Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran atau


informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh
penyampai pikirian-pikiran atau informasi.

Proses komunikasi efektif adalah pesan diterima dan dimengerti


sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan
sebuah perbuatan oleh penerimaan pesan dan tidak ada hambatan untuk
hal itu.
Gambar 1.
INCLUDEPICTURE
"http://2.bp.blogspot.com/-NC_X-X6El_Q/UF61TibQ0vI/AAAAAAAABSo/CFED
RBS_LNw/s1600/komunikasi.png" \* MERGEFORMATINET

Gambar 2.
INCLUDEPICTURE "http://maroebeni.files.wordpress.com/2008/09/model-
komunikasi-pemasaran1.jpg" \* MERGEFORMATINET

- 31 -
1. Komponen...
1. Komponen komunikasi pokok adalah :

a. Pengirim (komunikator), yaitu orang yang mengkomunikasikan atau


menghubungkan suatu pesan kepada orang lain (dokter, perawat, petugas
admission, dan lainnya). Komunikator yang baik adalah komunikator
yang menguasai materi, pengetahuannya luas dan dalam tentang
informasi yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi
pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan
(komunikan).
b. Penerima (komunikan), yaitu orang yang menerima pesan (pasien,
keluarga pasien, perawat, dokter, petugas admission, dan lainnya).
c. Media, yaitu sarana komunikasi yang berperan sebagai jalan atau saluran
yang dilalui isi pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik
yang disampaikan penerima.
d. Berita dapat berupa lisan, tertulis atau keduanya sekaligus. Pada
kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu
saat komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin
terjadi berupa perubahan sikap. Media yang dapat digunakan melalui
telepon, lembar lipat, buklet, video, peraga.
e. Pesan, yaitu berupa gagasan, pendapat dan sebagainya yang sudah
dituangkan dalam suatu bentuk, dan melalui lembaga komunikasi
diteruskan kepada orang lain atau komunikan.
f. Feed back (umpan balik), yaitu respon dari penerima terhadap pesan yang
diterimanya.
Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam
hal-hal berikut:
1) Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka),
menjelaskan klarifikasi, parapharase, intonasi.
2) Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
3) Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di
balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata /
kalimatnya, gerak tubuh).
4) Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa
tubuh) agar tidak mengganggu komunikasi, misalnya karena
komunikan keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka,
dan sikap komunikator.
g. Disamping komponen-komponon pokok tersebut dapat ditambahkan
komponen lainnya seperti :

- 31 -
1) Sumber, asal suatu gagasan atau pendapat yang menjadi suatu pesan.
Sumber bisa berupa lembaga, kejadian, atau diri kita sendiri.
2) Media komunikasi, yang merupakan sarana atau alat-alat atau
saluran-saluran yang dipergunakan untuk menyalurkan pesan yang
akan dikomunikasikan.
3) Kegiatan...
3) Kegiatan encoding, artinya menuangkan gagasan atau pendapat dalam
suatu bentuk pesan yang dinyatakan oleh komunikator kepada
komunikan.
4) Kegiatan decoding, artinya kegiatan untuk memahami suatu pesan
yang diterima oleh komunikan dari komunikator.
5) Tujuan yang berupa komunikan, bisa merupakan hadirin, massa, atau
kelompok, atau pula perseorangan.

2. Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami
oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalahpahaman).

3. Komunikasi efektif via telepon adalah komunikasi melalui telepon yang


dilakukan tepat waktu, secara akurat , lengkap, jelas, dimengerti ,tidak
duplikasi dan tepat kepada penerima informasi untuk mengurangi
kesalahan dan untuk meningkatkan keselamatan pasien.

4. Pelaporan nilai kritis hasil laboratorium adalah cara melaporkan hasil


laboratorium yang nilainya memiliki resiko besar akan menimbulkan
masalah dan harus segera dilaporkan.

- 31 -
BAB II...

- 31 -
BAB II
RUANG LINGKUP

Komunikasi sangatlah penting dalam hubungannya dengan professional


kesehatan. Tanpa adanya komunikasi sesuatu bisa dipersepsikan dan
diinterpretasikan berbeda dengan yang seharusnya. Apalagi orang yang
berhadapan dengan kita (tenaga kesehatan) mempunyai pengetahuan dan
pemahaman serta prior knowledge yang tidak sama dengan tenaga kesehatan.

Komunikasi yang sering digunakan di rumah sakit adalah komunikasi


verbal. Komunikasi yang efektif kepada pasien harus disampaikan dengan
bahasa yang sesederhana mungkin, mudah dipahami, tidak menggunakan
istilah medis yang tidak dipahami oleh pasien dan disampaikan secara langsung.
Akan tetapi, bukan berarti komunikasi non verbal dikesampingkan karena
justru penggunaan komunikasi non verbal sangat berperan penting. Isyarat non
verbal menambah arti terhadap pesan verbal yang disampaikan oleh tenaga
kesehatan yang memberikan asuhan kepada pasiennya.

Komunikasi yang efektif di dalam rumah sakit adalah merupakan suatu


issue/persoalan kepemimpinan. Jadi, pimpinan rumah sakit memahami
dinamika komunikasi antar anggota kelompok profesional, dan antara kelompok
profesi, unit stuktural; antara kelompok profesional dan non profesional;
anatara kelompok profesional kesehatan dengan manajemen; antara profesional
kesehatan keluarga; serta dengan pihak luar rumah sakit, sebagai contoh.
Pimpinan rumah sakit bukan hanya menyusun parameter dari komunikasi
efektif, tetapi juga berperan sebagai panutan (role model) dengan
mengkomunikasikan secara efektif misi, strategi, rencana dan informasi lain
yang relevan. Pimpinan memberi perhatian terhadap akurasi dan ketepatan
waktu informasi dalam rumah sakit.

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang
dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara
elektronik, lisan atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami
kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui
telepon, bila diperbolehkan peraturan perundangan.

Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali


hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan
pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera/cito.

Profesional...
2. ...
- 31 -
Profesional kesehatan seharusnya mempunyai kemampuan yang cukup
untuk berkomunikasi dengan keluarga pasien. Hal tersebut dapat
meminimalkan terjadinya miskomunikasi akibat dari mispersepsi yang
berdampak terhadap pelayanan rumah sakit. Dampak tersebut tidak hanya dari
segi material tapi juga citra pelayanan rumah sakit semakin menurun.

Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), komunikasi efektif dokter


pasien adalah pengembangan hubungan dokter pasien secara efektif yang
berlangsung secara efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau
pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka membangun kerjasama
antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal dan non
verbal akan menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya,
peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari
alternatif untuk mengatasi permasalahnnya (KKI, 2006).

Tenaga kesehatan harus memperhatikan hak pasien termasuk hak


menerima informasi secara jelas sehingga pasien dan keluarganya akan merasa
puas terhadap pelayanan yang diberikan. Pasien yang puas merupakan aset
yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan
pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas
mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang
pengalaman buruknya.

Untuk menciptakan kepuasan pasien, suatu perusahaan atau rumah sakit


harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang
lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jasa pelayanan dengan sebaik-
baiknya, termasuk melakukan komunikasi terhadap pelanggan dalam hal ini
adalah pasien dengan mempertimbangkan latar belakang budaya
sehingga keluhan negatif terhadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan.

Komunikasi dapat bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan


promosi). Komunikasi yang bersifat informasi asuhan di dalam rumah sakit
adalah:
1. Jam pelayanan, berupa informasi tertulis di tempat-tempat tertentu, public
area, leaflet, lisan oleh frontliner.
2. Pelayanan yang tersedia.
3. Cara mendapatkan pelayanan, berupa komunikasi lisan oleh petugas front
office, IGD, semua titik-titik unit frontliner.
4. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui customer service, admission,
website.

Komunikasi...
3. ...
- 31 -
Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi) di dalam rumah sakit
adalah :
1. Edukasi tentang obat.
2. Edukasi tentang penyakit.
3. Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari.
4. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit.
5. Edukasi tentang gizi.

Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), keterampilan berkomunikasi


berlandaskan empat unsur yang merupakan intikomunikasi:
1. Sumber (yang menyampaikan informasi). Siapa dia? Seberapa luas/dalam
pengetahuannya tentang informasi yang disampaikannya?
2. Isi pesan (apa yang disampaikan). Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu
disesuaikan dengan tujuan komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
2. Isi…
3. Media yang digunakan. Apakah hanya berbicara? Apakah percakapan di-
lakukan secara tatap muka atau melalui telepon, menggunakan lembar lipat,
buklet, vcd, peraga.
4. Penerima (yang diberi informasi). Bagaimana karakternya? Apa kepentingan-
nya? (langsung, tidak langsung).
5. Keempat unsur ini masih perlu dilengkapi dengan umpan balik. Dokter seba-
gai sumber atau pengirim pesan harus mencari tahu hasil komunikasinya
(apa yang dimengerti pasien?).

Sejalan dengan keterampilan yang termuat dalam empat unsur ditambah


umpan balik tersebut, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut:
1. Cara berbicara, termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan
tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi,
parafrase, intonasi.
2. Mendengar, termasuk memotong kalimat.
3. Cara mengamati (observasi), agar dapat memahami yang tersirat di balik
yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak
tubuh).
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan pasien (bahasa tubuh) agar
tidak mengganggu komunikasi, misalnya karena pasien keliru mengartikan
gerak tubuh, raut muka dan sikap dokter.

Ruang lingkup komunikasi dalam pelayanan kesehatan di RSIA Kenari


Graha Medika meliputi:
1. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien
2. Komunikasi Efektif Perawat-Pasien
3. Komunikasi antar pemberi layanan (dokter, tenaga keperawatan, dan tenaga
kesehatan lainnya
4. Komunikasi Asuhan dan Edukasi
BAB III...

- 31 - 4. ...
BAB III
TATA LAKSANA

A. Pelaksanaan Komunikasi Efektif

1. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien

Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien
dapat berperan sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan
secara bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan dan penerima pesan
secara bergantian.

Pasien sebagai pengirim pasien, menyampaikan apa yang dirasakan


atau menjawab pertanyaan tenaga medis sesuai pengetahuannya.
Sementara tenaga medis sebagai pengirim pesan, berperan pada saat
menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek
samping obat yang mungkin terjadi serta dampak dan dilakukan dan tidak
dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, tenaga medis
bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang
disampaikan.

Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan


memperhatikan setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang
dimaksud oleh pasien, dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau
pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan pengetahuan
yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu secara proaktif memastikan
apakah pasien benar-benar memahami pesan yang telah disampaikannya.
Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”. Dokter yang mempunyai
pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien. “Kalau dia
panas, berikan obatnya” Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja
berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter.

Dokter perlu mencari cara untuk memastikan si ibu mempunyai


pemahaman yang sama, misalnya dengan menggunakan ukuran yang tepat
yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara menggunakan termometer
untuk mengetahui keadaan anaknya.

Si Ibu diminta memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada


anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka tertentu yang dimaksud
dokter mengalami “panas”.

Dalam...
5. ...
- 31 -
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda,
rasa yang berbeda menjadi hal yang sangat vital karena 9ias membedakan
intensitas radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada
perbedaan diagnosis maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter
sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah
interpretasi.

Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti


sampai pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru
dapat dikatakan lengkap ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari
penerima yang meyakinkannya bahwa tujuan komunikasinya tercapai
(penerima pesan memahami sesuai yang diharapkan).

Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan


kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk
penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala. Ilness
Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa yang
dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan
pegalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi
kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya apa, apa yang
dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998).

Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan


sudut pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-
pasien (doctor-patient relationship), keduanya berada dalam level yang sejajar
dan saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
Di dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah
dikembangkan oleh Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat
sederhana dan aplikatif.

1 3
2 3

 Kotak 1: Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka


yang dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended
question by doctor)
 Kotak 2: Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctor takes the lead
through closed question by the order)
 Kotak 3: Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan
negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both)
Keberhasilan…
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya
akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi keduadunia...
belah pihak,

- 31 -
khusunya menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati.
Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter akan listening skills and
training skills yang dapat diraih melalui latihan.

Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic


Communication in Physician-Patient Encounter 2002, menyatakan betapa
pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun
dalam batasan definisi berikut:
a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan
pasien
b. Kemampuan afektifitas/sensitifitas terhadap perasaan pasien
c. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan
empati kepada pasien.

2. Komunikasi Efektif Pemberi Pelayanan-Pasien

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, komunikasi merupakan


salah satu faktor penting dimana terjadi proses pertukaran informasi secara
verbal dalam pertemuan tatap muka antara perawat dengan pasien.
Kemampuan dalam melakukan komunikasi interpersonal yang efektif akan
menentukan kualitas asuhan yang diberikan.

Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatan perawat selalu


menggunakan komunikasi verbal, oleh karena itu perawat harus memahami
hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal.

Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian,


perumusan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit
yang dilaksanakan oleh petugas admisi/registrasi dan perawat untuk
mengumpulkan data pasien yang diperlukan sebagai dasar pelaksanaan
proses keperawatan pada tahap selanjutnya. Data pasien diperoleh dari :
1) Wawancara
a) Wawancara Admisi
Wawancara ini dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit
dengan tujuan mendapatkan data umum dan data pasien.

Wawancara...

b) Wawancara riwayat hidup

- 31 -
Wawancara ini dilakukan perawat untuk mendapatkan informasi
tentang keluhan dan riwayat kesehatan pasien serta perjalanan
penyakitnya. Tujuan melakukan wawancara ini adalah untuk
mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi acuan
rencana tindakan keperawatan.
c) Wawancara terapetik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu
pasien mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan
peluang kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal
dan mengetahui masa lalunya.
Wawancara terapetik banyak digunakan oleh profesional kesehatan
seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan diagnostik
4) Informasi dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien

Kemampuan berkomunikasi juga sangat berpengaruh pada


kelengkapan data pasien, oleh karena itu peningkatan komunikasi
seorang perawat perlu mendapat perhatian. Dalam berkomunikasi
perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada waktu dan
tempat terjadinya komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan
perkembangan pasien.

Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam


menyampaikan, menerima dan memahami informasi yang diterimanya.
Beberapa hal yang menjadi kendala antara lain:
a) Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh
pasien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat
berpengaruh terhadap persepsi dan penafsiran pasien dalam
menerima informasi yang sesuai
b) Ketajaman panca indera
Ketajaman panca indera dalam mendengar, melihat, merasa dan
mencium bau merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien
akan dapat menerima pesan komunikasi dengan baik apabila panca
inderanya berfungsi dengan baik.

Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran ada tahapan


yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi
medik yang mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran,
memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah dan gerak

bibir perawat dan apakah pasien mampu menggunakan gerakbibir …


isyarat
sebagai bentuk komunikasi non verbal.

- 31 -
a) Kelemahan fungsi kognitif
Adanya gangguan/kelemahan pada fungsi kognitif dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan
memahami bahasa. Dalam mengkaji pasien ini perawat harus dapat
menilai respon baik secara verbal maupun non verbal yang
disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
b) Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung
dengan organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh
pada proses komnikasi.

b. Tahap Perumusan Diagnosis


Diagnosis dirumuskan atas dasar data yang diperoleh dari tahap
pengkajian. Perumusan diagnosis keperawatan merupakan hasil penilaian
perawat dengan melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan
lain yang berkenaan dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosis
keperawatan yang tepat memerlukan sikap komunikatif perawat dan
sikap kooperatif pasien.

c. Tahap Perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien
diperlukan interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk
menentukan alternatif rencana keperawatan yang akan diterapkan,
misalnya sebelum memberikan makanan kepada pasien, perawat harus
terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana
tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi antar
tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan dapat
dilaksanakan secara teratur dan efektif.

d. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan
komunikasi dalam berinteraksi dengan pasien. Pada saat menghadapi
pasien, perawat perlu:
1) Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta
suasana saling percaya saat berkomunikasi
2) Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan
perawat
3) Fokus pada pasien
4) Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam
mengikuti tindakan keperawatan yang dilakukan

5) Mendengarkan secara seksama dan penuh5) perhatian


Mendengarkan…
untuk
mendapatkan informasi dari pasien. Perawat … lebih
… banyak

- 31 -
mendengarkan daripada berbicara. Hal ini akan menimbulkan
kepercayaan pasien pada perawat
6) Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan
7) Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien
8) Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien
9) Bersikap tenang selama berada didepan pasien

Dalam berkomunikasi di rumah sakit petugas dan tenaga medis


harus melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi
lisan dengan catat, tulis, baca, konfirmasi (TULBAKON) yaitu:
1) Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana
komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa
kata yang digunakan, intonasi, kekuatan suara, jelas, singkat dan
padat.
2) Penerima pesan mencatat isi pesan (TULIS)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan
harus mencatat pesan yang diberikan secara jelas. Bubuhkan stempel
tulbakon di bawah tulisan instruksi lalu lengkapi stempel dengan
tanggal, jam, tandatangan dan nama terang pelapor, kemudian
verifikasi tandatangan DPJP pada saat visite atau selambat –
lambatnya dalam waktu 1 x 24 jam.

TULBAKON
PELAPOR TERLAPOR
Tgl : Tgl :
Jam : Jam :
Ttd. : Ttd. :

(........................) (.....................)

3) Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh petugas penerima


pesan (BACA).
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali
pesan tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan
pesan dapat diterima dengan baik.
4) Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada pemberi
pesan (KONFIRMASI).
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan kembali
oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan Pemberi…
tersebut
masih ada yang kurang atau salah.

- 31 -
Sistem TULBAKON dapat di ilustrasikan dengan skema sebagai berikut:

INCLUDEPICTURE
"http://2.bp.blogspot.com/-NC_X-X6El_Q/UF61TibQ0vI/AAAAAAAABSo/
CFEDRBS_LNw/s1600/komunikasi.png" \* MERGEFORMATINET

SIMBOL DALAM REKAM MEDIS


RUMAH SAKIT RSIA KENARI GRAHA MEDIKA

NO SIMBOL WARNA ARTI SIMBOL

1 Biru /hitam Laki – laki

2 Biru /hitam Perempuan

3 Merah Denyut nadi

4 Biru Suhu

5 Biru /hitam Meninggal

6 Merah Tranfusi

7 Kuning Resiko jatuh

8 Merah Alergi
9
Ungu DNR

10 Biru/hitam Turun

11 Biru /hitam Naik

12 Hitam Tes alergi antibiotik

13 Ungu Penanda lokasi operasi

14 Biru /hitam Sudah dikerjakan

- 31 -
15 Biru/hitam Pasien BPJS/JKN

16  Ungu
Penanda lokasi operasi
di Mata

3. Komunikasi antar pemberi pelayanan (dokter, tenaga keperawatan dan


tenaga kesehatan lainnya)

Dalam memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Permata


Jonggol antar pemberi layanan komunikasi yang terjadi menggunakan
tekhnik Situation, Background, Assessment, Recommendation (SBAR).

SBAR merupakan suatu tekhnik komunikasi yang dipergunakan dalam


melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan
kemampuan komunikasi antara perawat dan dokter. Dengan komunikasi
SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien
lebih informatif dan terstruktur.

SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang


memerlukan perhatian dan tindakan segera. Tekhnik SBAR terdiri dari
unsur Situation, Background, Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya
SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan,
yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang
dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan. Empat (4) Unsur
SBAR :

1. Situation
Menjelaskan kondisi terkini yang terjadi pada pasien 1. Situation …
2. Background
Berisi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien
saat ini
3. Assessment
Hasil pengkajian kondisi pasien terkini
4. Recommendation

Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini
Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M,
dkk, 2006)
Situation (S)  Sebutkan nama anda dan unit
 Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar
pasien
 Sebutkan masalah pasien tersebut (misalnya
sesak nafas, nyeri dada, dll)
Background (B)  Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai
kebutuhan

- 31 -
 Status kardiovaskuler (Nyeri dada, tekanan darah,
EKG, dsb)
 Status respirasi (Frekuensi pernafasan, SpO2,
analisa gas darah, dsb)
 Status gastrointestinal (Nyeri perut, perdarahan,
dsb)
 Neurologis (GCS, Pupil)
 Hasil laboratorium/pemeriksaan penunjang
lainnya
Assessment  Sebutkan problem pasien tersebut
 Problem kardiologi
 Problem gastro-intestinal
Recommendation Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan)
 Saya meminta dokter untuk :
 Memindahkan pasien ke ICU
 Segera datang melihat pasien
 Mewakilkan dokter lain untuk datang
 Konsultasi ke dokter lain
 Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan :
 Foto rontgen
 Pemeriksaan analisa gas darah
 Pemeriksaan EKG
 Pemberian oksigenasi
 Beta 2 agonis nebulizer

4. Komunikasi Asuhan dan Edukasi

Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu komunikasi yang


bertujuan untuk memberikan informasi asuhan dan komunikasi yang
bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien

a. Komunikasi Informasi Asuhan


Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini
biasanya dilakukan oleh petugas customer service, registrasi dan
admission yang meliputi:
1) Jam pelayanan
2) Pelayanan yang tersedia
3) Cara mendapatkan pelayanan
4) Sumber alternatif mengenai asuhan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit
Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission ketika
menerima pasien:
a) Berdiri ketika pasien dating a) Berdiri …

- 31 -
b) Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (“selamat
pagi/siang/sore/malam, saya … (nama)”)
c) Mempersilahkan pasien duduk
d) Menanyakan nama pasien (Maaf, dengan bapak/ibu?)
e) Tawarkan bantuan kepada pasien (“Ada yang bisa dibantu
bapak/Ibu….(nama)”)
f) Menciptakan suasana yang nyaman (Isyarat bahwa punya cukup
waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan,
menghindari tampak lelah)
g) Menilai suasana lawan bicara
h) Memperlihatkan sikap non verbal (raut wajah, mimik, gerak/bahasa
tubuh dari pasien)
i) Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan
makna menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan
j) Memberikan informasi yang diperlukan pasien
k) Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung tanyakan
apakah mau dibantu untuk dibuatkan perjanjian
l) Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan
interupsi yang tidak perlu
m) Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang
disampaikan
n) Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter
tetap menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang
o) Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ada lagi yang bisa
kami bantu bpk/ibu?”)
p) Mengucapkan salam penutup (“terima kasih atas waktunya bpk/ibu.
Apa bila ada lagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani penuh
cinta kasih”)
q) Berdiri ketika pasien pulang

b. Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga pasien


Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi
kepada pasien dan keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga
pasien bisa memahami pentingnya mengikuti proses pengobatan,
tindakan, gizi, rehabilitasi medik, manajemen nyeri dan manajemen
jatuh yang telah ditetapkan.

Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi


1) Tahap asesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga pasien berdasarkan formulir
asesmen kebutuhan pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
b) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang
b) Kemampuan…
digunakan

- 31 -
c) Hambatan emosional dan motivasi
d) Keterbatasan fisik dan kognitif
e) Ketersediaan pasien untuk menerima informasi

2) Tahap penyampaian informasi


Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung
pada hasil asesmen pasien, yaitu:
a) Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang,
maka proses komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan
kepada pasien sesuai dengan kebutuhan edukasinya.
b) Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara)
maka proses komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan
menggunakan media cetak seperti brosur yang diberikan kepada
pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu atau
saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
c) Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau
depresi) maka proses komunikasi edukasinya juga dapat
disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti brosur
dan menyarankan pasien untuk membacanya.

3) Tahap Verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga
mengenai kejelasan dan pemahaman edukasi yang diberikan:
a) Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik
dan senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan.
b) Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka veriikasi
dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada keluarganya
dengan pertanyaan yang sama, yaitu “Apakah Bpk/Ibu bisa
memahami materi edukasi yang kami berikan?”.
c) Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah,
depresi) maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara
menanyakan kepada pasien mengenai sejauh mana pasien telah
mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui brosur.
Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang langsung
ke kamar pasien setelah pasien tenang.

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien diharapkan


komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh
pasien. Apabila pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit
diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

B. PELAKSANAAN…
B. PELAKSANAAN KOMUNIKASI EFEKTIF

- 31 -
1. Komunikasi Efektif di Ruang Pendaftaran

Pendaftaran dapat dilakukan oleh pasien melalui 2 (dua) cara, yaitu :


a. Melalui telepon
Komunikasi yang dilakukan melalui telepon, dimana saat mendaftar
pasien diminta menyebutkan nama dokter yang dituju, nama pasien dan
nomor rekam medis oleh petugas operator. Petugas operator akan
mengkonfirmasi apa yang didengarnya untuk input pendaftaran.

Dalam melakukan konfirmasi, komunikan terkadang menghadapi


kesulitan menuliskan sesuatu informasi sehingga harus menjabarkan
hurufnya satu per satu dengan menggunakan alfabeth, sebagai berikut:
Kode Alfabet Internasional (Sumber : Wikipedia)
INCLUDEPICTURE
"http://1.bp.blogspot.com/-T36btKPWPzE/Tdreq6GZCxI/AAAAAAAA
AHY/OYWF75ylTRE/s1600/350px-
FAA_Phonetic_and_Morse_Chart2.svg.png" \* MERGEFORMATINET

b. Datang…
- 31 -
b. Datang langsung
Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali
harus dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat
meja untuk mendaftar. Setelah pendaftaran selesai, barulah mereka satu
demi satu diarahkan ke tempat yang sesuai dengan pelayanan yang
dibutuhkan. Kontak awal dengan rumah sakit ini, perlu disambut dengan
4S (senyum, sambut, sapa, salam) oleh petugas pendaftaran.

Sambutan tersebut berupa salam hangat yang dapat membuat


mereka merasa tentram berada di rumah sakit. Di tempat tersebut,
pasien akan ditanya keperluannya dan akan diarahkan sesuai dengan
keperluan yang dituju.

2. Komunikasi Efektif Rawat Jalan

Saat pasien berada di instalasi rawat jalan pasien harus melakukan


timbang, tensi, atau ukur tinggi badan di ruang nurse station (NS). Perawat
akan melakukan komunikasi dengan melakukan 4S (senyum, sambut, sapa,
salam) dan mengarahkan pasien sesuai dengan dokter/keperluan yang
dituju.

Rumah sakit menyediakan ruangan poliklinik untuk pasien rawat jalan


yang memerlukan konsultasi atau ingin mendapatkan informasi. Konsultasi
dilayani oleh dokter spesialis, dokter umum, bidan dan konselor.

Konsultasi dapat dilakukan secara individual dan berkelompok.


Konsultasi secara berkelompok contohnya kursus pra persalinan, kursus
perawatan bayi dan senam hamil. Ruang konsultasi dilengkapi dengan
media komunikasi seperti laptop, LCD dan gambar-gambar.

Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah


orang yang mengantarkannya ke rumah sakit. Mereka ini tidak dalam
keadaan sakit, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari
berbagai media komunikasi yang tersedia di poliklinik. Oleh karena itu di
setiap poliklinik, khususnya ruang tunggu, dipasang poster-poster,
disediakan selebaran (leaflet), dipasang televisi dan VCD/DVD player yang
dirancang untuk menayangkan informasi tentang kesehatan.

Konsultasi yang dilakukan secara individual dilakukan dengan sikap


profesional, menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), sikap profesional
ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya yang
merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara

- 31 -
menerus…
efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-
menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan
di akhir konsultasi.

3. Komunikasi Efektif Rawat Inap

Pada saat pasien sudah masuk rawat inap, umumnya pasien sangat
ingin mengetahui seluk-beluk penyakitnya. Sementara pasien dengan
penyakit kronis dapat menunjukkan reaksi yang berbeda-beda seperti
apatis, agresif atau menarik diri. Hal ini disebabkan penyakit kronis
umumnya memberikan pengaruh fisik dan kejiwaan serta dampak sosial
kepada penderitanya. Kepada pasien seperti ini, kesabaran dari petugas
rumah sakit sangat diharapkan, khususnya dalam pelaksanaan komunikasi
pemberdayaan. Beberapa cara komunikasi pemberdayaan dapat dilakukan
melalui konseling sebagai berikut:
a. Konseling di Tempat Tidur
Konseling di tempat tidur (bedside conseling) dilakukan terhadap
pasien rawat inap yang belum dapat atau masih sulit meninggalkan
tempat tidurnya dan harus terus berbaring. Dalam hal ini, perawat yang
menjadi konselor harus mendatangi setiap pasien, duduk di samping
tempat tidur pasien tersebut dan melakukan pelayanan konseling. Dalam
melakukan konseling di tempat tidur, konselor membawa alat peraga dan
bila memungkinkan dapat membawa VCD/DVD yang berisi informasi
tentang penyakit pasien tersebut.

b. Konseling Berkelompok
Terhadap pasien yang dapat meninggalkan tempat tidurnya, dapat
dilakukan konseling secara berkelompok. Untuk itu, di ruang perawatan
harus disediakan suatu tempat atau ruangan untuk berkumpul.
Konseling berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta
mengubah sikap dan perilaku pasien, juga sebagai sarana komunikasi
yang berfungsi sebagai sosialisasi kepada pasien-pasien.

Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau


media komunikasi seperti flipchart, poster, standing banner, laptop dan
LCD untuk menayangkan gambar atau film.

Lingkungan yang berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap


adalah para penjenguk (pembesuk). Agar para penjenguk tertib, dapat
disediakan ruang tunggu yang dilengkapi dengan poster dan leaflet
tentang pendidikan kesehatan secara gratis atau televisi yang
menayangkan berbagai pesan kesehatan dari VCD/DVD player, sehingga
diharapkan para penjenguk memperoleh informasi yang nantinya dapat
disampaikan kepada pasien yang akan dibesuknya.

- 31 -
C. Komunikasi…
C. Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Terkait Kondisi Kesehatan
Pasien

Prosesnya :
1. Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas
menilai dulu kebutuhan edukasi pasien dan keluarga berdasarkan: (data
ini didapatkan dari RM)
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digu-
nakan.
c. Hambatan emosional dan motivasi (emosional: depresi, senang dan
marah).
d. Keterbatasan fisik dan kognitif.
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.

2. Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif.


Setelah melalui tahap asesmen pasien, ditemukan:
a. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka
proses komunikasinya mudah disampaikan.
b. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan fisik (tuna
rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah mem-
berikan leaflet kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak,
ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada
mereka.
c. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional
pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif
adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien mem-
baca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien
22ati menghubungi medical information.

3. Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan


memahami edukasi yang diberikan:
a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yanga. dilakukan
Apabila…
adalah menanyakan kembali eduksi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah “Dari materi edukasi yang telah disampaikan,
kira-kira apa yang bapak/ibu 22ati pelajari?”.
b. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah den-
gan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi
edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bapak/ibu 22ati
pelajari?”.

c. Apabila…
- 31 -
c. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya
adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti
tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses per-
tanyaan ini 23ati via telepon atau 23ating langsung ke kamar pasien
setelah pasien tenang.

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan


komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh
pasien. Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit,
diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien. Setiap petugas
dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi
formulir edukasi dan inforamsi, dan ditandatangani kedua belah pihak
antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai
bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan
informasi yang benar.

D. Tata Laksana Pelaporan Hasil Pemeriksaan Nilai Kritis

1. Petugas laboratorium/radiologi mengecek kembali hasil pemeriksaan


pasien dengan daftar nilai kritis yang sudah disepakati dan disetujui oleh
dokter penanggung jawab masing-masing unit bersama sesuai bagian.
2. Petugas laboratorium/radiologi segera menyampaikan nilai kritis kepada
dokter penanggung jawab laboratorium/radiologi dalam waktu 1 jam
3. Petugas laboratorium/radiologi menyampaikan nilai kritis ke perawat/
bidan ruangan yang bertugas.
4. Perawat/bidan yang bertugas segera menyampaikan nilai kritis kepada
DPJP sesuai SPO komunikasi via dalam waktu 10 menit
5. Bila DPJP juga tidak dapat dihubungi maka penanganan nilai kritis ditan-
gani oleh DPJP IGD.
6. DPJP yang dilaporkan tentang nilai kritis yang perlu diwaspadai tersebut,
bertanggung jawab terhadap interpretasi hasil dan pengambilan tindakan
terhadap pasien.

DAFTAR…

- 31 -
DAFTAR NILAI KRITIS
RSIA KENARI GRAHA MEDIKA

1. NILAI KRITIS PEMERIKSAAN LABORATORIUM KIMIA


NILAI KRITIS PEMERIKSAAN KIMIA NEWBORN
No. Pemeriksaan Satuan Batas Batas Sampel
Bawah Atas
1. Bilirubin mg/dl - 15 Serum/Plasma
2. Glukosa mg/dl 30 325 Serum/Plasma
3. Potassium mmol/dl 2.8 7.8 Serum/Plasma

2. NILAI KRITIS PEMERIKSAAN KIMIA ANAK


No Pemeriksaan Satuan Batas Batas Sampel
Bawah Atas
Glukosa mg/dl 46 445 Serum/
1.
Plasma
Laktat mmol/ - 4.1 Plasma
2.
dl
3. Bilirubintotal mg/dl - 20

3. NILAI KRITIS PEMERIKSAAN KIMIA DEWASA


Batas Batas
No. Pemeriksaan Satuan Sampel
Bawah Atas
1. Laktat mmol/dl - 3.4 Plasma
2. Potassium/Kalium mmol/dl 2.8 6.2 Serum/Plasma

4. NILAI KRITIS PEMERIKSAAN HEMATOLOGI


Batas
No Pemeriksaan Satuan Batas Atas
Bawah
1. Hemoglobin Dewasa g/dl 5 20
Hemoglobin Bayi
2. g/dl 5 25
Baru Lahir
3. Hematokrit % 20 60
4. WBC /µL 1.000 50.000
5. Platelet /µL 20.000 800.000
6. INR - 5

- 31 -
DAFTAR…
DAFTAR NILAI KRITIS RADIOLOGI

NO. ANATOMI KATEGORI RED (1-2 JAM) KATEGORI ORANGE (24 JAM)

ACUT STROKE
1 KEPALA  
DEPRESSED SKULL FRAKTUR
TRAUMA SPINE FRACTURE
2 SPINE HNP
SPINE CORD COMPRESION
TRAUMA ABDOMEN
3 ABDOMEN MASSA SOLID
ILLEUS OBSTRUCTION
EXTREMITA
4 FRACTUR EXTREMITAS
S
BONE AGE
CA. MAMMAE STADIUM
5 BREAST
LANJUT
TRAUMA THORAX KP. TB PARU
6 THORAX PLEURA EFFUSI MASSA
  NODULE

E. Penata Laksanaan Code Red

1. Pegawai atau orang yang pertama kali mengetahui/melihat kebakaran


segera mengambil APAR terdekat dan berusaha memadamkan api dan
memberitahukan kepada pegawai lainnya untuk menginformasikan
keadaan kepada Tim Komunikasi Tanggap Darurat (petugas front office)
extention 102 untuk menginformasikan code red di ruangan atau lokasi
kejadian.
2. Petugas front office segera menginformasikan keadaan kepada Ketua
Komite K3RS atau Tim Tanggap Darurat Area tersebut dan/atau pihak
keamanan area tersebut.
3. Tim tanggap darurat area kebakaran terdiri dari :
a. Penanggung jawab memadamkan api : helm merah
b. Penanggung jawab evakuasi : helm biru
c. Penanggung jawab dokumen : helm putih
d. Penanggung jawab aset : helm kuning
4. Penanggung jawab helm merah segera memberikan bantuan pemadaman
api.

- 31 -
5.Bagian...
5. Bagian Tim Komunikasi Tanggap Darurat menginformasikan ke bagian
pemeliharaan atau IPSRS untuk memadamkan aliran listrik yang tidak
dibutuhkan.
6. Kondisi keadaan darurat terkendali, jika api padam langsung laporkan
kondisi Bagian Tim Komunikasi Tanggap Darurat selanjutnya ke Ketua
K3RS
7. Kondisi keadaan darurat tidak terkendali, jika api tidak padam, koordi-
nasikan dengan Bagian Tim Komunikasi Tanggap Darurat untuk
menghubungi pihak terkait (Dinas Pemadam Kebakaran setempat)
8. Kondisi memburuk perintah untuk evakuasi semua penghuni lantai RSIA
Kenari Graha Medika.
9. Tim Evakuasi mengarahkan seluruh penghuni lantai menuju area titik
kumpul lalu mendata pasien, pengunjung dan karyawan area masing-
masing dan melaporkan ke ketua K3RS
10.Tim Aset dan dokumen mengamakan aset dan dokumen penting rumah
sakit.

F. Penata Laksanaan Code Blue

1. Memastikan pasien memang membutuhkan pertolongan segera demi


menyelamatkan hidupnya
2. Petugas yang menemukan segera menghubungi operator untuk
mengumumkan status Code Blue dengan menyebutkan lokasi kejadian
3. Aktifkan code blue dengan meneriakan kata ”code blue di area....(sebutkan
tempat kejadian) atau menghubungi nomer extensi 102/101 (Front Office)
4. Setelah terdengar suara operator, Sebutkan “ code blue “, sebutkan nama
dan jabatan Anda, laporkan nama pasien, lokasi pasien, kondisi pasien, lalu
operator mengulang informasi yang dilaporkan
5. Ucapkan benar jika informasi yang diulang sudah tepat atau ulangi laporan
yang Anda sampaikan bila informasi tidak tepat
6. Petugas front office memanggil Tim Code Blue melalui extensi (IGD) bila terjadi
di area lantai 1 dan 2, dan ekstensi (ICU) bila terjadi di area lantai 3 dan 4
”mohon perhatian seluruh Tim, ada code blue di ....... (sebutkan area
kejadian)” diulang 3 kali.

- 31 -
7.Pembagian...
7. Pembagian area zona code blue
 Area I : lokasi tim di UGD
Area yang di cover adalah lantai 1& 2
 Area II: lokasi tim di ICU
Area yang di cover adalah lantai 3& 4
8. Team akan dipimpin oleh dokter jaga lantai dibantu oleh perawat lantai
9. Team medis lain berasal dari UGD dan Emergency datang dengan membawa
tas emergency
10.Lakukan RJP pada pasien sesuai ACLS
11.Membebaskan jalan napas :
a. Buka mulut pasien dengan tehnik cros finger, lihat adanya benda-
benda asing, bersihkan.
b. Posisi kepala extensi dengan tehnik head chin lift.
12.Melakukan observasi pernafasan dengan cara melihat, mendengar dan
merasakan (5-10 detik), bila tidak ada tanda-tanda napas spontan lakukan
ventilasi buatan 2x dengan ambu bag.
13.Melakukan cek nadi karotis dengan waktu 3-5 detik, bila tidak teraba denyut
nadi: lakukan kompresi jantung luar dengan cara 30 kompresi dan 2x venti-
lasi dengan kecepatan kompresi 100x per menit (dengan 1 atau 2 penolong).
14.Melakukan cek nadi karotis ulang setelah 5 siklus kompresi jantung dan
paru
a. Jika nadi tidak teraba lanjutkan kompresi jantung dan paru
b. Jika nadi teraba lanjutkan dengan pemberian ventilasi
15.Memasang monitor EKG dan lihat nilai irama jantung, jika :
a. VF / VT tanpa nadi, lakukan defibrilasi dengan hitungan joule : 6
joule/kg BB.
b. Asistole / PEA lanjutkan dengan kompresi.
16.Melakukan evaluasi tindakan di atas, jika belum berhasil, lakukan intubasi
dan pemasangan infus jika belum terpasang.
17.Jika pasien sudah terintubasi maka kompresi jantung dan ventilasi berjalan
masing-masing dengan kecepatan kompresi 100x/menit, kecepatan bagging
1x/6detik atau 10x/menit.

- 31 -
18.Memberi terapi sesuai dosis/instruksi dokter :
a. Adrenalin 0,1cc/kg BB dengan konsentrasi 1/10.000
Melakukan CPR/resusitasi maximal 30 menit, jika tidak berhasil atau
setelah ada tanda kematian, hentikan CPR, jika berhasil observasi tanda
vital, kesadaran, pupil dan warna kulit. Jika memungkinkan pasien
dipindahkan ke PICU.

G. Penata Laksanaan Code Pink

1. Lakukan pemeriksaan secara berkala di ruang rawat gabung untuk


memonitor bayi dengan ibunya
2. Awasi dengan ketat pintu keluar diruang rawat gabung kepada semua
orang yang akan meninggalkan rumah sakit dengan membawa bayi
3. Apabila ibu tidak dapat menjaga bayi misalnya pada saat mandi
atau keperluan lainnya maka dipastikan bayi dijaga oleh keluarga
yang dikenal atau dititipkan kepada perawat/bidan jaga.
4. Monitor seluruh ruangan dengan menggunakan CCTV terutama kamar
rawat gabung.
5. Orang asing / yang tidak berkepentingan dilarang berada pada area
tersebut
6. Pastikan bahwa keluarga atau orang tua bayi/ anak membawa surat
keluar rumah sakit sesuai identitas pada saat pasien pulan.
7. Jika ada laporan terjadi penculikan bayi segera lakukan pemeriksaan
terhadap seluruh area rumah sakit
8. Jika sasaran / penculik terlihat, jangan dihentikan sendiri
9. Segera hubungi security dan laporkan lokasi temuan orang yang
dicurigai.

H.Penatalaksanaan...

- 31 -
H. Penata Laksanaan Code Black

1. Bila karyawan mendapat ancaman dari seseorang yang


mengancam untuk meledakkan bom (Code Black), maka karyawan
tersebut menginformasikankan kepada security.
2. Security melaporkan ke ketua Komite K3 RS untuk kemudian di
laporkan ke Direktur
3. Security mengumumkan code black keseluruh area RS melalui
media komunikasi yang dapat di dengar keseluruh RS.
4. Seluruh karyawan yang bertugas merespon code black dengan
melakukan evakuasi
5. Security mengamankan area code black
6. Security wajib menunggu tim dari Pihak yang berwenang
(kepolisian) dan memastikan keamanan diri dan pengunjung untuk
tidak menyentuh atau mendekati area tersebut sampai tim
Kepolisian datang.
7. Petugas security menyerahkan penindakan selanjutnya kepada tim
Kepolisian.

- 31 -
BAB IV…

BAB IV
DOKUMENTASI

Komunikasi via telepon atau lisan didokumentasikan pada formulir


catatan terintegrasi rawat inap, edukasi yang sudah dilakukan di
dokumentasikan pada formulir identifikasi kebutuhan pendidikan dan
pemberian kesehatan terintegrasi. Hasil kegiatan yang terkait dengan
komunikasi efektif dilaporkan secara berkesinambungan dengan kegiatan
pendidikan pasien dan keluarga serta assesment pasien.
1. Daftar kode alfabet internasional
2. Daftar nilai kritis laboratorium
3. Daftar nilai kritis radiologi
4. Daftar simbol dalam rekam medis
5. Formulir catatan terintegrasi
6. Stempel tulbakon
7. Buku singkatan rumah sakit

- 31 -
BAB V...

- 31 -
BAB V
PENUTUP

Penjelasan dalam buku ini terbatas pada pengertian umum tentang ko-
munikasi efektif. Tentunya masih diperlukan cara lain agar dokter dan staf di
rumah sakit benar-benar dapat melakukan komunikasi efektif dalam men-
jalankan profesinya. Keterampilan berkomunikasi hanya bisa diperoleh dari
praktik. Makin banyak pengalaman seseorang melakukan komunikasi efektif
ketika berhadapan dengan pasien maupun pengunjung, maka keterampilannya
akan semakin terasah. Tentunya akan sangat membantu kalau seseorang juga
menambah pengetahuan dan wawasannya. Mengikuti pelatihan khusus, selain
sebagai penyegaran tapi juga bisa menambah kemampuan, adalah cara lain
yang dianjurkan agar mampu melakukan komunikasi efektif dengan pasien
maupun pengunjung di rumah sakit.

Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), memahami perspektif sese-


orang adalah sikap yang dianjurkan dalam komunikasi. Sikap tersebut akan
mengantar pada pengembangan perilaku seseorang yang menunjukkan adanya
penghargaan terhadap kepercayaan pasien yang berkaitan dengan penyakitnya
(tidak menyemooh atau melecehkan), melakukan penggalian (eksplorasi) ter-
hadap keadaan pasien, memahami kekhawatiran dan harapannya, berusaha
memahami ungkapan emosi pasien, mampu merespon secara verbal dan non-
verbal dalam cara yang mudah dipahami pasien. Perhatian terhadap bio,
psikososio, budaya dan norma-norma setempat untuk menetapkan dan mem-
pertahankan terapi paripurna dan hubungan dokter-pasien yang profesional,
sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan pasien.

Perhatian dalam pengembangan komunikasi efektif dengan pasien tidak-


lah terbatas hanya pada diri seorang dokter semata melainkan juga melibatkan
semua jenjang yang dilalui pasien. Dokter perlu memasukkan semua pihak yang
ikut berperan dalam upaya penyembuhan atau perawatannya agar komu-
nikasinya bisa efektif. Tidak semua informasi yang diperlukan pasien bisa ditun-
taskan oleh dokter di ruang praktiknya.

Penyediaan media pendukung komunikasi, yaitu media cetak seperti lem-


bar balik (flipchart), lembar lipat (leaflet), poster, selebaran (flyer), buklet dan me-
dia elektronik (vcd) akan sangat membantu efektifitas komunikasi. Untuk men-
ciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus mencip-
takan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak
dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Hal tersebut dapat di-
lakukan dengan cara meningkatkan jasa pelayanan dengan sebaik-baiknya, ter-
masuk melakukan komunikasi terhadap pelanggan dalam hal ini adalah pasien
dengan mempertimbangkan latar belakang budaya sehingga keluhan negatif ter-
hadap pelayanan kesehatan dapat diminimalkan.
Selain…
- 31 -
Selain itu, apabila setiap profesi kesehatan memegang teguh kode etik
profesi yang telah dirumuskan oleh masing-masing profesi dan menerapkannya
di dalam pemberian pelayanan kepada pasien maka komplain tidak akan terjadi.
Disamping itu, setiap profesi kesehatan harus meningkatkan motivasi internal-
nya untuk menolong sesama manusia. Tidak sekedar motivasi material tapi juga
keikhlasan menolong sesama manusia dalam rangka beribadah kepada-Nya.

- 31 -

Anda mungkin juga menyukai