“ PRE-EKLAMSIA ”
Dosen Pengampu :
Oleh Kelompok 1 :
FAKULTAS KESEHATAN
2019
BAB I
KONSEP TEORI
A. Definisi Pre-eklamsia
Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan.Penyakit ini umumnya terjadi dalam
triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola
hidatosa. Preeclampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah persalinan. (Manjoer Arif,2000:270).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan
tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering
ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan
diagnose pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam
kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-
eklampsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0.3 g/l dalam
urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2+ atau 1 g/l atau
lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil
minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih
lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan; karena itu harus dianggap
sebagai tanda yang cukup serius.
a. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolic 110 mmHg
atau lebih
b. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan
kualitatif;
c. Oliguria, urin 400 ml atau kurang dalam 24 jam’
d. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium;
e. Edema paru-paru atau sianosis (Prawirohardjo, Sarwono, 1991)
B. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum
diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-sebab
penyakit terebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang
memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
C. Patofisiologi
Pre-eklampsia
Pre-eklampsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena
itu, sebagian besar pemeriksaan anatomi patologik berasal dari penderita
eklampsia yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati
dan ginjal ternyata bahwa perubahan anatomi-patologik pada alat-alat itu pada
pre-eklampsia tidak banyak berbeda daripada yang ditemukan pada eklampsia.
Perlu dikemukakan di sini bahwa tidak ada perubahan histopatologik yang khas
pada pre-eklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark, nekrosis, dan trombosis
pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat
tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola.
Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam
patogenesis kelainan-kelainan tersebut. (Prawirohardjo, Sarwono, 1991)
Tiga lesi patologis utama yang terutama berkaitan dengan pre-eklampsia dan
eklampsia :
1. Perdarahan dan neklosis di banyak organ, sekunder terhadap kontriksi
kapiler
2. Endoteliosis kapiler glomeruler.
3. Tidak adanya dilatasi arteri spilar.
(Kemenkes, 2008)
2) Perubahan anatomi-patologik
Plasenta. Pada pre-eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis
desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan
plasenta normal seba akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium,
menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi karena fibrosis, dan konversi
mesoderm menjadi jaringan fibrotic, dipercepat prosesnya pada pre-eklampsia
dan hipertensi. Pada pre-eklampsia yang jelas ialah atrofi sinsitium,
sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan pada
pembuluh darah dan stroma. Arteria spiralis mengalami konstriksi dan
penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing teriopathy.
Ginjal. Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai
ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan-perdarahan kecil.
Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968)
menunjukkan pada pre-eklampsia bahwa kelainan berupa: 1) kelainan
glomerulus; 2) hyperplasia sel-sel jukstaglomeruler; 3) kelainan pada tubulus-
tubulus Henle; 4) spasmus pembuluh darah ke glomerulus.
Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan
sebagai berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah; b) tampak dengan
mikroskop biasa bahwa membran basalis dinding kapiler glomerulus seolah-
olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop electron
disebabkan oleh bertambahnya maktriks mesangial; c) sel-sel kapiler
membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein
berupa serabut ditemukan dalam kapsul Bowman.
Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan
pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi.
Epitel tubulus-tubulus Henle berdeskuamasi hebat; tampak jelas fragmen inti
sel terpecah-pecah.Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali.
Pada tempat lain tampak regenerasi.
Perubahan-perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria
dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air.Sesudah
persalinan berakhir, sebagian besar perubahan yang digambarkan menghilang,
hanya kadang-kadang ditemukan sisa-sisa penambahan matriks mesangial.
Otak. Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan
anemia pada korteks serebri; pada keadaan lanjut dapat ditemukan perdarahan.
Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita pre-
eklampsia daripada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi
menahun. Penderita pre-eklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan
sempurna air dan garam yang diberikan.Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolit, kristaloid, dan protein dalam serum tidak menunjukan perubahan
yang nyata pada pre-elampsia.Konsentrasi kalium, natrium, kalsium, dan
klorida dala serum biasanya dalam batas-batas normal. Gula darah,
bikarbonas, dan Ph pun normal.
D. Faktor Penyebab
1. Pre-eklampsia
Hingga saat ini penyebab pre-eklampsia dan eklampsia belum diketahui
dengan pasti, penyakit ini masih disebut disease of theory (Sudhaberata, 2001).
Namun demikian, perhatian harus ditujukan terutama pada penderita yang
mempunyai faktor predisposisi terhadap pre-eklampsia. Menurut Wiknjosastro
(2008) faktor predisposisi/risiko tersebut antara lain:
a. Usia : primigravida dengan usia dibawah 20 tahun dan semua ibu dengan
usia diatas 35 tahun dianggap lebih rentan. Pre-eklampsia yang meningkat di
usia muda dihubungkan belum sempurna organ-organ yang ada di tubuh
wanita untuk bereproduksi, selain itu faktor psikologis yang cenderung kurang
stabil juga meningkatkan kejadian pre-eklampsia di usia muda. Bertambahnya
umur wanita berkaitan dengan perubahan pada system kardiovskular dan
secara teoritis preeclampsia dihubungkan dengan adanya patologi pada endotel
yang merupakan bagian dari pembuluh darah. Preeclampsia-eklampsia hampir
secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada
wanita yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai resiko 3-4 kali lipat
mendapatkan preeclampsia dibandingkan usia lebih muda (Karkata,2006).
b. Paritas : primigravida memiliki insidensi hipertensi hampir dua kali lipat.
Menurut penelitian, telah diketahui bahwa umur reproduksi sehat pada seorang
wanita berkisar antara 20-30 tahun. Artinya melahirkan setelah umur 20 tahun,
jarak persalinan sebaiknya 2-3 tahun dan berhenti melahirkan setelah umur 20
thun. Berarti jumlah anak cukup 2-3 orang. Telah dibuktikan bahwa kelahiran
ke empat dan seterusnya akan meningkatkan kematian ibu dan janin
(Roeshadi,2004). Menurut Prawirohardjo (2005) paritas 2 merupakan paritas
paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas satu dan paritas
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka maternal lebih tinggi primigravida dn
gravid pada usia diatas 35 tahun merupakan kelompok resiko tinggi untuk
preeclampsia-eklampsia.
c. Faktor ketturunan (genetic) : bukti adanya pewarisan secara genetic paling
mugkin disebabkan oleh turunan resesif. Menurut (Chapman, 2006) ada
hubungan genetic yang telah diteggakkan, riwayat keluarga ibu atau saudara
perempuan meingkatkan resiko empat sampai delapan kali. Faktor risiko
terjadinya komplikasi hipertensi pada kehmilan dapat diturunkan pada anak
perempuannya (Manuaba, 2007). Menurut Angsar (2008), ada faktor
keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial
dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang
mengalami preeclampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami
preeclampsia pula, sedangkan hanya 8% nak menantu mengalami
preeclampsia.
d. Status sosial ekonomi : preeclampsia dan eklampsia lebih umum ditemui pada
kelompok sosial ekonomi rendah. Menurut Benson (1994), status ekonomi
yang rendah juga merupakan salah satu faktor predisposisi kejadian
preeclampsia. Beberpa peneliti menyimpulkan bahwa sosial ekonomi yang
baik mengurangi terjadinya preekalampsia.
e. Komplikasi obstetric : kehamilan kembar, kehamilan mola atau hidrops fetalis.
Preeclampsia lebih besar kemungkinan terjadinya kehamilan kembar. Selin
itu, hipertensi yang diperberat karena kehamilan banyak terjadi pada
kehamilan kembar. Dilihat dari segi teori hiperplasentosis, kehamilan kembar
mempunyai risiko untuk berkembangnya preeclampsia. Kejadian preeclampsia
pada kehamilan kembar meningkat menjadi 4-5 kali dibandingkan kehamilan
tunggal. Selain itu, dilaporkan bahwa preeclampsia akan meningkat pada
kehamilan kembar tiga dan seterusnya. (Karkata, 2006)
f. Riwayat penyakit yang sudah ada sebelumnya: hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit ginjal, system lupus erytematosus (SLE), sindrom antifosfolipid
antibody. Dasar penyebab preeclampsia diduga adalah gangguan fungsi
endotel pembuluh darah (sel pelapis dalam pembuluh darah) yang
menimbulkan vasospasme lumen pembuluh darah mengecil/menciut.
E. Penatalaksanaan
1. Pre-eklampsia
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-
eklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya, belum
diketahui. Tujuan utama ialah (1) mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan
eklampsia; (2) melahirkanjanin hidup; (3) melahirkan janin dengan trauma
sekecil-kecilnya.
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik.
Pengobatan pre-eklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena
tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia
dengan bayi yang masih prematur penundaan pengakhiran kehamilan mungkin
dapat menyebabkan eklampsia atau kematian janin. Pada janin dengan berat
badan kemungkinan hidup pada pre-eklampsia berat lebih baik di luar dari di
dalam uterus. Cara pengakhiran dapat dilakukan dengan induksi persalinan atau
seksio sesarea menurut keadaan. Pada umumnya indikasi untuk kehamilan ialah :
(1) pre-eklampsia ringan dengan kehamilan lebih dari cukup bulan (2) pre-
eklampsia dengan hipertensi dan/atau proteinuria menetap selama 10-14 hari, dan
janin sudah cukup matur; (3) pre-eklampsia berat; (4) eklampsia.
Penanganan pre-eklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan pre-
eklampsia. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan pengaliran
darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal juga lebih banyak, tekanan
vena pada ekstrimitas bawah turun dan resorbsi cairan dari daerah tersebut
bertambah. Selain itu, juga mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar.
Oleh sebab itu, dengan istirahat biasanya tekanan darah turun dan edema
berkurang. Pemberian fenobarbital 3 x 30 mg sehari akan menenangkan penderita
dan dapat juga menurunkan tekanan darah. Apakah restriksi garam berpengaruh
nyata terhadap pre-eklampsia, masih belum ada persesuaian faham. Ada yang
menyatakan bahwa jumlah garam pada makanan sehari-hari tidak berpengaruh
banyak terhadap keadaan pre-eklampsia, penulis lain sebaliknya menganjurkan
garam dalam diet penderita.
Pada umumnya pemberian diuretika dan antihipertensiva pada pre-eklampsia
ringan tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak menghentikan proses
penyakit dan juga tidak memperbaiki prognosis janin. Selain itu, pemakaian obat
obat tersebut dapat menutupi tanda dan gejala pre-eklampsia berat. Biasanya
dengan tindakan yang sederhana ini tekanan darah turun, berat badan dan edema
turun, proteinuria tidak atau mengurang. Setelah keadaan menjadi normal
kembali penderita dibolehkan pulang, akan tetapi harus diperiksa lebih sering
daripada biasa. Karena biasanya hamil sudah tua, persalinan tidak lama lagi
berlangsung. Bila hipertensi menetap biarpun tidak tinggi, penderita tetap tinggal
di rumah sakit. Dalam hal ini perlu diamati keadaan janin dengan pemeriksaan
kadar dalam air kencing berulang kali, pemeriksaan ultrasonik, amnioskopi, dan
lain-lain. Perlu diperhatikan bahwa induksi persalinan yang dilakukan terlalu dini
akan merugikan karena bahaya prematuritas, sebaliknya induksi yang terlambat
dengan adanya insufisiensi plasenta akan menyebabkan kematian intrauterin janin.
Bila keadaan janin mengizinkan, ditunggu dengan melakukan induksi persalinan,
sampai kehamilan cukup atau lebih dari 37 minggu.
Beberapa pre-eklampsia ringan tidak membaik dengan penanganan
konservatif. Tekanan darah meningkat, retensi cairan dan proteinuria bertambah,
walaupun penderita istirahat dengan pengobatan medik. Dalam hal ini
pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.
Penanganan pre-eklampsia berat
Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda-tanda dan gejala-
gejala pre-eklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk mencegah
rimbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut dapat diatasi,
dapat difikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan kehamilan. Tindakan ini
perlu untuk mencegah seterusnya bahaya eklampsia. Sebagai pengobatan untuk
mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: (1) larutan sulfas magnesikus
40% sebanyak 10ml (4 gram) disuntikkan intramuskulus bokong kiri dan kanan
sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan.
Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik refleks patella
positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 per menit. Obat tersebut, selain
menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis; (2)
Klorpromazin 50mg intramuskulus; (3) Diazepam 20mg intrmuskulus.
Penanggulangan pre-eklampsia dalam persalinan
Rangsangan untuk menimbulkan kejangan dapat berasal dari luar atau dari
penderita sendiri, dan his persalinan merupakan rangsangan yang kuat. Maka dari
itu, pre-eklampsia berat lebih mudah menjadi eklampsia pada waktu persalinan.
Tidak boleh dilupakan bahwa kadang – kadang hipertensi timbul untuk
pertama kali dalam persalinan dan dapat menjadi eklampsia, walaupun pada
pemeriksaan antenatal tidak ditemukan tanda – tanda pre-eklampsia. Dengan
demikian, pada persalinan normal pun tekanan darah perlu diperiksa berulang –
ulang dan air kencing perlu diperiksa terhadap protein.
Untuk penderita pre-eklampsia diperlukan analgetika dan sedativa lebih
banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya
perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat – syarat telah
dipenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau ekstraktor vakum
dengan memberikan narkosis umum untuk menghindari rangsangan pada susunan
saraf pusat. Anastesia lokal dapat diberikan bila tekanan darah tidak terlalu tinggi
dan penderita masih somnolen karena pengaruh obat.
Ergometrin menyebabkan konstriksi pembuluh darah dan dapat meningkatkan
tekanan darah. Oleh karena itu, pemberian ergometrin secara rutin pada kala III
tidak dianjurkan, kecuali jika ada perdarahan postpartum karena atonia uteri.
Pemberian obat penenang diteruskan sampai 48 jam postpartum, karena ada
kemungkinan setelah persalinan berakhir, tekanan darah naik dan eklampsia
timbul. Selanjutan obat tersebut obat tersebut dikurangi secara tertahap dalam 3 –
4 hari.
Telah diketahui bahwa pada pre-eklampsia janin diancam bahaya hipoksia,
dan pada persalinan bahaya ini makin besar. Pada gawat-janin, dalam kala I,
dilakukan sebera seksio-sesarea; pada kala II dilakukan ekstaksi dengan cunam
atau ekstraktor vakum. Postpartum bayi sering menunjukkan tanda asfiksia
neonatorum karena hipoksia intrauterin, pengaruh obat penenang, atau narkosis
umum, sehingga diperlukan resusitasi. Maka dari itu, semua peralatan untuk
keperluan tersebut perlu disediakan. (Prawirohardjo, Sarwono, 1991)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PRE-EKLAMPSIA
Seorang perempuan usia 29 tahun G2P1A0 hamil 28 minggu tanggal 3 Februari 2017 datang
ke poliklinik untuk memeriksakan kehamilannya, ibu diantar suaminya dengan keluhan
penambahan berat badan yang berlebihan, keluhan disertai adanya pembengkakan pada kaki
(edema), jari tangan dan pada wajah terutama pada kelopak mata, tekanan darah > 140/90
mmHg nadi 88x/mnt suhu 36oC, dan pada pemeriksaan laboratorium terdapat proteinuria.
Hasil pemeriksaan: TFU 1/3 diatas pusat, DJJ tidak terdengar, sering mengeluh sakit kepala
dan tengkuk bagian belakang tegang.
1. PENGKAJIAN
DATA UMUM
Initial Klien : Ny. R Nama Suami : Tn. O
Usia : 29 Usia : 35
Riwayat Ginekologi
1. Masalah ginekologi:Tidak ada
2. Riwayat Riwayat keluarga berencana : ya / tidak
Bila ya, jenis kontrasepsi yang digunakan : IUD Pil
Implan Suntik Lain-lain; sebutkan.......................
......................................................................................................................
Leopold IV
Kepala Leher
Kepala : Simetris, tidak ada benjolan, rambut tidak rontok, tidak ada nyeri
tekan
Hidung : Simetris
Dada
Masalah Khusus: Pengeluaran ASI pada riwayat kehamilan pertama dimulai saat
minggu ke 32, Ny. R mengatakan pengeluaran ASI nya agak sedikit dan harus
dipompa terlebih dahulu agar pengeluaran ASI meningkat.
Abdomen
Uterus :
Pigmentasi :
Keputihan
Ekstremitas
varises Ya / Tidak
Ekstremitas bawah: edema Ya/ Tidak
Eliminasi
Konsistensi: Lunak
Intensitas sedang
Masalah khusus :-
Tidak ada
pola seksualitas
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
Persiapan Persalinan
Senam hamil
persalinan
Perawatan payudara
Proteinuria
Penatalaksanaan
Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan pre-
eklampsia. Pemberian fenobarbital 3 x 30 mg sehari akan menenangkan penderita dan
dapat juga menurunkan tekanan darah.
Seorang perempuan usia 29 tahun G2P1A0 hamil 28 minggu tanggal 3 Februari 2017
mengeluh penambahan berat badan yang berlebihan, keluhan disertai adanya
pembengkakan pada kaki (edema), jari tangan dan pada wajah terutama pada kelopak
mata yang mengindikasikan bahwa Ny.R mengalami gangguan Kelebihan Volume
Cairan, tekanan darah > 140/90 mmHg yang menyebabkan Ny. R mengalami
gangguan Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak nadi 88x/mnt suhu 36oC,
dan pada pemeriksaan laboratorium terdapat proteinuria. Hasil pemeriksaan: TFU 1/3
diatas pusat, DJJ tidak terdengar yang dapat menimbulkan Resiko gangguan
hubungan ibu-janin, sering mengeluh sakit kepala dan tengkuk bagian belakang
tegang merupakan tanda dan gejala dari hipertensi akibat pre-eklampsia yang saat ini
sedang dialami.
b. Analisa data
Masalah/Problem Etiologi Symptom/Data
Kelebihan volume cairan Gangguan mekanisme DS:
regulasi Pasien mengeluh
adanya pembengkakan
pada kaki (edema), jari
tangan dan pada wajah
terutama pada kelopak
mata
DO:
TD > 140/90 mmHg
DJJ tidak terdengar
Proteinuria
Nyeri akut Agen cedera biologis DS:
(hipertensi) Pasien mengatakan
sering mengeluh sakit
kepala dan tengkuk
bagian belakang tegang.
DO:
TD > 140/90 mmHg
Nadi 88x/mnt
Suhu 36oC
Resiko ketidakefektifan Hipertensi DS:
perfusi jaringan otak
Pasien mengatakan
sering mengeluh sakit
kepala dan tengkuk
bagian belakang tegang,
edema.
DO:
TD > 140/90 mmHg
Nadi 88x/mnt
Suhu 36oC
Resiko gangguan Komplikasi kehamilan
hubungan ibu-janin (preeclampsia)
2. DIAGNOSA
Rumusan diagnose keperawatan terkait kasus:
1) Domain 2: Nutrisi
Kelas 5. Hidrasi
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
ditandai dengan Pasien mengeluh adanya pembengkakan pada kaki (edema), jari
tangan dan pada wajah terutama pada kelopak mata, TD > 140/90 mmHg, DJJ
tidak terdengar, proteinuria.
2) Domain 4: Aktivitas/istirahat
Kelas 4. Respon kardiovaskular/pulmonal
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan Hipertensi
ditandai dengan pasien mengatakan sering mengeluh sakit kepala dan tengkuk
bagian belakang tegang, edema.TD > 140/90 mmHgNadi 88x/mntSuhu 36oC
3) Domain 8: Seksualitas
Kelas 3. Reproduksi
Resiko gangguan hubungan ibu-janin berhubungan dengan komplikasi
kehamilan
3. INTERVENSI
N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
o. Kriteria Hasil
1. Kelebihan Kelebihan Intervensi
volume volume cairan keperawatan yang
cairan teratasi yang disarankan untuk
berhubunga dibuktikan menyelesaikan
n dengan dengan: masalah:
gangguan 1. Keseimbanga 1. Manajemen cairan a. Untuk
mekanisme n cairan dengan aktivitas: menjaga
regulasi dengan a. Jaga keseimban
ditandai criteria hasil: intake/asupan gan cairan
dengan: a. Intake dan yang akurat b. Untuk
DS: output dan catat mengetah
Pasien seimbang output ui keadaan
mengeluh b. Turgor b. Kaji lokasi edema
adanya kulit dan luasnya pasien
pembengkak elastic edema c. Untuk
an pada kaki c. Berat c. Monitor hasil memantau
(edema), jari badan laboratorium perkemba
tangan dan stabil yang relevan ngan hasil
pada wajah dengan retensi laboratori
terutama 2. Pengetahuan: cairan (pantau um pasien
pada Manajemen kadar protein
kelopak Hipertensi dalam urine)
mata a. Mengetah
ui efek 2. Manajemen
DO: terapeutik Hipervolemia a. Untuk
TD > 140/90 obat yang dengan aktivitas: mengetah
mmHg diberikan a. Timbang berat ui keadaan
DJJ tidak b. Memiliki badan tiap vital
terdengar pengetahu hari dengan pasien
Proteinuria an tentang waktu yang
pemantaua sama
n tekanan b. Monitor
darah edema perifer
c. Pengetahu a. Untuk
an tentang c. Reposisi memantau
strategi pasien dengan perubahan
mengelola edema berat
stress dependen badan
d. Mengetah secara teratur pasien
ui d. Tingkatkan secara
pentingny integritas kulit teratur
a (mencegah b.
mematuhi gesekan, Memantau
pengobata hindari keadaan
n kelembaban edema
yang c. Untuk
berlebihan) mencegah
pada pasien adanya
edema tekanan
dependen pada
edema
d. Untuk
mencegah
adanya
gesekan
pada area
yang
edema
2. Resiko Ketidakefektifan Intervensi
ketidakefek perfusi jaringan keperawatan yang
tifan perifer teratasi disarankan untuk
perfusi yang dibuktikan menyelesaikan
jaringan dengan: masalah:
perifer 1) Status 1) Monitor tanda-
berhubunga sirkulasi tanda vital dengan
n dengan dengan aktivitas:
Hipertensi kriteria hasil: Monitor
ditandai a) Tidak ada tekanan darah,
dengan edema nadi, suhu,
pasien perifer dan status
mengatakan b) Wajah pernpasan
sering tidak pucat dengan tepat
mengeluh
sakit kepala 2) Keparahan
dan tengkuk hipertensi
bagian membaik
belakang dengan
tegang, kriteria hasil:
edema. TD a) Tidak ada
> 140/90 sakit
mmHgNadi kepala
88x/mnt b) Tidak ada
Suhu 36oC pusing
3) Memiliki
pengetahuan
manajemen
hipertensi
dengan
kriteria hasil:
a) Tekanan
darah
120/80
b) Mengeta
hui tanda
dan
gejala
eksaserb
asi
hipertens
i
3 Resiko Resiko gangguan Intervensi
gangguan hubungan ibu- keperawatan yang
hubungan janin teratasi disarankan untuk
ibu-janin yang dibuktikan menyelesaikan
berhubunga dengan: masalah:
n dengan 1) Status janin : 1) Perawatan
komplikasi Antepartum prenatal, dengan
kehamilan baik dengan aktivitas:
kriteria hasil: a) Monitor
a) Denyut denyut
jantung jantung
janin 120 janin
– 160 b) Monitor
gangguan
2) Pengetahuan hipertensi
: kehamilan (tekanan
a) Pola darah,
pergeraka edema
n janin pergelanga
baik n kaki,
b) Perubaha tangan dan
n anatomi wajah dan
dan proteinuria
fisiologis )
kehamila 2) Pencegahan
n sesuai kejang dengan
tingkat aktivitas:
keseimba a) Intruksika
ngan n pasien
mengenai
3) Kontrol potensial
kejang dari faktor
sendiri resiko
dengan b) Intruksika
kriteria n pasien
hasil: untuk
a) Mencega memanggi
h faktor l jika
resiko/pe dirasa
micu tanda akan
kejang terjadinya
kejang
c) Intruksika
n
keluarga/S
O
mengenai
pertolonga
n pertama
pada
kejang
DAFTAR PUSTAKA
Angsar D. 2008. Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Ilmu Kebidanan. Edisi IV.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawowihardjo
Manuaba, I.B.G., LA. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba. 2007.
Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Roeshadi, R.H. 2004. Gangguan dan Penyulit pada Masa Kehamilan, Bagian
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Sukrisno, Adi. 2014. Instant Access Ilmu Kebidanan. Pamulang: Binarupa Aksara
Publisher