Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH MEDICAL SCIENCE

NAMA : DIAH PWI PRAJAWATI


NIM : P1337424422282

2.1 Konsep Eklamsia

2.1.1 Definisi Eklamsia


Eklampsia adalah kondisi dimana pasien mengalami kejang atau kejang yang
tidak diketahui penyebabnya yang bukan merupakan kelainan neurologis
misalnya epilepsy yang disertai penurunan kesadaran pada wanita dengan pre-
eklampsia. Selain itu Eklampsia didefinisikan sebagai konddisi kejang yang
berhubungan dengan pre-eklampsia. Pra-eklampsia berat didefinisikan sebagai
pre-eklampsia dengan hipertensi berat dengan tekanan darah diastolik ≥110
mmHg, tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan/atau dengan gejala, kersakan
biokimia dan hematologis (D. C. Lalenoh, 2018).

2.1.2 Epidemologi Eklamsia


Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) memperkirakan kasus
preeklampsia dan eklamsia sebanyak tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia/eklamsia di
negara maju adalah 1,3%-6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8%-
18%. Laporan terbaru dari WHO memperkirakan bahwa preeklampsia dan
eklamsia masing-masing menyumbang 70.000 kematian ibu tahun di dunia.
Selain mortalitas dan morbiditas ibu preeklampsia dan eklamsia juga
menyumbang 500.000 kematian bayi setiap tahunnya. Hipertensi dalam
kehamilan atau preeklampsia peringkat penyebab kematian pertama di
Indonesia sebanyak 33% (Ery et al., 2022).

2.1.3 Etiologi Eklamsia


Menurut (Mariati et al., 2022)Penyebab kejadian eklamsia sampai saat ini
belum diketahui, namun kejadian pre-eklamsia hingga eklamsia biasanya di
sebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1) Usia. Kejadian preeklamsia atau eklamsia biasanya disebabkan oleh usia
berada terlalu mudah yaitu dibawah 20 tahun, dan usia diatas 35 tahun. Hal ini
dikarenakan ibu terlalu mudah belum siap dan matang dalam mengandung /
hamil, sedang ibu yang terlalu tua sudah tidak mampu untuk hamil dan
beresiko pada kehamilannya.
2) Kehamilan pertama oleh pasangan baru. Hal ini dianggap sebagai risiko
dikarenakan wanita yang sebelumnya tidak terpapar oleh sperma
menyebabkan tubuh belum beradaptasi.
3) Jarak antara kehamilan. Wanita dengan status multipara yang memiliki jarak
yang cukup jauh dari kehamilan sebelumnya juga memberikan risiko dalam
kejadian eklamsia.
4) Riwayat preeklamsia dan eklamsia sebelumnya. Hal ini juga mempengaruhi
dikarenakan tubuh telah terdapat oleh pre eklamsia dalam kehamilan sehingga
bisa memicu kejadian yang sama pada kehamilan yang di alami.
5) Riwayat keluarga preeklamsia atau eklamsia. Hal ini juga bisa menjadi
pencetus dalam penyebab kejadian eklamsia dengan tingkat risiko sebanyak
tiga kali lipat.
6) Penyakit bawaan (DM,penyakit ginjal, sindrom antifosfolipid, Hipertensi,
jantung bawaan, obesitas). Hal ini juga mempengaruhi tinggi risiko
preeklamsia dan eklamsia.
7) Kondisi sosial ekonomi. Keadaan sosial ekonomi bisa mempengaruhi
psikologi wanita hamil sehingga menyebabkan terjadinya beban pikiran dan
menjerumus eklamsia.
8) Frekuensi Antrenatal. Kehamilan yang dibawah 20 minggu bisa menjadi salah
satu faktor pencetus eklamsia .

2.1.4 Manifestasi Klinis eklamsia


Menurut (D. C. Lalenoh, 2018), Gejala utama eklampsia addalah kejang
sebelum, selama atau sesudah persalinan. Munculnya eklampsia pada ibu hamil
selalu di dahului dengan preeklampsia. Preeklampsia dapat timbul sejak
minggu ke-20 kehamilan. Prereklampsia akan ditandai dengan tekanan darah
>140/90 mmHg, ditemukannya protein pada urin, dan bisa disertai dengan
pembengkakan pada tungkai. Jika tidak mendapatkan penanganan,
preeklampsia bisa menyebabkan eklampsia.
Pada beberapa kasus, bisa terjadi impending eclampsia yang ditandai
dengan.
a. Tekanan darah yang semakin tingggi.
b. Sakit kepala yang semakin parah.
c. Mual dan muntah.
d. Sesak nafas.
e. Tangan dan kaki membengkak.
f. Gangguan penglihatan.
g. Peningkatan kadar protein di urin.

2.1.5 Klasifikasi eklamsia


Terdapat 3 klasifikasi pada eklamsia diantaraanya adalah :

1. Eklamsia gravidarum
Yaitu eklamsia yang terjadi dengan tingkat kejadian 60 – 150 % serta
biasa serangan terjadi dalam keadaan hamil
2. Eklamsia parturientum
Yaitu kejadian yang terjadi sekitar 30-35%, saat sendang inpartu, serta batas
eklamsia gravidarum susah untuk ditentukan terutama saat mulai inpartus.
3. Eklamsia puerperium
Yaitu kejadian yang jarang terjadi, dan terkadang terjadinya serangan
kejang atau koma setelah persalinan berakhir/selesai.

2.1.6 Patofisiologis Eklamsia


Pada eklampsia terdapat peningkatan terhadap tekanan darah perubahan
ini mengakibatkan Angiotension II dan ketidakseimbangan pada prostasiklin
menimbulkan penglihatan kabur akibat dari retina yang mengalami iskemik
akibat dari peningkatan produksi bahan vasopresor, nyeri pasca oprasi section
caesaria di akibatkat oleh kebutuhan janin yang tidak terpenuhi, regangan pada
kapsula hepar serta edema umum yang dialami asien dengan preeclampsia
menyebabkan nyeri pada daerah epigastrium serta vasopasme ginjal
mengakibatkan kerusakan pada glomerulus sehingga urin terdapat protinuria
dan menumbulkan potensial komplikasi akibat dari hipertensi (M.kes, Ni’matul
ulyah, Yunadi M.Kes, 2021).

PATHWAY EKLAMSI
2.1.7 Komplikasi Eklamsia
Pada ibu hamil biasanya mengalami pre-eklamsia lalu bertumbuh menjadi
eklamsia dengan komplikasi sebagai berikut :

1. komplikasi pada ibu


a) Eklampsia atau preeklampsia yang dapat berkembang menjadi eklampsia
yang ditandai dengan adanya kejang tanpa riwayat sebelumnya.
b) Sindrom HELLP (Hemolisis, peningkatan enzim hati, dan jumlah
trombosit yang rendah), merupakan sindrom yang terjadi akibat kerusakan
sel darah merah, peningkatan enzim hati, dan jumlah trombosit yang
rendah.
c) Gangguan pembekuan darah, dimana komplikasi ini timbul berupa
perdarahan akibat kekurangan protein yang dibutuhkan untuk pembekuan
darah, atau sebaliknya, hal ini terjadi akibat gumpalan darah yang menyebar
karena protein terlalu aktif.
d) Solusio plasenta, yaitu peristiwa terlepasnya plasenta dari dinding rahim
sebelum persalinan yang dapat menyebabkan perdarahan hebat pada ibu dan
kerusakan plasenta, yang akan membahayakan keselamatan ibu hamil dan
janin.
e) Penyakit Kardiovaskular, dimana terdapat resiko timbulnya penyakit
yang berhubungan dengan fungsi jantung dan pembuluh darah besar pada
jantung dan akan meningkat jika memiliki riwayat preeklampsia atau
tekanan darah tinggi pada kehamilan.
f) Kegagalan organ, biasanya disebabkan oleh preeklampsia yang dapat
menyebabkan disfungsi beberapa organ seperti paru-paru, ginjal dan hati
pada ibu.
g) Stroke hemoragik, merupakan kondisi yang ditandai dengan pecahnya
pembuluh darah di otak akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh. Hal
ini terjadi jika seseorang mengalami pendarahan di otak, sel-sel otak akan
rusak akibat tekanan dari penimbunan darah yang terjadi, dan tidak
mendapat suplai oksigen akibat terputusnya aliran darah di otak, kondisi ini
menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.
2. komplikasi pada bayi/janin
a) kelahira premature
b) kematian janin dalam kandungan
c) keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan janin
d) janin lahir dengan asfiksia neonatorum atau kegagalan nafas pada janin

2.1.8 Penatalaksanaan Eklamsia


1) pemeriksaan darah lengkap
untuk memastikannya dilakukan dengan cara mengelap darah untuk
mengetahui ada tidaknya penurunan hemoglobin dengan (nilai acuan normal
ibu hamil 12-14 gr%), kemudian kadar shemaktrokit meningkat (nilai acuan
37-43 vol. %), dan kadar trombosit menurun (nilai referensi 150-450
ribu/mm3).
2) pemeriksaan urine
pemeriksaan urine dilakukan untuk menentukana apakah ada kandungan
protein dalam urine
3) pemeriksaan fungsi hati
pemeriksaan fungsi hati dilakukan untuk mengetahui apakah ada
peningkatan bilirubin dengan nilai acuan (N = < 1 mg/dl), kadar aspartate
aminotransferase (AST) > 60 ul, serum Glutamat pyrufate trasaminase atau
(SGPT) meningkat dengan nilai referensi (N = 15- 45u/ml), serum glutamat
oksaloasetat trasaminase (SGOT) meningkat (N=<31u/l), protein total serum
menurun dengan nilai referensi (N=6.7-8.7 g/dl)pemeriksaan tes kimia darah
untuk memastikan apakah ada peningkatan asam urat dengan nillai rujukan (
N = 2,4 – 2,7 mg/dl)
4) pemeriksaan radiologi
a) pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk menentukan retardasi
pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterus, pernafasan
intrauterus lambat, apakah aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban.
b) pemeriksaan Kardiotografi untuk mengetahui denyut jantung janin (DJJ)
bayi apakah lemah atau kuat.

2.1.9 Penatalaksanaan Eklamsia


Menurut (Purwaka, 2018), dalam prinsip pengobatan eklamsia pada ibu
adalah dengan menghentikan kejang yang dialami agar menghindari kejang
yang berulang. Maka terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian dalam
penatalaksanaan eklamsia yaitu :

1. pengobatan
untuk menghidari kejang berulang maka harus memperhatian pemberian
obat anti kejang seperti :
pemberian MgSo4 (magnesium sulfat) dengan dosis 4 gr dalam 20% secara
IV secara perlahan selama 3 menit lalu disusul 10 gr dalam 40% IM pada
salah satu bokong. Untuk dosis ulang dilakukan setiap 6 jam diberikan 5 gr
dalam 50% IM, lalu diberikan smpai 6 jam pasca persalinan atau 6 jam
terbebas dari kejang. Dalam pemberian obat ini tetap memperhatikan reflek
patela, tidak ada tanda-tanda depresi pernapasan, produksi urine tidak
kurang dari 2 cc/jam.
2. Pengaturan Tekanan Darah
Obat anti hipertensi diberikan kepada pasien bila tekanan darah sistolik
pasien > 160 mmHg, dan tekanan darah diastolic pasien > 110 mmHg.
Target penurunan tekanan darah pasien ± 30% dari tekanan awal saat
pengkajian. Biasanya obat yang akan diberikan yaitu nifedipin dalam 10 mg
per oral dengan catatan interaksi obat antara nifedipin dengan magnesium
sulfat dilaporkan dapat menimbulkan kelemahan otot, terjadi hipotensi dan
fetal distress pada pasien.
3. Penanganan pasien eklamsia
Jika pasien telah sampai di instalasi gawat darurat maka yang harus
dilakukan adalah :
- Memastikan jalan nafas pasien paten dan tidak tersumbat oleh benda
asing dan Miringkan kepala pasien kesalah satu arah
- Berikan oksigen 4-6 lpm pada pasien dalam mempertaankan
pernapasan, jika perlu berikan ventilasi dengan balon dan masker.
- Observasi pada sirkulasi pasien seperti pemantauan nadi, tekanan
darah, dan berikan infus dengan cairan RL/RD5/NaCl 0,9%
- Cegah kejang berulang dengan pemberian MgSO4 40% dalam 4 gram.
- Jika masih terjadi kejang langsung rujuk pasien
2. Rujukan penderita
Jika pasien mengalami kejang secara berulang minta bantuan dari tim yang
lebih ahli atau rujuk kerumah sakit yang lebih lengkap untuk dilakukan
pembedahan kehamilan atau SC.

Anda mungkin juga menyukai