BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan panduanterselenggaranya komunikasi efektif di Rumah Sakit Risa
Sentra Medika
2. Tujuan khusus
a. Terselenggaranya pelaksanaan komunikasi efektif dengan komunitas
masyarakat di RS Risa Sentra Medika
b. Terselenggaranya pelaksanaan komunikasi efektif dengan pasien dan
keluarga di RS Risa Sentra Medika
c. Terselenggaranya pelaksanaan komunikasi efektif antar tenaga kesehatan
pemberi asuhan di dalam dan luar RS Risa Sentra Medika
d. Sebagai panduanpelaksanaan Edukasi pasien dan keluarga di RS Risa
Sentra Medika
e. Menyelenggarakan informasi yang diterima pasien dan keluarga adalah
komprehensif, konsisten, dan efektif
f. Meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di RS Risa Sentra Medika
C. Landasan hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaraan Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) ;
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaraan
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Repubik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaraan
2
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Repubik Indonesia Nomor 4431);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan;
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, (Lembaran
Negara RI Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
5038);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5357);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3637);
8. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaraan Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 3637);
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/MENKES/PER/X/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran (Berita Negara RI Tahun 2010 Nomor 464);
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014
Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien (Berita Negara RI Tahun 2017 Nomor 308);
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/ Menkes/ SK / XII /1999 Tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/Per/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 269/ Menkes /Per /III / 2008 tentang
Rekam Medis;
16. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 44 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Promosi Kesehatan Rumah Sakit
17. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1193/MENKES/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehat
3
BAB II
RUANG LINGKUP
4
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
6. komunikasi media penyampaian, penerimanya.
7. Media/Saluran Pesan (Elektronik, Lisan, Tulisan) adalah sarana
komunikasi dari komunikator kepada komunikan. Media berperan sebagai
jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang disampaikan pengirim atau
umpan balik yang disampaikan penerima.Pesan dapat berupa berita lisan,
tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu, media dapat
tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau tatap
muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap (konsil
kedokteran Indonesia, hal 8).
8. Penerima Pesan/Komunikan adalah pihak/orang yang menerima pesan.
Penerima pesan berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi,
peran pengirim dan penerima berita bergantian sepanjang pembicaraan.
Tanggung jawab penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan
dengan baik dan memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik
sangat penting sehingga proses komunikasi berlangsung dua arah (konsil
kedokteran Indonesia, hal 8).
9. Umpan balik adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap respon pesan
yang diterimanya.
A. Proses Komunikasi
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan komunikator, pesan ditindaklanjuti
dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan/kornunikan dan tidak ada
harnbatan untuk hal itu (Hardjana, 2003 ) Garnbar berikut memberikan ilustrasi
proses komunikasi.
Proses komunikasi efektif dengan prinsip, terima, catat, verifikasi dan
klarifikasi.
Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melalui prinsip sebagai berikut :
1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan
2. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
3. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima
pesan
4. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima pesan.
5. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan
5
dengan hasil verifikasi.
Untuk melakukan komunikasi yang efektif, perlu diperhatikan hal – hal
sebagai berikut :
a. Nada suara 38 %
b. Kata – kata 7%
c. Bahasa tubuh 55%
6
e. Memusatkan perhatian penerima / komunikan terhadap konsep
yang sedang dibicarakan.
2. Teknik menjelaskan
Dalam memberikan penjelasan harus diperhatikan hal – hal sebagai berikut:
a. Apa yang dibicarakan
1) Berikan penjelasan secara logis dan mudah dimengerti
2) To the point dan tidak berbelit –belit
3) Gunakan bahasa sederhana
b. Bagaimana menjelaskan
1) Tersenyum dan hindari kondisi tampak lelah
7
2) Bersikap ramah
3) Perhatikan intonisasi bicara
Dia mengerti
Oh saya
mengerti
DENC ODING
ENCODING
Gangguan
Dalam berkomunikasi ada kalanya terdapat informasi misalnya nama obat, nama
orang, dll. Untuk memverifikasi dan mengklarifikasi, maka komunikan sebaiknya
mengeja huruf demi huruf
8
Tabel 1. Alfabeth Internasional
9
B. Unsur komunikasi
10
1. Sumber / komunikator
Sumber (yang menyampaikan informasi) adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab
pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang
sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan
baik. (Konsil kedokteran Indonesia, hal.8)
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang yang disampaikan,
cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi
oleh si penerima pesan (komunikan)
2. Isi pesan
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
3. Media / saluran (elektronik, lisan, dan tulisan)
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Berita
dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan
tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi
berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa
perubahan sikap. (Konsil Kedokteran Indonesia, hal.8). Media yang dapat
digunakan untuk melakukan komunikasi adalah telepon, brosur, buklet, vcd,
dan alat peraga.
4. Penerima / komunikan
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran
pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab
penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan
memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat penting
sehingga proses komunkasi berlangsung dua arah. (Konsil Kedokteran
Indonesia, hal.8).
5. Umpan balik, adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap respon pesan
yang diterimanya.
Pada saat melakukan umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal sebagai
berikut :
a. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka),
11
menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.
b. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
c. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik
yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak
tubuh).
d. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh)
agar tidak mengganggu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru
mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
2. Empathy
adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam
12
memiliki sifat empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau
mengerti terlebih dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang
lain. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa
respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama
dalam membangun teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi
atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan mernahami dengan
empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan
dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari
penerima.
3. Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan
baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun
mampu menerima umpan batik dengan baik, maka audible berarti pesan
yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini
mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery
channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima
pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita menggunakan berbagai
media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan
membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.
4. Clarity.
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum
keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri
sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang
berlainan. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan
berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana,
Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam
berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang
ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya
(trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita, Karena tanpa keterbukaan
akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan
semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
5. Humble
adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan
hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya
didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pernah
13
yang pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa
pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar
dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain,
berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh
pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang
handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang
lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat
membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling
menguatkan.
E. Sifat komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi).
Komunikasi yang bersifat informasi asuhan didalam rumah sakit adalah :
1. Jenis pelayanan
2. Jam/waktu pelayanan
3. Pelayanan yang tersedia
4. Cara mendapatkan pelayanan
5. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kamampuan rumah sakit. Akses
informasi dapat diperoleh dengan melalui Customer Service, Admission, dan
Website.
15
a. Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya
lihatnya sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas
pada umumnya. Menurut Kaufman & Hallahan, tuna netra adalah
individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan
kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Tuna netra dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan kurang awas
bila masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga
masih sedikit melihat atau masih bisa membedakan gelap atau
terang.
2) Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan buta apabila ia sudah tidak
memiliki sisa penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap
dan terang.
Ciri-ciri fisik :
Memiliki daya dengar yang sangat kuat sehingga dengan cepat
pesan-pesan melalui pendengaran dapat dikirim ke otak
Memiliki daya pengobatan yang sensitif sehingga apa yang
dirasakan dapat dikirim langsung ke otak.
Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata dan berusaha
membelalakkannya.
Kadang-kadang mereka memiliki perilaku yang kurang nyaman
bisa dilihat oleh orang normal pada umumnya atau dengan
sebutan blindism (misalnya : mengkerut-kerutkan kening,
menggeleng-gelengkan kepala secara berulang-ulang dengan
tanpa disadarinya)
b. Tuna Daksa
Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila terdapat
kelainan anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan
yang salah bentuk sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan
normal untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu dan untuk
mengoptimalkan potensi kemampuannya diperlukan layanan khusus.
Tuna daksa ada dua kategori, yaitu :
16
1) Tuna daksa orthopedic (orthopedically handicapped), yaitu mereka
yang mengalami kelainan, kecacatan tertentu sehingga
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat
terjadi pada bagian tulang-tulang, otot-otot tubuh maupun pada
daerah persendian, baik yang dibawa sejak lahir maupun yang
diperoleh kemudian. Contoh : anak polio
2) Tuna daksa syaraf (neurologically handicapped), yaitu kelainan
yang terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada
syaraf. Salah satu kategori penderita tuna daksa syaraf dapat dilihat
pada anak cerebral palsy
Ciri-ciri fisik :
Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas
Derpresi, kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai
dengan kedengkian dan permusuhan.
Penyangkalan dan penerimaan atau suatu keadaan emosi
Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama, ini merupakan
fase dimana seseorang akan mencoba menyesuaikan diri untuk
dapat hidup dengan kondisinya yang sekarang.
Ciri-ciri sosial :
Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena
keterbatasan aktivitas geraknya. Dan kadang-kadang menampakkan
sikap marah-marah (emosi) yang berlebihan tanpa sebab yang jelas.
3) Tuna Rungu
Seseorang dikatakan tuna rungu apabila mereka kehilangan daya
dengarnya.
Tuna rungu dikelompokkan menjadi :
a. Ringan (20-20 dB)
Umunya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya
kata-kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung,
sehingga pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.
b. Sedang (40-60 dB)
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami
pembicaraan orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara
radio dengan volume maksimal.
17
c. Berat/parah (di atas 60 dB)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang
lain, suara yang mampu terdengar adalah suara yang sama
kerasnya dengan jalan pada jam-jam sibuk. Biasanya memerlukan
bantuan alat bantu dengar, mengandalkan pada kemampuan
membaca gerak bibir atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Ciri-ciri fisik :
Berbicara keras dan tidak jelas
Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
Telinga mengeluarkan cairan
Menggunakan alat bantu dengar
Bibir sumbing
Suka melakukan gerakan tubuh
Cenderung pendiam
Suara sengau
Cadel
Ciri-ciri mental :
Pada umumnya sering menaruh curiga terhadap orang-orang yang ada
di sekitarnya.
d. Tuna Wicara
Seseorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami
kesulitan berbicara. Hal ini disebabkan kurang atau tidak berfungsinya
alat-alat bicara seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara.
Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya organ pendengaran,
keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada sistem syaraf
dan struktur otot serta ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga dapat
mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara. Diantara individu yang
mengalami kesulitan berbicara, ada yang sama sekali tidak dapat
berbicara, dapat mengeluarkan bunyi tetapi tidak mengucapkan kata-
kata dan ada yang dapat berbicara tetapi tidak jelas.
Masalah yang utama pada diri seorang tuna wicara adalah
mengalami kehilangan/terganggunya funsi pendengaran (tuna rungu)
dan atau fungsi bicara (tuna wicara), yang disebabkan oleh bawaan
18
lahir, kecelakaan maupun penyakit. Umumnya seseorang dengan
gangguan dengar/wicara yang disebabkan oleh faktor bawaan
(keturunan/genetik) akan berdampak pada kemampuan bicara.
Sebaliknya seseorang yang tidak/kurang dapat bicara umumnya masih
dapat menggunakan fungsi pendengarannya walaupun tidak selalu.
3. Hambatan Lainnya
Ada delapan hambatan penting untuk komunikasi lintas budaya dalam
pelayanan kesehatan :
a. Kurangnya pengetahuan
Petugas rumah sakit yang tidak belajar tentang perilaku diterima dalam
budaya yang berbeda dapat atribut perilaku pasien (misalnya diam,
penarikan) untuk alasan yang salah atau penyebab mengakibatkan
penilaian yang salah dan intervensi.
b. Ketakutan dan ketidakpercayaan
Rothenburg (1990) telah mengidentifikasi tujuh tahap penyesuaian
bahwa individu melewati selama pertemuan awal mereka dengan orang
19
dari budaya yang berbeda yang mereka tidak tahu atau mengerti.
Tahap-tahap ini adalah :
- Ketakutan : setiap orang memandang orang lain sebagai berbeda
dan oleh karena itu berbahaya. Biasanya ketika orang-orang
menjadi lebih baik mengenal satu sama lain, ketakutan secara
bertahap menghilang, hanya untuk digantikan oleh kata disukai.
- Tidak menyukai : orang-orang dari budaya yang berbeda sering
curiga dari masing- masing orang lain akan tindakan dan motif
mereka karena mereka kurang memiliki informasi
- Penerimaan : biasanya jika dua orang dari berbagai budaya yang
berbeda pengalaman cukup baik selama periode waktu
- Respect : jika individu dari beragam budaya berpikiran terbuka,
akan memungkinkan mereka untuk melihat dan mengagumi kualitas
dalam satu sama lain
- Percaya : orang dari beragam budaya telah menghabiskan cukup
waktu bersama yang berkualitas, mereka biasanya mampu saling
percaya
- Menyukai : untuk tahap akhir, individu-individu dari beragam budaya
harus mampu berkonsentrasi pada kualitas manusia yang mengikat
orang bersama-sama, bukan perbedaan yang menarik orang
menjadi terpisah
c. Rasisme
Penghalang transkultural komunikasi antara petugas kesehatan dan
pasien, dan antara petugas kesehatan dan penyedia perawatan
kesehatan lainnya. Tipe-tipenya :
- Rasisme individu : diskriminasi karena karakteristik biologis
- Rasisme budaya : menganggap budaya sendiri lebih superior
Kelembagaan rasisme: Lembaga (universitas, bisnis, rumah sakit,
sekolah keperawatan) memanipulasi atau mentolerir kebijakan yang
tidak adil membatasi peluang ras tertentu, budaya, atau kelompok
d. Bias dan etnosentrisme
Apapun latar belakang budaya mereka memiliki kecenderungan untuk
menjadi bias terhadap nilai-nilai budaya mereka sendiri, dan merasa
bahwa nilai-nilai mereka benar dan nilai-nilai dari orang lain adalah
20
salah atau tidak baik.
e. Stereotip perilaku
Sebuah stereotip budaya adalah asumsi beralasan bahwa semua orang
dari kelompok ras dan etnis tertentu yang sama. Sindrom tempat budaya
adalah bentuk stereotip yang masalah untuk banyak petugas kesehatan
(dokter dan perawat). Sindrom tempat budaya berkeyakinan bahwa “
hanya karena klien terlihat dan berperilaku dengan cara yang anda
lakukan, anda berasumsi bahwa tidak ada perbedaan budaya atau
hambatan potensia untuk perawatan “(Buchwald, 1994)
f. Ritual adalah prosedur dalam mengerjakan tugas.
g. Hambatan bahasa
Bahasa menyediakan alat-alat (kata) yang memungkinkan orang
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka
- Bahasa asing, merupakan hambatan dalam berkomunikasi yang
banyak terjadi dalam praktik kedokteran. Adanya masalah
hambatan berbahasa asing dapat menjadikan penghalang
terjadinya komunikasi yang efektif antar petugas kesehatan, antar
petugas kesehatan dengan pasien, ataupun pihak-pihak terkait
lainnya.
- Berbeda dialek dan regionalism
- Idiom dan "berbicara jalanan."
H. Klasifikasi Komunikasi
1. Dari segi sifatnya
a. Komunikasi Verbal
Komunikas dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana
komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari komunikasi ini terletak pada
keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka sehingga
umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari
pihak komunikan.
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif,
kosa kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu
dan kesesuaian. Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan
di Rumah Sakit dalam hal pertukaran informasi
secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi ini
biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini
adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal :
1) Memahami arti denotatif dan konotatif
22
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan
atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Misalnya kata “kritis”.
Secara denotatif, kritis berarti cerdas, tetapi perawat menggunakan
kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati
kematian.Ketika berkomunikasi dengan pasien, tenaga medis harus
berhati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk
disalahartikan terutama saat menjelaskan pasien mengenai kondisi
kesehatannya dan saat terapi.
2) Kosa kata mudah dipahami
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan
kosa kata, khususnya yang berhubungan dengan dunia medis,
berperan penting dalam komunikasi verbal. Banyak istilah teknis yang
digunakan oleh tenaga medis di rumah sakit, misalnya istilah
“auskultasi”, akan lebih mudah dipahami oleh pasien bila diucapkan
dengan menggunakan kosa kata “mendengarkan”.
3) Intonasi
Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi
atau nada. Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi
menunjukkan bahwa orang tersebut sedang marah. Sebaliknya
seseorang yang berbicara dengan nada riang menunjukkan bahwa
orang tersebut sedang bergembira. Petugas dan tenaga medis
rumah sakit hendaknya menjaga intonasi yang menunjukkan
perhatian dan ketulusan kepada pasien.
b. Komunikasi Verbal
Komunikasi yang menggunakan pesan-pesan untuk melukiskan semua
peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis.
Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata-kata. Komunikasi ini adalah cara yang paling
meyakinkan untuk menyamoaikan pesan kepada orang lain. Tenaga
medis perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan
oleh pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan karena pesan non verbal dapat memperkuat pesan yang
23
disampaikan secara verbal, misalnya, menggunakan gerak isyarat,
bahasa tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, simbol-simbol serta cara
berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan
gaya berbicara.
Komunikasi non verbal meliputi beberapa hal sebagai berikut :
Suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara
komunikator dan komunikan disebut metakomunikasi misalnya, tersenyum
meskipun hati kecewa atau marah.
Metakomunikasi dapat dilihat dari :
1) Penampilan fisik
Penampilan seseorang merupakan faktor yang menarik perhatian
dalam komunikasi antar pribadi. Penampilan fisik, cara berpakaian
dan cara berhias akan menunjukkan kepribadian seseorang.Tenaga
medis yang memperhatikan penampilan diri dapat menampilkan citra
profesionalisme yang positif.
2) Nada suara atau intonasi bicara
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan
oleh seseorang kepada pihak lain. Oleh sebab itu, pengendalian
emosi merupakan faktor yang sangat penting dalam berkomunikasi.
3) Ekspresi wajah
Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi
wajar. Sakit, susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya dapat
diketahui dari ekspresi wajah. Ekspresi wajah sering digunakan
sebagai dasar dalam menentukan pendapat seseorang ketika
berkomunikasi tatap muka.
c. Komunikasi Tertulis
Komunikasi yang di lakukan dengan perantaraan tulisan tanpa
adanya pembicaraan secara langsung dengan menggunakan bahasa
yang singkat, jelas, dan dapat dimengerti oleh penerima.
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik
manual maupun melalui media seperti email, surat, media cetak. lainnya.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis, yaitu :
Lengkap : berisi pesan informasi dan edukasi sesuai kebutuhan
pasien dan masyarakat
24
Ringkas : sesuai definisi,prosedur,tujuan komunikasi
Pertimbangan : sesuai dengan nilai, situasi dan kemampuan
Konkrit : sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya
Jelas : dapat dibaca
Sopan : sesuai etika dan norma
Benar : jelas siapa yang melakukan komunikasi, nama dan
ditanda tangani dalam form yang telah ditentukan
Dalam Rumah Sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan
perkembangan pasien, catatan medis, laporan perawat dan catatan
lainnya yang memiliki fungsi sebagai berikut :
Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.
3. Menurut Keresmiannya
a. Komunikasi Formal.
Suatu proses komunikasi yang bersifat resmi dan biasanya dilakukan di
dalam lembaga formal melalui garis perintah atau sifatnya instruktif.
b. Komunikasi Informal.
Komunikasi antara orang yang ada dalam suatu organisasi , akan tetapi
tidak direncanakan atau tidak ditentukan dalam struktur organisasi
26
rapat dan sebagainya.
d. Komunikasi Publik/masyarakat
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di
depan umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat
berupa suatu informasi, ajakan, gagasan. Komunikasi ini memerlukan
ketrampilan komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan
secara efektif dan efisien.
e. Komunikasi Organisasi
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau
antar organisasi baik secara formal maupun informal. Komunikasi
organisasi pada umumnya membahas tentang struktur dan fungsi
organisasi serta hubungan antarmanusia.
f. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang
tersebar di suatu wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada
pesan komunikan yang sama.
A. POPULASI
Rumah sakit menetapkan populasi yang dilayani berdasar atas demografi
yang diuraikan menurut usia, etnis, agama, tingkat pendidikan, serta bahasa
yang digunakan termasuk hambatan komunikasi. Berdasar atas analisis data
populasi yang dilayani, rumah sakit menetapkan strategi komunikasi dengan
masyarakat menggunakan panduankomunikasi efektif.
27
Yang dimaksud dengan jenis kelamin adalah keadaan seseorang yang
menunjukan gender wanita atau pria. Umur adalah usia pada saat pasien
masuk. Ras/etnis adalah golongan bangsa yang berdasarkan ciri-ciri fisik atau
rumpun. Agama adalah ajaran atau system yang mengatur tata keimanan
( kepercayaan ) dan kepribadian kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata
kaidah seperti Islam, Kristen atau Budha. Bahasa yang digunakan adalah
percakapan / kata-kata yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
berinteraksi dan untuk mengidentifikasikan diri.
a. RS Risa Sentra Medika melakukan identifikasi komunikasi dari populasi
internal dan eksternal yang menjadi pusat perhatian dalam pemberian
informasi melalui analisa data demografi kunjungan kunjungan Rawat
Jalan maupun Rawat Inap atau UGD.
b. Pengolahan data dan penentuan sasaran/target harus memberikan
gambaran dalam pemberian informasi yang tepat dan cepat.
c. Proses identifikasi terhadap komunitas dan populasi dilakukan oleh
bagian Humas dan PKRS RS Risa Sentra Medika.
28
Kota Mataram terletak antara terletak pada 08° 33’ - 08° 38’ Lintang Selatan
dan 116° 04’ - 116° 10’ Bujur Timur, dengan luas daratan 61,30 km yang terdiri
dari 6 Kecamatan dengan 50 kelurahan dan 297 lingkungan. Kota Mataram
memiliki batas wilayah administratif sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Gunung Sari, Kab. Lombok Barat
Sebelah Selatan : Kecamatan Labuapii, Kab. Lombok Barat
Sebelah Barat : Selat Lombok
Sebelah Timur : Kecamatan Narmada, Kab. Lombok Barat
Populasi pasien rumah sakit risa sentra medika sebagian besar adalah
penduduk kota Mataram dan dari data yang ada bahwa pengunjung ada pula
yang datang dari luar kota Mataram yaitu Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok
Timur, Sumbawa, Bima, Dompu.
B. INFORMASI PELAYANAN
Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan,
standar,norma, panduanatau acuan yang diharapkan dapat diketahui,
29
dipahami,diyakini, dan diimplementasikan oleh komunikan.Informasi yang
diberikan di RS Risa Sentra Medika mencakup:
1. Informasi yang diberikan tentang pelayanan, jam pelayanan, serta akses dan
proses mendapatkan pelayanan
2. Informasi yang diberikan bahwa RS Risa Sentra Medika. Memberikan asuhan
dan pelayan.
C. INFORMASI URGEN
Penyelenggaraan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit sangatlah
perlu mendapat perhatian yang serius. Sebagai konsekuensi dari fungsi rumah
sakit maka potensi munculnya bahaya kesehatan dan keselamatan kerja tidak
dapat dihindari, seperti bahaya pemajanan radiasi, bahan kimia toksik, bahaya
biologis, temperatur ekstrim, bising, debu, termasuk juga bahaya kebakaran.
Rumah Sakit adalah salah satu tempat yang tidak terlepas dari bahaya
diantaranya kebakaran, gempa, ancaman bom selain itu juga kejadian yang tidak
diharapkan seperti pengunjung atau petugas dalam kondisi gawat. untuk
mengurangi dan mencegah kerugian materil dan korban jiwa maka diperlukan
suatu komunikasi efektif untuk menyampaikan informasi yang akurat dan tepat
waktu di seluruh rumah sakit.
Penyampaian informasi yang akurat dan tepat waktu, khususnya keadaan yang
urgent seperti :
1) Code blue adalah kode yang di informasikan bila terjadi kasus kegawat
daruratan pra henti nafas dan pra henti jantung yang terjadi dilingkungan
rumah sakit, baik pasien yang sedang mendapatkan perawatan atau orang
yang berada dilingkungan rumah sakit sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan
31
2) Code red adalah kode yang di informasikan bila terjadi kebakaran yang
berada dilingkungan rumah sakit
3) Code black adalah kode yang di informasikan bila terjadi ancaman terhadap
rumah sakit
4) Perintah evakuasi yaitu upaya penyelamatan pada pasien di RS Risa Sentra
Medika dari ancaman bahaya kebakaran, gempa atau lainnya
32
33
BAB III
TATALAKSANA
Dalam memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit maka rumah sakit juga
harus mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan komunikasi efektif pada
pasien dan keluarga. Komunikasi efektif harus tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,
dan dipahami oleh penerima.
Komunikasi efektif di RS Risa Sentra Medika dilakukan oleh :
1. Pemberi pelayanan dengan pasien/customer (Admisi, Security, Customer Service
& Call Center, Manager Pelayanan Pasien)
2. Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
3. Staf baik di dalam unit maupun lintas unit
4. Staf rumah sakit dengan staf instansi lain / rekanan / komunitas
A. PENERIMAAN (ADMISSION)
Proses penerimaan merupakan titik awal kontak pasien dengan rumah sakit.
Informasi penting pasien dikumpulkan selama penerimaan dan digunakan untuk tujuan
identifikasi, penagihan dan perencanaan perawatan. Selain itu, pasien menerima
sejumlah informasi dari rumah sakit termasuk dokumen hak pasien dan kebijakan rumah
sakit yang bersangkutan.
Informasi mengenai kebutuhan, latar belakang budaya, spritual, mobilitas dan
kebutuhan pasien lainnya adalah penting bagi staf rumah sakit untuk membantu dalam
proses penerimaan untuk merencanakan layanan dan akomodasi yang sesuai. Setiap
data yang dikumpulkan selama penerimaan harus mudah diakses disemua titik
perawatan dan di unit-unit terkait lainnya di rumah sakit.
Daftar-daftar penting untuk meningkatkan komunikasi efektif selama proses
penerimaan (admission) adalah sebagai berikut :
1. Menginformasikan pasien hak-hak mereka.
2. Mengenali bahasa pilihan pasien untuk mendiskusikan perawatan kesehatan.
3. Mengenali apakah pasien memiliki kebutuhan sensorik atau komunikasi.
4. Tentukan apakah pasien perlu bantuan mengisi formulir pendaftaran.
5. Kumpulkan data ras dan etnis pasien dalam catatan medis.
6. Mengenali jika pasien menggunakan perangkat bantu.
7. Menanyakan pasien jika ada kebutuhan tambahan yang dapat mempengaruhinya
atau perawatannya.
8. Komunikasikan informasi tentang kebutuhan pasien khusus untuk tim asuhan.
34
3. Identifikasi apakah pasien memiliki kebutuhan sensorik atau komunikasi
Pasien dengan pra pendengaran, visual atau gangguan bicara mungkin tiba di
rumah sakit dengan alat bantu komunikasi mereka sendiri atau perangkat. Untuk pasien
yang mengalami gangguan sensorik atau komunikasi karena kondisi kesehatan mereka
saat ini, mungkin perlu untuk rumah sakit memberikan bantuan dan layanan tambahan
atau tambahan dan sumber alternatif komunikasi (AAC) untuk mefasilitasi komunikasi.
Tanya pasien, “Apakah anda memiliki alat bantu dengar, kacamata, atau
perangkat lain yang rutin anda gunakan utnuk berkomunikasi?”. Jika pasien
memiliki bantuan pribadi atau perangkat, staf harus memastikan bahwa pasien
dapat mengaksesnya setiap saat selama tinggal di rumah sakit.
Perhatikan kebutuhan sensorik atau komunikasi dan menyebutkan bantuan
pribadi atau perangkat dan mengkomunikasikan kebutuhan ini pada staf.
5. Mengumpulkan data demografi pasien dalam rekam medis (ras, etnis, agama,
latar belakang pendidikan)
Rumah sakit harus mengumpulkan data demografi pasien untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien. Data penting ini memberikan infomasi pada rumah sakit tentang
kebutuhan potensi budaya dan pendidikan masing-masing pasien.
35
Meskipun banyak hal yang diidentifikasi mengenai kebutuhan pasien, mungkin ada
masalah tambahan (seperti nilai, keyakinan atau kebutuhan lainnya) yang membutuhkan
koordinasi dari staf rumah sakit.
Mengajukan pertanyaan umum seperti “Apakah ada hal lain yang rumah sakit
harus ketahui yang berkaitan perawatan anda?”
Mengidentifikasi apakah pasien memiliki budaya atau agama berdasarkan pada
isu-isu kesopanan mengenai perawatan yang yang diberikan oleh staf dari
lawan jenis.
Menentukan apakah ada pakaian tertentu atau item agama penting yang perlu
dipakai.
Mencatat setiap kebutuhan tambahan dalam rekam medis dan berkomunikasi
kebutuhan ini dengan staf.
B. ASESMEN
Setelah seorang pasien dirawat di rumah sakit, staf klinis melakukan penilaian
klinis untuk menentukan pengobatan, perawatan, dan layanan yang akan memenuhi
kebutuhan pasien. Staf harus fokus pada pengumpulan setiap informasi klinis,
lingkungan, demografi, atau sosial yang berhubungan dengan diagnosa dan perawatan
pasien. Meskipun beberapa kebutuhan dasar pasien telah diidentifikasi selama
penerimaan, proses asesmen memberikan kesempatan kepada pasien untuk
memberitahu hal-hal yang lebih sensitif. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
perawatan dan penting untuk dipertimbangkan. Beberapa diantaranya mobilitas,
orientasi seksual dan gaya hidup.
Staf harus memastikan kebutuhan komunikasi pasien sebelum melakukan
penilaian yang komprehensif atau melibatkan pasien dalam diskusi perawatan.
Daftar-daftar yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan komunikasi efektif
selama proses asesmen adalah sebagai berikut :
36
1. Mengidentifikasi dan mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama asesmen.
2. Memulai proses asesmen dengan pengenalan.
3. Mendukung kemampuan pasien untuk memahami informasi kesehatan yang
diberikan.
4. Mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan mobilitas pasien selama asesmen.
5. Mengidentifikasi budaya, agama, nilai atau keyakinan pasien yang mempengaruhi
perawatan.
6. Mengidentifikasi kebutuhan makanan pasien atau pembatasan yang
mempengaruhi perawatan.
7. Meminta pasien untuk memperkenalkan pendamping selama perawatan.
8. Berkomunikasi mengenai kebutuhan khusus pasien pada tim asuhan.
37
3. Mendukung kemampuan pasien untuk memahami informasi kesehatan.
Pasien dengan pemahaman kesehatan yang rendah mungkin memiliki kesulitan
besar memahami informasi kesehatan, partisipasi dalam mengambil keputusan untuk
pengobatan dan rencana-rencana perawatan.
Mengajukan pertanyaan seperti, “Apakah anda memerlukan bantuan untuk
memahami informasi kesehatan?”.
Berbicara dalam bahasa sederhana dan sertakan contoh bila memungkinkan.
Gunakan model visual, diagram, atau gambar untuk menggambarkan prosedur
atau kondisi.
Membantu pasien mengumpulkan informasi dasar kesehatan dengan
menggunakan berbagai metode, strategi untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan tentang perawatan pasien.
Menggunakan metode “teach back” untuk menilai pemahaman dengan meminta
pasien untuk menjelaskan pada staf dalam kata-katanya sendiri atau dengan
meminta pasien untuk menunjukkan ketrampilan yang diajarkan.
Menahan diri bertanya pada pasien. “Anda mengerti?”. Terlepas dari
kemampuan mereka untuk memahami informasi, banyak orang yang tidak
mengerti mungkin masih menjawab “Ya”.
Mendorong pasien untuk menulis catatan pada materi pasien selama diskusi.
38
Tanya pasien apakah ada budaya, agama, atau keyakinan spiritual atau kegiatan
tertentu yang dapat mempengaruhi perawatannya.
Menyediakan ruang atau area untuk mengakomodasi kebutuhan pasien untuk
berdoa.
Mencatat setiap kebutuhan budaya, agama atau kebutuhan spiritual yang
mempengaruhi perawatan dalam catatan medis dan mengkomunikasi preferensi
ini pada staf.
39
Perhatikan informasi tentang pendamping pasien dalam catatan medis dan
komunikasikan pada staf.
Informasikan staf akan kebutuhan pasien pada titik pemindahan tertentu, termasuk
pemindahan untuk prosedur, tes, atau pemindahan ke unit atau pelayanan yang
berbeda.
C. PERAWATAN
Staf mengidentifikasikan banyak kebutuhan khusus pasien selama penerimaan
dan asesmen, dan penting bagi rumah sakit untuk mengatasi kebutuhan tersebut.
Kebutuhan pasien tersebut dapat berubah selama perawatan. Rumah sakit harus siap
untuk beradaptasi dengan proses dan prosedur yang ada untuk memenuhi kebutuhan
pasien selama masa perawatan yang bervariasi.
Sebelum melibatkan pasien dalam diskusi rencana perawatan, rumah sakit harus
memenuhi kebutuhan komunikasi pasien. Pasien harus dapat memahami informasi
kesehatannya dan berpartisipasi penuh dalam diskusi sehingga rumah sakit dapat
memperoleh informasi yang tepat dan memberikan pendidikan kepada pasien.
Daftar untuk meningkatkan komunikasi efektif, kompetensi budaya dan perawatan
terpusat pasien dan keluarga selama perawatan adalah sebagai berikut :
1. Mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama perawatan.
2. Memantau perubahan status komunikasi pasien.
3. Melibatkan pasien dan keluarga dalam proses pengobatan.
4. Sesuaikan proses persetujuan informasi dan pendidikan pasien.
5. Memberikan pendidikan pasien yang memenuhi kebutuhan pasien.
6. Mengatasi kebutuhan mobilitas pasien selama perawatan.
7. Mengakomodasi kegiatan budaya, agama, atau keyakinan spiritual pasien.
40
8. Memantau perubahan kebutuhan makanan atau pembatasan yang dapat
mempengaruhi perawatan pasien.
9. Meminta pasien untuk memperkenalkan pendamping selama perawatan.
10. Komunikasikan informasi tentang kebutuhan pasien khusus pada tim asuhan.
41
4. Sesuaikan proses persetujuan informasi dan pendidikan pasien.
Proses persetujuan dan edukasi diinformasikan kepada pasien agar pasien dapat
mengerti mengenai pengobatan, perawatan, dan pelayanan yang akan pasien
terima.
Pemenuhan kebutuhan pasien selama diskusi dituangkan kedalam bahan tertulis
dan formulir yang sesuai. Hal ini akan mendukung kemampuan pasien untuk memahami
dan bertindak atas informasi kesehatan yang mereka terima.
Berbicara dalam bahasa sederhana dan hindari menggunakan bahasa medis.
Gunakan model visual, diagram, atau gambar untuk menggambarkan prosedur
atau kondisi.
Membantu pasien mengumpulkan informasi dasar kesehatan dengan
menggunakan berbagai metode, strategi untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan tentang perawatan pasien.
Menggunakan metode “teach back” untuk menilai pemahaman dengan meminta
pasien untuk menjelaskan pada staf dalam kata-katanya sendiri atau dengan
meminta pasien untuk menunjukkan ketrampilan yang diajarkan.
Menahan diri bertanya pada pasien. “Anda mengerti?”. Terlepas dari
kemampuan mereka untuk memahami informasi, banyak orang yang tidak
mengerti mungkin masih menjawab “Ya”.
Mendorong pasien untuk menulis catatan pada materi pasien selama diskusi.
42
Menghormati kebutuhan pasien seperti dengan membuka hanya bagian tubuh
yang diperlukan untuk pemeriksaan dan pengobatan, dan lainnya. Banyak
budaya dan agama memiliki batasan dalam menyentuh, jarak, yang mungkin
akan berpengaruh terhadap tim perawatan lawan jenis, yang lebih muda atau
lebih tua dari pasien.
Menyediakan ruang atau area untuk mengakomodasi kebutuhan pasien untuk
berdoa.
Bekerjasama dengan pasien dan keluarga untuk mengembangkan solusi untuk
pasien yang disetujui kedua belah pihak mengenai permintaan kegiatan, budaya,
agama, atau keyakinan spiritual pasien.
Keluarga dari wanita yang sangat tuli melaporkan bahwa staf pelayanan lingkungan
tidak datang ke kamar pasien. Secara khusus, kamar mandi tidak dibersihkan dan
tempat sampah tidak pernah dikosongkan. Penyedia layanan lingkungan melaporkan
bahwa tidak ada seorangpun merespon setiap ia mengetuk pintu. Tidak ingin
mengganggu atau membangunkan pasien, ia melanjutkan ke kamar pasien berikutnya.
43
status pasien ke semua staf.
Komunikasi antar pemberi layanan dengan dilakukan dengan teknik SBAR. SBAR
merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap
pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dengan dokter.
Dengan komunikasi SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien
lebih informatif dan terstruktur.
SBAR adalah metode teknis yang terstruktur / pola berpikir untuk mengkomunikasikan
informasi penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap
eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga dapat digunakan secara
efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di daerah klinis yang sama
atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam
situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi
antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya. SBAR adalah metode terstruktur untuk
mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan
berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga
dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di
44
daerah klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk
memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR
memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya.
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan
perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background,
Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin
menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang
dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan.
BACKGROUND, informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini.
2. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham akan kondisi
pasien.
Assessment (A) :
Kesadaran composmentis, TD 140/70 mmHg, Nadi 98x/menit, suhu 36,8 0C, RR 20
x/menit, oedema pada ekstremitas bawah, tidak sesak napas, urine sedikit, eliminasi faeses
baik.
Hasil laboratorium terbaru : Hb 9,7 mg/dl, albumin 3,1, ureum 237 mg/dl
Pasien masil mengeluh mual.
Recommendation/ Request (R) :
Awasi balance cairan
Batasi asupan cairan
Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
Pertahankan pemberian pemberian diuretik injeksi furosemid 3 x 1 ampul
Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
Jaga kondisi pasien dan sekitarnya tetap hygiene setiap melakukan prosedur
Contoh komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter lewat telepon :
Situation (S) :
Selamat pagi dr. Budi, saya Dewi perawat IRNA 2
Melaporkan pasien nama Tn A mengalami penurunan pengeluaran urine 30 cc/24 jam,
mengalami sesak napas.
Background (B) :
Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 4 Desember 2014, program HD hari
Senin-Kamis
46
Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang dower kateter,
pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
Obat injeksi diuretic 3 x 1 ampul
TD 140/70 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 98 x/menit, oedema ekstremitas bawah dan asites
Hasil laboratorium terbaru : Hb 9,7 mg/dl, albumin 3,1 ureum 237 mg/dl
Kesadaran composmentis, bunyi nafas rongki.
Assessment (A) :
Masalah pada pasien ini berupa gangguan pola nafas dan gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit lebih.
Pasien tampak tidak stabil
Recommendation (R) :
Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM ?
Adakah instruksi dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump?
Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?
47
Mempersilahkan pasien duduk,
Tawarkan bantuan kepada pasien (“Ada yang bisa dibantu Bpk/Ibu (nama)?” )
Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang disampaikan.
Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ Ada lagi yang bisa kami bantu
Bpk/Ibu?”).
Mengucapkan salam penutup (“Terima kasih atas waktunya Bpk/Ibu. Apabila ada
lagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani dengan penuh cinta kasih.”
Komunikasi efektif dokter dengan pemberi asuhan lain adalah dengan metode
SOAP. Pengertian SOAP adalah cara mencatat informasi tentang pasien yang
berhubungan dengan masalah pasien yang terdapat pada catatan terintegrasi. Dan
bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan
48
proses pemikiran penatalakasanaan manajemen asuhan pelayanan pasien. Dalam
metode SOAP ini memiliki 4 unsur yaitu :
S adalah data Subjektif,
O adalah data objektif,
A adalah analysis / assessment
P adalah planning ( standing order) yang harus dilakukan oleh praktisi/ klinisi lain yang
merawat pasien
50
51
BAB VI
DOKUMEN TERKAIT
Dokumen yang terkait dengan pelaksanaan komunikasi efektif adalah sebagai berikut:
1. Form CPPT
2. Form Edukasi terintegrasi
3. Form Rujukan
4. Form Transfer Antar Ruangan
5. Form Konsulan Antar SMF
6. Form Resume Medis Rawat Jalan Dan Rawat Inap
7. Materi Edukasi, Leaflet, Brosur, Jadwal