Anda di halaman 1dari 11

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Pre-eklampsia


Pre-eklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dan kadar protein dalam urin. Pre-eklampsia ringan adalah
adanya Tekanan darah: tekanan sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90
mmHg. disertai proteinuria ≥ 0,3 gr/jumlah urin selama 24 jam atau dipstick > +1
dan/atau edema Edema lokal, yaitu penimbunan cairan secara umum dan berlebihan
dalam jaringan tubuh yang diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengakakan
pada ekstremitas, kaki, tangan dan wajah10.

3.2 Anatomi dan Fisiologi Vaskularisasi Plasenta


Tali pusat yang berisi 2 arteri dan satu vena menghubungkan anatar janin dan
plasenta, vena berisi darah penuh oksigen, sedangkan arteri yang kembali dari janin
berisi darah kotor. Tali pusat berisi massa mukopolisakarida yang disebut jeli
Wharton dan bagian luar adalah epitel amnion.4,5

Gambar 3.1. Vaskularisasi Plasenta.

14
Pembuluh darah tali pusat berkembang dan berbentuk seperti spiral, hal ini
bertujuan agar terdapat fleksibilitas dan terhindar dari torsis. Tekanan darah arteri
pada akhir kehamilan diperkirakan 70/60 mmHg. Sedangkan tekanan vena
diperkirakan 25 mmHg. Tekanan darah yang relatif tinggi pada kapilar, termasuk
pada vili maksudnya ialah seandainya terjadi kebocoran, darah ibu tidak masuk ke
janin.4,5

3.3 Epidemiologi Pre-eklampsia


Angka kejadian pre-eklampsia tiap negara berbeda dikarenakan perbedaan
faktor yang mempengaruhinya diantaranya jumlah primigravida, keadaan sosial
ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia
frekuensi kejadian pre-eklampsia sekitar 3-10%.6
Kehamilan primigravida memiliki angka kejadian pre-eklampsia lebih tinggi
bila dibandingkan dengan multigravida. Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan
ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya pre-eklampsia. Peningkatan kejadian pre-eklampsia
pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak
terdiagnosa dengan superimposed PIH.6
Preklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan
angka kejadian dari 30 sampel pasien pre-eklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin
Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus
dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak
18 kasus.
Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan
tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional 13 % : 6 % dan pre-
eklampsia 13 % : 5 % yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan
kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada
wanita dengan kehamilan tunggal.6

Tabel 2.1 Faktor resiko pre-eklampsia.6

14
3.4 Etiologi pre-eklampsia
Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pre-eklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu : genetik, imunologik, gizi dan infeksi
serta infeksi antara faktor-faktor tersebut. 6
1. Peran prostasiklin dan tromboksan
Kerusakan yang terjadi pada endotel vaskuler penderita pre-eklampsia
menyebabkan terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) sementara pada
kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi
trombosit akan menyebabkan peningkatan pelepasan tromboksan (TxA2) dan
serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Faktor imunologis.9
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan
dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak
sempurna, terdapat beberapa studi yang mendapati aktivasi komplemen dan system
imun humoral pada pre-eklampsia.

15
3. Faktor genetik.8
Studi yang mendukung faktor genetik pada pre-eklampsia antara lain:
a. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak –
anak dari ibu yang menderita pre-eklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak-anak cucu
ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsia dan bukan ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).
4. Iskemik plasenta.
Plasenta mengalami penurunan aliran darah, sehingga mengalami iskemik hal
ini disebabkan bahwa tidak terjadinya dilatasi arteri spiralis, kondisi plasenta
mengalami hipoksia akan menghasilkan zat-zat yang bersifat toksik terhadap endotel
pembuluh darah ibu yang dapat menyebabkan kelainan sistemik.

16
Gambar 2.1 Iskemia Plasenta Menyebabkan Pre-eklampsia
3.5 Patofisiologi pre-eklampsia
Patogenesis terjadinya pre-eklampsia dapat dijelaskan sebagai berikut:11
1. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Kadar angiotensin II menurun pada penderita pre-eklampsi hal ini yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan – bahan vasoaktif
(vasopresor), pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi,
sementara, kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi.
2. Hipovolemia intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai
45%, sebaliknya pada pre-eklampsia terjadi penyusutan volume plasma hingga
mencapai 30 – 40% kehamilan normal. Penurunan volume plasma menimbulkan
hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah, akibatnya perfusi pada jaringan
atau organ penting menjadi berkurang maka akan terjadi gangguan pada pertukaran
bahan – bahan metabolik dan oksigenasi jaringan.
Penurunan perfusi dalam jaringan utero – plasenta mengakibatkan oksigenasi
janin menurun sehingga maka pertumbuhan janin terhambat (IUGR), gawat janin,
bahkan kematian janin intrauterine (IUFD).

17
3. Vasokonstriksi Pembuluh darah
Tekanan darah pada kehamilan normal dapat diatur tetap meskipun cardiac
output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan
dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan – bahan
vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan – bahan vasoaktif dalam tubuh dengan
cepat menimbulkan vasokonstriksi.
Vasokonstriksi secara menyeluruh pada sistem pembuluh darah arteriole dan
pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya
hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi
akan berada dalam syok kronik.
Pre-eklampsia berat dan eklampsia terjadi perburukan patologis fungsi
sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia, sebelumnya
bahwa pada pre-eklampsia terjadi gangguan perfusi dari uteroplasenta. Bila hal ini
terjadi maka akan mengaktivasi sistem renin – angiotensin. Aktivasi dari sistem ini
akan melepaskan Angiotensin II yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara
general sehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia
jaringan.7
Hipoksia dan hipovolemia akan terjadi pada kapiler – kapiler yang
membentuk glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang
menyebabkan peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari gambaran
klinis dapat ditemukan proteinuria. Vasokonstriksi kapiler – kapiler dapat pula
menyebabkan edema. Selain itu, dari jalur adrenal akan memproduksi aldosteron
yang juga dapat menyebabkan retensi Na dan air sehingga pada pasien pre-eklampsia
terjadi edema.7
Kelainan trombositopenia memperparah kondisi sehingga dapat mengancam
jiwa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin menurun dan eritrosit
dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh dan mengalami hemolisis
dengan cepat.7

18
Gambar 2.2 Perubahan- Perubahan pada Organ yang Terjadi Akibat pre-eklampsia

3.6 Penegakan Diagnosis Pre-eklampsia


Dalam penegakan diagnosis, pre-eklampsia dibagi sebagai berikut:
1. Tanda Subyektif
Secara umum pada pre-eklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal,
skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-
muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre-eklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darahpun akan
meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.3
2. Tanda Obyektif Pre-eklampsia
- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg.
- Proteinuria ≥ 300mg/ 24 jam, atau pemeriksaan dipstick ≥ 1+

19
Gambar 2.3 Hipertensi dalam Kehamilan

3.7 Penatalaksanaan Pre-eklampsia


Dasar penanganan penderita pre-eklampsia dan eklampsia definitif adalah
segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam pelaksanaannya harus
dipertimbangkan keadaan ibu dan janinnya antara lain umur kehamilan proses
perjalanan penyakit, dan seberapa jauh keterlibatan organ.
Penanganan pre-eklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi
eklampsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan
optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal. Pengobatan hanya

20
dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-eklampsia, dan faktor-faktor apa
dalam kahamilan yang menyebabkannya, belum diketahui.
Tujuan utama penanganan ialah (1) mencegah terjadinya eklampsia; (2)
melahirkan janin hidup; (3) melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.11
Pada pre-eklampsia berat, tindakan yang diberikan.
1. Bedrest maupun Bedrest Total bagi ibu hamil dengan usia kehamilan ≤37 minggu,
tetapi pada beberapa studi tidak terlalu menguntungkan.2
2. Obat penunjang, misalnya vitamin B kompleks, vitamin C atau vitamin E, zat besi
3. Nasehat
a) Konsumsi rendah garam tidak disarankan.
b) Istirahat baring kearah punggung janin
c) Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala, mata kabur,
edema mendadak atau berat badan naik, pernafasan semakin sesak, nyeri
epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak janin melemah-berkurang,
pengeluaran urin berkurang.
4. Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat.
Petunjuk untuk segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau merujuk
penderita perlu memperhatikan hal berikut:
a) Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
b) Protein dalam urin 1 plus atau lebih
c) Kenaikan berat badan 3 kg atau lebih dalam satu bulan.
d) Edema bertambah dengan mendadak
e) Terdapat gejala dan keluhan subyektif.
Penanganan obstetri ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal,
yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk
hidup di luar uterus. Setelah persalinan berakhir, jarang terjadi eklampsia, dan janin
yang sudah cukup matur lebih baik hidup diluar kandungan dari pada dalam uterus.10
Penegakan diagnosa dengan usia kehamilan 39-40 minggu, his (+), NST
kesan reaktif, maka pada pasien dilakukan induksi persalinan dengan tujuan untuk
mempercepat persalinan sehingga kondisi ibu akan membaik dengan sendirinya, dan
tidak mengarah pada eklamsi yang lebih berat dan dengan pertimbangan bahwa janin
sudah aterm dan dapat hidup di luar uterus.19

21
Induksi persalinan dilakukan dengan drip oksitosin sehingga kontraksi rahim
bisa adekuat dan secara efektif mendorong janin melewati jalan lahir.
dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut:
a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat – obatan untuk penyulitnya.
b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya yang tergantung
pada umur kehamilannya. Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2 yaitu:
-
Ekspektatif konservatif: bila umur kehamilannya < 37 minggu, artinya
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi
medikamentosa.
-
Aktif agresif: bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.4

22
Gb.2.5 Penatalaksanaan pre-eklampsia

23

Anda mungkin juga menyukai