Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu penyebab kematian ibu yaitu terjadinya eklamsi dalam
persalinan, eklamsi diawali dengan pre-eklamsi pada kehamilan lanjut
terutama pada trimester III. Kehamilan dengan pre eklamsia adalah keadaan
dimana hipertensi dengan protein urine, edema atau keduanya yang terjadi
akibat kehamilan setelah 20 minggu atau kadang timbul lebih awal. Meskipun
secara tradisional diagnosis pre eklamsia memerlukan adanya hipertensi
karena kehamilan disertai protein urine atau edema, ada yang mengatakan
bahwa edema pada tangan dan muka sangat sering ditemukan pada wanita
hamil sehingga diagnosa preeklamsia tidak dapat disingkirkan dengan tidak
adanya edema. Insiden preeklamsia pada wanita dengan hipertensi kronik
bervariasi karena belum ada definisi yang pasti.
Karena dampak Pre-klamsia ringan sangat signifikan untuk itu ibu harus
mampu mengenali dan mengobati Pre-eklamsia ringan agar tidak berlanjut
pada Pre-eklamsi berat lalu ke eklamsi, pemeriksaan antenatal yang teratur
dan bermutu serta teliti, serta melakukan diet makanan tinggi protein,
karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Untuk itu dalam mengurangi
kejadian dan menurunkan angka kejadian pre-eklamsiringan dapat
menyebabkan kematian. Mengingat kejadian komplikasi pada ibu dan BBL
sebagian besar terjadi pada masa sekitar persalinan, pemeriksaan kesehatan
saat hamil dan kehadiran tenaga kesehatan yang terampil pada masa
kehamilan menjadi sangat penting. Pengetahuan masyarakat tentang gejala
komplikasi dan tindakan cepat untuk segera meminta pertolongan ke fasilitas
kesehatan terdekat menjadi kunci utama dalam menurunkan AKI dan AKB.
Secara umum tingginya kematian ibu dan bayi berkaitan erat dengan 3
terlambat, yaitu terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan,
terlambat sampai ke fasilitas kesehatan serta terlambat mendpatkan pelayanan
yang optimal (Depkes : 2004 : 24). Untuk mengetahui permasalahan tersebut

di perlukan upaya bagi seluruh pihak yang mau bersama-sama menyelamatkan


ibu dan bayi.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian preeclampsia
2. Untuk mengetahui etiologi preeclampsia
3. Untuk mengetahui faktor resiko preeclampsia
4. Untuk mengetahui gambaran klinis preeclampsia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Preeklampsia
Pre-eklampsia dalam
kehamilan adalah apabila
dijumpai tekanan darah 140/90
mmHg setelah kehamilan 20
minggu (akhir triwulan kedua
sampai triwulan ketiga) atau bisa
lebih awal terjadi.
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa
menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan,
persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas preeklampsia ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi
(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan
hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta
tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.
B. Etiologi Preeklampsia
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Secara teoritik urutan urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema,
hipertensi, dan terakhir proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak
dalam urutan diatas dapat dianggap bukan preeklamsi.
Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan gejala
yang paling penting. Namun, penderita serinhkali tidak merasakan perubahan
ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan
penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

C. Faktor Risiko Preeklamsia


1. Kehamilan pertama
2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia
atau eklampsia
3. Pre-eklampsia pada kehamilan
sebelumnya
4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun
5. Wanita dengan gangguan fungsi organ
(diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan
tekanan darah tinggi)
6. Kehamilan kembar
D. Gambaran Klinis Preeklampsia
1. Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau
muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia
yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria
bertambah meningkat.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan
tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah
meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia
berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan
beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu,
edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia,
pendarahan otak.

E. Patofisiologi Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat


dan eklampsia dapat terjadi
perburukan patologis pada sejumlah
organ dan sistem yang kemungkinan
diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia. Wanita dengan hipertensi
pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin, tromboxan) yang
dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan
kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus
dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan
nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap
kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya
cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan
hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark
plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat
bahkan kematian janin dalam rahim. Perubahan pada organ-organ:
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh
larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai
ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.
2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak


diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak
pada penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil
biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia
tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan.
Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan
penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan
protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia.
Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain
itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler
dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan.
Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah
pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat
penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia
pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan
perdarahan.
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan,
sehingga terjadi partus prematur.

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh


edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena
terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.
F. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu;
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau
lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu

kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.


Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada

urine kateter atau midstream.


2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau

4+.
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di

epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis
Trombositopeni
Gangguan fungsi hati
Pertumbuhan janin terhambat

G. Penatalaksanaan Preeklampsia
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan
merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi.
Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan,
penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal terhadap
kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam
penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau
terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan beratnya penyakit, keadaan
ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama pengambilan strategi
7

penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang tidak
memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya
preeklamsi, yaitu :
1.

Preeklamsi ringan
Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk
mengawasi perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk
sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati,
gangguan penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya
eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini
memerlukan observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus
diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin
dan protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit, dan
serum albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan
fungsi pembekuan seperti protrombin time, partial tromboplastin time,
fibrinogen, dan hitung trombosit. Perkiraan berat badan janin diperoleh
melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu. Perawatan
jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan, dan
keadaan janin baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat
tekanan darah, berat badan, ekskresi protein pada urin 24 jam, dan hitung
trombosit begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut jantung janin 2x
seminggu). Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala
pemburukan penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan
gangguan penglihatan. Bila ada tanda-tanda progresi penyakit,
hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di rumah sakit dibuat
senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang induksi persalinan
pada preeklamsi ringan dan keadaan servik yang matang (skor Bishop >6)
untuk menghindari komplikasi maternal dan janin. Akan tetapi ada pula
yang tidak menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi ringan pada
kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai tirah baring,
hospitalisasi yang lama, penggunaan obat anti hipertensi dan profilaksis

anti konvulsan. Tirah baring umumnya direkomendasikan terhadap


preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah mengurangi
edema, peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi
berat, dan meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak
diperlukan kecuali tekanan darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu
atau kurang. Pemakaian sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak
dipakai lagi karena mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan
karena salah satunya yaitu fenobarbital mengganggu faktor pembekuan
yang tergantung vitamin K dalam janin. Sebanyak 3 penelitian acak
menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring baik di rumah
maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah menurunkan
lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan adanya
progresi penyakit ke arah eklamsi dan persalinan prematur pada pasien
yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian yang
mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada 10
penelitian acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan
preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap
lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm
bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan
yang jelas terhadap pengobatan preeklamsi ringan.
Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali
dengan NST dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non
reaktif memerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan
oksitosin challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio
lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan
awal akibat indikasi ibu, tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat
kematangan janin. Pemberian kortikosteroid dilakukan untuk
mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7
hari lagi. Jika terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor
terhadap janin dilakukan secara berkelanjutan karena adanya bahaya
solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.

2.

Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah
konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan
persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat
terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang atau
terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia
kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk
mendapatkan NICU yang baik.
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan
progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh
karena itu persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia
kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila terdapat gejala impending
eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi
terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda,
bagaimana pun juga, penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan
ketat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan neonatal dan
menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka panjang.
Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara
konservatif pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya
116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan
karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin,
penatalaksanaan konservatif hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3
dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin. Semua wanita dengan
usia kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus
memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan
preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap
wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan preeklamsi berat
harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi
kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang
menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk

10

menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23


minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi
berat adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati
dan perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu
24 jam setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi
dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan
terapi biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih
tinggi. Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik
105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan tekanan arteri
rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri
rata-rata dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg)
dan tekanan diastolik < 105 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90
mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan preeklamsi berat
selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg bolus. Dosis
tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20 mg. Bila
dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang
diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti takikardi, sakit
kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat
diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan
hidralazin, beberapa peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain
dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9 penelitian acak yang
membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu penelitian yang
menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih sering didapatkan
pada hidralazin.
Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol
hipertensi berat dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali
pada awal puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah
pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka pemberian hidralazin
dihentikan. Jika hipertensi kembali muncul pada wanita post partum,

11

labetalol oral atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih


diperlukan.
Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml
perjam kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis,
atau kehilangan darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang
biasa terjadi pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah
maternal mengalami konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan
dapat lebih banyak. Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena
pada wanita eklamsi telah ada cairan ekstraselular yang banyak yang tidak
terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan ekstravaskular. Infus
dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi cairan
tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau
edema otak.
Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan
pada wanita dengan preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena
adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat blokade simpatis. Ada juga
pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena blokade simpatis
dapat menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika
teknik analgesi telah mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi
epidural digunakan untuk memperbaiki vasospasme dan menurunkan
tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Selain itu, klinisi
yang lebih menyenangi anestesi epidural menyatakan bahwa pada anestesi
umum dapat terjadi penigkatan tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi
oleh intubasi trakea dan dapat menyebabkan edema pulmonal, edema
serebral dan perdarahan intrakranial. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan anestesi baik
metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada persalinan
dengan cara seksio sesarea pada wanita preeklamsi berat jika langkahlangkah dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati. Walaupun
anestesi epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan
bahwa tidak ada keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi

12

setelah persalinan. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah anestesi epidural


aman digunakan selama persalinan pada wanita dengan hipertensi dalam
kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi terhadap hipertensi.
Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Indikasi ibu
- Usia kehamilan 38 minggu
- Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3
- Kerusakan progresif fungsi hepar
- Kerusakan progresif fungsi ginjal
- Suspek solusio plasenta
- Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan
- Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah
b. Indikasi janin
- IUGR berat
- Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring
- Oligohidramnion.

13

BAB III
KESIMPULAN
Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu faktor
risiko maternal, faktor risiko medikal maternal, dan faktor risiko plasental atau
fetal.
Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklamsi adalah invasi
trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis antara
jaringan plasenta ibu dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan
kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan normal, faktor nutrisi, dan pengaruh
genetik.
Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai 110 mmHg.
Tujuan utama pemberian obat anti hipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik
menjadi 90-100 mmHg.

14

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi
ke-22, New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808
Gopar adul, pdf.Preeklampsi, 12 mey 2012, diakses tanggal 27 juni 2013 dari,
http://adulgopar.files.wordpress.com/preeklampsia.pdf
Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301
Manuaba Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG. 1997. Ilmu Kebidanan Edisi III.
Yayasan Bina Pustaka : Jakarta.
Mansjoer, Arif, Triyanto, Kuspuji, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.
Jakarta : Media Aesculapius.
Mariam siti, Makalah pre-eklampsia, 14 april 2013, diakses tanggal 27 juni 20013
dari, http://sitimaryamhsb.makalah-pre-eklamsia.html

15

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Jika ada penulisan yang salah kami
mohon maaf dan diharapkan pula kritik serta sarannya demi membantu
terciptanya kesempurnaan dalam makalah ini. Atas perhatiannya saya ucapkan
terima kasih.

Pekanbaru, Juli 2015

Penulis

i
16

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

A. Latar Belakang ...............................................................................

B. Tujuan ............................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Pengertian Preeklamsia ..................................................................


Etiologi Preeklamsia ......................................................................
Faktor Risiko Preeklamsia .............................................................
Gambaran Klinis Preeklampsia .....................................................
Patofisiologi Preeklampsia ............................................................
Diagnosis Preeklampsia .................................................................
Penatalaksanaan Preeklampsia ......................................................

3
3
4
4
5
7
7

BAB III KESIMPULAN ...............................................................................

14

DAFTAR PUSTAKA

ii

17

PREEKLAMPSIA

DISUSUN OLEH
META ANGGRAINI
12.2.0.1.149
DOKTER PENGUJI : Dr. EDY PANGARIBUAN, Sp.OG

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2015

18

Anda mungkin juga menyukai