Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Memberikan asuhan pasien merupakan upaya yang kompleks dan


sangat bergantung pada komunikasi dari informasi. Komunikasi tersebut
adalah kepada dan dengan komunitas, pasien dan keluarganya, serta
antarstaf klinis, terutama Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Kegagalan
dalam berkomunikasi merupakan salah satu akar masalah yang paling sering
menyebabkan insiden keselamatan pasien. Komunikasi dapat efektif apabila
pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim
pesan/komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh
penerima pesan/komunikan, dan tidak ada hambatan untuk hal itu.
Komunikasi efektif sebagai dasar untuk memberikan informasi dan
edukasi kepada pasien dan keluarga agar mereka memahami kondisi
kesehatannya sehingga pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang
diberikan dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang
asuhannya serta mendapat informasi lain mengenai rumah sakit.
Edukasi kepada pasien dan keluarga diberikan oleh staf klinis terutama
PPA yang sudah terlatih (dokter, perawat, nutrisionis, apoteker, dll.).
Mengingat banyak profesi yang terlibat dalam edukasi pasien dan keluarganya
maka perlu koordinasi kegiatan dan fokus pada kebutuhan edukasi pasien.
Edukasi yang efektif diawali dengan asesmen kebutuhan edukasi pasien
dan keluarganya. Asesmen ini menentukan bukan hanya kebutuhan akan
pembelajaran, tetapi juga proses edukasi dapat dilaksanakan dengan baik.
Edukasi paling efektif apabila sesuai dengan pilihan pembelajaran yang tepat
dan mempertimbangkan agama, nilai budaya, juga kemampuan membaca
serta bahasa. Edukasi akan berdampak positif bila diberikan selama proses
asuhan.
Edukasi termasuk pengetahuan yang diperlukan selama proses
asuhan maupun pengetahuan yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan
(discharged) ke pelayanan kesehatan lain atau ke rumah. Dengan demikian,
edukasi dapat mencakup informasi sumber-sumber di komunitas untuk tambahan
pelayanan dan tindak lanjut pelayanan apabila diperlukan, serta bagaimana akses
ke pelayanan emergensi bila dibutuhkan edukasi yang efektif dalam suatu rumah
sakit hendaknya menggunakan format visual dan elektronik, serta berbagai edukasi
jarak jauh dan teknik lainnya.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan panduanterselenggaranya komunikasi efektif di Rumah Sakit Risa
Sentra Medika

2. Tujuan khusus
a. Terselenggaranya pelaksanaan komunikasi efektif dengan komunitas
masyarakat di RS Risa Sentra Medika
b. Terselenggaranya pelaksanaan komunikasi efektif dengan pasien dan
keluarga di RS Risa Sentra Medika
c. Terselenggaranya pelaksanaan komunikasi efektif antar tenaga kesehatan
pemberi asuhan di dalam dan luar RS Risa Sentra Medika
d. Sebagai panduanpelaksanaan Edukasi pasien dan keluarga di RS Risa
Sentra Medika
e. Menyelenggarakan informasi yang diterima pasien dan keluarga adalah
komprehensif, konsisten, dan efektif
f. Meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di RS Risa Sentra Medika

C. Landasan hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaraan Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) ;
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaraan
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Repubik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaraan
2
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Repubik Indonesia Nomor 4431);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan;
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, (Lembaran
Negara RI Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
5038);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5357);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3637);
8. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaraan Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 3637);
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/MENKES/PER/X/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran (Berita Negara RI Tahun 2010 Nomor 464);
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014
Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien (Berita Negara RI Tahun 2017 Nomor 308);
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/ Menkes/ SK / XII /1999 Tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/Per/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 269/ Menkes /Per /III / 2008 tentang
Rekam Medis;
16. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 44 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Promosi Kesehatan Rumah Sakit
17. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1193/MENKES/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehat

3
BAB II
RUANG LINGKUP

Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena kita senang


menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan bagaimana kita berkomunikasi
dengan yang lain dan apakah efektif atau tidak. Komunikasi yang baik melibatkan
pemahaman bagaimana orang-orang berhubungan dengan yang lain, mendengarkan
apa yang dikatakan dan mengambil pelajaran dari hal tersebut. Komunikasi adalah
tentang pertukaran informasi, berbagi ide dan pengetahuan. Hal ini berupa proses
dua arah dimana inforrnasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini disampaikan/
dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai pemaharnan
bersarna. Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif. Hal ini
akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan atau memikirkan
sesuatu.
Adapun beberapa pengertian lain adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran
atau informasi. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994 ;
Koontz & Weihrich, 1988).
2. Komunikasi Efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh
penyampai pikiran-pikiran atau informasi. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn,
Hunt & Osborn, 1994 ; Koontz & Weihrich, 1988).
3. Sumber/Pemberi Pesan/Komunikator adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima pesan/komunikan. Hal-hal yang menjadi
tanggung jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas,
memilih media yang sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut
sudah diterima dengan baik. (konsil kedokteran Indonesia, hal 8).
4. Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang disampaikan, cara
berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si
penerima pesan (komunikan).
5. Isi Pesan adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada komunikan.

4
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
6. komunikasi media penyampaian, penerimanya.
7. Media/Saluran Pesan (Elektronik, Lisan, Tulisan) adalah sarana
komunikasi dari komunikator kepada komunikan. Media berperan sebagai
jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang disampaikan pengirim atau
umpan balik yang disampaikan penerima.Pesan dapat berupa berita lisan,
tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu, media dapat
tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau tatap
muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap (konsil
kedokteran Indonesia, hal 8).
8. Penerima Pesan/Komunikan adalah pihak/orang yang menerima pesan.
Penerima pesan berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi,
peran pengirim dan penerima berita bergantian sepanjang pembicaraan.
Tanggung jawab penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan
dengan baik dan memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik
sangat penting sehingga proses komunikasi berlangsung dua arah (konsil
kedokteran Indonesia, hal 8).
9. Umpan balik adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap respon pesan
yang diterimanya.

A. Proses Komunikasi
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan komunikator, pesan ditindaklanjuti
dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan/kornunikan dan tidak ada
harnbatan untuk hal itu (Hardjana, 2003 ) Garnbar berikut memberikan ilustrasi
proses komunikasi.
Proses komunikasi efektif dengan prinsip, terima, catat, verifikasi dan
klarifikasi.
Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melalui prinsip sebagai berikut :
1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan
2. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
3. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima
pesan
4. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima pesan.
5. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan
5
dengan hasil verifikasi.
Untuk melakukan komunikasi yang efektif, perlu diperhatikan hal – hal
sebagai berikut :
a. Nada suara 38 %
b. Kata – kata 7%
c. Bahasa tubuh 55%

Gambar 1. Proses Komunikasi

Selain hal – hal tersebut, juga diperlukan keterampilan berkomunikasi yang


meliputi :
1. Teknik bertanya
Dalam proses belajar merupakan interaksi edukatif yang didalamnya perlu
adanya dialog atau komunikasi dimana diperlukan adanya keterlibatan
intelektual penerima / komunikan yang dikembangkan dengan berbagai
pertanyaan.

Tujuan pertanyaan adalah sebagai berikut :


a. Meningkatkan partisipasi penerima / komunikan dalam proses belajar
mengajar.
b. Meningkatkan minat dan rasa ingin tahu penerima / komunikan terhadap
masalah yang ingin dibahas.
c. Meminta penerima/komunikan berfikir dan mengembangkan pola fikirnya.
d. Membimbingdan menuntun proses berfikir penerima/ komunikan

6
e. Memusatkan perhatian penerima / komunikan terhadap konsep
yang sedang dibicarakan.

Fungsi pertanyaan sebagai berikut :


a. Memulai pelajaran.
b. Menciptakan kondisi belajar.
c. Memberikan motivasi.
d. Mengarahkan pelajaran.
e. Mendiagnosa.
f. Melihat proses.
g. Mengundang penerima / komunikan untuk bertanya.
h. Mengevaluasi penerima / komunikan.
i. Memulai penerima / komunikan untuk berdiskusi

Terdapat beberapa teknik bertanya sebagai berikut :


a. Pertanyaan umum
Selamat Pagi, ada yang bisa kami bantu?
b. Pertanyaan spesifik
Apakah Ibu sudah membaca laporan aya? Apakah ada yang belum jelas
dengan email saya?
c. Pertanyaan dengan nilai tambah
Kalau saya beri diskon lebih besar apakah Ibu bisa memesan lebih
banyak?
d. Pertanyaan menuntun
Kapan saya bisa ke tempat Bapak untuk mendiskusikan hal ini, hari ini
atau besok? Pagi jam 8 atau sehabis makan siang?

2. Teknik menjelaskan
Dalam memberikan penjelasan harus diperhatikan hal – hal sebagai berikut:
a. Apa yang dibicarakan
1) Berikan penjelasan secara logis dan mudah dimengerti
2) To the point dan tidak berbelit –belit
3) Gunakan bahasa sederhana
b. Bagaimana menjelaskan
1) Tersenyum dan hindari kondisi tampak lelah

7
2) Bersikap ramah
3) Perhatikan intonisasi bicara

c. Kapan komunikator harus mengerti


1) Lawan bicara tidak mengerti apa yang sedang disampaikan
2) Lawan bicara menginginkan informasi tambahan

Gambar 2. Teknik Menjelaskan

Dia mengerti
Oh saya
mengerti

DENC ODING

ENCODING

Komunikator Pesan Saluran Komunikan

Gangguan

Dalam berkomunikasi ada kalanya terdapat informasi misalnya nama obat, nama
orang, dll. Untuk memverifikasi dan mengklarifikasi, maka komunikan sebaiknya
mengeja huruf demi huruf

8
Tabel 1. Alfabeth Internasional

9
B. Unsur komunikasi
10
1. Sumber / komunikator
Sumber (yang menyampaikan informasi) adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab
pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang
sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan
baik. (Konsil kedokteran Indonesia, hal.8)
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang yang disampaikan,
cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi
oleh si penerima pesan (komunikan)
2. Isi pesan
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
3. Media / saluran (elektronik, lisan, dan tulisan)
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Berita
dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan
tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi
berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa
perubahan sikap. (Konsil Kedokteran Indonesia, hal.8). Media yang dapat
digunakan untuk melakukan komunikasi adalah telepon, brosur, buklet, vcd,
dan alat peraga.
4. Penerima / komunikan
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran
pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab
penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan
memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat penting
sehingga proses komunkasi berlangsung dua arah. (Konsil Kedokteran
Indonesia, hal.8).
5. Umpan balik, adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap respon pesan
yang diterimanya.
Pada saat melakukan umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal sebagai
berikut :
a. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka),

11
menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.
b. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
c. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik
yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak
tubuh).
d. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh)
agar tidak mengganggu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru
mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.

C. Syarat komunikasi efektif


Syarat dalam komunikasi efektif adalah :
1. Tepat waktu
2. Akurat
3. Lengkap
4. Jelas
5. Mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat
kesalahan (kesalahpahaman)

D. Hukum dalam komunikasi efektif


Lima Hukum Komunikasi Yang Efektif ( The 5 Inevitable Laws of Effective
Communication ) terangkum dalam satu kata yang mencenninkan esensi
dari komunikasi itu sendiri REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena
sesungguhnya komunikasi itu pada dasamya adalah upaya bagaimana kita meraih
perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon
positif dari orang Jain. Hukum komunikasi efektifyang pertama adalah:
1. Respect
adalah mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai
setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Jika kita
membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan
menghonnati, maka kita dapat membangun kerjasarna yang menghasilkan
sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu
maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.

2. Empathy
adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam

12
memiliki sifat empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau
mengerti terlebih dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang
lain. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa
respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama
dalam membangun teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi
atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan mernahami dengan
empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan
dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari
penerima.
3. Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan
baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun
mampu menerima umpan batik dengan baik, maka audible berarti pesan
yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini
mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery
channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima
pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita menggunakan berbagai
media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan
membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.
4. Clarity.
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum
keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri
sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang
berlainan. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan
berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana,
Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam
berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang
ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya
(trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita, Karena tanpa keterbukaan
akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan
semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
5. Humble
adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan
hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya
didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pernah
13
yang pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa
pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar
dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain,
berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh
pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.

Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang
handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang
lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat
membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling
menguatkan.

E. Sifat komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi).
Komunikasi yang bersifat informasi asuhan didalam rumah sakit adalah :
1. Jenis pelayanan
2. Jam/waktu pelayanan
3. Pelayanan yang tersedia
4. Cara mendapatkan pelayanan
5. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kamampuan rumah sakit. Akses
informasi dapat diperoleh dengan melalui Customer Service, Admission, dan
Website.

Sedang komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) adalah :


1) Edukasi tentang obat
2) Edukasi tentang penyakit
3) Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari
4) Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit.
5) Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui PKRS (Penyuluhan
Kesehatan Rumah Sakit).

F. Hambatan dalam berkomunikasi


Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan yang dialami
(Badudu-Zain, 1994:489), Dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan
14
(mekanik maupun semantik), Gangguan ini masih termasuk ke dalam hambatan
komunikasi (Effendy, 1993:45), Efektivitas komunikasi salah satunya akan sangat
tergantung kepada seberapa besar hambatan komunikasi yang terjadi.
Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan
menghadapi berbagai hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang
manapun tentu akan mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut.
Karena pada komunikasi massa jenis hambatannya relatif lebih kompleks
sejalan dengan kompleksitas komponen komunikasi massa. Dan perlu diketahui
juga, bahwa komunikan harus bersifat heterogen.
Hambatan dalam kegiatan komunikasi antara lain :
1. Hambatan fisik, komunikasi melintasi ruangan dengan cara berteriak-teriak,
atau komuikasi dengan beda lokasi antara pembicara dengan pendengar.
2. Hambatan persepsi, beda dalam menggunaan istilah kata
3. Hambatan emosi, perasaan tidak senang dalam berkomunikasi
4. Hambatan budaya, budaya dapat emnghambat komuniasi
5. Hambatan bahasa, kata yang dipergunakan dalam komunikasi
mengandung bahasa yang kurang dimengerti oleh pendengar

JENIS – JENIS HAMBATAN


1. Hambatan Fisik Dalam Proses Komunikasi (Disabilitas)
Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat
pendengaran (tuna rungu), tuna netra, tuna wicara. Maka dalam hal ini baik
komunikator maupun komunikan harus saling berkomunikasi secara
maksimal. Bantuan panca indera juga berperan penting dalam komunikasi
ini. Contoh: Apabila terdapat seorang perawat dengan pasien berusia
lanjut. Dalam hal ini maka perawat harus bersikap lembut dan sopan tapi
bukan berarti tidak pada pasien lain. Perawat harus lebih memaksimalkan
volume suaranya apabila ia berbicara pada pasien tuna rungu. Begitu pula
halnya dengan si pasien. Apabila si pasien menderita tuna wicara maka
sebaiknya ia mengoptimalkan panca inderanya (misal: gerakan tangan,
gerakan mulut) agar si komunikan bisa menangkap apa yang ia ucapkan.
Atau pasien tuna wicara bisa membawa rekan untuk menerjemahkan pada
si komunikan apa yang sebetulnya ia ucapkan.
Disabilitas dilihat dari aspek fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa
kategori, yaitu :

15
a. Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya
lihatnya sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas
pada umumnya. Menurut Kaufman & Hallahan, tuna netra adalah
individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan
kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Tuna netra dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan kurang awas
bila masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga
masih sedikit melihat atau masih bisa membedakan gelap atau
terang.
2) Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan buta apabila ia sudah tidak
memiliki sisa penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap
dan terang.

Ciri-ciri fisik :
 Memiliki daya dengar yang sangat kuat sehingga dengan cepat
pesan-pesan melalui pendengaran dapat dikirim ke otak
 Memiliki daya pengobatan yang sensitif sehingga apa yang
dirasakan dapat dikirim langsung ke otak.
 Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata dan berusaha
membelalakkannya.
 Kadang-kadang mereka memiliki perilaku yang kurang nyaman
bisa dilihat oleh orang normal pada umumnya atau dengan
sebutan blindism (misalnya : mengkerut-kerutkan kening,
menggeleng-gelengkan kepala secara berulang-ulang dengan
tanpa disadarinya)

b. Tuna Daksa
Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila terdapat
kelainan anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan
yang salah bentuk sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan
normal untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu dan untuk
mengoptimalkan potensi kemampuannya diperlukan layanan khusus.
Tuna daksa ada dua kategori, yaitu :

16
1) Tuna daksa orthopedic (orthopedically handicapped), yaitu mereka
yang mengalami kelainan, kecacatan tertentu sehingga
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat
terjadi pada bagian tulang-tulang, otot-otot tubuh maupun pada
daerah persendian, baik yang dibawa sejak lahir maupun yang
diperoleh kemudian. Contoh : anak polio
2) Tuna daksa syaraf (neurologically handicapped), yaitu kelainan
yang terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada
syaraf. Salah satu kategori penderita tuna daksa syaraf dapat dilihat
pada anak cerebral palsy
Ciri-ciri fisik :
 Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas
 Derpresi, kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai
dengan kedengkian dan permusuhan.
 Penyangkalan dan penerimaan atau suatu keadaan emosi
 Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama, ini merupakan
fase dimana seseorang akan mencoba menyesuaikan diri untuk
dapat hidup dengan kondisinya yang sekarang.
Ciri-ciri sosial :
Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena
keterbatasan aktivitas geraknya. Dan kadang-kadang menampakkan
sikap marah-marah (emosi) yang berlebihan tanpa sebab yang jelas.

3) Tuna Rungu
Seseorang dikatakan tuna rungu apabila mereka kehilangan daya
dengarnya.
Tuna rungu dikelompokkan menjadi :
a. Ringan (20-20 dB)
Umunya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya
kata-kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung,
sehingga pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.
b. Sedang (40-60 dB)
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami
pembicaraan orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara
radio dengan volume maksimal.
17
c. Berat/parah (di atas 60 dB)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang
lain, suara yang mampu terdengar adalah suara yang sama
kerasnya dengan jalan pada jam-jam sibuk. Biasanya memerlukan
bantuan alat bantu dengar, mengandalkan pada kemampuan
membaca gerak bibir atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Ciri-ciri fisik :
 Berbicara keras dan tidak jelas
 Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
 Telinga mengeluarkan cairan
 Menggunakan alat bantu dengar
 Bibir sumbing
 Suka melakukan gerakan tubuh
 Cenderung pendiam
 Suara sengau
 Cadel

Ciri-ciri mental :
Pada umumnya sering menaruh curiga terhadap orang-orang yang ada
di sekitarnya.

d. Tuna Wicara
Seseorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami
kesulitan berbicara. Hal ini disebabkan kurang atau tidak berfungsinya
alat-alat bicara seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara.
Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya organ pendengaran,
keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada sistem syaraf
dan struktur otot serta ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga dapat
mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara. Diantara individu yang
mengalami kesulitan berbicara, ada yang sama sekali tidak dapat
berbicara, dapat mengeluarkan bunyi tetapi tidak mengucapkan kata-
kata dan ada yang dapat berbicara tetapi tidak jelas.
Masalah yang utama pada diri seorang tuna wicara adalah
mengalami kehilangan/terganggunya funsi pendengaran (tuna rungu)
dan atau fungsi bicara (tuna wicara), yang disebabkan oleh bawaan
18
lahir, kecelakaan maupun penyakit. Umumnya seseorang dengan
gangguan dengar/wicara yang disebabkan oleh faktor bawaan
(keturunan/genetik) akan berdampak pada kemampuan bicara.
Sebaliknya seseorang yang tidak/kurang dapat bicara umumnya masih
dapat menggunakan fungsi pendengarannya walaupun tidak selalu.

2. Hambatan Semantik Dalam Proses Komunikasi


Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata
(denotatif). Jadi hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa,
baik bahasa yang digunakan oleh komunikator, maupun komunikan.
Hambatan semantik dibagi menjadi 3, diantaranya:
1. Salah pengucapan kata atau istilah karena terlalu cepat
berbicara. contoh: partisipasi menjadi partisisapi
2. Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang
pengucapannya sama.
Contoh: bujang (Sunda: sudah; Sumatera: anak laki-laki)
3. Adanya pengertian konotatif
Contoh: secara denotative, semua setuju bahwa anjing adalah binatang
berbulu, berkaki empat. Sedangkan secara konotatif, banyak orang
menganggap anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat
dan panjang ingatan.
Jadi apabila ini disampaikan secara denotatif sedangkan komunikan
menangkap secara konotatif maka komunikasi kita gagal.

3. Hambatan Lainnya
Ada delapan hambatan penting untuk komunikasi lintas budaya dalam
pelayanan kesehatan :
a. Kurangnya pengetahuan
Petugas rumah sakit yang tidak belajar tentang perilaku diterima dalam
budaya yang berbeda dapat atribut perilaku pasien (misalnya diam,
penarikan) untuk alasan yang salah atau penyebab mengakibatkan
penilaian yang salah dan intervensi.
b. Ketakutan dan ketidakpercayaan
Rothenburg (1990) telah mengidentifikasi tujuh tahap penyesuaian
bahwa individu melewati selama pertemuan awal mereka dengan orang

19
dari budaya yang berbeda yang mereka tidak tahu atau mengerti.
Tahap-tahap ini adalah :
- Ketakutan : setiap orang memandang orang lain sebagai berbeda
dan oleh karena itu berbahaya. Biasanya ketika orang-orang
menjadi lebih baik mengenal satu sama lain, ketakutan secara
bertahap menghilang, hanya untuk digantikan oleh kata disukai.
- Tidak menyukai : orang-orang dari budaya yang berbeda sering
curiga dari masing- masing orang lain akan tindakan dan motif
mereka karena mereka kurang memiliki informasi
- Penerimaan : biasanya jika dua orang dari berbagai budaya yang
berbeda pengalaman cukup baik selama periode waktu
- Respect : jika individu dari beragam budaya berpikiran terbuka,
akan memungkinkan mereka untuk melihat dan mengagumi kualitas
dalam satu sama lain
- Percaya : orang dari beragam budaya telah menghabiskan cukup
waktu bersama yang berkualitas, mereka biasanya mampu saling
percaya
- Menyukai : untuk tahap akhir, individu-individu dari beragam budaya
harus mampu berkonsentrasi pada kualitas manusia yang mengikat
orang bersama-sama, bukan perbedaan yang menarik orang
menjadi terpisah
c. Rasisme
Penghalang transkultural komunikasi antara petugas kesehatan dan
pasien, dan antara petugas kesehatan dan penyedia perawatan
kesehatan lainnya. Tipe-tipenya :
- Rasisme individu : diskriminasi karena karakteristik biologis
- Rasisme budaya : menganggap budaya sendiri lebih superior
Kelembagaan rasisme: Lembaga (universitas, bisnis, rumah sakit,
sekolah keperawatan) memanipulasi atau mentolerir kebijakan yang
tidak adil membatasi peluang ras tertentu, budaya, atau kelompok
d. Bias dan etnosentrisme
Apapun latar belakang budaya mereka memiliki kecenderungan untuk
menjadi bias terhadap nilai-nilai budaya mereka sendiri, dan merasa
bahwa nilai-nilai mereka benar dan nilai-nilai dari orang lain adalah

20
salah atau tidak baik.

e. Stereotip perilaku
Sebuah stereotip budaya adalah asumsi beralasan bahwa semua orang
dari kelompok ras dan etnis tertentu yang sama. Sindrom tempat budaya
adalah bentuk stereotip yang masalah untuk banyak petugas kesehatan
(dokter dan perawat). Sindrom tempat budaya berkeyakinan bahwa “
hanya karena klien terlihat dan berperilaku dengan cara yang anda
lakukan, anda berasumsi bahwa tidak ada perbedaan budaya atau
hambatan potensia untuk perawatan “(Buchwald, 1994)
f. Ritual adalah prosedur dalam mengerjakan tugas.
g. Hambatan bahasa
Bahasa menyediakan alat-alat (kata) yang memungkinkan orang
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka
- Bahasa asing, merupakan hambatan dalam berkomunikasi yang
banyak terjadi dalam praktik kedokteran. Adanya masalah
hambatan berbahasa asing dapat menjadikan penghalang
terjadinya komunikasi yang efektif antar petugas kesehatan, antar
petugas kesehatan dengan pasien, ataupun pihak-pihak terkait
lainnya.
- Berbeda dialek dan regionalism
- Idiom dan "berbicara jalanan."

Bahasa asing, dialek dan regionalism. Bahkan ketika petugas


kesehatan dan pasien berbicara bahasa yang sama, kesalahpahaman
dapat muncul. Namun ketika pasien datang dari negara atau rumah
tangga dimana bahasa inggris bukan asli bahasa mereka, hambatan
bahasa yang dihasilkan dapat membawa komunikasi berhenti,
menghasilkam frustasi dan konflik.
Untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien yang tidak mahir
dalam bahasa asing, diperlukan adanya seorang penerjemah bahasa
asing. Seorang juru terampil dapat membantu petugas kesehatan,

pasien dan keluarga pasien dalam mengatasi kecemasan dan frustasi


yang dihasilkan oleh hambatan bahasa
h. Perbedaan dalam persepsi dan harapan
21
Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk
berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh
kesalahpahaman dan konflik bahkan hal serius. Di bidang kesehatan
situasi perawatan, sering terjadi kesalahpahaman ketika petugas
kesehatan dan pasien memiliki persepsi dan harapan yang berbada,
akibatnya terjadi salah penafsiran antara satu sama lain. Harapan bahwa
pasien memiliki perawat dan dokter juga dapat menyebabkan masalah
komunikasi lintas budaya. Sebagai contoh, pasien Jepang pada
umumnya melihat anggota keluarga mereka untuk sebagian besar
perawatan mereka, daripada kepada perawat.

G. Dampak salah dalam berkomunikasi:


1. Menimbulkan kejadian tidak diharapkan hal ini disebabkan karena salah
dalam mengambil tindakan.
2. Menimbulkan konflik antara penyampai berita dengan penerima berita. Hal
ini dapat mempengaruhi mutu pelayanan yang dilaksanakan di Rumah
Sakit.

H. Klasifikasi Komunikasi
1. Dari segi sifatnya
a. Komunikasi Verbal
Komunikas dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana
komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari komunikasi ini terletak pada
keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka sehingga
umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari
pihak komunikan.
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif,
kosa kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu
dan kesesuaian. Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan
di Rumah Sakit dalam hal pertukaran informasi
secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi ini
biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini
adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal :
1) Memahami arti denotatif dan konotatif
22
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan
atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Misalnya kata “kritis”.
Secara denotatif, kritis berarti cerdas, tetapi perawat menggunakan
kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati
kematian.Ketika berkomunikasi dengan pasien, tenaga medis harus
berhati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk
disalahartikan terutama saat menjelaskan pasien mengenai kondisi
kesehatannya dan saat terapi.
2) Kosa kata mudah dipahami
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan
kosa kata, khususnya yang berhubungan dengan dunia medis,
berperan penting dalam komunikasi verbal. Banyak istilah teknis yang
digunakan oleh tenaga medis di rumah sakit, misalnya istilah
“auskultasi”, akan lebih mudah dipahami oleh pasien bila diucapkan
dengan menggunakan kosa kata “mendengarkan”.
3) Intonasi
Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi
atau nada. Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi
menunjukkan bahwa orang tersebut sedang marah. Sebaliknya
seseorang yang berbicara dengan nada riang menunjukkan bahwa
orang tersebut sedang bergembira. Petugas dan tenaga medis
rumah sakit hendaknya menjaga intonasi yang menunjukkan
perhatian dan ketulusan kepada pasien.

b. Komunikasi Verbal
Komunikasi yang menggunakan pesan-pesan untuk melukiskan semua
peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis.
Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata-kata. Komunikasi ini adalah cara yang paling
meyakinkan untuk menyamoaikan pesan kepada orang lain. Tenaga
medis perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan
oleh pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan karena pesan non verbal dapat memperkuat pesan yang

23
disampaikan secara verbal, misalnya, menggunakan gerak isyarat,
bahasa tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, simbol-simbol serta cara
berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan
gaya berbicara.
Komunikasi non verbal meliputi beberapa hal sebagai berikut :
Suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara
komunikator dan komunikan disebut metakomunikasi misalnya, tersenyum
meskipun hati kecewa atau marah.
Metakomunikasi dapat dilihat dari :
1) Penampilan fisik
Penampilan seseorang merupakan faktor yang menarik perhatian
dalam komunikasi antar pribadi. Penampilan fisik, cara berpakaian
dan cara berhias akan menunjukkan kepribadian seseorang.Tenaga
medis yang memperhatikan penampilan diri dapat menampilkan citra
profesionalisme yang positif.
2) Nada suara atau intonasi bicara
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan
oleh seseorang kepada pihak lain. Oleh sebab itu, pengendalian
emosi merupakan faktor yang sangat penting dalam berkomunikasi.
3) Ekspresi wajah
Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi
wajar. Sakit, susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya dapat
diketahui dari ekspresi wajah. Ekspresi wajah sering digunakan
sebagai dasar dalam menentukan pendapat seseorang ketika
berkomunikasi tatap muka.
c. Komunikasi Tertulis
Komunikasi yang di lakukan dengan perantaraan tulisan tanpa
adanya pembicaraan secara langsung dengan menggunakan bahasa
yang singkat, jelas, dan dapat dimengerti oleh penerima.
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik
manual maupun melalui media seperti email, surat, media cetak. lainnya.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis, yaitu :
 Lengkap : berisi pesan informasi dan edukasi sesuai kebutuhan
pasien dan masyarakat

24
 Ringkas : sesuai definisi,prosedur,tujuan komunikasi
 Pertimbangan : sesuai dengan nilai, situasi dan kemampuan
 Konkrit : sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya
 Jelas : dapat dibaca
 Sopan : sesuai etika dan norma
 Benar : jelas siapa yang melakukan komunikasi, nama dan
ditanda tangani dalam form yang telah ditentukan
Dalam Rumah Sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan
perkembangan pasien, catatan medis, laporan perawat dan catatan
lainnya yang memiliki fungsi sebagai berikut :
 Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.

 Alat pengingat / berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang


telah diarsipkan.
 Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien.
 Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.
 Panduanatau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat
perintah, surat pengangkatan, SPO.
Keuntungan komunikasi tertulis ;
 Adanya dokumen tertulis
 Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman/ transfer
 Dapat menyampaikan ide yang rumit
 Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
 Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
 Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan

 Membentuk dasar kontrak atau perjanjian


 Untuk penelitian dan bukti di pengadilan
d. Komunikasi lisan
Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan (SBAR)

2. Dari segi arahnya


a. Komunikasi Ke atas
b. Komunikasi Ke bawah
c. Komunikasi Horizontal
25
d. Komunikasi Satu Arah
e. Komunikasi Dua Arah

3. Menurut Keresmiannya
a. Komunikasi Formal.
Suatu proses komunikasi yang bersifat resmi dan biasanya dilakukan di
dalam lembaga formal melalui garis perintah atau sifatnya instruktif.
b. Komunikasi Informal.
Komunikasi antara orang yang ada dalam suatu organisasi , akan tetapi
tidak direncanakan atau tidak ditentukan dalam struktur organisasi

4. Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan


a. Komunikasi Intrapersonal
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator
sendiri antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal
merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam
pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi
pengirim sekaligus penerima pesan,meberikan umpan balik bagi dirinya
sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
b. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara
komunikator dan komunikan; antara seorang tenaga medis dengan
teman sejawat atau antara seorang tenaga medis dengan pasien.
c. Komunikasi Kelompok
Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam sebuah kelompok.
Komunikasi tidak hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang
yang lainnya, komunikasi juga dilakukan dengan sekelompok orang yang
disebut dengan komunikasi kelompok. Menurut Michael Burgoon,
komunikasi kelompok adalah interaksi secara tatap muka antara tiga
orang atau lebih dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi
informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, dimana anggota-
anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota- anggota yang
lain secara tepat, misalnya organisasi profesi, kelompok remaja dan
kelompok-kelompok sejenisnya. Komunikasi dapat dalam bentuk diskusi,

26
rapat dan sebagainya.
d. Komunikasi Publik/masyarakat
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di
depan umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat
berupa suatu informasi, ajakan, gagasan. Komunikasi ini memerlukan
ketrampilan komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan
secara efektif dan efisien.

e. Komunikasi Organisasi
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau
antar organisasi baik secara formal maupun informal. Komunikasi
organisasi pada umumnya membahas tentang struktur dan fungsi
organisasi serta hubungan antarmanusia.
f. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang
tersebar di suatu wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada
pesan komunikan yang sama.

I. Gambaran Komunikasi Di Rs Risa Sentra Medika

A. POPULASI
Rumah sakit menetapkan populasi yang dilayani berdasar atas demografi
yang diuraikan menurut usia, etnis, agama, tingkat pendidikan, serta bahasa
yang digunakan termasuk hambatan komunikasi. Berdasar atas analisis data
populasi yang dilayani, rumah sakit menetapkan strategi komunikasi dengan
masyarakat menggunakan panduankomunikasi efektif.

Populasi adalah sekelompok orang di suatu tempat tertentu yang


mempunyai ciri – ciri tertentu. Pasal 1 Undang-undang No. 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran menjelaskan definisi pasien adalah setiap orang
yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada dokter atau dokter gigi. Populasi Pasien di RS RISA Sentra
Medika menggambarkan bagaimana pola kunjungan pasien selama kurun
waktu tertentu di rumah sakit yang dikelompokan menurut jenis kelamin, umur,
ras/etnis, agama dan bahasa yang digunakan dll.

27
Yang dimaksud dengan jenis kelamin adalah keadaan seseorang yang
menunjukan gender wanita atau pria. Umur adalah usia pada saat pasien
masuk. Ras/etnis adalah golongan bangsa yang berdasarkan ciri-ciri fisik atau
rumpun. Agama adalah ajaran atau system yang mengatur tata keimanan
( kepercayaan ) dan kepribadian kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata
kaidah seperti Islam, Kristen atau Budha. Bahasa yang digunakan adalah
percakapan / kata-kata yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
berinteraksi dan untuk mengidentifikasikan diri.
a. RS Risa Sentra Medika melakukan identifikasi komunikasi dari populasi
internal dan eksternal yang menjadi pusat perhatian dalam pemberian
informasi melalui analisa data demografi kunjungan kunjungan Rawat
Jalan maupun Rawat Inap atau UGD.
b. Pengolahan data dan penentuan sasaran/target harus memberikan
gambaran dalam pemberian informasi yang tepat dan cepat.
c. Proses identifikasi terhadap komunitas dan populasi dilakukan oleh
bagian Humas dan PKRS RS Risa Sentra Medika.

Sebagai gambaran mengenai keadaan umum wilayah Kota Mataram, kami


uraikan sebagai berikut :
Gambar 3. Wilayah Kota Mataram

28
Kota Mataram terletak antara terletak pada 08° 33’ - 08° 38’ Lintang Selatan
dan 116° 04’ - 116° 10’ Bujur Timur, dengan luas daratan 61,30 km yang terdiri
dari 6 Kecamatan dengan 50 kelurahan dan 297 lingkungan. Kota Mataram
memiliki batas wilayah administratif sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Gunung Sari, Kab. Lombok Barat
Sebelah Selatan : Kecamatan Labuapii, Kab. Lombok Barat
Sebelah Barat : Selat Lombok
Sebelah Timur : Kecamatan Narmada, Kab. Lombok Barat

Populasi pasien rumah sakit risa sentra medika sebagian besar adalah
penduduk kota Mataram dan dari data yang ada bahwa pengunjung ada pula
yang datang dari luar kota Mataram yaitu Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok
Timur, Sumbawa, Bima, Dompu.

B. INFORMASI PELAYANAN
Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan,
standar,norma, panduanatau acuan yang diharapkan dapat diketahui,
29
dipahami,diyakini, dan diimplementasikan oleh komunikan.Informasi yang
diberikan di RS Risa Sentra Medika mencakup:
1. Informasi yang diberikan tentang pelayanan, jam pelayanan, serta akses dan
proses mendapatkan pelayanan
2. Informasi yang diberikan bahwa RS Risa Sentra Medika. Memberikan asuhan
dan pelayan.

Pelayanan Rawat Jalan meliputi :


Poli Anak, Poli Penyakit Dalam, Poli Obsgyn, Poli Obsgyn Onkologi, Poli
Mata, Poli Gigi, Poli Bedah Umum, Poli Bedah Tulang, Poli Bedah Plastik, Poli
Bedah Anak, Poli Bedah Saraf, Poli Saraf, Poli Kulit Dan Kelamin, Poli Jantung,
Poli Paru, Poli Urologi, Poli THT, Poli Rehabilitasi Medik, Poli Kedokteran
Penerbangan, Spesialis Patologi ( Laboratorium Anatomi), Patologi Klinik, Poli
Kejiwaan, MCU, Penunjang Medis antara lain CT scan 16 slice, USG 2D/4D, Fisio
Terapi, Treadmill, Radiologi, Laboratorium Klinis, Laboratorium PA.

Pelayanan Rawat Inap meliputi :


Kasus penyakit dalam, penyakit bedah umum, Bedah Saraf, bedah ortopedi,
Obstetri & Ginekologi, perinatal dan anak, perawatan intensif ICU,NICU, PPC).

Jam pelayanan setiap hari :


 Pelayanan Kamar Operasi :
a. Bedah Umum
b. Bedah Orthopedi/Tulang
c. Bedah Obgyn/Kandungan
d. Bedah Syaraf,
e. Bedah Plastik
f. Bedah Urologi
g. Bedah Digestif
h. Bedah Onkology
i. THT dan Mata

 Pelayanan Gawat Darurat


a. Dokter Jaga 24 Jam
b. Apotek / Farmasi 24 Jam
c. Laboratorium 24 jam
30
d. Ambulance 24 Jam
e. Rontgen 24 Jam (X-ray)
f. Kamar Bedah 24 Jam

 Pelayanan Kamar Bersalin/Ponek


Siap menolong persalinan pasien melahirkan 24 jam
1. Apabila asuhan pasien didapatkan kasus tidak bisa ditangani maka
pasien dan keluarga diberikan informasi tentang sumber alternative
( dirujuk ) ke rumah sakit yang lebih tinggi.
2. adalah informasi yang diberikan tentang kualitas pelayanan yang
diberikan kepada publik dan kepada sumber rujukan.

C. INFORMASI URGEN
Penyelenggaraan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit sangatlah
perlu mendapat perhatian yang serius. Sebagai konsekuensi dari fungsi rumah
sakit maka potensi munculnya bahaya kesehatan dan keselamatan kerja tidak
dapat dihindari, seperti bahaya pemajanan radiasi, bahan kimia toksik, bahaya
biologis, temperatur ekstrim, bising, debu, termasuk juga bahaya kebakaran.
Rumah Sakit adalah salah satu tempat yang tidak terlepas dari bahaya
diantaranya kebakaran, gempa, ancaman bom selain itu juga kejadian yang tidak
diharapkan seperti pengunjung atau petugas dalam kondisi gawat. untuk
mengurangi dan mencegah kerugian materil dan korban jiwa maka diperlukan
suatu komunikasi efektif untuk menyampaikan informasi yang akurat dan tepat
waktu di seluruh rumah sakit.

Penyampaian informasi yang akurat dan tepat waktu, khususnya keadaan yang
urgent seperti :
1) Code blue adalah kode yang di informasikan bila terjadi kasus kegawat
daruratan pra henti nafas dan pra henti jantung yang terjadi dilingkungan
rumah sakit, baik pasien yang sedang mendapatkan perawatan atau orang
yang berada dilingkungan rumah sakit sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan

31
2) Code red adalah kode yang di informasikan bila terjadi kebakaran yang
berada dilingkungan rumah sakit
3) Code black adalah kode yang di informasikan bila terjadi ancaman terhadap
rumah sakit
4) Perintah evakuasi yaitu upaya penyelamatan pada pasien di RS Risa Sentra
Medika dari ancaman bahaya kebakaran, gempa atau lainnya

32
33

BAB III
TATALAKSANA

Dalam memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit maka rumah sakit juga
harus mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan komunikasi efektif pada
pasien dan keluarga. Komunikasi efektif harus tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,
dan dipahami oleh penerima.
Komunikasi efektif di RS Risa Sentra Medika dilakukan oleh :
1. Pemberi pelayanan dengan pasien/customer (Admisi, Security, Customer Service
& Call Center, Manager Pelayanan Pasien)
2. Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
3. Staf baik di dalam unit maupun lintas unit
4. Staf rumah sakit dengan staf instansi lain / rekanan / komunitas

A. PENERIMAAN (ADMISSION)
Proses penerimaan merupakan titik awal kontak pasien dengan rumah sakit.
Informasi penting pasien dikumpulkan selama penerimaan dan digunakan untuk tujuan
identifikasi, penagihan dan perencanaan perawatan. Selain itu, pasien menerima
sejumlah informasi dari rumah sakit termasuk dokumen hak pasien dan kebijakan rumah
sakit yang bersangkutan.
Informasi mengenai kebutuhan, latar belakang budaya, spritual, mobilitas dan
kebutuhan pasien lainnya adalah penting bagi staf rumah sakit untuk membantu dalam
proses penerimaan untuk merencanakan layanan dan akomodasi yang sesuai. Setiap
data yang dikumpulkan selama penerimaan harus mudah diakses disemua titik
perawatan dan di unit-unit terkait lainnya di rumah sakit.
Daftar-daftar penting untuk meningkatkan komunikasi efektif selama proses
penerimaan (admission) adalah sebagai berikut :
1. Menginformasikan pasien hak-hak mereka.
2. Mengenali bahasa pilihan pasien untuk mendiskusikan perawatan kesehatan.
3. Mengenali apakah pasien memiliki kebutuhan sensorik atau komunikasi.
4. Tentukan apakah pasien perlu bantuan mengisi formulir pendaftaran.
5. Kumpulkan data ras dan etnis pasien dalam catatan medis.
6. Mengenali jika pasien menggunakan perangkat bantu.
7. Menanyakan pasien jika ada kebutuhan tambahan yang dapat mempengaruhinya
atau perawatannya.
8. Komunikasikan informasi tentang kebutuhan pasien khusus untuk tim asuhan.

1. Menginformasikan pasien hak-hak mereka


Beberapa hak pasien mengatasi kebutuhan yang khusus dari individu, seperti hak
untuk memiliki penterjemah bahasa, hak untuk menerima akomodasi untuk penyandang
cacat, hak untuk bebas dari diskriminasi ketika menerima perawatan, hak untuk
mengidentifikasi pendamping untuk hadir selama tinggal di rumah sakit, dan untuk
menunjuk seorang pembuat keputusan pengganti. Ada beberapa cara untuk
memastikan bahwa pasien diberitahu tentang hak-hak mereka dengan cara mendukung
mereka dalam perawatan mereka, termasuk yang berikut:
1. Kebijakan rumah sakit terkait (dalam bahasa yang sering ditemui) di ruang tunggu.
2. Sertakan informasi tentang kebijakan rumah sakit yang relevan dalam dokumen
hak pasien.
3. Memberikan materi hak pasien dalam beberapa bahasa dan format alternatif
(misalnya audio, materi visual atau tertulis).
4. Jelaskan hak untuk memiliki penterjemah bahasa.
5. Jelaskan hak untuk akomodasi bagi individu penyandang cacat dan layanan yang
diberikan untuk membantu pasien dengan kebutuhan komunikasi atau masalah
mobilitas.
6. Menjelaskan hak untuk bebas dari diskriminasi dan penyediaan perawatan yang
adil untuk semua pasien.
7. Jelaskan hak untuk memperkenalkan pendamping selama perawatan.
8. Jelaskan hak untuk menunjuk pembuat keputusan pengganti.

2. Mengidentifikasi bahasa yang disukai pasien untuk mendiskusikan


perawatan kesehatan
 Tanya pasien, “Dalam bahasa apa yang anda pilih untuk mendiskusikan
perawatan kesehatan anda?”. Rumah sakit harus menentukan bahasa yang
dipilih pasien, terlepas apakah pasien berbicara bahasa Indonesia dengan
lancar atau menggunakan bahasa lain untuk berkomunikasi.
 Mengatur layanan bahasa untuk membantu identifikasi bahasa yang dipilih
pasien seperti layanan bahasa Inggris dan Mandarin (penerjemah).
 Mengidentifikasi pasien-pasien yang berkomunikasi dengan bahas isyarat.
 Perhatikan bahasa pilihan pasien untuk diskusi perawatan kesehatan dalam
catatan medis dan mengkomunikasikan informasi ini kepada staf.

34
3. Identifikasi apakah pasien memiliki kebutuhan sensorik atau komunikasi
Pasien dengan pra pendengaran, visual atau gangguan bicara mungkin tiba di
rumah sakit dengan alat bantu komunikasi mereka sendiri atau perangkat. Untuk pasien
yang mengalami gangguan sensorik atau komunikasi karena kondisi kesehatan mereka
saat ini, mungkin perlu untuk rumah sakit memberikan bantuan dan layanan tambahan
atau tambahan dan sumber alternatif komunikasi (AAC) untuk mefasilitasi komunikasi.
 Tanya pasien, “Apakah anda memiliki alat bantu dengar, kacamata, atau
perangkat lain yang rutin anda gunakan utnuk berkomunikasi?”. Jika pasien
memiliki bantuan pribadi atau perangkat, staf harus memastikan bahwa pasien
dapat mengaksesnya setiap saat selama tinggal di rumah sakit.
 Perhatikan kebutuhan sensorik atau komunikasi dan menyebutkan bantuan
pribadi atau perangkat dan mengkomunikasikan kebutuhan ini pada staf.

4. Menentukan apakah pasien perlu bantuan dalam melengkapi formulir


penerimaan
Lebih dari 40% orang dewasa mengalami buta aksara dan 88% dari orang dewasa
masih kurang memahami istilah kesehatan. Staf harus dapat mengidentifikasi pasien
yang memerlukan bantuan membaca atau melengkapi formulir pendaftaran.
 Tanyakan pada pasien “Apakah anda mengiginkan bantuan orang lain untuk
membantu anda dalam mengisi formulir?”.
 Tawarkan pasien kesempatan untuk mengisi formulir pendaftaran dengan
bantuan staf.

5. Mengumpulkan data demografi pasien dalam rekam medis (ras, etnis, agama,
latar belakang pendidikan)
Rumah sakit harus mengumpulkan data demografi pasien untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien. Data penting ini memberikan infomasi pada rumah sakit tentang
kebutuhan potensi budaya dan pendidikan masing-masing pasien.

6. Mengidentifikasi jika pasien memerlukan alat bantu.


Pasien mungkin tiba di rumah sakit dengan salah satu alat yang ia gunakan untuk
membantu aktifitas hidup dan/atau mobilitas sehari-hari. Rumah sakit harus memastikan
bahwa pasien dapat difasilitasi selama berada di rumah sakit.

7. Menanyakan pasien jika ada kebutuhan tambahan yang dapat mempengaruhi


perawatannya

35
Meskipun banyak hal yang diidentifikasi mengenai kebutuhan pasien, mungkin ada
masalah tambahan (seperti nilai, keyakinan atau kebutuhan lainnya) yang membutuhkan
koordinasi dari staf rumah sakit.
 Mengajukan pertanyaan umum seperti “Apakah ada hal lain yang rumah sakit
harus ketahui yang berkaitan perawatan anda?”
 Mengidentifikasi apakah pasien memiliki budaya atau agama berdasarkan pada
isu-isu kesopanan mengenai perawatan yang yang diberikan oleh staf dari
lawan jenis.
 Menentukan apakah ada pakaian tertentu atau item agama penting yang perlu
dipakai.
 Mencatat setiap kebutuhan tambahan dalam rekam medis dan berkomunikasi
kebutuhan ini dengan staf.

8. Mengkomunikasikan informasi khusus pada tim perawatan


Informasi tentang kebutuhan pasien yang dikumpulkan selama penerimaan dapat
membantu staf mengkoordinasikan bantuan komunikasi, nilai dan keyakinan selama
perawatan.
 Dokumentasikan semua data yang relevan dalam rekam medis pasien.
 Membuat identifikasi khusus pasien dengan kebutuhan khusus (misalnya
menambahkan stiker rekam medis pasien, atau menggunakan gelang pasien
untuk menunjukkan kebutuhan pasien yang berbeda).

B. ASESMEN
Setelah seorang pasien dirawat di rumah sakit, staf klinis melakukan penilaian
klinis untuk menentukan pengobatan, perawatan, dan layanan yang akan memenuhi
kebutuhan pasien. Staf harus fokus pada pengumpulan setiap informasi klinis,
lingkungan, demografi, atau sosial yang berhubungan dengan diagnosa dan perawatan
pasien. Meskipun beberapa kebutuhan dasar pasien telah diidentifikasi selama
penerimaan, proses asesmen memberikan kesempatan kepada pasien untuk
memberitahu hal-hal yang lebih sensitif. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
perawatan dan penting untuk dipertimbangkan. Beberapa diantaranya mobilitas,
orientasi seksual dan gaya hidup.
Staf harus memastikan kebutuhan komunikasi pasien sebelum melakukan
penilaian yang komprehensif atau melibatkan pasien dalam diskusi perawatan.
Daftar-daftar yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan komunikasi efektif
selama proses asesmen adalah sebagai berikut :

36
1. Mengidentifikasi dan mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama asesmen.
2. Memulai proses asesmen dengan pengenalan.
3. Mendukung kemampuan pasien untuk memahami informasi kesehatan yang
diberikan.
4. Mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan mobilitas pasien selama asesmen.
5. Mengidentifikasi budaya, agama, nilai atau keyakinan pasien yang mempengaruhi
perawatan.
6. Mengidentifikasi kebutuhan makanan pasien atau pembatasan yang
mempengaruhi perawatan.
7. Meminta pasien untuk memperkenalkan pendamping selama perawatan.
8. Berkomunikasi mengenai kebutuhan khusus pasien pada tim asuhan.

1. Mengidentifikasi dan mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama


asesmen.
Memberikan bantuan komunikasi yang tepat selama proses penilaian untuk
memenuhi kebutuhan komunikasi yang sebelumnya diidentifikasi selama proses
penerimaan.
 Periksa rekam medis pasien untuk menentukan apakah ada kebutuhan
komunikasi yang sebelumnya telah diidentifikasi, termasuk bahasa pilihan
pasien dan setiap kebutuhan sensorik untuk berkomunikasi.
 Mengatur layanan bahasa selama asesmen untuk membantu pasien yang tuli
atau yang tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pilihannya.
 Memastikan bahwa alat bantu dan layanan tambahan tersedia selama asesmen
untuk pasien yang mengalami gangguan sensorik.
 Menyediakan komunikasi alternatif untuk pasien dengan gangguan komunikasi
untuk membantu pasien selama proses asesmen.

2. Memulai proses asesmen dengan pengenalan.


Staf dapat menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan dan preferensi pasien
dengan menjelaskan perannya selama perawatan .
 Memastikan bahwa semua anggota tim perawatan memperkenalkan diri kepada
pasien dan menjelaskan peran mereka selama proses perawatan.
 Perhatikan nama panggilan atau sebutan yang dipilih pasien (Bapak, Ibu,
Dokter, Oma dan lain-lain)
 Tanya pasien apakah ada pertimbangan budaya dalam perawatan pasien.

37
3. Mendukung kemampuan pasien untuk memahami informasi kesehatan.
Pasien dengan pemahaman kesehatan yang rendah mungkin memiliki kesulitan
besar memahami informasi kesehatan, partisipasi dalam mengambil keputusan untuk
pengobatan dan rencana-rencana perawatan.
 Mengajukan pertanyaan seperti, “Apakah anda memerlukan bantuan untuk
memahami informasi kesehatan?”.
 Berbicara dalam bahasa sederhana dan sertakan contoh bila memungkinkan.
 Gunakan model visual, diagram, atau gambar untuk menggambarkan prosedur
atau kondisi.
 Membantu pasien mengumpulkan informasi dasar kesehatan dengan
menggunakan berbagai metode, strategi untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan tentang perawatan pasien.
 Menggunakan metode “teach back” untuk menilai pemahaman dengan meminta
pasien untuk menjelaskan pada staf dalam kata-katanya sendiri atau dengan
meminta pasien untuk menunjukkan ketrampilan yang diajarkan.
 Menahan diri bertanya pada pasien. “Anda mengerti?”. Terlepas dari
kemampuan mereka untuk memahami informasi, banyak orang yang tidak
mengerti mungkin masih menjawab “Ya”.
 Mendorong pasien untuk menulis catatan pada materi pasien selama diskusi.

4. Identifikasi kebutuhan mobilitas pasien selama asesmen.


Banyak pasien dengan kebutuhan mobilitas mengalami kesulitan secara fisik.
 Menilai apakah pasien memerlukan bantuan mobilisasi, termasuk jenis dan
keadaan dimana bantuan diperlukan.
 Pastikan bantuan mobilisas yang pasien gunakan mudah diakses pasien.
 Perhatikan kebutuhan untuk bantuan mobilisasi dalam rekam medis dan
mengkomunikasikan kebutuhan ini pada staf.

5. Mengidentifikasi budaya, agama, atau kegiatan dan keyakinan spiritual yang


mempengaruhi perawatan.
Budaya, agama atau keyakinan spritual dapat mempengaruhi persepsi pasien dan
keluarga tentang penyakit dan bagaimana mereka melakukan pengobatan. Selain itu,
pasien mungkin memiliki kebutuhan khusus yang terkait dengan budaya, agama, atau
keyakinan spritual mereka.

38
 Tanya pasien apakah ada budaya, agama, atau keyakinan spiritual atau kegiatan
tertentu yang dapat mempengaruhi perawatannya.
 Menyediakan ruang atau area untuk mengakomodasi kebutuhan pasien untuk
berdoa.
 Mencatat setiap kebutuhan budaya, agama atau kebutuhan spiritual yang
mempengaruhi perawatan dalam catatan medis dan mengkomunikasi preferensi
ini pada staf.

6. Mengidentifikasi kebutuhan makanan pasien atau pembatasan yang


mempengaruhi perawatan.
Kebutuhan makanan dan pembatasan dapat timbul dari budaya, agama atau
praktik spiritual atau mereka mungkin berhubungan dengan kondisi medis pasien.
 Tanya pasien “Apakah ada sesuatu yang harus kami ketahui mengenai
makanan anda?
 Identifikasi apakah agama atau keyakinan pasien atau kebiasaan agama pasien
melarang makanan-makanan tertentu.
 Memastikan apakah pasien secara rutin atau berkala melakukan kegiatan
puasa.
 Perhatikan kebutuhan makanan dan pembatasan dalam catatan medis dan
komunikasikan pada staf.
 Pastikan pelayanan makanan rumah sakit mengakomodasi kebutuhan pasien.

7. Meminta pasien menunjuk pendamping pasien.


Pendamping pasien harus memberikan dukungan emosional, memberikan
kenyamanan, dan mengurangi rasa takut selama pasien tinggal di rumah sakit. Pasien
harus memiliki akses ke pendukung pilihan mereka setiap saat.
 Jelaskan tujuan pendamping untuk pasien, termasuk batasan-batasan jika
kehadiran individu tersebut melanggar hak-hak orang lain.
 Membuat staf menyadari bahwa pasien telah memilih pendamping selama masa
perawatan.
 Mengijinkan pasien untuk mendapatkan akses ke pendamping setiap saat.
 Tanya pasien apakah ingin melibatkan pendamping yang dipilihnya selama
edukasi, pengambilan keputusan penting, dan proses perawatan lainnya.
Pendamping mungkin atau tidak ditunjuk sebagai pengganti pasien dalam
pengambil keputusan.

39
 Perhatikan informasi tentang pendamping pasien dalam catatan medis dan
komunikasikan pada staf.

8. Mengkomunikasikan informasi tentang kebutuhan pasien khusus pada tim


asuhan.
Setiap informasi tentang kebutuhan pasien harus mudah diakses di semua titik
perawatan dan di departemen-departemen lain yang sesuai untuk membantu staf
memberikan layanan dan pengaturan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pasien.
 Catat semua data yang relevan dalam catatan medis pasien.
 Buat proses untuk mengidentifikasi pasien dengan kebutuhan khusus.

Informasikan staf akan kebutuhan pasien pada titik pemindahan tertentu, termasuk
pemindahan untuk prosedur, tes, atau pemindahan ke unit atau pelayanan yang
berbeda.

C. PERAWATAN
Staf mengidentifikasikan banyak kebutuhan khusus pasien selama penerimaan
dan asesmen, dan penting bagi rumah sakit untuk mengatasi kebutuhan tersebut.
Kebutuhan pasien tersebut dapat berubah selama perawatan. Rumah sakit harus siap
untuk beradaptasi dengan proses dan prosedur yang ada untuk memenuhi kebutuhan
pasien selama masa perawatan yang bervariasi.
Sebelum melibatkan pasien dalam diskusi rencana perawatan, rumah sakit harus
memenuhi kebutuhan komunikasi pasien. Pasien harus dapat memahami informasi
kesehatannya dan berpartisipasi penuh dalam diskusi sehingga rumah sakit dapat
memperoleh informasi yang tepat dan memberikan pendidikan kepada pasien.
Daftar untuk meningkatkan komunikasi efektif, kompetensi budaya dan perawatan
terpusat pasien dan keluarga selama perawatan adalah sebagai berikut :
1. Mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama perawatan.
2. Memantau perubahan status komunikasi pasien.
3. Melibatkan pasien dan keluarga dalam proses pengobatan.
4. Sesuaikan proses persetujuan informasi dan pendidikan pasien.
5. Memberikan pendidikan pasien yang memenuhi kebutuhan pasien.
6. Mengatasi kebutuhan mobilitas pasien selama perawatan.
7. Mengakomodasi kegiatan budaya, agama, atau keyakinan spiritual pasien.

40
8. Memantau perubahan kebutuhan makanan atau pembatasan yang dapat
mempengaruhi perawatan pasien.
9. Meminta pasien untuk memperkenalkan pendamping selama perawatan.
10. Komunikasikan informasi tentang kebutuhan pasien khusus pada tim asuhan.

1. Mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama perawatan


Bantuan komunikasi diperlukan selama perawatan. Pencatatan informasi dalam
rekam medis dapat membantu staf untuk mengatasi kebutuhan komunikasi pasien
selama perawatan.
 Periksa rekam medis pasien untuk menentukan apakah ada kebutuhan
komunikasi yang sebelumnya telah diidentifikasi, termasuk bahasa pilihan pasien
dan setiap kebutuhan sensorik untuk berkomunikasi.

2. Memantau perubahan status komunikasi pasien


Perubahan status kesehatan berdasarkan hasil dari perawatan dapat mengganggu
kemampuan pasien untuk berkomunikasi. Pasien dapat memiliki gangguan komunikasi
yang lebih berat selama perawatan dan staf harus menilai perubahan status komunikasi
pasien secara berkala.
 Menentukan apakah terdapat gangguan komunikasi baru pada pasien.
 Mengantisipasi kebutuhan komunikasi pasien yang kemungkinan akan terganggu
terkait prosedur medis (misalnya, seperti akibat dari intubasi, trakeostomi atau
intervensi lainnya yang dap
 at mengganggu kemampuan pasien untuk berkomunikasi).
 Mencatat setiap perubahan status komunikasi pasien pada catatan medis dan
komunikasikan kebutuhan baru pada staf.

3. Libatkan pasien dan keluarga dalam proses perawatan


Staf harus melibatkan pasien dan keluarganya dalam mengembangkan rencana
perawatan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Staf harus mendorong pasien
dan keluarga untuk mengajukan pertanyaan selama perawatan dan memberikan
kesempatan pada mereka untuk berpartisipasi dalam diskusi.
 Menanyakan pasien, jika ada, anggota keluarganya yang ingin terlibat dalam
diskusi selama perawatan.
 Beritahu pasien dan keluarga untuk mengajukan pertanyaan pada saat proses
diskusi.

41
4. Sesuaikan proses persetujuan informasi dan pendidikan pasien.
Proses persetujuan dan edukasi diinformasikan kepada pasien agar pasien dapat
mengerti mengenai pengobatan, perawatan, dan pelayanan yang akan pasien
terima.
Pemenuhan kebutuhan pasien selama diskusi dituangkan kedalam bahan tertulis
dan formulir yang sesuai. Hal ini akan mendukung kemampuan pasien untuk memahami
dan bertindak atas informasi kesehatan yang mereka terima.
 Berbicara dalam bahasa sederhana dan hindari menggunakan bahasa medis.
 Gunakan model visual, diagram, atau gambar untuk menggambarkan prosedur
atau kondisi.
 Membantu pasien mengumpulkan informasi dasar kesehatan dengan
menggunakan berbagai metode, strategi untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan tentang perawatan pasien.
 Menggunakan metode “teach back” untuk menilai pemahaman dengan meminta
pasien untuk menjelaskan pada staf dalam kata-katanya sendiri atau dengan
meminta pasien untuk menunjukkan ketrampilan yang diajarkan.
 Menahan diri bertanya pada pasien. “Anda mengerti?”. Terlepas dari
kemampuan mereka untuk memahami informasi, banyak orang yang tidak
mengerti mungkin masih menjawab “Ya”.
 Mendorong pasien untuk menulis catatan pada materi pasien selama diskusi.

5. Identifikasi kebutuhan mobilitas pasien selama asesmen.


Banyak pasien dengan kebutuhan mobilitas mengalami kesulitan secara fisik.
 Menilai apakah pasien memerlukan bantuan mobilisasi, termasuk jenis dan
keadaan dimana bantuan diperlukan.
 Pastikan bantuan mobilisas yang pasien gunakan mudah diakses pasien.

6. Mengakomodasi budaya, agama, dan kegiatan atau keyakinan spiritual


pasien
Keyakinan dan kegiatan pasien dapat mempengaruhi persepsi penyakit dan
perawatan. Bila memungkinkan, staf harus mengakomodasi kebutuhan khusus pasien.
 Mengkomunikasikan setiap budaya, agama, atau keyakinan spiritual atau
kegiatan yang telah diidentifikasi staf selama penerimaan atau asesmen pada tim
perawatan.

42
 Menghormati kebutuhan pasien seperti dengan membuka hanya bagian tubuh
yang diperlukan untuk pemeriksaan dan pengobatan, dan lainnya. Banyak
budaya dan agama memiliki batasan dalam menyentuh, jarak, yang mungkin
akan berpengaruh terhadap tim perawatan lawan jenis, yang lebih muda atau
lebih tua dari pasien.
 Menyediakan ruang atau area untuk mengakomodasi kebutuhan pasien untuk
berdoa.
 Bekerjasama dengan pasien dan keluarga untuk mengembangkan solusi untuk
pasien yang disetujui kedua belah pihak mengenai permintaan kegiatan, budaya,
agama, atau keyakinan spiritual pasien.

7. Memantau perubahan kebutuhan makanan atau pembatasan yang dapat


mempengaruhi perawatan pasien
Kebutuhan makanan dan pembatasan akan diidentifikasi selama proses
penerimaan dan asesmen, tetapi kebutuhan-kebutuhan baru dan pembatasan terhadap
makanan pasien mungkin timbul karena kondisi medis pasien selama perawatan.
 Menginformasikan pada pasien setiap kebutuhan makanan baru dan
pembatasan makanan pasien.
 Catat kebutuhan makanan atau pembatasan dalam rekam medis dan
komunikasikan perubahannya pada staf.
 Beritahu pelayanan gizi rumah sakit untuk mengakomodasi kebutuhan pasien.

Contoh Praktik : Identifikasi Pasien dengan Kebutuhan Komunikasi

Keluarga dari wanita yang sangat tuli melaporkan bahwa staf pelayanan lingkungan
tidak datang ke kamar pasien. Secara khusus, kamar mandi tidak dibersihkan dan
tempat sampah tidak pernah dikosongkan. Penyedia layanan lingkungan melaporkan
bahwa tidak ada seorangpun merespon setiap ia mengetuk pintu. Tidak ingin
mengganggu atau membangunkan pasien, ia melanjutkan ke kamar pasien berikutnya.

Sementara staf perawatan langsung menyadari melalui simbol kebutuhan komunikasi


pasien. Tim lain yang memberikan kontribusi kualitas perawatan dan kenyamanan
pasien tidak menyadari status pendengarannya terganggu. Untuk mengatasi ini, rumah
sakit menciptakan simbol pelacakan yang universal untuk status pendengaran dan
menempatkan ‘telinga’ pada pintu pasien gangguan pendengaran untuk mengingatkan

43
status pasien ke semua staf.

8. Meminta pasien menunjuk pendamping pasien.


Pendamping pasien harus memberikan dukungan emosional, memberikan
kenyamanan, dan mengurangi rasa takut selama pasien tinggal di rumah sakit. Pasien
harus memiliki akses ke pendukung pilihan mereka setiap saat.
 Jelaskan tujuan pendamping untuk pasien, termasuk batasan-batasan jika
kehadiran individu tersebut melanggar hak-hak orang lain.
 Membuat staf menyadari bahwa pasien telah memilih pendamping selama masa
perawatan.
 Mengijinkan pasien untuk mendapatkan akses ke pendamping setiap saat.
 Tanya pasien apakah ingin melibatkan pendamping yang dipilihnya selama
edukasi, pengambilan keputusan penting, dan proses perawatan lainnya.
Pendamping mungkin atau tidak ditunjuk sebagai pengganti pasien dalam
pengambil keputusan.
 Perhatikan informasi tentang pendamping pasien dalam catatan medis dan
komunikasikan pada staf.

D. Komunikasi Antar Pemberi Layanan

Komunikasi antar pemberi layanan dengan dilakukan dengan teknik SBAR. SBAR
merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap
pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dengan dokter.
Dengan komunikasi SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien
lebih informatif dan terstruktur.
SBAR adalah metode teknis yang terstruktur / pola berpikir untuk mengkomunikasikan
informasi penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap
eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga dapat digunakan secara
efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di daerah klinis yang sama
atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam
situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi
antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya. SBAR adalah metode terstruktur untuk
mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan
berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga
dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di
44
daerah klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk
memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR
memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya.
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan
perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background,
Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin
menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang
dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan.

 SITUATION, yaitu kondisi terkini yang terjadi pada pasien.

 BACKGROUND, informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini.

 ASSESSMENT, hasil pengkajian kondisi pasien terkini.

 RECOMMENDATION/REQUEST, apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah


pasien saat ini.

Keuntungan dari penggunaan metode SBAR adalah


1. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif.

2. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham akan kondisi
pasien.

3. Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki mutu serta keselamatan pasien

Berikut ini merupakan salah satu contoh dalam pertanyaan SBAR:


Sebelum serah terima pasien, perawat harus melakukan :
1. Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini.
2. Perawat mengkumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan kondisi
pasien yang akan dilaporkan.
3. Perawat memastikan diagnosa medis pasien dan prioritas masalah keperawatan yang
harus dilanjutkan.
4. Perawat membaca dan pahami catatan perkembangan terkini & hasil pengkajian perawat
shift sebelumnya.
5. Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana perawat harian.

Contoh komunikasi efektif SBAR antar shift dinas/ serah terima :


Situation (S) :
45
Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 4 Desember 2014 sudah 3 hari perawatan, DPJP : dr
Budi, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.
Masalah keperawatan:
-          Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
-          Perubahan kebutuhan nutrisi kurang
Background (B) :
 Pasien bedrest total , urine 30 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam.
 Mual tetap ada selama dirawat, ureum 320 mg/dl.
 Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
 Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
 Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik
 Diet : rendah protein 1 gram

Assessment (A) :
 Kesadaran composmentis, TD 140/70 mmHg, Nadi 98x/menit, suhu 36,8 0C, RR 20
x/menit, oedema pada ekstremitas bawah, tidak sesak napas, urine sedikit, eliminasi faeses
baik.
 Hasil laboratorium terbaru : Hb 9,7 mg/dl, albumin 3,1, ureum 237 mg/dl
 Pasien masil mengeluh mual.
Recommendation/ Request (R) :
 Awasi balance cairan
 Batasi asupan cairan
 Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
 Pertahankan pemberian pemberian diuretik injeksi furosemid 3 x 1 ampul
 Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
 Jaga kondisi pasien dan sekitarnya tetap hygiene setiap melakukan prosedur

Contoh komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter lewat telepon :
Situation (S) :
 Selamat pagi dr. Budi, saya Dewi perawat IRNA 2
 Melaporkan pasien nama Tn A mengalami penurunan pengeluaran urine 30 cc/24 jam,
mengalami sesak napas.
Background (B) :
 Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 4 Desember 2014, program HD hari
Senin-Kamis

46
 Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang dower kateter,
pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
 Obat injeksi diuretic 3 x 1 ampul
 TD 140/70 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 98 x/menit, oedema ekstremitas bawah dan asites
 Hasil laboratorium terbaru : Hb 9,7 mg/dl, albumin 3,1 ureum 237 mg/dl
 Kesadaran composmentis, bunyi nafas rongki.
Assessment (A) :
 Masalah pada pasien ini berupa gangguan pola nafas dan gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit lebih.
 Pasien tampak tidak stabil
Recommendation (R) :
 Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM ?
 Adakah instruksi dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump?
 Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?

E. TATA CARA KOMUNIKASI


Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu :
1. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan.
2. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien.

Komunikasi Informasi Asuhan


Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa
dilakukan oleh petugas customer service, registrasi dan admission yang meliputi :
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.

Contoh sikap petugas ketika menerima pasien :


 Berdiri ketika pasien datang.

 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (“Selamat pagi/siang/sore/malam,


saya (nama)”).

47
 Mempersilahkan pasien duduk,

 Menanyakan nama pasien (“Maaf dengan Bpk/Ibu?”).

 Tawarkan bantuan kepada pasien (“Ada yang bisa dibantu Bpk/Ibu (nama)?” )

 Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu,


menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).

 Menilai suasana hati lawan bicara.

 Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa tubuh dari


pasien).

 Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.

 Memberikan informasi yang diperlukan oleh pasien.

 Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung tanyakan apakah mau


dibantu untuk dibuatkan perjanjian.

 Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak


perlu.

 Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang disampaikan.

 Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.

 Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ Ada lagi yang bisa kami bantu
Bpk/Ibu?”).

 Mengucapkan salam penutup (“Terima kasih atas waktunya Bpk/Ibu. Apabila ada
lagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani dengan penuh cinta kasih.”

 Berdiri ketika pasien hendak pulang.

Komunikasi efektif dokter dengan pemberi asuhan lain adalah dengan metode
SOAP. Pengertian SOAP adalah cara mencatat informasi tentang pasien yang
berhubungan dengan masalah pasien yang terdapat pada catatan terintegrasi. Dan
bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan
48
proses pemikiran penatalakasanaan manajemen asuhan pelayanan pasien. Dalam
metode SOAP ini memiliki 4 unsur yaitu :
S adalah data Subjektif,
O adalah data objektif,
A adalah analysis / assessment
P adalah planning ( standing order) yang harus dilakukan oleh praktisi/ klinisi lain yang
merawat pasien

Tujuan dari metode SOAP :


1. Merupakan pencatatan yang memuat kemajuan informasi yang sistematis,
mengorganisasikan penemuam kesimpulan sehingga terbentuk suatu rencana
asuhan.

2. SOAP merupakan intisari dari manajemen klinisi untuk penyediaan


pendokumentasian

3. SOAP merupakan urutan-urutan yang dapat membantu dokter mengorganisasikan


pikiran dalam pemberian asuhan yang bersifat komprehensif.

Keuntungan dari SOAP Dalam asuhan klinik adalah :


1. Lebih sistematis dalam penulisan
2. Penulisan lebih ringkas dan tidak membutuhkan waktu yang lama
3. Mengorganisir pemikiran dan perencanaan terhadap pasien secara efisien
4. Lebih banyak digunakan oleh berbagai profesi kesehatan (dokter)
5. Memudahkan dokter dalam berkomunikasi dan bekerja sama antar pemberi
asuhan.
Dalam memberikan komunikasi antara pemberi layananan di rumah sakit Risa
sentra medika, selain digunakan teknis komunikasi dengan SOAP juga menggunakan
teknis SBAR seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya di atas.

Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga Pasien


Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya
mengikuti proses pengobatan yang telah ditetapkan.
Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi :
1. Tahap asesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai kebutuhan
edukasi pasien dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan
49
edukasi.
2. Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif
Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada
hasil asesmen pasien, yaitu:
a. Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang maka
proses komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien
sesuai dengan kebutuhan edukasinya.
b. Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka
proses komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan
media cetak.
3. Tahap verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga
mengenai kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang diberikan seperti
yang telah dijelaskan di bab-bab di atas. Untuk pasien yang mengalami
hambatan emosional (marah atau depresi) maka verifikasi dapat dilakukan
dengan cara menanyakan kepada pasien mengenai sejauh mana pasien telah
mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui brosur. Proses
pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang langsung ke kamar pasien
setelah pasien tenang

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang


disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

50
51

BAB VI

DOKUMEN TERKAIT

Dokumen yang terkait dengan pelaksanaan komunikasi efektif adalah sebagai berikut:
1. Form CPPT
2. Form Edukasi terintegrasi
3. Form Rujukan
4. Form Transfer Antar Ruangan
5. Form Konsulan Antar SMF
6. Form Resume Medis Rawat Jalan Dan Rawat Inap
7. Materi Edukasi, Leaflet, Brosur, Jadwal

Anda mungkin juga menyukai