali
sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami.
 Jika pasien/keluarga belum mengerti tentang informasi/edukasi yang diberikan maka
berikan ulang informasi/edukasi tersebut sampai pasien/keluarga mengerti.
 Setelah pasien/keluarga mengerti tentang informasi/edukasi yang diberikan maka
didokumentasikan di dalam formulir edukasi terintegrasi dan minta pasien/keluarga
menandatanganinya.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti semua arahan
dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

DIREKTUR RSU BETHESDA,

dr. Yorien Setia Alfarianti Lase

Anda mungkin juga menyukai