Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi adalah instrumen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk melakukan kontak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh
seseorang setiap hari baik disadari maupun tidak. Di dunia kesehatan, terutama pada saat
menghadapi klien, seorang perawat juga harus mengadakan suatu komunikasi agar informasi
yang ada dapat tersampaikan dengan baik. Terutama informasi yang berkenaan dengan
kebutuhan klien akan asuhan keperawatan yang akan diberikan. Oleh karena itu, komunikasi
adalah faktor yang paling penting ,yang digunakan untuk menetapkan hubungan antara perawat
dengan klien.
Namun, seringkali informasi yang seharusnya sampai kepada orang yang
membutuhkan, ternyata terputus di tengah jalan akibat tidak efektifnya suatu komunikasi yang
dilakukan. Pada komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien, hal tersebut dapat
mungkin terjadi karena disebabkan oleh berbagai hal. Hal –hal tersebut tidak hanya berasal
dari klien saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh pola komunikasi yang salah yang dilakukan
oleh perawat. Komunikasi yang tidak efektif juga dapat disebabkan kegagalan pada proses
komunikasi itu sendiri. Kegagalan itu dapat terjadi pada saat pengiriman pesan, penerimaan
pesan, serta pada kejelasan pesan itu sendiri (Edelman, 2002).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hambatan dalam proses komunikasi terapeutik dan analisa proses interaksi
itu ?

1.3 Tujuan
Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga medis
dapat memahami hambatan dalam proses komunikasi terapeutik dan analisa proses interaksi .

1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar kami memahami dan mengaplikasikan langsung
dalam proses keperawatan hususnya tentang hambatan dalam proses komunikasi terapeutik dan
analisa proses interaksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komunikasi Terapeutik
Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien
(depkes RI,1997). Dalam pengertian lain komunikas terapeutik adalah proses yang
dingunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatanny dipsuatkan pada klien.

2.2 Faktor-faktor penghambat Komunikasi Terapeutik


- Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Perawat yang kurang cakap dalam berbicara,
berbicara tersendat-sendat, dapat menyebabkan pendengar atau pasien menjadi Jengkel dan
tidak sadar.
- Sikap yang kurang tepat. Seorang perawat yang sedang berbicara atau melayani pasien harus
memberikan sikap yang baik dan sopan agar pasien merasa nyaman dan tenang.
- Kurang pengetahuan. Seorang perawat yang kurang pengetahuannya, jarang membaca atau
menonton televisi, terkadang akan mengalami kesulitan saat berbicara dengan pasiennya.
- Kurang memahami sistem sosial dan budaya lawan bicara (pasien) dapat menyebabkan
ketersinggungan lawan bicara.
- Prasangka yang tidak beralasan
- Jarak fisik. Komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak komunikan dan komunikator
berjauhan ataupun berdekatan
- Tidak adan persamaan resepsi
- Indera yang rusak
- Berbicara yang berlebihan. Seringkali akan mengakibatkan penyimpangan dari pokok
pembicaraan
- Mendominasi pembicaraan

2.3 Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik


a. Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas
atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran
secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi antara
menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini
merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari
ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini
sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
a. Supresi dan represi informasi yang terkait
b. Intensifikasi gejala
c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang bersifat
sementara
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak mempunyai
pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk
pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk
f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan
menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau menggunakan
mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetap
menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal
yang tidak penting
i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang dulu)
j. Perilaku amuk atau tidak rasional

b. Transferens
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang
bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan
dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi
bermusuhan dan tergantung.

Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :


Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam berdarah.
Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah dikaji, ternyata
Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien
mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
kehidupan yang lalu.

Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :


Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu mempunyai
wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus
dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang melakukannya.

c. Kontertransferen
Kontertransferen merujuk pada respons emosional spesifik oleh terapis terhadap pasien
yang tidak tepat dalam isi konteks hubungan terapetik atau ketidaktepatan dalam intensitas
emosi. Perawat terkadang tidak menyadari bahwa apa yang telah di lakukan itu nantinya
merugikan kedua belah pihak. Perawat biasanya terpancing oleh sikap klien yang berlebihan,
baik sikap terlalu baik maupun sikap yang terlalu buruk sehingga perawat merespons dengan
emosi yang berlebihan juga. Respons emosional yang berlebihan itu disebut Kontertransferen.
Menurut stuart, G.W (1998) Kontertransfaran merupakan bentuk respon emosional beupa
hambatan terapeutik yang berasal dari diri perawat yang dibangkitkan atau dipancing oleh
sikap klien.
Bentuk Kontertransferens (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005)
a. Ketidakmampuan berempati terhadap Klien dalam masalah tertentu
b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi
c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan Kontrak dengan datang terlambat, atau melampaui
waktu yang telah ditentukan.
d. Mengantuk selama sesi
e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah
f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien
g. Berdebat dengan Klien atau kecenderungan untuk memaksa Klien sebelum ia siap
h. Mencoba untuk menolong Klien dalam segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan
keperawatan yang telah diidentifikasi
i. Keterlibatan dengan Klien dalam tingkat personal
j. Melamunkan atau memikirkan Klien

Perilaku yang dapat muncul pada klien menurut suryani 2006 antara lain:
- Love dan caring berlebihan
- Benci dan marah berlebihan
- Cemas dan rasa bersalah yang timbul berulang-ulang
- Tidak mampu berempati terhadap klien
- Perasaan tertekan selama atau setelah proses
- Tidak bijaksana dalam membuat kontrak dengan klien, terlambat atau terlalu lama

- Mendukung ketergantungan klien


- Berdebat dengan klien atau memaksa klien sebelum klien siap
- Menolong klien untuk hal-hal yang tidak berhubungan dngan sasaran asuhan keperawatan
- Menghadapi klien dengan berhubungan pribadi atau sosial
- Melamunkan klien

d. Pelanggaran Batas
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien
adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan ini perawat
berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat maupun
klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006). Pelanggaran batas terjadi jika perawat
melampaui batas hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau
personal dengan klien.
Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen, dalam Intan, 2005)
1). Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari perawat serta
penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan klien.
2). Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan terapeutiknya
dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak
mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya pelanggaran
batas.
3). Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan terapeutik
diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang
rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan t dalam melakukan
tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-batas tertentu misanya pintu terbuka
atau ada pegawai yang lain.
4). Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini juga
perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang biaya
pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.
5). Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar batas.
6). Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat dalam
hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai pakaian
yang tidak sopan.
7). Batas bahasa
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan klien.
Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan nada menggurui
merupakan pelanggaran batas.
8). Batas pengungkapan diri secara personal
Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan tujuan
terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.
9). Batas kontak fisik;
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar batas
atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah tercangkup
dalam hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.
Contoh pelanggaran batas yaitu (Intan, 2005)
- Klien mengajak makan dengan perawat disaat siang maupun makan malam diluar
- Klien memperkenalkan perawat kepada keluarganya
- Perawat menerima pemberian hadiah dari basis Kien
- Perawat menghindari acara-acara sosial
- Klien memberi perawat hadiah
- Perawat secara rutin memegang dan memeluk Klien
- Perawat secara teratur memberi Informasi personal kepada Klien
- Hubungan profesional berubah menjadi hubungan Sosial
- Perawat menghadiri Undangan Klien

e. Pemberian hadiah
Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan. Disatu pihak
ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu dalam mencapai tujuan
terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa merusak
hubungan terapeutik.
Hadiah dapat diberikan dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak permen,
rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata bisa berupa ekspresi ucapan
terima kasih dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan meninggalkan rumah sakit
atau dari anggota keluarga yang lega dan berterima kasih atas bantuan perawat dalam
meringankan beban emosional klien.
Pemberian hadiah yang mengganggu dalam hubungan perawat dan klien adalah pemberian
dalam bentuk barang tertentu atau hadiah nyata yang mempunyai tendensi tertentu yaitu
mengharapkan dengan pemberian hadiah tersebut, perlakuan perawat pada klien akan melebihi
dar konsep pelayanan keperawatan yang semestinya. Dengan pemberian hadiah tersebut
harapannya klien dapat memanifulasi perawat dengan cara mengatur hubungan dan batasan-
batasan dalam berhubungan (stuart G.W, 1998). Mengatur hubungan yang dimaksud adalah
bagaimana emosi perawat bisa masuk kedalam emosi klien dengan harapan justru
perawatannya yang nantinya bisa dikendalikan oleh klien.
Sedangkan, mengatur batasan-batasan yang dimaksud adalah ada upaya dari klien untuk tidak
mau mentaati peraturan yang ada diruangan yang seakan-akan sudah di perbolehkan oleh
perawatnya.

2.4 Cara mengatasi hambatan Komunikasi


Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan
emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat harus
mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang
menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan
mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang
terjadi.
Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa) atau
perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab terhadap
hambatan teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir, tujuan
hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu perawat
untuk membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-
ipasien.
Adapun beberapa cara untuk mengatasi hambatan komunikasi yaitu :
1. Pedekatan terpusat pada penerima
Peduli kepada penerima pesan berarti bahwa akan mengambil langkah atau yang dapat
dilakukan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti danbermakna bagi penerima.
Berempati dan bersikap peka pada perasaan penerima adala cara terbaik untuk mengatsi
hambatan komunikasi. Karen perbedaan emosi dan persepsi akan menimbulkan ganguan.
Dalam penerimaan pesan, bila seseorang menyadari perasaan orang lain maka akan mampu
memlilih kata-kata netral memahami pandangan mereka dan mungkin akan berempati dengan
posisi mereka dengan mencoba memandang situasi lewat kacamata mereka.
Dalm kenyataan pendektan yang berpusat pada penerima lebih dari sekedar pendekatan
untuk komunikasi bisnis sebenarnya ini adalah pendekatan modern pada bsnis dan kehidupn
secara umum.

2. Komunikasi dengan situasi terbuka


Iklim komunikasi organisasi merupakan cerminan dari budaya organisasi : campuran nilai,
tradisi da kebiasaan yang mengakomodasi atmosfir atau karakternya. Beberapa peusahaan
cenderung menyambut aliran omuniksi keatas. Tetapi dalam komunikasi dengan situasi
terbuka, akan mendrong keterusterngan dan kejujuran serta kebebasan untuk mengakui
kesalhan atau untuk tidak stuju dengan atasan dan keebasan menyatakn pendapat.

3. Melakukan komunikasi dengan etis


Etika adalah prinsip-prinsip yang menjadi acuan bagi seseorang atau sekelompok orang
untuk bersikap dan berperilaku. Orang yang tidak etis biasanya egois dan tidak peduli salah
atau benar, menghalalkan segala cara unuk mencapai hasil akhir. Orang yang etis pada
umumnya adapat dipercaya, adil dan tidak memihak, menghargai hak oranglain dan
memperhatikan dampak tindakan mereka pada masyarakat.
Etika memainkan peran penting dalam komunikasi. Bahasa itu sendiri terdiri dari kata-kata
yang membawa nilai . jadi hanya dengan mengataknsesuatu denga cara tertentu,
Mempengruhi bagaimana orang-orang lain memandang dan membentuk harapan dan tingkah
laku yang berbeda pula. Komunikasi etis termasuk komunikasi yang relefan, benar dalam segla
segi dn tidak memperdayakan dengan cara apapun

4. Pesan yang efektif dan efisien


Pesan yang efektif dan efisin akan memeperlancar proses komunikasi, sehingga dapat
mengatasi hambatan komunikasi. Ciri-ciri pesan yangefektif dan efisien antara lain, padat dan
tidak mempunyai pengertian yang mendua atau membingungkan.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Nasir, abdul dkk (2009) Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Fanna, Achmad dan Trikaloka H.putri (2013) Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta : Merkid Press

Anda mungkin juga menyukai