Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

OBAT ORAL ANTI DIABETIC

Dosen Pembimbing :

Disusun Oleh:

1. Intan Alvionita S (P27820117021)


2. Meilda Ika Sari (P27820117034)
3. Anisah Fadiyatur Rahmah (P27820117035)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KAMPUS SOETOMO SURABAYA
2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. Pengertian Diabetes mellitus


Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap
diabetes mellitus. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat
pada tahun 2005, dan sebagian besar peningkatan itu akan terjadi di negaranegara
yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Populasi penderita diabetes di Indonesia diperkirakan berkisar antara 1,5
sampai 2,5% kecuali di Manado 6%. Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta
jiwa, berarti lebih kurang 3-5 juta penduduk Indonesia menderita diabetes. Tercatat
pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta jiwa. Pada
tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita (Promosi Kesehatan
Online, Juli 2005).
Walaupun Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak
menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila
pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara
multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat.

2. Etiologi Dan Patofisiologi


1) Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit
populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi
penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya
terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh
reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam
virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain
sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan DM
Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet
cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid
decarboxylase).
ICCA merupakan otoantibodi utama yang ditemukan pada penderita
DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di dalam
darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%.
Oleh sebab itu, keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup akurat
untuk DM Tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk sel-sel β pulau Langerhans
saja, tetapi juga dapat dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat di pulau
Langerhans.
Sebagaimana diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar pancreas
terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel δ. Sel-sel β memproduksi
insulin, sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel δ memproduksi
14 hormon somatostatin. Namun demikian, nampaknya serangan otoimun
secara selektif menghancurkan sel-sel β. Ada beberapa anggapan yang
menyatakan bahwa tingginya titer ICCA di dalam tubuh penderita DM Tipe
1 justru merupakan respons terhadap kerusakan sel-sel β yang terjadi, jadi
lebih merupakan akibat, bukan penyebab terjadinya kerusakan sel-sel β
pulau Langerhans. Apakah merupakan penyebab atau akibat, namun titer
ICCA makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan penyakit

2) Diabetes Mellitus Tipe 2


Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe
2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya
berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di
kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat.
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya
terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup
besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet
tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi
utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada
hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan
gen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2.
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang
berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang
cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi,
awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon
insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi
Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang
gerak (sedentary), dan penuaan.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga
timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang
berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β
Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1.
Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya
bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya
umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.

Perbandingan Perbedaan DM tipe 1 dan 2

Mula muncul Umumnya masa kanakkanak Pada usia tua, umumnya


dan remaja, > 40 tahun
walaupun ada juga pada
masa dewasa < 40 tahun
Keadaan Berat Ringan
klinis saat
diagnosis
Kadar insulin Rendah, tak ada Cukup tinggi, normal
darah
Berat badan Biasanya kurus Gemuk atau normal
Pengelolaan Terapi insulin, diet, Diet, olahraga,
yang olahraga hipoglikemik oral
disarankan

3) Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes
Mellitus) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul
selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau
temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan
umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua.
Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat
pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk
terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain
malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan
meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang
pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi
diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi
risiko-risiko tersebut.

3. Penggolongan Obat

3.1 Sekretagog Insulin


Terdiri dari dua jenis yaitu :
3.1.1 Sulfonylurea
Definisi : Sulfonylurea adalah obat antidiabetes yang banyak digunakan
dalam pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Bekerja dengan meningkatkan
pelepasan insulin dari sel beta di pancreas. Jadi syarat pemakaian obat ini
adalah apabila pancreas masih baik untuk membentuk insulin, sehingga
obat ini hanya bisa dipakai pada diabetes tipe 2. Sulfonylurea juga
merupakan jenis obat hipoglikemik oral. Mekanisme kerja utamnya adalah
dengan meningkatkan sekresi insulin. Obat oral ini terikat pada reseptor
spesifik sel beta pancreas. Pengikatan tersebut menutup kanal K+
tergantung adenosine trifosfat sehingga menurunkan masuknya kalium
dan depolarisasi membrane. Kanal Ca2+ intraseluler menyebabkan
translokasi sekresi insulin pada sel eksositosis. Peningkatan sekresi insulin
pada pancreas bergerak melalui vena portal dan menekan produksi glukosa
hepatic. Sulfonylurea sebagai obat diabetes diklasifikasikan dalam
generasi pertama dan kedua. Klasifikasi ini berdasarkan perbedaan potensi
relative dan efek samping serta kemampuannya dalam mengikat protein
serum. Karena adanya resiko pengikatan protein dan reaksi pemindahan
obat.

Sejarah : Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan diabetes mellitus


tipe 2 sejak tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai resep farmakologis
pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa
tinggi dan sudah terjadi gangguan sekresi pada insulin. Sulfonylurea sering
digunakan untuk terapi kombinasi karena kemampuanya untuk
meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin. Mempunyai sejarah
penggunaaan yang panjang dengan efek samping (termasuk hipoglikemia)
dan relative murah. Berbagai macam obat golongan ini umumnya
mempunyai sifat farmakologis yang serupa, demikian juga efek klinis dan
mekanisme kerjanya. Pada tahun 1970, University Grup Diabetes Program
(UGDP) membuktikan bahwa jumlah kematian yang disebabkan penyakit
kardiovaskuler pada pasien diabetes yang diobati dengan tolbutamide
sangat besar dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan insulin
ataupun pasien yang menerima placebo. Namun, pada tahun 1984
disertakan dalam kemasan semua sulfonylurea sebuah label yang
mengingatkan tentang kemungkinan peningkatan resiko terjadi kematian
yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, atas perintah FDA. Karena
meragukan hasil penelitian dan beberapa pernyataan yang berkualifikasi
yang dimaksudkan dalam kemasan yang sangat melemahkan dampak
peringatan tersebut, maka sulfonylurea tetap diberikan secara luas dengan
resep.

3.1.2 Meglitinide
Definisi : Meglitinide adalah suatu golongan sekretagog insulin yang baru.
Meglitinide dikenal ampuh dalam hal menurunkan gula darah penderita
yang sebelumnya mengalami lonjakan. Namun perlu diketahui juga bahwa
efek penurunan gula darah cukup drastic sehingga seringkali penderita
harus mengalami hipoglikemia.

3.2 Biguanide
Definisi : adalah sejumlah obat oral untuk diabetes tipe dua yang mencegah
produksi glukosa di dalama hati, meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap
insulin, dan mengurangi jumlah gula yang diserap oleh usus. Obat-obatan
ini juga meningkatkan kemampuan insulin untuk memindahkan zat gula ke
dalam sel-sel tubuh
Sejarah : Penelitian klinis metformin di Amerika Serikat selesai seluruhnya
pada tahun 1995 dan biguanide disetujui untuk digunakan di Amerika
Serikat

3.3 Tiazolidinedione
Definisi : Tiazolidinedione merupakan Terdiri dari dua jenis yaitu :
3.3.1 Troglitazone
Definisi : Troglitazone adalah Thiazolidineadione pertama yang disetujui,
dan sekarang agen ini telah digunakan oleh lebih dari 1,6 juta orang di
seluruh dunia. Obat ini merupakan obat hipoglikemik oral yang
meningkatkan sesitivitas jaringan perifer terhadap insulin. Obat ini
sebagaiman dengan metformin tidak menyebabkan reaksi hipoglikemia.
Telah terbukti pada manusia menghilangkan adanya resistensi insulin,
menurunkan hepatic glucose out put, menormlakan gangguan toleransi
glukosa menjadi dibetes. Terbukti pula obat ini dapat memperbaiki kendali
glukosa darah, dan hiperinsulinemia.
Sejarah : Setelah pemasaran pertama dimulai, Troglitazone terbukti
berhubungan dengan terjadinya kerusakan hati idiosinkratsi yang rendah
tetapi bermakna. Karena efek yang parah ini, Troglitazone ditarik di
Inggris dan di Amerika Serikat.

3.3.2 Rosiglitazone dan Tioglitazone


Definisi : Rosiglitazone adalah obat diabetes oral yang membantu
mengontrol kadar gula dalam darah dan merupakan sensitizer insulin
dengan pengaruh besar pada stimulant ambilan glukosa didalam otot seklet
dan jaringan adipose. Rosiglitazone terkadang digunakan dalam
kombinasi dengan insulin atau obat lainnya, tetapi tidak untuk mengobati
diabetes tipe 1. Pioglitazone adalah obat yang digunakan untuk
merangsang produksi hormon insulin pada penderita diabetes mellitus
yang akan mengendalikan level gula di dalam darah. Pioglitazone
membuat sel tubuh memiliki jumlah insulin yang cukup untuk menyerap
glukosa yang terkandung di dalam darah.
Sejarah : Rosiglitazone dan Pioglitazone disetujui tahun 1999. Penelitian
klinis membuktikan efikasi yang serupa dengan yang dimiliki troglitazone
dan tidak terbukti terjadinya hepatotoksisitas.

3.4 Penghambat Glucosidase – Alfa


Definisi : Inhibitor Alfa-glukosidase (AGI) adalah penghambat pati yang
merupakan obat anti-diabetes untuk mengurangi kadar gula darah setelah
makan. Tidak seperti kebanyakan jenis obat diabetes lainnya, alfa-glukosidase
tidak memberikan efek langsung padas sekresi atau sensitivitas insulin.
Sebaliknya obat ini memperlambat pemecahan karbohidrat yang terdapat
dalam makanan bertepung. Obat ini juga efektif bagi pasien dengan diet tinggi
karbohidrat dan kadar glukosa darah puasa kurang dari 180 mg%. hanya
mempengaruhi kadar glukosa pada waktu makan dan tidak mempengaruhi
kadar glukosa darah setelah itu.
BAB II
MEKANISME (CARA KERJA OBAT )

1. Sekretagog Insulin
1.1 Sulfonylurea : Kerja utama Sulfonylurea adalah meningkatkan rilis insulin
dari pankreas. Diduga terdapat dua mekanisme kerja tambahan –suatu
penurunan kadar glukosa serum dan suatu efek ekstra pankreatik dengan
mengadakan efek potensiasi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran-
tetapi kemaknaaan klinisnya masih dipertanyakan. Pemberian
Sulfonylurea pada diabetes tipe 2 secara kronis dapat menurunkan kadar
glucagon serum. Keadaan tersebut dapat berperan terhadap efek
hipoglikemik dari obat.
1.1.1 Sulfonylurea generasi pertama
Terdiri dari :
Tolbutamide yang diabsorbsi dengan baik tetapi cepat
dimetabolisme dalam hati.
Chlorpropamide yang dimetabolisme secara lambat di dalam hati
menjadi produk yang masih mempertahankan beberapa aktivitas
biologisnya ; sekitar 20-30% dieskresi dalam bentuk tidak berubah
di dalam urine.
Tolazamide sebanding dengan chlorpropanide dalam kekuatan tetapi
masaa kerjanya lebih pendek, menyerupai masa kerja
acetohexamide. Tolazamide lebih lambat diabsorpsi dibandingkan
dengan Sulfonylurea lainnya, dan efeknya pada glukosa darah tidak
segera tampak dalam beberapa jam.
1.1.2 Sulfonylurea generasi kedua
Terdiri dari :
Gliburide dimetabolisme dalam hati menjadi produk dengan
aktivitas hipoglikemik yang sangat rendah. Gliburid bekerja
menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan pelepasan
insulin dari pancreas. Mekanisme ini bergantung pada sel beta
pankreas
Glipizide paling sedikit 90% glipizide dimetabolisme dalam hati
menjadi produk yang tidak aktif, dan 10% diekskresi tanpa
perubahan di dalam urine.
Glimepiride dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk
yang tidak aktif. Digunakan sekali sehari sebagai monoterapi atau
dikombinasi dengan insulin untuk menurunkan gluikosa darah pada
pasien diabetes yang tidak dapat mengontrol kadar glukosa dengan
cara diet dan olahraga.

1.2 Meglitinide : Meglitinide merupakan suatu golongan sekretagog insulin


yang baru. Repaglinide, anggota kelompok pertama, disetujui FDA untuk
penggunaan klinis pada tahun 1998. Obat tersebut memodulasi rilis insulin
sel B dengan mengatur aliran ke luar kalium melalui kanal kalium. Terjadi
tumpang tindih dengan sul-fonylurea dalam titik tangkap kerja
molekulernya karena meglitinide memiliki dua situs ikatan, yang sama
dengan sulfonylurea dan satu situs ikatan yang unik.
Berbeda dengan sulfonylurea, meglitinide tidak mempunyai efek langsung
pada eksositosis insulin.pelepasan insulin tergantung kadar glukosa darah
dan akan berkurang pada kadar glukosa rendah. Efek Repaglinide terhadap
pelepasan insulin oleh sel beta pankreas melalui mekanisme inhibisi ATP
dependent potassium channels di membrane sel beta. Blockade saluran
kalium ini akan menghalangi ion kalium keluar dari sel beta sehingga
nenyebabkan depolarisasi sel beta yang menyebabkan pembukaan saluran
kalsium, sehingga terjadi peningkatan influx kalsium yang menginduksi
sekresi insulin. Klirens agen tersebut terjadi di hati dengan waktu-paruh
plasma 1 jam. Karena mula kerjanya yang cepat dan masa kerjanya yang
singkat, repaglinide merupakan indikasi untuk digunakan mengontrol
perjalanan glukosa pasca-prandial.
2. Biguanide
Mekanisme kerja Biguanide masih belum jelas. Kerjanya untuk menurunkan
glukosa darah tidak tergantung Pada adanya fungsi pankreatik sel-sel B.
Glukosa tidak menurun pada subjek normal setelah puasa satu malam, tetapi
kadar glukosa darah pasca-prandial mereka menurun selama pemberian
biguanide. Pasien dengan diabetes tipe 2 emiliki hiperglikemia yang lebih
rendah yang nyata dan hiperglikemia pasca-prandial yang lebih rendah setelah
pemberian biguanide, tetapi hipoglikemia selama terapi biguanide benar- benar
tidak diketahui. Agen tersebut lebih tepat disebut sebagai "euglikemik"
daripada sebagai agen-agen hipoglikemik. Mekanisme kerja yang diusulkan
baru-baru ini meliputi (1) stimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan,
dengan peningkatan eliminasi glukosa dari darah; (2) penurunan
glukoneogenesis hati; (3) melambatkan absorpsi glukosa dari saluran cerna
dengan peningkatan perubahan glukosa menjadi laktat oleh enterosit; dan (4)
penurunan kadar glucagon plasma.

3. Tiazolidinedione
Definisi : Thiazolidinedione adalah agonis selektif untuk peroxisome nuklir
proliferator-activated receptor-g (PPARg). Thiazolidinedione biasanya
meningkatkan high-density lipoprotein (HDL) kolesterol tetapi memiliki efek
variable trigliserida dan low-density lipoprotein (LDL) kolesterol.

Kerja utama Tiazolidinedione adalah untuk mengurangi resistensi insulin


dengan meningkatkan ambilan glukosa dan metabolism dalam otot dan
jaringan adipose. Agen tersebut juga menahan gluconeogenesis di hati dan di
memberikan efek tambahan pada metabolism lemak, steroido genesis di
ovarium, tekanan darah sistemik, dan system fibrinolitik.

Rosiglitazone dan pioglitazone

Mekanisme kerja Pioglitazone merupakan agonis kuat dan sangat selektif


untuk reseptor aktif peroksisom proliferator γ (PPAR- γ). Aktivasi reseptor ini
meningkatkan produksi produk gen yang terlibat dalam metabolisme lipid dan
glukosa. Obat ini juga meningkatkan respons insulin terhadap sel target tanpa
meningkatkan sekresi insulin pancreas.
Mekanisme Rosiglitazone bekerja menyeimbangkan tubuh untuk merespon
insulin, sehingga dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Mengontrol kadar
gula tinggi dapat mencegah kerusakan ginjal, kebutaan, masalah system saraf,
kehilangan organ tubuh, dan masalah fungsi organ seks. kontrol pada diabetes
mungkin akan mengurangi resiko seranga jantung dan stroke.

4. Penghambat Glucosidase – Alfa


Obat golongan ini mempunyai mekanisme kerja menghambat kerja enzim alfa
glukosidase yang terdapat pada “brush border” dipermukaan membrane usus
halus. Enzim alfa glukosidase berfungsi sebagai enzim pemecah karbohidrat
menjadi glukosa di usus halus. Dengan pemberian acarbose maka pemecahan
karbohidrat menjadi glukosa di usus akan berkurang dengan sendirinya kadar
glukosa darah akan berkurang. Obat ini juga memperlambat penyerapan
karbohidrat komplek dengan menghambat enzim alpha glukosidase yang
terdapat pada dinding entrosit yang terletak pada bagian proksimal usus halus.
Secara klinis akan terjadi hambatan pembentukan monosakarida intraluminal,
menghambat dan memperpanjang peningkatan glukosa darah postprandial, dan
mempengaruhi respons insulin plasma. Hasil akhir adalah penurunan glukosa
darah post prandial. Sebagai monoterapi tidak akan merangsang ekskresi
insulin sehingga tidak apat menyebabkan hipoglikemia.
BAB III

FARMAKOKINETIK

1. Sekretagog Insulin
1.1 Sulfonylurea : Absorbsi derivate sulfonylurea melalui usus baik, sehingga
dapat diberikan per-oral. Setelah absorbs, obat ini tersebar ke seluruh cairan
ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama
albumin (70% - 90%)

1.1.1 Sulfonylurea generasi pertama

Tolbutamide : Mula kerja serta farmakokinetiknya berbeda untuk


setiap sediaan. Mula kerja Tolbutamide cepat dan kadar maksimal
dicapai dalam 3-5 jam. Dalam darah Tolbutamide terikat protein
plasma. Di dalam hati terjadi metabolism dalam bentuk oksidasi obat
ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal.

Chlorpropamide : Chlorpropamide juga cepat diserap oleh usus, 70 -


80% dimetabolisme dalam hati dan metabolitnya cepat diekskresi
melalui ginjal. Dalam darah obat ini terikat albumin; masa paruhnya
kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah
pengobatan dihentikan. Efek hipoglikemik maksimal dosis tunggal
terjadi kira-kira 10 jam setelah obat itu diberikan. Efek maksimal
pemberian berulang, baru tercapai setelah 1-2 minggu. Sedangkan
ekskresinya baru lengkap setelah beberapa minggu.

Tolazamide : Tolazamide diserap lebih lambat di usus daripada


sediaan yang lain, efeknya terhadap kadar glukosa darah belum nyata
untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruhnya kira – kira
7 jam dalam tubuh Tolazamidediubah menjadi p-karbositolazamid, 4-
hidrosimetilozamid dan senyawa-senyawa lain; beberapa diantaranya
memiliki sifat hipoglikemik yang cukup kuat.

1.1.2 Sulfonylurea generasi kedua


Gliburide : Cara kerjanya sama dengan sulfonylurea lainya. Obat ini
200 kali lebih kuat daripada Tolbutamide, tetapi efek hipoglikemia
maksimal mirip dengan sulfonylurea lainnya. Pada pengobatan dapat
terjadi kegagalan kira-kira 21% selama 1 setengah tahun. Gliburide
dimetabolisme dalam hati, hanya 255 metabolit dieskresi melalu I urin
dan sisanya diekskresi melalui empedu dan tinja. Gliburide efektif
dengan pemberian dosis tunggal. Bila pemberian dihentikan obat akan
bersih dari serum sesudah 36 jam.

Glipizide : Mirip dengan Sulfonilurea lainnya dengan kekuatan 100x


leih kuat daripada Tolbutamide, tetapi efek hipoglikemia maksimal
mirip dengan sulfonylurea lain. Dengan dosis tunggal pagi hari terjadi
peninggian kadar insulin selama 3x makan. Tetapi insulin puasa tidak
meningkat. Glipizide di absorbsi lengkap sesudah pemberian oral dan
dengan cepat dimetabolisme dalam hati menjadi tidak aktif. Metabolit
dan kira – kira 10% obat yang utuh diekskresi melalui ginjal. Reaksi
nonterapi terjadi pada 11,8% (N=720). Reaksi kemerahan pada waktu
minum alcohol terjadi pada 4-15 %. Satu setengah persen penderita
menghentikan obat karena efek samping obat ini.

Glimepiride : Glimepiride dapat mencapai penurunan kadar glukosa


darah dengan dosis paling rendah dari semua senyawa sulfonylurea.
Satu dosis tunggal sebesar 1 mg terbukti efektif dan dosis harian
maksimal yang dianjurkan adlah 8 mg. Glimipiride memiliki masa
kerja yang panjang dengan waktu paruh 5 jam, sehingga
memungkinkan pemberian dosis sekali sehari dan karenya dapat
meningkatkan kepatuhan untuk menggunkan obat. Agen tersebut
dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak
aktif.

1.2 Meglitinide : Repaglidine adalah anggota kelompok pertama golongan ini.


Repaglinide memiliki mula kerja yang sangat cepat dengan konsentrasi
pucak dan efek puncak dalam waktu sekitar 1 jam setelah pemberian.
Repaglinide dikonsumsi 30 menit sebelum makan dan secara cepat akan
diabsorbsi dan dimetabolisme di hati untukkemudian dieskresikan
terutama melalui empedu.

2. Biguanide
Metformin merupakan salah satu obat golongan ini.
Absorpsi : Bioavailabilitas absolut dari metformin hidroklorida tablet 500 mg,
diberikan pada kondisi pasien berpuasa adalah sekitar 50% - 60%. Makanan
dapat menurunkan kecepatan absopsi metformin.
Distribusi : Ikatan metformin dengan protein plasma adalah minimal, dan dapat
diabaikan. Volume distribusi adalah 650 L, pada obat kerja regular. Metformin
dapat terdistribusi masuk ke dalam eritrosi. Waktu puncak konsentrasi oplasma
sekitar 2 – 3 jam pada tablet metformin regular dan 4 – 8 jam pada tablet
metformin kerja panjang. Konsentrasi plasma secara stabil dapat dicapai dalam
waktu 24 – 48 jam, umumnya <1 µg/Ml.
Metabolisme :Metformin tidak dimetabolisir.
Waktu paruh biologis : Waktu paruh plasma sekitar 6,2 jam. Waktu paruh dalam
darah adalah sekitar 17,6 jam. Hal ini berkenaan dengan massa eritrosit yang
dapat menjadi kompartmen dalam pendistribusian obat ini.
Eliminasi : Renal clearance berkisar 3,5 kali lebih besar daripada creatinine
clearance. Pada penggunaan tablet metformin kerja regular, renal clearance
sekitar 450 – 540 mL/menit. Ekskresi metformin 90% terjadi di urin, dalam
bentuk tidak berubah. Sekitar 90%dari dosis obat yang diabsopsi, dieskresikan
ke urin dalam waktu 24 jam pertama, setelah konsumsi metformin per oral.
Metformin dapat didialisis yaitu hemodialysis
3. Tiazolidinedione
Masing – masing Tiazolidinedione memiliki suatu rantai samping yang berbeda,
dan menyebabkan efek farmakologi dan profil efek yang tidak diinginkan.
Semuanya dimetaboilisme melalui system sitokrom P450 hati, dan induksinya
terhadap jalur yang berbeda dapat mempengaruhi bioavailibilitas pengobatan
lainnya seperti kontrasepsi oral. Terdiri dari :
3.1 Troglitazone : Troglitazone terbukti berhubungan dengan terjadinya
kerusakan hati idiosinkratis yang rendah tetapi bermakna. Gagal hati atau
kematian adalah ciri langsung obat tersebut paling sedikit dalam 63 kasus,
dengan beberapa estimasi yang semakin meningkat. Karena efek yang parah
ini, Triglitazone diatrik di Inggris dan di Amerika Serikat.
3.2 Rosiglitazone dan Pioglitazone: Pioglitazone mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein transporter glukosa,
sehingga meningkatkan uptake glukosa di sel – sel jaringan perifer. Obat ini
dimetabolisme di hepar. Obat ini tidak boleh diberikan poada pasien gagal
jantung karena dapat memperberat edema dan juga pada gangguan fungsi
hati. Rosiglitazone cara kerjanya hampir sama dengan pioglitazone,
dieksresikan melalui urin dan feses. Mempunyai efek hipoglikemik yang
cukup baik jika dikombinasikan dengan metformin.

4. Penghambat Glucosidase – Alfa


Obat ini termasuk obat baru , yang berdasarkan pada persaingan inhibisi enzim
alpha-glukosidase di mukosa, duodenum sehingga penguraian polisakarida
menjadi monosakarida menjadi terhambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan
lebih lambat dan absoprsinya kedalam darah juga kurang cepat, lebih rendah,
dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula dalam darah dapat dihindarkan.
Mekanisme aksi obat ini hanya terbatas dalam saluran cerna bebrapa metabolit
acarbose diabsopsi secara sistemik dan diekskresikan melalui renal. Sedangkan
sebagian besar miglitol tidak mengalami metabolisme. Penggolongan obat ini
terdiri dari :
4.1 Acarbose
Farmakokinetik reabsopsi dari usus buruk, hanya Ca 2% dan naik sampai
lebih kurang 35% setelah dirombak secara enzimatis oleh kuman usus.
Ekskresinya berlangsung cepat lewat kemih.

4.2 Miglitol
Farmakokinetik reabsorpsinya dalam saluran cerna lebih baik daripada
acarbose (60% - 70%). Sehingga efeksampingnya mengenai gangguan
lambung dan usus jauh lebih sedikit
BAB IV
FARMAKODINAMIK

1. Sekretagog Insulin
1.1 Sulfonilurea
Indikasi
Sulfonilurea adalah turunan sulfanilamid tetapi tidak mempunyai aktivitas
antibakteri. Golongan ini bekerja merangsang sekresi insulin di pankreas
sehingga hanya efektif bila sel -pankreas masih dapat berproduksi.
Golongan sulfonilurea dibagi 2, yaitu generasi I (asetoheksaid,
klorpropamid, tolazamid, tolbutaid) dan generasi II (glipizid, gliburid,
glimepirid). Indikasi : diabetes mellitus tipe II.
Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap sulfonilurea, komplikasi diabetes karena
ketoasidosis dengan atau tanpa koma, komplikasi diabetes karena
kehamilan.
Efek samping
Yang paling umum terjadinya efek samping dari sulfonylurea adalah
hipoglikemia dan komplikasi mikrovaskular, sulfonylurea terbukti
menurunkan resiko komplikasi pada penderita diabetes mellitus tipe 2.
Sulfonilurea Generasi Pertama
Tobutamide
Indikasi : NIDDM ringan hingga sedang
Kontraindikasi : Diabetes melittus tipe remaja dan pertumbuhan,
diabetes parah atau tidak stabil, diabetes terkomplikasi dengan
ketosis dan asidosis, koma diabetic.
Interaksi Obat : Interaksi dengan Dikumarol meningkatkan efek
hipoglikemia dengan menurunkan mekanisme Tolbutamide
Efek samping : erupsi kulit, eritema multiform, dermatitis eksfoliatif,
dan semua pasien yang menenerima terapi tolbutamid lebih beresiko
mengalami penyakit arteri coroner dibandingkan terapi insulin
ataupun plasebo.
Efek Toksik :Reaksi toksik yang akut jarang terjadi, ruam kulit tidak
sering terjadi
Penggunaan Klinis : Obat ini juga dapat di berikan sebagai tes untuk
diagnotis insulinoma, yaitu dengan diberikan IV 1 g . Kadar glukosa
dalam 3 jam berikut diukur dan positif jika hipoglikemi lebih
panjang dari biasa.

Klorpropamid
Indikasi : diabetes mellitus tipe 2
Kontra-indikasi : diabetes juveil, diabetes melitus tipe 2 berat atau
tidak stabil. Ketoasidosis, pembedahan, infeksi berat, trauma,
gangguan fungsi hati, ginjal atau tiroid.
Interaksi Obat : Interaksi dengan obat Antasida meningkatkan efek
hipoglikemia dengan menurunkan mekanisme Klorpropamid
Efek samping : ikterus kolestatik, reaksi seperti disulfiram, mual,
muntah, diare, anoreksia.
Resiko khusus : pada penderita gangguan fungsi ginjal dan wanita
menyusui.

Tolazamide
Indikasi : diabetes mellitus tipe 2 (non-insulin dependent)
Kontraindikasi : diabetes mellitus tipe 1, insufisiensi ginjal, infeksi
parah, stress atau trauma, alergi belerang
Efek samping : hipoglikemia, reaksi alergi, berat badan, dosis yang
berhubungan dengan kenaikan GI, reaksi diuretic ringan pada
tolazamide, dan dorongan GI yang merugikan
Interaksi Obat :

1.1.1 Sulfonilurea Generasi Kedua

Gliburide
Indikasi : diabetes mellitus tipe 2
Kontraindikasi : adanya hipersensitivitas seperti alergi dan sulfa,
diabetes tipe 1, diabetic ketoasidosis, pemberian bersamaan dengan
bosentan, wanita hamil
Efek samping : mual, muntah nyeri epigastrik, sakit kepala, demam,
reaksi alergi pada kulit
Imteraksi Obat : efek hipoglikemia ditingkatkan oleh alcohol,
siklofosfamid, antikoagulan kumarina, inhibibitor MAO,
fenilbutazon,penghambat beta adrenergic, sulfonamida

Glipizide
Indikasi : untuk control hiperglisemia, dan simtomatologi dikaitkan
dengan hiperglisemia pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2
Kontraindikasi : hipersensitivitas, diabetes tipe i, infusiensi hati dan
ginjal yang parah
Efek Samping : hipogliosemia, erupsi mukokutis,gangguan saluran
cerna, gangguan hati, reaksi hematologi

Glimepiride
Indikasi : diabetes mellitus tipe 2
Kontra Indikasi : diabetes tergantung insulin tipe I, diabetik
ketoadosis, prekoma atau koma diabetes, hipersensitivitas dengan
glimepirida, wanita hamil dan menyusui.
Efek Samping : hipoglikemia, gangguan penglihatan
Interaksi Obat : interaksi dengan obat fluvoxamin dapat
meningkatkan efek hipoglikemia dengan menurunkan metabolisme
glimepirid

1.2 Meglitinide
Repaglinida
Indikasi :diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol dengan diet dan
olahraga, kombinasi dengan metformin, hipoglikemia lain
Kontraindikasi : hipersensitivitas, ibu hamil dan menyusui, diabetes
mellitus tipe I, diabetes ketoasidosis, gangguan fungsi hati dan ginjal parah
Efek samping : hipoglikemia, kejadian efek tak diinginkan yang tidak
berbeda dari yang teramati pada insulin sekretagog oral lain
Interaksi Obat : Interaksi dengan klaritromisin dapat meningkatkan efek
hipoglikemia dengan menurunkan metabolisme repaglinide

2. Biguanide
Golongan obat ini yaitu :
Metformin

Indikasi : diabetes mellitus tipe 2, terutama untuk pasien dengan berat badan
berlebih (overweight), apabila pengaturan diet dan olahraga saja tidak dapat
mengendalikan kadar gula darah. Metformin dapat digunakan sebagai
monoterapi atau dalam kombinasi dengan obat antidiabetik lain atau insulin
(pasien dewasa), atau dengan insulin (pasien remaja dan anak >10 tahun).
Lihat juga keterangan di atas.

Kontra Indikasi : gangguan fungsi ginjal, ketoasidosis, hentikan bila terjadi


kondisi seperti hipoksia jaringan (sepsis, kegagalan pernafasan, baru
mengalami infark miokardia, gangguan hati), menggunakan kontras media
yang mengandung iodin (jangan menggunakan metformin sebelum fungsi
ginjal kembali normal) dan menggunakan anestesi umum (hentikan metformin
pada hari pembedahan dan mulai kembali bila fungsi ginjal kembali normal),
wanita hamil dan menyusui.

Efek Samping:
anoreksia, mual, muntah, diare (umumnya sementara), nyeri perut, rasa logam,
asidosis laktat (jarang, bila terjadi hentikan terapi), penurunan penyerapan
vitamin B12, eritema, pruritus, urtikaria dan hepatitis.
Interaksi Obat : interaksi obat dengan alkohol dapat meningkatkan efek
metformin pada metabolisme laktat

Penggunaan Klinis : Paling sering diresepkan pada pasien dengan obesitas


yang refrakter yang hiperglikemianya disebabkan oleh kerja insulin yang
tidak efektif, yaitu ” sindroma resistensi insulin ”. Oleh karena metformin
merupakan agen hemat-insulin dan tidak meningkatkan berat badan atau
menyebabkan hipoglikemia, maka metformin menawarkan keuntungan yang
melebihi insulin atau sulfonilurea. Dosis metformin adalah dari 500 mg
sampai maksimal 2,55 g setiap hari, dengan anjuran penggunaan dosis efektif
yang paling rendah

3. Thiazolinedione
Golongan obat ini terdiri

Pioglitazone

Indikasi : Kegunaan Pioglitazone adalah untuk pengobatan diabetes


mellitus tipe 2 jika kadar gula darah tidak cukup dikendalikan dengan diet,
latihan fisik dan penurunan berat badan saja. Obat ini bisa digunakan
sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan obat kencing manis
lainnya.

Kontra Indikasi :

Jangan digunakan untuk pasien yang mempunyai riwayat hipersensitif


(alergi) terhadap Pioglitazone atau obat-obat yang termasuk golongan
thiazolidinedione lainnya, Penderita diabetes mellitus tipe 1, prekoma dan
koma diabetes atau pasien yang dalam urinenya terdapat senyawa keton
(ketoasidosis) dilarang menggunakan obat ini, kontraindikasi pada pasien
yang memiliki riwayat gagal jantung (NYHA I-IV), kontraindikasi pada
pasien dengan gangguan hati, kanker kandung kemih, pasien dengan
haematuria makroskopis tidak diinvestigasi, dan keamanannya pada wanita
hamil, ibu menyusui dan anak/remaja usia di bawah 18 tahun belum
ditetapkan.
Efek Samping :

1. Efek samping Pioglitazone yang sering terjadi adalah retensi cairan dan
edema perifer. Akibatnya, Pioglitazone bisa memicu gagal jantung
kongestif (yang memburuk dengan kelebihan cairan pada mereka yang
berisiko).
2. Obat ini bisa menyebabkan naiknya berat badan yang disebabkan oleh
peningkatan jaringan adiposa subkutan.
3. Bisa menyebabkan peningkatan frekuensi infeksi saluran pernapasan atas,
sinusitis, sakit kepala, mialgia dan masalah gigi.
4. Pada tanggal 15 Juni 2011, FDA (badan pengawas obat dan makanan
amerika serikat) mengumumkan bahwa penggunaan pioglitazone selama
lebih dari satu tahun dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker
kandung kemih.
5. Efek samping lainnya misalnya bisa menyebabkan anemia, disfungsi hati
(misalnya muntah, mual yang tidak dapat dijelaskan, anoreksia, urin gelap,
sakit perut, kelelahan), keropos tulang dan patah tulang, mialgia, gangguan
penglihatan.
6. Penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit (tergantung dosis).
7. Menurunkan trigliserida serum, meningkatkan kolesterol HDL.
8. LFT abnormal.
9. Efek samping yang berpotensi fatal : Cedera hati hepatoselular kolestatik
campuran dan gagal hati; hepatitis.

Interaksi Obat

Pioglitazone berinteraksi dengan obat-obat berikut :

1. Peningkatan risiko edema jika digunakan bersamaan dengan insulin,


metformin dan sulfonilurea.
2. Kadar plasma meningkat jika digunakan bersama
dengan gemfibrozil dan ketoconazole.
3. Berkurangnya kadar plasma jika digunakan dengan rifampisin.

Rosiglitazone

Indikasi : Hiperglikemia

Kontra Indikasi : Gangguan hati, riwayat gagal jantung, riwayat sindrome


koroner akut, kehamila dan menyusui.

Efek samping : Gejala flu seperti hidung mampet, bersin, sakit tenggorokan,
sakit kepala, dan sakit punggung. Namun, rosiglitazone juga tidak jarang
dapat menimbulkan efek yang serius, seperti nafas terasa pendek meskipun
beraktivitas ringan, bengkak atau berat badan naik dengan cepat, sakit pada
dada menyebar pada bahu menjadi berkeringat dan tidak enak badan, mual,
sakit perut, demam ringan, urine gelap, tinja berwarna pucat, sakit kuning,
penglihatan memburam, meningkatkan rasa haus atau lapar, buang air kecil
lebih banyak dari biasanya, kulit pucat, mudah memar atau berdarah dan
lemah. Tidak semua orang mengalami efek samping diatas, dan harus segera
dikonsultasikan ke dokter apabila klien mengalami efek tersebut.

Interaksi obat : walau beberapa obat sama sekali tidak boleh dikonsumsi
bersama, pada khasus lain beberapa obat juga bisa digunakan bersamaan
meskipun mungkin saja bisa terjadi interaksi. Menggunakan obat ini dengan
obat abiraterone acetate, balofloxacin, besifloxacin, ceritinib, ciprofloxacin,
dabrafenib, enoxacin, entacapone, fleroxacin, flumequine, gatifloxacin,
gemifloxacin, insulin aspart, recombinant, insulin degludec, insulin detemir,
insulin glulisine, insulin human inhaled, insulin human ishopane (NPH),
insulin human regular, insulin lipro, recombinant, levofloxacin,
lomefloxacin, moxifloxacin, nadifloxacin, nitisinone, norfloxacin, ofloxacin,
pazufloxacin, pefloxacin, pixantrone, prulifloxacin, rufloxacin, sparfloxacin,
dan tosufloxacin biasanya tidak direkomendasikan, tapi beberapa khasus
mungkin dibutuhkan
4. Penghambat Glukosidase-Alfa
Golongan obat ini yaitu:
Acarbose
Indikasi : pasien dengan NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
yang mengalami kegagalan terapi. Dapat digunakan dalam dosis tunggal
maupun dikombinasikan dengan sulfonylurea.
Kontra indikasi : hipersensitivitas, penyakit hati, ganggguan intestinal kronis
berkaitan dengan absorbsi dan pencernaan, gangguan ginjal berat, kehamilan
dan laktasi dan kondisi yang mungkin memburuk sebagai akibat dar
peningkatan produksi gas usus.

Efek samping : Obat ini umumnya aman dan efektif, namun ada efek samping
yang kadang mengganggu, yaitu perut kembung, terasa banyak gas, banyak
kentut, bahkan diare. Keluhan ini biasanya timbul pada awal pemakaian obat,
yang kemudian berangsur bisa berkurang. Efek samping ini dapat berkurang
dengan mengurangi konsumsi karbohidrat. Terkadang dapat juga terjadi gatal-
gatal dan bintik-bintik merah pada kulit, sesak nafas, tenggorokan terasa
tersumbat, pembengkakan pada bibir, lidah atau wajah. Bila diminum bersama
dengan obat golongan sulfonylurea, dapat terjadi hipoglikemia yang hanya
dapat diatasi dengan glukosa murni, jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian
sukrosa (gula pasir).
Interaksi obat : alcohol dapat menambah efek hipoglikemik. Suplemen enzim
pencernaa seperti pancreatin (amylase, protase, lipase) dapat mengurangi efek
acarbose apabila dikonsumsi secara bersamaan. Antagonis kalsium : misalnya
nifedipin terkadang, mengganggu toleransi glukosa. Antagonis hormone:
aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO, oktreotid dapat
menurunkan kebutuhan insulin dan OHO. Antihipertensi diazoksid : melawan
efek hipoglikemik. Antidepresan (inhibitor MAO) : meningkatkan efek
hipoglikemik. Hormone steroid : esterogen dan progesterone (kontrasepsi oral)
antagonis efek hipoglikemia. Klofibrat : dapat memerbaiki toleransi glukosa
dan mempunyai efek aditif terhadap OHO. Penyekat adrenoreseptor beta :
meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala peringatan, misalnya
tremor. Penghambat ACE : dapat menambah efek hipoglikemik. Resin penukar
ion : kolestiramin meningkatkan efek hipoglikemik acarbose.
BAB V

SEDIAAN DAN DOSIS OBAT

1. Sekretagog Insulin

Golongan : Sulfonilurea

Bentuk sediaan : Tablet

Dosis obat :

1. Klorpropamid
Dosis : Awal 125-250 mg perhari, Maksimal : 250-500 mg perhari
Aturan pakai : Diminum bersama makan
2. Gliburide (Glibenklamid)
Dosis : 2.5-5 mg perhari. Dimulai pada 1.25 mg untuk pasien yang rentan
terhadap hipoglikemik, Maksimal : 15-20 mg perhari
Aturan pakai : Diminum bersama makan
3. Glimepirid
Dosis awal 1 mg perhari titrasi dosis menurut respons pasien kelipatan 1mg
dalam interval 1-2 minggu, Maksimal : 6-8 mg perhari.
Aturan pakai : Diminum sebelum makan pertama (sarapan pagi)
4. Glipizid
Dosis awal 1 mg perhari, Maksimal 20 mg perhari, Untuk dosis > 15mg diberikan
dalam dosis terbagi
5. Tolazamid
Dosis awal 100 mg 1-2 kali sehari, Dosis pemeliharaan : 100-300 mg perhari
dalam dosis terbagi.
Dosis Maksimal : 500 mg perhari
6. Tolbutamid
Dosis : 1-2 g perhari dalam dosis terbagi, Dosis pemeliharaan : 0.25-2 g perhari,
Maksimal : 3 g perhari
Golongan : Meglitinide

Bentuk sediaan : tablet

Obat :

1. Nateglinid
Dosis awal : 120 mg 3 kali sehari, Dosis maksimal : 180 mg 3 kali sehari.
Aturan pakai : Diminum 1-30 menit sebelum makan
2. Repaglinid ; Dosis awal : 500mcg, dapat ditingkatkan tergantung pada repons
pasien dalam interval 1-2 minggu, Maksimal dosis : 16mg perhari. Untuk
penggunaan dosis > 4mg, dapat diberikan dalam dosis terbagi, Aturan pakai :
Diminum sebelum makan, atau 15 menit sebelum makan

2. Golongan : Biguanid

Bentuk sediaan : Tablet

Obat :

Metformin
Dosis awal 500 mg perhari selama 1 minggu, dilanjutkan dengan dosis 500 mg 2
kali sehari pada minggu berikutnya, hingga dosis 500 mg perhari. Atau dengan
dosis awal 850 mg 2-3 kali sehari, Dosis maksimal : 2-3 g perhari.
Aturan pakai : Minum bersama makanan

3. Golongan : Thiazolidindion
Bentuk sediaan : tablet
Obat :
1) Pioglitazon
Dapat dimulai dengan dosis 15 atau 30 mg sekali sehari, Maksimal dosis : 45
mg perhari, Aturan pakai : Dengan atau tanpa makanan
2) Rosiglitazon
Dosis : 4 mg sehari, dan dapat ditingkatkan sampai dengan 8 mg perhari
dalam 1-2 dosis terbagi setelah 8-12 minggu pemakaian (di kombinasikan
dengan insulin) atau 12 minggu (di kombinasikan dengan metformin).
Aturan pakai : Dengan atau tanpa makanan.
4. Golongan : Alfa-Glukosidase Inhibitor
Bentuk sediaan : tablet 25 mg, 50 mg, dan 100 mg
Obat :
1) Acarbose
Dosis awal : 50 mg perhari, dapat ditingkatkan menjadi 50 mg 3 kali sehari,
dan jika diperlukan, dosis dapat ditingkatkan lagi menjadi 100 mg 3 kali
sehari
Maksimal dosis : 200 mg 3 kali sehari
2) Voglibose
Dosis awal 0.2 mg 3 kali sehari, dapat ditingkatkan menjadi 0.3 mg perhari

Anda mungkin juga menyukai