Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIV/AIDS

PADA PASIEN DI RSU DR. SOETOMO SURABAYA


(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisiologi)

Dosen Pembimbing:

Yasin Wahyurianto , S.Kep.,Ns.,M.Si

Disusun oleh: Kelompok 4

1. Amania Fajriati (P27820521005)


2. Aulia Dwi Syahrani (P27820521008)
3. Denny Eka Prasetyawan (P27820521009)
4. Dhimas Putra Wicaksana (P27820521010)
5. Dwi Nurvita (P27820521013)
6. Gading Sekar Prameswari (P27820521016)
7. Meinisa Dwi Aulia Putri (P27820521028)
8. Rahmalia Alia Farida (P27820521039)
9. Shovia Mei Sanggar Wati (P27820521043)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN TUBAN 2021/2022


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Patofisiologi Penyakit
HIV/AIDS Pada Pasien Di RSU dr.Soetomo Surabaya” dengan lancar dan tepat waktu.

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
Patofisiologi dan menambah wawasan tentang patofisiologi penyakit HIV/AIDS pada pasien
di RSU dr soetomo Surabaya

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Yasin Wahyurianto
S.Kep.,Ns.,M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Patofisiologi dan teman-teman yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah
ini. Kami juga sangat terbuka untuk menerima saran dan kritik guna penyempurnaan makalah
di masa mendatang.

Tuban, 11 februari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................... 2
D. Manfaat........................................................................................ 2

BAB II : PEMBAHASAN............................................................................... 3
A. Pengertian HIV/AIDS.................................................................. 3
B. Patofisiologi................................................................................. 5
C. Etiologi HIV/AIDS...................................................................... 5
D. Cara Penularan HIV/AIDS.......................................................... 6
E. Tanda dan Gejala HIV/AIDS............................................................... 6
F. Upaya Penanggulangan HIV/AIDS.................................................... 9

BAB IV : PENUTUP ......................................................................................... 16


A. Kesimpulan.................................................................................. 16
B. Saran............................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan


suatusyndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang
menyerangsistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistemkekebalan
tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lainyang berakibat
fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunisti KasusAIDS pertama kali ditemukan oleh
Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981dan virusnya ditemukan oleh Luc
Montagnierpada tahun 1983.Penyakit AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap
negara didunia(pandemi), termasuk diantaranya Indonesia. Hingga November 1996
diperkirakan telahterdapat sebanyak 8.400.000 kasus didunia yang terdiri dari 6,7 juta
orang dewasa dan1,7 juta anak-anak. Di Indonesia berdasarkan data-data yang bersumber
dariDirektorat Jenderal P2M dan PLP Departemen Kesehatan RI sampai dengan 1
Mei1998 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh
23propinsi di Indonesia. Data jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia pada
dasarnyabukanlah merupakan gambaran jumlah penderita yang sebenarnya. Pada
penyakit iniberlaku teori “Gunung Es” dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian
kecil dariyang semestinya. Untuk itu WHO mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita
yangterinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita HIV yang belum
diketahui.Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu
singkatterjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak
negara.Dikatakan pula bahwa epidemi yang terjadi tidak saja mengenai
penyakit(AIDS ),virus (HIV) tetapi juga reaksi/dampak negatif berbagai bidang
sepertikesehatan, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan demografi. Hal ini
merupakantantangan yang harus dihadapi baik oleh negara maju maupun negara
berkembang.Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu
memecahkanmasalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan

Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) masih merupakan suatu masalah


kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Menurut catatan statistik kasus HIV/AIDS di
Indonesia dalam periode Juli – September 2012 telah dilaporkan jumlah pasien HIV baru
sebanyak 5489 kasus dan pasien AIDS baru sebanyak 1317 kasus. AIDS didapatkan lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan wanita dan paling banyak antara usia 20 – 29 tahun.
(Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2012) Beberapa manifestasi kardiovaskuler pada AIDS
antara lain penyakit perikard, penyakit miokard, endokarditis infektif, penyakit arteri
koroner, hipertensi, hipertensi pulmonal, serta trombosis dan emboli. Penyakit perikard
yang paling sering ditemukan pada pasien AIDS adalah efusi perikard yang dapat terjadi
simptomatik atau asimptomatik, akut atau kronis, dan dapat bersamaan dengan infeksi
oportunistik atau keganasan, sehingga sering tidak teridentifikasi. Sebelum era Highly
Active Anti Retroviral Treatment (HAART) muncul, angka terjadinya efusi perikard pada
HIV berkisar dari 5 %-46 % dengan insiden antara 11-17 % per tahun, sedangkan setelah

1
era HAART terjadi penurunan insiden efusi perikard. Pasien AIDS dengan efusi perikard
memiliki harapan hidup rata-rata 6 bulan, dengan faktor independen yang berpengaruh
antara lain jumlah CD4 dan kadar albumin, dan kejadian HIV dengan tamponade jantung
memiliki prognosis buruk. (Barbaro G, 2001. Bhardwaj A, 2009. Lind A, 2011)

B. Rumusan Masalah

1. Apakah HIV/ AIDS itu?


2. Apakah Etiologi HIV/AIDS itu?
3. Bagaimana HIV/AIDS dapat ditularkan?
4. Apakah tanda dan gejala HIV/AIDS itu?
5. Bagaimanakah pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS?

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengertian HIV/AIDS


2. Menjelaskan Etiologi HIV/AIDS
3. Menjelaskan penularan HIV/AIDS
4. Menjelaskan tanda dan gejala HIV/AIDS
5. Cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

D. Manfaat

1. Meningkatkan pengetahuan mengenai patofisiologi penyakit HIV/AIDS


2. Menambah pengetahuan permasalahan kesehatan dan diagnosa yang berhubungan dengan
HIV/AIDS
3. Dapat sebagai bahan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya yang berkaitan
dengan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian HIV/AIDS

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh infeksi Human


Immunodeficiency Virus (HIV). HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam
famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. Berdasarkan strukturnya, HIV
termasuk famili Retrovirus, termasuk virus RNA dengan berat molekul 9.7 kb. HIV masuk ke
dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal, horizontal dan transseksual.
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda infeksi virus
akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit
tidur, dan lain-lain. Keadaan ini disebut sindroma retroviral akut. Pada fase ini mulai terjadi
penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA viral load. Fase selanjutnya HIV akan berusaha
masuk ke dalam sel target (sel yang mampu mengekspresikan CD4). (Nasronudin, 2007)
Limfosit T penderita secara perlahan akan tertekan dan semakin menurun. Penurunan jumlah
limfosit T-CD4 melalui mekanisme antara lain karena kematian sel secara langsung akibat
hilangnya integritas membran plasma, terjadinya fusi antar membran sel yang terinfeksi HIV
dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi, respon imun humoral dan seluler, mekanisme
autoimun (pembentukan autoantibodi untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi), apoptosis,
kematian sel target akibat hiperaktifitas Hsp70. Semua mekanisme tersebut menyebabkan
penurunan sistem imun sehingga pertahanan individu terhadap mikroorganisme patogen
menjadi lemah dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi sekunder sehingga masuk ke
stadium AIDS. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), diagnosis AIDS
dapat ditegakkan jika; (1) Individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 < 200, (2)
Individu yang terinfeksi HIV dengan infeksi oportunistik spesifik termasuk Pneumocystis
carinii Pneumonia, Kaposi’s sarcoma, infeksi cytomegalovirus, dan infeksi tuberkulosis.
(Nasronudin., 2007. Hsue PY, 2005) Beberapa manifestasi kardiovaskuler pada AIDS antara
lain penyakit perikard, penyakit miokard, endokarditis infektif, penyakit arteri koronarius,
hipertensi, hipertensi pulmonal, serta trombosis dan emboli. Manifestasi jantung pada pasien
yang terinfeksi HIV secara klinis sulit dikenali terutama pada stadium awal. Gejalanya
umumnya tidak spesifik. Sesak nafas merupakan gejala yang sering ditemukan dan ini
biasanya terabaikan atau dikaitkan dengan penyakit paru dan infeksi opportunistik. Disfungsi
jantung harus dicurigai pada pasien yang terinfeksi HIV dengan sesak nafas, terutama jika

3
derajat hipoksemia tidak sesuai dengan proses penyakit paru yang mendasari. Pengenalan
HAART pada akhir tahun 1990 menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien HIV.
Pada negara berkembang, prevalensi cardiomiopathy dan efusi perikard menurun sebesar 30
%. (Bhardwaj A, 2009. Hsue PY, 2005. Chu WW, 2002. Barbaro G, 2009) Efusi perikard
merupakan komplikasi kardiovaskuler tersering pada pasien HIV terutama pada stadium
lanjut. Sebelum era regimen HAART, insiden komplikasi ini terjadi 11-17% per tahun. Efusi
perikard pada HIV berhubungan dengan jumlah CD4 dan albumin yang rendah. Meskipun
demikian masih belum jelas bagaimana HIV secara langsung menyebabkan efusi. Sebagian
besar efusi perikard pada pasien AIDS hanya ringan dan asimptomatik tetapi survival pasien
yang mempunyai manifestasi efusi perikard ini secara bermakna lebih pendek. Penyebab lain
efusi perikard terkait HIV adalah infeksi seperti tuberkulosis, virus, bakteri SEORANG
PASIEN AIDS DENGAN EFUSI PERIKARD MASIF 29 (Staphilococus aureus), fungal,
dan keganasan (limfoma) dan lain-lain. (Bhardwaj A, 2009. Chu WW, 2002.) Manifestasi
klinis efusi perikard ditandai dengan hilang atau melemahnya impuls apikal dengan
peningkatan nyata area keredupan pada perkusi dada kiri sampai sudut hepatokardiak, suara
jantung melemah dan pada elektrokardigrafi terdapat low voltage, alternans elektrik dari
kompleks QRS dan peningkatan opasitas jantung pada foto toraks. Tamponade jantung
merupakan fase dekompensasi dari kompresi jantung yang disebabkan karena akumulasi
efusi dan meningkatnya tekanan perikardiak. Komplikasi ini dapat berakibat fatal. Gambaran
tamponade jantung ditandai dengan adanya trias Beck yaitu hipotensi, suara jantung
menghilang atau lemah dan distensi vena jugular. (Klatt EC., 2003. Maisch B, 2004.
Braunwald E., 2012) Pada pemeriksaan ekokardiografi, abnormalitas jantung sering
terdeteksi dibandingkan melalui pemeriksaan fisik. Ekokardiografi sangat membantu
mendeteksi disfungsi jantung meskipun pada tahap awal terutama secara klinis asimptomatis.
Pada pemeriksaan ekokardiografi, ukuran efusi perikard dibagi menjadi 3 yaitu ringan jika
echo-free space pada diastole < 10 mm (sekitar 300 ml), sedang/moderate jika 10-20 mm
(sekitar 500 ml), berat/masif jika >20 mm (>700 ml). Efusi perikard pada HIV paling banyak
ditemukan adalah ringan dan secara klinis tidak bermakna, yaitu 41% pasien selama infeksi
HIV. Sepertiga pasien yang terinfeksi HIV, mengalami efusi sedang hingga berat dan hampir
semua terdapat kompresi diastolik atrium kanan, dan sepertiga dari kasus tersebut
mempunyai kejadian tamponade jantung yang memerlukan perikardiosentesis. Infeksi HIV
harus menjadi diagnosis banding pada pasien dengan efusi perikard yang tidak dapat
dijelaskan. Efusi perikard pada penyakit HIV berhubungan dengan infeksi opportunistik atau
keganasan tetapi sering tidak ditemukan penyebab yang jelas. Sindroma ‘capillary leak’

4
sering terkait akibat banyaknya ekspresi sitokin pada stadium lanjut penyakit HIV. (Barbaro
G., 2001. Klatt EC., 2003. Aggarwai P, 2009. Pepi M, 2006) Efusi perikard pada pasien HIV
sebagian besar idiopatik. Hasil kultur dari cairan perikard biasanya tidak diketahui
penyebabnya meskipun infeksi opportunistik dan neoplasma yang paling sering didiagnosis
penyebab penyakit perikardial terkait HIV. Pada 66 kasus tamponade jantung pada pasien
yang terinfeksi HIV, didapatkan 26% disebabkan Mycobacterium tuberculosis, limfoma dan
sarkoma kaposi 5%, infeksi sitomegalovirus 3%, dan penyebab yang tidak dapat
diidentifikasikan sebanyak 32%. (Chu WW, 2002) Infeksi HIV sering disertai koinfeksi
dengan hepatitis C. Pada pasien HIV dengan riwayat IVDU (Intra Venous Drug User), resiko
terjadinya koinfeksi hepatitis C sebesar 82-93 %. Sedangkan pada pasien HIV dengan
penularan melalui transmisi seksual, resiko terjadinya koinfeksi hepatitis < 10 %. (Rotman Y,
2009) Pada pasien didapatkan tanda-tanda efusi perikard dengan adanya suara jantung
melemah, low voltage pada elektrokardiografi, peningkatan opasitas jantung pada foto toraks,
dan pada pemeriksaan ekokardiografi didapatkan gambaran efusi perikard masif. Berdasarkan
hasil pemeriksaan penunjang, penyebab efusi perikard masif pada pasien diduga disebabkan
karena virus HIV itu sendiri yang diperberat dengan keadaan hipoalbumin karena pasien
belum pernah menggunakan obat ARV dan infeksi bakteri, TB maupun keganasan tidak
terbukti, ditunjang juga dengan hasil CD4 yang rendah. Pada pasien juga didapatkan
koinfeksi hepatitis C Menurut panduan dari The European Society of Cardiology tahun 2004,
terapi efusi perikard pada infeksi HIV adalah simptomatik, dan apabila terdapat efusi masif
dan tamponade jantung, tindakan perikardiosintesis diperlukan. Penggunaan terapi
kortikosteroid merupakan kontraindikasi kecuali pada pasien dengan perikarditis tuberkulosis
sekunder. Intervensi pembedahan tidak selalu menguntungkan untuk pasien AIDS dengan
efusi perikard masif. (Maisch B, 2004) Pada pasien didapatkan efusi perikard masif sehingga
dilakukan tindakan perikardiosintesis dan tidak dilakukan intervensi pembedahan. Pada
penelitian Heidenreich dkk, sebagian besar efusi perikard pada pasien HIV ringan dan
asimptomatik, tetapi dengan adanya efusi perikard ini secara bermakna menunjukkan survival
pasien yang lebih rendah (36% dalam 6 bulan) dibandingkan tanpa efusi (93% dalam 6
bulan). 30 VOLUME 14 NOMOR 1 JUNI 2018 Sehingga efusi perikard dianggap sebagai
petanda defisiensi imun yang berat. Efusi perikard masif pada AIDS mempunyai mortalitas
yang tinggi dan terapi sering tidak memberikan peningkatan survival yang bermakna. Efusi
perikard yang terkait HIV dapat berhubungan dengan rendahnya CD4 dan rendahnya albumin
yang juga dapat merupakan petanda rendahnya survival pasien. (Bhardwaj A, 2009. Klatt
EC., 2003) Prognosis pada pasien ini buruk dengan adanya efusi perikard masif,

5
hipoalbumin, CD4 rendah yang mempunyai survival rendah. Pada perawatan hari ke 9 pasien
meninggal dunia dengan penyebab kematian syok septik.

B. Patofisiologi

Penularan HIV / AIDS

Cairan Darah Cairan Vagina ASI


Cairan Sperma

HIV masuk Ke dalam tubuh

Melekat pada Membran CD4 sel T4 pembantu

RNA virus masuk ke Sel

Virus mengeluarkan enzim Reverse Transkiptase

RNA virus di Transkipsi kedalam bentuk DNA

DNA virus bergerak ke dalam nucleus sel

DNA virus di integrasikan ke dalam DNA sel

Pembentukan RNA virus dari DNA

Perakitan Virus baru

Enzim protease memproses protein untuk pengembangan virus baru

Virus baru melepaskan diri sel inang mati

Aktivitas koordinasi system imun ↓ &


6 pembentukan antibody ↓
Defisiensi Imunitas

Virus HIV bereplikasi semakin cepat

7
Sangat rentan terhadap infeksi MK = Resiko Infeksi

Asimtomatik
Sindrom Retrovial Akut Simtomatik Infeksi Oportunistik

Destruksi jaringan
Gejala umum Gejala Gang sel
limpa dan kelenjar limfadenopati
neuro cerna Tuberkulosa
limfe
Demam Fatigue
Nyeri
Diare Sesak nafas
kepala Aneroksia
MK : ansietas
MK : MK :
Hipetermia Keletihan
MK :
MK = Nyeri BB↓ MK :
malnutrisi Tidak muncul
akut ketidakefektifan
gejala tapi dapat
bersihan jalan nafas
menularkan
dan gangguan
pertukaran gas
MK :

Ketidakseimbangan MK : Kurangnya
nutrisi kurang dari pengetahuan
kebutuhan tubuh

8
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam
famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. Berdasarkan strukturnya, HIV
termasuk famili Retrovirus, termasuk virus RNA dengan berat molekul 9.7 kb. HIV masuk ke
dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal, horizontal dan transseksual.
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda infeksi virus
akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit
tidur, dan lain-lain. Keadaan ini disebut sindroma retroviral akut. Pada fase ini mulai terjadi
penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA viral load. Fase selanjutnya HIV akan berusaha
masuk ke dalam sel target (sel yang mampu mengekspresikan CD4). (Nasronudin, 2007)

Limfosit T penderita secara perlahan akan tertekan dan semakin menurun. Penurunan
jumlah limfosit T-CD4 melalui mekanisme antara lain karena kematian sel secara langsung
akibat hilangnya integritas membran plasma, terjadinya fusi antar membran sel yang
terinfeksi HIV dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi, respon imun humoral dan
seluler, mekanisme autoimun (pembentukan autoantibodi untuk mengeliminasi sel yang
terinfeksi), apoptosis, kematian sel target akibat hiperaktifitas Hsp70. Semua mekanisme
tersebut menyebabkan penurunan sistem imun sehingga pertahanan individu terhadap
mikroorganisme patogen menjadi lemah dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi sekunder
sehingga masuk ke stadium AIDS. Menurut Centers for Disease Control and Prevention
(CDC), diagnosis AIDS dapat ditegakkan jika; (1) Individu yang terinfeksi HIV dengan
jumlah CD4 < 200, (2) Individu yang terinfeksi HIV dengan infeksi oportunistik spesifik
termasuk Pneumocystis carinii Pneumonia, Kaposi’s sarcoma, infeksi cytomegalovirus, dan
infeksi tuberkulosis. (Nasronudin., 2007. Hsue PY, 2005)

Beberapa manifestasi kardiovaskuler pada AIDS antara lain penyakit perikard,


penyakit miokard, endokarditis infektif, penyakit arteri koronarius, hipertensi, hipertensi
pulmonal, serta trombosis dan emboli. Manifestasi jantung pada pasien yang terinfeksi HIV
secara klinis sulit dikenali terutama pada stadium awal. Gejalanya umumnya tidak spesifik.
Sesak nafas merupakan gejala yang sering ditemukan dan ini biasanya terabaikan atau
dikaitkan dengan penyakit paru dan infeksi opportunistik. Disfungsi jantung harus dicurigai
pada pasien yang terinfeksi HIV dengan sesak nafas, terutama jika derajat hipoksemia tidak
sesuai dengan proses penyakit paru yang mendasari. Pengenalan HAART pada akhir tahun
1990 menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien HIV. Pada negara berkembang,
prevalensi cardiomiopathy dan efusi perikard menurun sebesar 30 %. (Bhardwaj A, 2009.
Hsue PY, 2005. Chu WW, 2002. Barbaro G, 2009)

Efusi perikard merupakan komplikasi kardiovaskuler tersering pada pasien HIV


terutama pada stadium lanjut. Sebelum era regimen HAART, insiden komplikasi ini terjadi
11-17% per tahun. Efusi perikard pada HIV berhubungan dengan jumlah CD4 dan albumin
yang rendah. Meskipun demikian masih belum jelas bagaimana HIV secara langsung
menyebabkan efusi. Sebagian besar efusi perikard pada pasien AIDS hanya ringan dan
asimptomatik tetapi survival pasien yang mempunyai manifestasi efusi perikard ini secara
bermakna lebih pendek. Penyebab lain efusi perikard terkait HIV adalah infeksi seperti
tuberkulosis, virus, bakteri (Staphilococus aureus), fungal, dan keganasan (limfoma) dan
lain-lain. (Bhardwaj A, 2009. Chu WW, 2002.)

Manifestasi klinis efusi perikard ditandai dengan hilang atau melemahnya impuls
apikal dengan peningkatan nyata area keredupan pada perkusi dada kiri sampai sudut
hepatokardiak, suara jantung melemah dan pada elektrokardigrafi terdapat low voltage,
alternans elektrik dari kompleks QRS dan peningkatan opasitas jantung pada foto toraks.
Tamponade jantung merupakan fase dekompensasi dari kompresi jantung yang disebabkan
karena akumulasi efusi dan meningkatnya tekanan perikardiak. Komplikasi ini dapat
berakibat fatal. Gambaran tamponade jantung ditandai dengan adanya trias Beck yaitu
hipotensi, suara jantung menghilang atau lemah dan distensi vena jugular. (Klatt EC., 2003.
Maisch B, 2004. Braunwald E., 2012)

Pada pemeriksaan ekokardiografi, abnormalitas jantung sering terdeteksi


dibandingkan melalui pemeriksaan fisik. Ekokardiografi sangat membantu mendeteksi
disfungsi jantung meskipun pada tahap awal terutama secara klinis asimptomatis. Pada
pemeriksaan ekokardiografi, ukuran efusi perikard dibagi menjadi 3 yaitu ringan jika echo-
free space pada diastole < 10 mm (sekitar 300 ml), sedang/moderate jika 10-20 mm (sekitar
500 ml), berat/masif jika >20 mm (>700 ml). Efusi perikard pada HIV paling banyak
ditemukan adalah ringan dan secara klinis tidak bermakna, yaitu 41% pasien selama infeksi
HIV. Sepertiga pasien yang terinfeksi HIV, mengalami efusi sedang hingga berat dan hampir
semua terdapat kompresi diastolik atrium kanan, dan sepertiga dari kasus tersebut
mempunyai kejadian tamponade jantung yang memerlukan perikardiosentesis. Infeksi HIV
harus menjadi diagnosis banding pada pasien dengan efusi perikard yang tidak dapat
dijelaskan. Efusi perikard pada penyakit HIV berhubungan dengan infeksi opportunistik atau
keganasan tetapi sering tidak ditemukan penyebab yang jelas. Sindroma ‘capillary leak’
sering terkait akibat banyaknya ekspresi sitokin pada stadium lanjut penyakit HIV. (Barbaro
G., 2001. Klatt EC., 2003. Aggarwai P, 2009. Pepi M, 2006)

Efusi perikard pada pasien HIV sebagian besar idiopatik. Hasil kultur dari cairan
perikard biasanya tidak diketahui penyebabnya meskipun infeksi opportunistik dan
neoplasma yang paling sering didiagnosis penyebab penyakit perikardial terkait HIV. Pada 66
kasus tamponade jantung pada pasien yang terinfeksi HIV, didapatkan 26% disebabkan
Mycobacterium tuberculosis, limfoma dan sarkoma kaposi 5%, infeksi sitomegalovirus 3%,
dan penyebab yang tidak dapat diidentifikasikan sebanyak 32%. (Chu WW, 2002)

Infeksi HIV sering disertai koinfeksi dengan hepatitis C. Pada pasien HIV dengan
riwayat IVDU (Intra Venous Drug User), resiko terjadinya koinfeksi hepatitis C sebesar 82-
93 %. Sedangkan pada pasien HIV dengan penularan melalui transmisi seksual, resiko
terjadinya koinfeksi hepatitis < 10%. (Rotman Y, 2009)

Pada pasien didapatkan tanda-tanda efusi perikard dengan adanya suara jantung
melemah, low voltage pada elektrokardiografi, peningkatan opasitas jantung pada foto toraks,
dan pada pemeriksaan ekokardiografi didapatkan gambaran efusi perikard masif. Berdasarkan
hasil pemeriksaan penunjang, penyebab efusi perikard masif pada pasien diduga disebabkan
karena virus HIV itu sendiri yang diperberat dengan keadaan hipoalbumin karena pasien
belum pernah menggunakan obat ARV dan infeksi bakteri, TB maupun keganasan tidak
terbukti, ditunjang juga dengan hasil CD4 yang rendah. Pada pasien juga didapatkan
koinfeksi hepatitis C

Menurut panduan dari The European Society of Cardiology tahun 2004, terapi efusi
perikard pada infeksi HIV adalah simptomatik, dan apabila terdapat efusi masif dan
tamponade jantung, tindakan perikardiosintesis diperlukan. Penggunaan terapi kortikosteroid
merupakan kontraindikasi kecuali pada pasien dengan perikarditis tuberkulosis sekunder.
Intervensi pembedahan tidak selalu menguntungkan untuk pasien AIDS dengan efusi
perikard masif. (Maisch B, 2004)

Pada pasien didapatkan efusi perikard masif sehingga dilakukan tindakan


perikardiosintesis dan tidak dilakukan intervensi pembedahan.

Pada penelitian Heidenreich dkk, sebagian besar efusi perikard pada pasien HIV
ringan dan asimptomatik, tetapi dengan adanya efusi perikard ini secara bermakna
menunjukkan survival pasien yang lebih rendah (36% dalam 6 bulan) dibandingkan tanpa
efusi (93% dalam 6 bulan). Sehingga efusi perikard dianggap sebagai petanda defisiensi imun
yang berat. Efusi perikard masif pada AIDS mempunyai mortalitas yang tinggi dan terapi
sering tidak memberikan peningkatan survival yang bermakna. Efusi perikard yang terkait
HIV dapat berhubungan dengan rendahnya CD4 dan rendahnya albumin yang juga dapat
merupakan petanda rendahnya survival pasien. (Bhardwaj A, 2009. Klatt EC., 2003)

Prognosis pada pasien ini buruk dengan adanya efusi perikard masif, hipoalbumin,
CD4 rendah yang mempunyai survival rendah. Pada perawatan hari ke 9 pasien meninggal
dunia dengan penyebab kematian syok septik.

C. Etiologi HIV/AIDS

Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-
kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV),
sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah meñjadi HIV Muman
Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli
merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel
target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T. karena ia mempunyai réseptor untuk virus
HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti
retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun
demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat
aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. Secara mortologis HIV terdiri atas
2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk
silindris tersusun atas dua untaian RNA(Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan
beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp
120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar
virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap
pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan
berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi
telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.Virus HIV hidup dalam darah, savila,
semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit,
makrotag dan sel glia jaringan otak.
D. Cara Penularan HIV/AIDS

Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu
sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent,host yang rentan, tempat keluar kuman dan
tempat masuk kuman (port'd entrée). Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel
Lymfosit T dan sel otk sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati
diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan
menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti
menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita.

Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara
penularan HIV yang diketahui adalah melalui :

1. Transmisi Seksual

Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan


penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen
dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada
pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah
pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko
seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang
dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan
berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.

1. Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual
menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial.Cara
hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi
penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejaklasi semen
dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat
tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara
anogenital.
2. Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual
pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik
pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
2. Transmisi Non Seksual
1. Transmisi Parenral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah
terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan
jarum suntik yang tercemar seeara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui
jarum suntik yang dipakai oleh petugas keschatan tanpa disterilkan terlebih dahulu.
Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.

2. Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum
tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat
jarang,karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular
infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.

3.Transmisi Transplasental

Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar
50%.Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan
melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.

E. Tanda dan Gejala HIV/AIDS

Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi
terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk
berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau
merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4.setelah beberapa bulan sampai beberapa
tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari
infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit
(masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak
dan 60 bulan pada orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan
tubuh rusak ang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah
terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV
mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf,menyebabkan kerusakan
neurologis.
Tanda-tanda gejala-gejala(symptom) secara klinis pada sescorang penderita AIDS adalah
diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah bermula dari
gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita penyakit lain, namun secara
umum dapat kiranya dikemukakan`sebagai berikut:
1. Rasa lelah dan lesu
2. Berat badan menurun secara drastis
3. Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
4. Mencret dan kurang nafsu makan
5. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6. Pembengkakan leher dan lipatan paha
7. Radang paru-paru
8. Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain
tumor dan infeksi oportunistik :
1. Manifestadi tumor, diantaranya:
a. Sarkoma kaposi: kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi
kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang terjadi
pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.
b. Limfoma ganas: terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf,dan
bertahan kurang lebih 1 tahun.
2. Manifestasi Oportunistik, diantaranya:
1. Manifestasi pada Paru-paru
a. Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-
paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan
demam.
b. Cytomegalo Virus(CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi
dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada
30% penderita AIDS.
c. Mycobacterium Avilum Menimbulkán pneumoni difus, timbul pada
stadium akhir dan sulit disembuhkan.
d. Mycobacterium Tuberculosis Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat
menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru
2. Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan.
3. Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya timbul
pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis,
demensia, mielopati dan neuropari perifer.

F. Upaya Penanggulangan HIV/AIDS.


Mengingat sampai saat ini obat untuk mengobati dan vaksin untuk mencegah
AIDS belum ditemukan, maka alternatif untuk menanggulangi masalah AIDS yang
terus meningkat ini adalah dengan upaya pencegahan oleh semua pihak untuk tidak
terlibat dalam lingkaran transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.
Pada dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak asal
mengetahui cara-cara penyebaran AIDS.
Ada 2 cara pencegahan AIDS yaitu jangka pendek dan jangka panjang :
1. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek
Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan
informasi kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS
(HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya.
Ada 3 pola penyebaran virus HIV :
1. Melalui hubungan seksual
2. Melaui darah
3. Melaui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya
1. Pencegahan Infeksi HIV Melaui Hubungan Seksual
HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti berperan
dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina dan daràh. HIV dapat
menyebar melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria dan dari
pria ke pria. Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual
maka upaya pencegahan adalah dengan cara :
1. Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun
tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.
2. Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia
dan tidak terinfeksi HIV (homogami)
3. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin
4. Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS.
Tidak melakukan hubungan anogenital
5. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan
kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV

2. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Darah

Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS. Penularan
AIDS melalui darah terjadi dengan:
1. Transfusi darah yang mengandung HIV.
2. Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato,tindik) bekas pakai orang
yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik.
3. Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap
virus HIV.
Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah:
1. Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan
memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab
memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di
Indonesia masih rendah,maka pemeriksaan dónor darah hanya dengan uji
petik.
2. Menghímbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor
darah. Apabila terpaksa karena menolak, menjadi donor mènyalahi kode etik,
maka darah yang dicurigai harus di buang.
3. Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap
kali habis dipakai.
4. Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus
disterillisasikan secara baku.
5. Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan
penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan
mengunakan jarum suntik bersama.
6. Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable).
7. Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.
3. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Ibu Ibu hamil yang mengidap HIV dapat
memindahkan virus tersebut kepada janinnya.Penularan dapat terjadi pada waktu
bayi di dalam kandungan,pada waktu persalinan dan sesudah bayi di lahirkan.
Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan himbauan agar
ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil.

2. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Panjang

Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena hubungan
seksual,terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa orang Indonesia
adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan hubungan seksual dengan
orang asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami pengidap
HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%, Namun
ada penelitian lain yang berpendapat bahwa resiko penularan suami ke istri atau istri ke
suami dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak terganggu pada frekuensi.
hubungan seksual yang dilakukan suami istri. Mengingat masalah seksual masih
merupakan barang tabu di Indonésia, karena norma-norma budaya dan agama yang
masih kuat, sebetulnya masyarakat kita tidak perlu risau terhadap penyebaran virus
AIDS. Namun demikian kita tidak boleh lengah sebab negara kita merupakan negara
terbuka dan tahun 1991 adalah tahun melewati Indonesia.

Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah merajalelanya AIDS
adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang meningkatkan
norma-norma agama maupun sosial sehingga masyarakat dapat berperilaku seksual
yang bertanggung jawab.

Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab adalah:

a. Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.

b. Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak
terinfeksi HIV (monogamy).

c. Menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila.

d. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu mitra
seksual.
e. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.

f. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS.

h. Tidak melakukan hubungan anogenital.

i. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual.

Kegiatan tersebut dapat berupa dialog antara tokoh-tokoh agama, penyebarluasan


informasi tentang AIDS dengan bahasa agama, melalui penyuluhan-penyuluhan tentang
AIDS dan lain-lain yang bertujuan untuk mempertebal iman serta norma-norma agama
menuju perilaku seksual yang bertanggung jawab.

Dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab diharapkan mampu mencegah


penyebaran penyakit AIDS di Indonesia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

AIDS merupakan masalah kesehatan internasional yang perlu segera ditanggulangi.


AIDS berkembang secara pandemi hampir di setiap negara di Dunia, termasuk Indonesia.
Epidemi yang terjadi meliputi penyakit (AIDS), virus (HIV) dan epidemi reaksi / dampak
negatif diberbagai bidang seperti kesehatan, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan,dan
demografi. Sampai saat ini obat dan vaksin untuk menaggulangi AIDS belum ditemukan.
Untuk itu alternatif lain yang lebih mendekati dalam upaya pencegahan. Upaya pencegahan
dapat dilakukan oleh semua pihak asal mengetahui cara-cara penularan AIDS. Penularan
AIDS terjadi melalui hubungan seksual, parental dan transplasental, sehingga upaya
pencegahan perlu diarahkan untuk merubah perilaku seksual masyarakat (terutama yang
memilikiki resiko tinggi), menghindari infeksi melalui donor darah, dan upaya pencegahan
infeksi perinatal sebelum ibu hamil. Perubahan perilaku dilakukan dengan penyuluhan
kesehatan.

B. Saran

Sebagai insan yang yang berpendidikan sudah menjadi sebuah kewajiban untuk
berpartisipasi dalam memerangi HIV/ AIDS. Untuk memerangi hal itu dapat dimulai dari
kesadaran diri sendiri untuk selalu menjaga diri agar terhindar dari HIV/AIDS..
Daftar Pustaka

Berita AIDS III No. 3/1994. Berita AIDS III No.4/1994.

Departemen Kesehatan RI "Petunjuk Pengembangan Program Nasional

Pemberantasan dan Pencegahan AIDS,Jakarta 1992.

Syarifuddin Djalil “Pelayanan Laboratorium Kesehatan Untuk Pemeriksaan Serologis

AIDS" AIDS;Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,

Jakarta 1989.

Majalah Supot No 9 /I/ September 1995. Majalah Suport No 23/II/Desember 1996. Majalah
Suport No 25/III/Juni 1997. Majalah Suport No 32/IV/Juni 1998.

Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia No 6/XX/1992.

Socmarsono "Patogenesis, Gejala klinis dan Pengobatan Infeksi HIV" AIDS;Petunjuk Untuk
Petugas Kesehatan Departemen Kesehatan RI Jakarta 1989.

Wibisono Bing “Epidemologi AIDS” AIDS;Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan RI Jakarta


1989.

Anda mungkin juga menyukai