LANDASAN TEORI
1.1 Definisi
Preeklampsia biasanya terjadi pada bu hamil yang memiliki usia remaja atau
berusia >35 tahun. Definisi preeklampsia menurut para ahli akan dijabarkan sebagai
berikut.
Definisi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat digunakan sebagai acuan dalam
menegakkan diagnosis preeklampsia. Penatalaksanaan preeklampsia harus
dilakukan secara cepat dan tepat. Berdasarkan penatalaksanaannya, preeklampsia
dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Preeklampsia ringan
Ibu yag mengalami preeklampsia ringan biasanya memiliki tekanan darah
>140/90 mmHg, tetapi <160/110 mmHg. Kadar proteinuria yang terjadi
>300mg/24 jam menggunakan pemeriksaan dipstik.
2. Preeklampsia berat
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan jika tekanan darah sistolik ibu dalam
keadaan istirahat >160 mmHg dan tekanan darah siastolik >110 mmHg
3. Preeklampsia yang akan datang
Preeklampsia yang akan datang biasanya terjadi jika ibu mengeluh nyeri
epigastrium; nyeri kepala frontal, skotoma, dan pandangan kabur akibat
gangguan pada saraf pusat; gangguan fungsi hati yang ditandai dengan
peningkatan alanin , terdapat tanda hemolisis mikro angiopati; trombositopenia
dengan kadar trombosit <100.000/mm
1.2 Etiologi
1. Hipertensi
Gejala preeklampsia yang paling dahulu timbul adalah hiertensi yang tiba tiba.
Batas yang digunakan untuk menentukan hipertensi adalah tekanan darah
sisitolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg. Akan tetapi, kenaikan tekanan
darah sistolik 30 mmhg atau tekanan darah distolik 15 mmHg diatas tekanan
biasanya juga digunakan sebagai indikator hipertensi. Biasanya, tekanan darah
sistolik mencapai 180 mmHg dan tekanan darah distolik 110 mmHg. Tekanan
darah sistolik melebihi 200 mmHg, hiperetensi kronis terjadi.
2. Edema dan kenaikan berat badan berlebihan
Terjadinay edema didahului dengan kenaikan berat badan yang berlebihan.
Kenaikan berat badan 0.5 kg dalam waktu seminggu pada ibu hamil merupakan
hal yang normal. Akan tetapi, kenaikan berat badan 1 kg dalam waktu seminggu
atau 3 kg dalam waktu sebulan harus menimbulkan kecurigaan adanya
preeklampsia. Kenaikan berat badan yang tiba tiba disebabkan oleh retensi air
dalam jaringan, yan selanjutnya menyebabkan edema. Edema tersebut tidak
hilang walaupun ibu beristirahat.
3. Proteinuria
Kondisi ini sering dijumpai pada kondisi preeklampsia. Proteinuria terjadi
karena vasospasme pembuluh darah ginjal. Proteinuria biasanya timbul lebih
lambat dari hipertensi dan edema.
Etiologi preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan pasti. Oleh sebab itu,
patofisiologi preeklampsia tidak lebih dari mengumpulakan berbagai temuan
fakta yang ada. Meskipun demikian, pengetahuan tentang berbagai fakta ini
merupakan kunci utama keberhasilan penanganan preeklampsia. Preeklampsia
dan eklampsia sering disebut sebagai penyakit dari berbagai teori dalam
kebidanan.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan
tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai The Diseases of Theory.
Adapun teori-teori tersebut antara lain: Peran Prostasiklin dan Tromboksan.
1. Peran factor imunologis
Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada
preeclampsia – eklampsia.
2. Peran factor genetic atau familial. Terdapatnya kecenderungan
meningkatnya frekuensi preeclampsia atau eklampsia pada anak-anak dari
ibu yang menderita preeclampsia atau eklampsia dan anak dan cucu ibu
hamil dengan riwayat preeklampsi atau eklampsi dan bukan pada adik ipar
mereka. Peran renin-angitensin-aldosteron sistem (RAAS)
1. Factor Predisposisi
1) Molahidatidosa
2) Diabetus Melitus
3) Kehamilan Ganda
4) Hipoks fetalis
5) Obesitas
6) Umur yang lebih dari 35 tahun
1.3 Patofisiologi
1.4 Diagnosis
1.5 Pencegahan
Pencegahan primer
Invasi sitotrofoblas endovasklar dalam arteri spiralis dan disfungsi sel endotel
adalah dua kunci utama dalam patofisiologi preeklampsia. Meskipun demikian,
mekanisme terjadinya preeklampsia akibat keduanya masih belum diketahui. Oleh
sebab itusatu satu nya cara untuk menceah preeklampsia adalah dengan mencegah
kehamilan.
Dekker dan Van Geijin (1996) melakukan tinjauan mengenai pencegahan primer
preeklampsia dalam dekade mendatang yang dikaitan dengan tiga hipotesis utama
etiologi preeklampsia yaitu :
Terapi yang dapat dilakukan untuk mencegah iskemia plasenta hingga kini belum
diketahui. Potensi imunoterapi dalam pencegahan preeklampsia juga masih
kontroversial. Akan tetapi studi epidemiologi dengan kuat mendukung hipotesis
bahwa paparan sperma memberi minimal separuh perlindungan terhadap
perkembangan preeklampsia. Kesimpulan dari studi tersebut meskipun tidak dapat
digunakan secara langsung dalam penerapan praktik sehari-hari dapat memberi
konsekuensi praktis bagi dokter praktik, antara lain :
Pencegahan sekunder
Penanda biokimia dan biofisika yang secara logis terlibat dalam patologi dan
patofisiologi hipertensi pada kehamilan diharapkan dapat digunakan untuk
memperkirakan terjadinya preeklampsia pada kehamilan tahap lanjut. Para peneliti
berusahan mengidentifikasi penanda awal gangguan plasenta, penurunan fungsi
plasenta, disfungsi endotel, dan aktivasi koagulasi. Hampir semua upaya tersebut
menghasilkan strategi pemeriksaan yang memiliki sensitivitas renda dalam
mengidentifikasi preeklampsia.
Penanda biokimia dan biofisika yang secara logis terlibat dalam patologi dan
patofisiologi hipertensi pada kehamilan diharapkan dapat digunakan untuk
memperkirakan terjadinya preeklampsia pada kehamilan tahap lanjut. Para peneliti
berusaha mengidentifikasi penanda awal gangguan plasenta, penurunan fungsi
plasenta, disfungsi endotel, dan aktifitas koagulasi. Hampir semua upaya tersebut
menghasilkan strategi pemeriksaan yang memiliki sensitivitas rendah dalam
mengidentifikasi preeklampsia. Friedman dan Lindheimer (1999) menyatakan
bahwa saat ini belum ada ujia skrining yang terpercaya, reliabel, dan ekonomis.
Tanda dan gejala preeklampsia secara umum tampak jelas pada stadium lanjut
kehamilan, biasanya pada trimester III. Walaupun demikian, abnormalitas biasanya
terjadi akibat interaksi abnormal antara ibu dan trofoblas endovaskular yang
muncul lebih dini pada kehamilan. Oleh sebab itu, usulan untuk menemukan
indikator preeklampsia yang lebih dini untuk memprediksi perkembangan lanjutan
penyakit, khususnya dalam dua dekade terakhir, merupakan hal yang masuk akal.
Berbagai metode deteksi dini preeklampsia saat ini tersedia atau dapat dilakukan di
rumah sakit negara maju. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai deteksi
dini preeklampsia.
1. Penilaian klinis
a. Pemberian infusi angiotensin II. Deteksi dini preeklampsia dapat dilakukan
dengan uji infusi angiotensin II. Pada uji ini, infusi angiotensin II diberikan
secara bertahap hingga terjadi peningkatan tekanan darah diastolik sebesar
20 mmHg. Ibu yang memerlukan angiotensin II dalam jumlah kurang dari 8
ng/kg/mnt memiliki nilai prediksi positif mengalami preeklampsia sebesar
20-40% (Friedman dan Lindheimer, 1999). Kendati uji ini memberi hasil
yang cukup baik dibandingkan dengan deteksi preeklampsia lainnya, uji
infusi angiotensin II sulit dilakukan sehingga tidak diterapkan secara klinis.
b. Uji berguling. Gant et al. (1974) membuktikan adanya respons hipertensi
yang dipicu oleh posisi telentang setelah berbaring miring pada sebagian ibu
hamil. Sebagian besar ibu nulipara pada usia gestasi 28 hingga 32 minggu
yang menunjukkan peningkatan tekanan darah diastolik minimal 20 mmHg
ketika uji berguling dilakukan berisiko mengalami preeklampsia.
Sebaliknya, sebagian besar ibu hamil yang tidak mengalami peningkatan
tekanan darah setelah mengalami uji berguling akan tetap memiliki tekanan
darang yang normal. Ibu hamil yang menunjukkan hasil positif pada uji
berguling juga akan menunjukkan hasil yang sama saat menjalni uji
pemberian infusi angiotensin II. Hipotesis menyatakan bahwa hasil uji
positif merupakan manifestasi peningkatan sensitivitas vaskular ibu yanga
akan mengalami hipertensi pada tahap kehamilan lanjut. Nilai prediksi
positif berdasarkan preeklampsia sebagai titik akhir, dan bukan hipertensi
gestasional, adalah 33%. Nilai tersebut serupa dengan hasil positif pada uji
infusi angiotensin II.
c. Tekanan darah. Hipertensi adalah manifestasi klinis kelainan hipertensi
yang diinduksi oleh kehamilan yang paling umum dan potensial
menimbulkan bahaya. Peningkatan tekanan darah terjadi akibat peningkatan
resistensi perifer sistemik dan merupakan ciri preeklampsia yang cukup
dini. Pemeriksaan tekanan darah atau pengukuran MAP pada trimester II
kehamilan tidak dapat digunakan untuk mendeteksi preeklampsia secara
dini. Peningkatan tekanan darah diastolik atau MAP pada trimester II
kehamilan dapat tidak memiliki makna apapun. Kondisi ini merupakan
hipertensi sesaat dan bukab preeklampsia atau eklampsia yang sebenarnya.
Evaluasi perubahan peningkatan tekanan darah merupakan metode yang
tidak berguna dalam skrining preeklampsia dan eklampsia yang akan datang
pada ibu hamil yang menjalani rawat jalan.
d. Edema dan peningkatan berat badan yang berlebihan. Salah satu tanda yang
tampak pada kelainan hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan adalah
edema. Akan tetapi, edema bukan tanda pasti preeklampsia. Edema sedang
dapat ditemukan pada 60-80% ibu hamil yang memiliki tekanan darah
normal. Selain itu, edema pedis yang meluas ke tibia bagian bawah
merupakan kondisi yang lazim ditemukan pada ibu hamil normal. Edema
terjadi pada 85% ibu yang mengalami kelainan hipertensi yang diinduksi
oleh kehamilan. Tanda diagnostik kelainan hipertensi yang diinduksi oleh
kehamilan biasanya muncul mendahului gejala. Edema dan kenaikan berat
badan yang berlebihan merupakan tanda klasik preeklampsia, tetapi bukan
hal yang sangat diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan hipertensi
yang diinduksi oleh kehamilan. Selain itu, hanya kenaikan berat badan yang
berlebihan tidak mengindikasikan prognosis yang buruk terhadap hasil
perinatal.
Penanda biokimia. Hal yang harus diingat dan diperhatikan adalah sebagian besar
ibu yang mengalami kelainan hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan tidak
menunjukkan gejala apapun sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan pentingnya
kunjungan antenatal yang sering pada kehamilan lanjut. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan untuk memprediksi, mendiagnosis, dan memantau perkembangan
preeklampsia. Diagnosis preeklampsia sering kali ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium.
a. Asam urat. Preeklampsia hiperurisemia dapat terjadi akibat penurunan bersihan
asam urat oleh ginjal. Pada preeklampsia, bersihan asam urat mengalami
penurunan secara tidak proporsional dibandingkan dengan bersihan kreatinin
dan urea. Penjelasan patofisiologi penurunan bersihan asam urat yang spesifik
didasarkan pada pola bifasik keterlibatan ginjal dalam preeklamsia.
Pemeriksaan dipstick urine pada populasi risiko rendah, yaitu ibu hamil yang
memiliki tekanan darah normal, yang mengalami kenaikan berat badan
merupakan pemeriksaan yang tidak efektif karena proteinuria merupakan ciri
lanjut dari preeklampsia.
c. Ekskresi kalsium urine. Hipokalsiuria terjadi pada kebanyakan ibu hamil yang
mengalami preeklampsia stadium lanjut. Preeklampsia hipokalsiuria, seperti
halanya penurunan bersihan asam urat, merupakan ekspresi dari disfungsi
tubular. Sanchez-Ramos et al. (1991) melakukan penelitian terhadap nilai
kalsium urine sebagai penanda dini preeklampsia pada 103 ibu nulipara. Pada
usia gestasi 10-24 minggu, ibu yang mengalami preeklampsia
mengekskresikan kalsium urine yang lebih sedikit secara signifikan daripada
ibu yang memiliki tekanan darah normal. Penurunan ini terus terjadi selama
kehamilan. Perbedaan insiden preeklampsia antara ibu hamil yang memiliki
nilai ekskresi kalsium pada atau dibawah nilai ambang 195 mg/24 jam dan ibu
yang memiliki nilai ekskresi kalsium yang bermakna adalah 87%.
Kadar hCG, dengan median multipel, lebih tinggi pada tiga populasi yang
mengalami kelainan patologis. Perbedaan ini secara statistik bermakna pada
populasi neonatus KMK dan preeklampsia, tetaoi tidak pada hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan. Penulis tidakenyediakan data untuk menghitung
nilai duga positif, tetapi data mereka menunjukkan bahwa dengan nilai cut-off
hCG 2 median multipel, 10% populasi dipertimbangkan berisiko mengalami
preeklampsia dan 30% kasus preeklampsia teridentifikasi. Dengan nilai cut-off
hCG 1 median multipel, 50% populasi dipertimbangkan berisiko mengalami
preeklampsia dan 100% kasus preeklampsia akan teridentifikasi.
Sebagian besar penelitian secara umum menemukan bias yang besar dan
cenderung tumpang-tindih antara kadar B-hCG pada ibu yang memiliki
tekanan darah normal dan ibu yang mengalami hipertrnsi. Dengan demikian,
nilai klinis pengukuran B-hCG untuk memprediksi atau memantau kelainan
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan tampaknya sangat terbatas.
3. Penanda hematologi
a. Antigen terkait faktor VIII/faktor VIIIc. Rasio antigen terkait faktor VIII
dan faktor VIIIc (fVIIIrag/fVIIIc) pada individu yang sehat adalah 1,0.
Peningkatan pembilang pada rasio ini, yaitu fVIIIrag, berkaitan dengan
pelepasan endotelial terhadap antigen ini. Beberapa penulis menunjukkan
peningkatan dini rasio fVIIIrag/FVIIIc pada kondisi hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan dan hubungan positif antara derajat peningkatan
rasio dan tingkat penyakit, derajat hiperurisemia, infark plasenta, Hasil
perinatal yang buruk, serta hubungan negatif yang kuat antara rasio ini dan
masa hidup trombosit. Peningkatan rasio, seiring dengan peningkatan
fVIIIrag, lebih mudah dicatat dalam preeklampsia yang berkaitan dengan
hambatan pertumbuhan janin. Pelepasan endoteliel terhadap fVIIIrag tidak
meningkat pada kondisi hipertensi kronis.
a. Resistansi rendah seragam, yaitu FVW dari kedua sisi uterus memiliki RI <
0,58.
b. Resistansi tinggi seragam, yaitu FVW dari kedua sisi uterus memiliki RI <
0,58.
c. Bentuk resistansi campuran, yaitu salah satu gelombang dari salah satu sisi
plasenta memiliki resistensi rendah (RI < 0,58) dan gelombang sisi lainnya
memiliki resistansi tinggi (RI < 0,58).
Harrington et al. (1996) melakukan studi lain pada 652 ibu yang menjalani
kehamilan tunggal. Studi tersebut menunjukkan bahwa adanya noktah bilateral
pada akhir trimester I (usia gestasi 12-16 minggu) berkaitan dengan typical
adds ratio 42 dan CI 95% untuk selanjutnya berkembang menjadi
preeclampsia dalam kehamilan.
4. Suplementasi protein. Diet protein yang ketat lazim dianjurkan pada ibu yang
mengalami toksemia hingga tahun 1930-an. Diet dilakukan dengan tujuan
menghindari “toksin” metabolic. Setelah tahun 1930-an, muncul hipotensi baru
yang menyatakan bahwa asupan protein yang tidak adekuat bertanggung jawab
dalam menyebabkan kelainan hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan. Konsep
ini tampaknya muncul dari observasi hipoproteinemia pada ibu yang mengalami
preeclampsia. Walaupun demikian, beberapa survei menemukan bahwa tidak
terdapat hubungan antara asupan protein sehari-hari dan insiden kelainan
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan. Studi terkontrol belum menemukan
manfaat pasti dari suplementasi protein dalam mencegah kelainan hipertensi
yang diinduksi oleh kehamilan.
Efek suplementasi kalsium lebih besar pada ibu yang berisiko tinggi
mengalami hipertensi (RR 0,22;95% CI 0,11-0,43) dan ibu yang memilki asupan
kalsium pada garis dasar yang rendah (RR 0,32; 95% CI 0,21-0,49). Hasil yang
diperoleh pada subjek yang berisiko tinggi masih samar karena analis sejauh ini
hanya dilakukan pada 225 ribu.
Dua fakta penting yang berhubungan dan menjadi perhatian, antara lain :
a. Negara yang memiliki asupan kalsium tinggi, seperti Amerika Serikat dan
Belanda, masih memiliki masalah preeclampsia tersendiri, khususnya
preeclampsia yang membunuh bayi dan ibu.
b. Pencegahan preeclampsia secara definitive, yaitu hipertensi dan proteinuria,
tidak sama dengan memperbaiki hasil perinatal.
Pencegahan tersier
Pencegahan tersier merupakan tindakan pencegahan komplikasi yang mungkin
timbul akibat preeclampsia dan eklampsia. Pencegahan tersier hampir serupa
dengan mengobati preeclampsia dan eklampsia.
Obat antihipertensi
Antikoagulan
Aspirin
Friedman (1988) menyatakan bahwa preeklampsia merupakan proses pada
trofoblas yang dimediasi oleh disfungsi trombosit dan dicegah minimal sebagian
oleh agens antitrombosit. Aktivasi trombosit yang dimediasi oleh lapisan non-
endotelialisasiyang tampak pada arteri spiralis dapat terjadi akibat ketiadaan
produksi anti-agregasi prostasiklin atau nitrat oksida yang adekuat oleh
vaskularisasi uteroplasenta atau endovaskular trofoblas.
Metabolit aspirin mengikat secara reversibel pada atau dekat sisi aktif jalur yang
mencegah asetilasi enzim oleh aspirin. Walaupun demikian, laporan efek
konsentrasi aspirin dan salisilat in vivo mendukung bahwa proteksi salisilat
terhadap siklooksigenase merupakan interkasi farmakodinamik yang tampaknya
tidak benar diikuti oleh aspirin oral pada manusia
Trombosit tanpa inti merupakan target selular yang unik untuk kerja aspirin.
Trombosit tidak dapat melakukan sintesis ulang siklooksigenase karena mereka
kekurangan inti. Dengan demikian, dosis yang menyebabkan inhibisi tidak komplet
TXA2 karena bentuk inhibisi enzim yang diinduksi aspirin bersifat permanen, akan
berakumulasi membentuk inhibisi komplet jika diberikan secara ekstrem selama
pemberian obat yang berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, pemberian aspirin
harian sebanyak 30 hingga 50 mg menghasilkan supresi komplet pada biosintesis
trombosit TXA2 setelah 7 hingga 10 hari pada ibu yang tidak hamil.
Efek lain aspirin dalam pelepasan IL-8 endotelial yang diinduksi oleh trombosit
memerlukan perhatian khusus dengan mempertimbangkan keterlibatan interkasi
abnormal antara leukosit dan endotelial dlaam patogenesis preeklampsia. Kaplansi
et al (1993) membuktikan bahwa trombosit menginduksi sekresi IL-8 oleh sel
endotel melalui aktivitas membran IL-1. Aspirin dapat menghambat pelepasan IL-
8 endotelial yang diinduksi oleh trombosit sebesar 90%.
Aspirin mengandung asam asetil salisilat yang berkhasiat sebagai analgesik jika
diberikan pada dosis tinggi. Pada dosis rendah, aspirin berkhasiat merintangi
penggumpalan trombosit sehingga digunakan sebagai pencegahan sekunder infark
otak dan jantung.
Aspirin tersedia dalam bentuk tablet salut tahan asam 80 mg, 100 mg, dan 160 mg
serta tablet biasa dengan dosis 500mg. dosis rumatan aspirin yang lazim diberikan
adalah 80-100 mg/kg BB/hari. Dosis tersebut dapat ditingkatkan hingga 130 mk/kg
BB/hari sesuai dengan respons ibu, toleransi, dan konsentrasi salisilat dalam serum.
Aspirin dikonsumsi setelah makan.
Aspek yang aman dari aspirin dideskripsikan dalam rangkuman yang lebih detail.
Secara keseluruhan, uji berskala besar membuktikan bahwa aspirin aman untuk
janin dan bayi baru lahir. Tidak ditemukan bukti adanya peningkatan perdarahan
neonatal. Aspirin dosis rendah aman untuk ibu. Selain itu, anestesi epidural aman
diberian pada ibu hamil yang mengonsumsi aspirin dosis rendah.
Terapi antioksidan
Sebuah studi dilakukan pada ibu hamil yang memiliki usis gestasi antara 12 dan 19
minggu serta didiagnosis mengalami hipertensi kronis atau memiliki riwayat
preeklampsia. Ibu hamil tersebut secara acak diberi terapi harian antara vitamin C
1000 mg dan vitamin E 400 IU atau plasebo. Analisis disesuaikan dengan lokasi
klinis dan kelompok risiko, yaitu preeklampsia sebelumnya, hipertensi kronis atau
keduanya.
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan. Suatu proses
kolaborasi melibatkan perawat, ibu dan tim kesehatan lainnya. Pengkajian
dilakukan melalui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam pengkajian
dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data yang terkumpul lebih akurat,
sehingga dapat dikelompokkan dan dianalisis untuk mengetahui masalah dan
kebutuhan ibu terhadap perawatan . Adapun pengkajian yang dilakukan pada
ibu preeclampsia sebagai berikut :
1) Identitas umum ibu
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Data riwayat kesehatan dahulu antara lain :
i. Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum
hamil.
ii. Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeclampsia pada
kehamilan terdahulu.
iii. Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
iv. Ibu diduga pernah menderita penyakit ginjal kronis.
b) Riwayat kesehtan sekarang
Data riwayat kesehatan sekarang antara lain :
i. Ibu merasa sakit di kepala daerah frontal.
ii. Terasa sakit di ulu hati atau nyeri epigastrium.
iii. Gangguan virus : penglihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan
iv. Gangguan serebral lainnya : terhuyung-huyung, refleks tinggi,
dan tidak tenang
v. Edema dan ekstremitas
vi. Tengkuk terasa berat
vii. Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
d) Riwayat perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun
atau diatas 35 tahun.
3) Pemeriksaan fisik
Beberapa pemeriksaan fisik meliputi :
i. Keadaan umum : lemah
ii. Kepala : sakit kepala, wajah edema
iii. Mata : konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina
iv. Pencernaan abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual
dan muntah
v. Ekstremitas : edema pada kaki, tangan dan jari-jari
vi. Sistem persarafan : hiper refleksia, klonus pada kaki
vii. Genitourinaria : oliguria, proteinuria
viii. Pemeriksaan janin : bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin
melemah
a) Pemeriksaan laboratorium
i. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
- Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%)
- Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
- Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm
ii. Urinalis
Ditemukan protein dalam urine
iii. Pemeriksaan fungsi hati
- Bilirubin meningkat (N = ≤ 1 mg/dl)
- LDH (laktat dehydrogenase) meningkat
- Aspartate aminomtransferase (AST) ≥ 60 ul
- Serum glutamate pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N =
15-45 u/ml
- Serum glutamate oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat
(N = < 31 u/l)
- Total protein serum menurun (N = 6,7-8,7 g/dl)
iv. Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N = 2,4-2,7 mg/dl)
b) Radiologi
i. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intrauterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
ii. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung bayi lemah
c) Data social ekonomi
Preeclampsia banyak terjadi pada wanita dan golongan ekonomi
rendah, karena mereka kurang mengonsumsi makanan yang
mengandung protein dan juga kurang melakukan perawatan antenatal
yang teratur.
d) Data psikologis
Secara umum ibu yang mengalami preeclampsia dalam kondisi yang
labil dan mudah marah, ibu merasa khawatir akan keadaan dirinya dan
keadaan janin dalam kandungannya. Ibu takut jika nanti anaknya lahir
cacat atau meninggal dunia, sehingga ia takut untuk melahirkan.
b. Diagnosis Keperawatan
Setelah data terkumpul dan kemudian di analisis, kemungkinan diagnosis
yang ditemukan pada ibu preeclampsia yaitu :
1) Kelebihan volume cairan interstisial yang berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotic, perubahan permeabilitas pembuluh darah.
2) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan hypovolemia atau
penurunan aliran balik vena
3) Risiko cidera pada janin yang berhubungan dengan tidak adekuatnya
perfusi darah ke plasenta
4) Risiko tinggi intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya masalah
sirkulasi dan peningkatan tekanan darah.
5) Risiko cedera pada ibu yang berhubungan dengan edema atau hipoksia
jaringan, kejang tonik klonik
6) Nyeri epigastric yang berhubungan dengan peregangan kapsula hepar.
c. Perencanaan
Perencanaan keperawatan merupakan tugas lanjut dari perawat setelah
mengumpulkan data yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ibu sesuai
dengan pengkajian yang telah dilakukan. Adapn perencanaan tindakan yang
dilakukan pada ibu preeclampsia yaitu :