Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah penyebab penting morbiditas,


disabilitas dan kematian pada ibu dan bayi. Di Asia setidaknya satu dari sepuluh
kematian pada ibu hamil berhubungan dengan HDK. Dari seluruh gangguan
HDK, pre eklampsia dan eklampsia adalah penyebab utama mortalitas dan
morbiditas maternal dan perinatal.1

Pre eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan dan
disertai dengan proteinuria. Di negara berkembang, kejadian pre eklampsia
berkisar antara 4 – 18 %. Penyakit pre eklampsia ringan terjadi 75 % dan pre
eklampsia berat terjadi 25 %. Dari seluruh kejadian pre eklampsia, sekitar 10 %
kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian pre eklampsia meningkat
pada wanita dengan riwayat pre eklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis
dan penyakit ginjal.4 Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda
lebih sering menderita pre eklampsia dibandingkan dengan multigravida.2

Hipotesis yang telah diterima secara luas oleh para ahli tentang munculnya
sindrom klinis pre eklampsia adalah teori iskemik plasenta yang disebabkan oleh
kegagalan invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis, sehingga menyebabkan suplai
darah ke plasenta menjadi terganggu. Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya
akan menyebabkan terlepasnya beberapa mediator molekuler yang mempengaruhi
fungsi endotel dan menyebabkan tekanan darah tinggi.3

Mortalitas maternal pada pre eklamsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi
dari pre eklamsia seperti eklampsia hingga perdarahan otak, gagal ginjal,
dekompensasi kordis dengan edema pulmo dan aspirasi. Mortalitas perinatal
pada pre eklamsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intrauterin dan prematuritas.
Asfiksia terjadi karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenta akibat
vasospasme arteriole spiralis. Pada hipertensi yang kronis pertumbuhan janin akan
terganggu, dan pada hipertensi yang lebih singkat akan menyebabkan kegawatan
janin sampai terjadinya kematian janin.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pre eklampsia merupakan komplikasi pada 5-10% dari seluruh kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian terbanyak pada kehamilan
setelah perdarahan dan infeksi. Pre eklampsia didefinisikan sebagai hipertensi
yang disertai proteinuria dan/atau edema yang terjadi setelah umur kehamilan 20
minggu. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosa pre eklampsia berat, tekanan darah sistol lebih atau sama
dengan 160 mmHg dan diastol lebih atau sama dengan 110 mmHg. 5,6

Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani
tirah baring. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang
melebihi 5 gram dalam air kencing 24 jam, atau dalam pemeriksaan kualitatif
menunjukkan +3 atau lebih. Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500 cc
dalam 24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin darah. Adanya keluhan
subyektif seperti gangguan visus (mata berkunang-kunang), gangguan
serebral(kepala pusing), nyeri epigastrium,pada kuadran kanan atas abdomen dan
hiper refleks. Dahulu pre eklampsia terdiri dari trias hipertensi, proteinuria dan
edema, namun pada saat ini NHBPE (National High Blood Pressure Education
Program) merekomendasikan untuk menghilangkan edema sebagai kriteria
diagnostik pada pre eklamsi karena terlalu sering ditemukan pada kehamilan
normal.7,8

2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia WHO melaporkan kejadian pre eklampsia berkisar 3-5% dengan
beberapa variasi di beberapa tempat. Sibai (1997), melakukan penelitian
multisenter di Inggris dan menemukan kejadian pre eklampsia berat sebesar 7,6%.
Di Amerika Serikat dilaporkan kejadian pre eklampsia sekitar 3-10% dari seluruh
kehamilan. Laporan kejadian pre eklampsia di Indonesia juga bervariasi antara
3,4-8,5%. Sudinaya (2000), di RS Tarakan kejadian pre eklampsia sebesar 4,2%,
sedangkan di RS Sanglah dari tahun 1997-2000 ditemukan pre eklampsia sebesar
3,86% dari seluruh persalinan dalam kurun waktu tersebut. Sedangkan dari 23

2
kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3 tahun (2002-2004) ditemukan
6 kematian ibu (26%) kematian ibu yang berhubungan dengan pre
eklampsia/eklampsia.6

2.3 Faktor Risiko


Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya pre
eklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya pre eklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi;
1. Riwayat pre eklampsia.
Seseorang yang mempunyai riwayat pre eklampsia atau riwayat keluarga dengan
pre eklampsia maka akan meningkatkan risiko terjadinya pre eklampsia.3
2. Primigravida.
Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies)
belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya pre eklampsia.
Perkembangan pre eklampsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama
dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.2
3. Kegemukan
4. Kehamilan ganda
Pre eklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar.
5. Riwayat penyakit tertentu.

Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko


terjadinya pre eklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes,
penyakit ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis atau lupus.4

2.4 Patogenesis
Untuk memahami terjadinya pre eklampsia harus dipahami fisiologi
perkembangan dan pembentukan plasenta terlebih dahulu. Pada perkembangan
normal pembentukan pembuluh darah uteroplasenta terbagi menjadi dua
gelombang atau dua tahap. Tahap pertama sebelum usia kehamilan 12 minggu
terjadi invasi dan modifikasi dari arteri spiralis desidua. Invasi dan modifikasi ini
terjadi sampai batas terluar dari myometrium. Antara usia 12 sampai 16 minggu 8
terjadi invasi tahap kedua yaitu invasi pada intramyometrial arteri spiralis yang
menyebabkan perubahan dari lumen arteri spiralis yang sebelumya sempit

3
menjadi dilatasi dan menurunkan tahanan pada pembuluh darah uteroplasenter ini.
Apabila terjadi kelainan atau abnormalitas pada tahap ini maka dapat berkembang
menjadi pre eklampsia.7

Gambar 2.1 Perkembangan Implantasi Plasenta pada Kehamilan Normal dan Pre
eklampsia7

Penyebab pasti dari sindroma pre eklampsia sampai saat ini belum pasti, karena
itu terminologi “diseases of theory” masih melekat pada sindroma ini, sampai saat
ini masih banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mempelajari
patogenesis penyakit ini. Manifestasi klinis dari pre eklampsia ini diawali dengan
adanya proses patologis yang terjadi di plasenta (placental trigger) dan endotel
sebagai organ yang terlibat baik sebagai objek maupun subjek. Pengobatan
empiris yang ada sekarang ditujukan untuk memperbaiki kerusakan plasenta dan
endotel.10 Beberapa teori patogenesis berikut telah diterima secara luas yang dapat
menerangkan sebagian dari sindroma klinis pre eklampsia (hipertensi, proteinuria,
dan edema), sebagai berikut:
1. Teori kegagalan invasi tropoblas (kegagalan remodeling arteria spirales)
Pada kehamilan, pembentukan plasenta hemokorial dan pemeliharaan kehamilan
tergantung dari proses proliferasi, migrasi, dan invasi tropoblas ke dalam desidua
maternal dan miometrium pada masa kehamilan yang sangat dini. Proses invasi

4
tropoblas ini menyebabkan transformasi atau perubahan dari arteria spirales yang
mensuplai darah ke ruang intervili. Perubahan yang dimaksud adalah pelebaran
lumen arteria spirales yang disebabkan oleh digantinya lapisan endotel dan lamina
elastik internal oleh tropoblas, sehingga pembuluh darah membentuk sinusoid-
sinusoid, yang bersifat “low-pressure” dan “high flow system“ yang
memungkinkan suplai darah ke plasenta dan fetus. Sampai sekarang mekanisme
invasi tropoblas pada kehamilan yang normal dan tidak normal masih kontroversi,
disebabkan karena penelitian tentang arteria spirales, sebagian besar melibatkan
analisis imunohistokimia dari biopsi plasenta, dimana in vitro sangat sulit
mencari model yang cocok untuk melihat secara langsung interaksi seluler pada
proses invasi. Pada plasenta, cytotropoblast stem cells berdiferensiasi menjadi 2
populasi sel yang berbeda secara fisik dan fungsi.10

Pada trimester pertama, cytotropoblast stem cells akan membentuk lapisan


sinsitiotropoblas dan beragregasi membentuk sederetan tropoblas yang invasif,
yang menyusun vili koriales yang disebut “anchoring villous tropoblast“.
Cytotropoblast di dalam vili tersebut akan menembus sinsitium pada beberapa
tempat sehingga membentuk suatu kelompok sel berlapis yang disebut
“extravillous tropoblast cells”. Kelompok sel inilah yang secara fisik
menghubungkan plasenta dengan dinding uterus ibu. Perkembangan selanjutnya
dari sel tropoblas ekstravilus itu akan mengikuti 2 jalur, jalur pertama yaitu sel sel
tersebut menginvasi dinding uterus (interstitial invasion) dan jalur kedua adalah
sel sel itu menembus pembuluh darah (endovascular invasion). Invasi
endovaskuler ke areteria spirales ini merupakan bagian yang sangat penting pada
proses ini, dimana peristiwa ini terjadi paling awal pada umur kehamilan 4-6
minggu, terjadi dalam dua gelombang, gelombang pertama menembus pembuluh
darah di desidua dan yang kedua menembus pembuluh darah pada tingkat
miometrium. Penelitian akhir-akhir ini membuktikan dari sediaan biopsi plasenta
ternyata ditemukan banyak pembuluh darah miometrial yang mengandung
tropoblas pada umur kehamilan 10-12 minggu.10

Pada penelitian imunohistokimia dari biopsi plasenta, terbukti bahwa sel-sel


tropoblas itu menembus dinding pembuluh darah dan mengalami migrasi
sepanjang lumen pembuluh darah, berjalan di sepanjang endotelnya dan

5
menggantikan posisi endotel dan lapisan muskularis dari pembuluh darah itu.
Perubahan fisik arteria spirales seperti itu menyebabkan suatu kondisi sirkulasi
darah yang “high flow“ dan “low resistance” sehingga aliran darah ke plasenta
menjadi sangat besar. Walaupun peran tropoblas itu sangat besar dalam proses
remodeling arteria spirales, namun peranan sel-sel lain dalam pembuluh darah
juga sangat penting, misalnya peran sel endotel, sel molekul perekat (cell
adhesion molecule/CAM), dan enzim-enzim yang menghancurkan matriks
ekstraseluler. Pada pre eklampsia, terjadi kegagalan proses invasi, sehingga
plasenta menjadi iskemik akibat kurangnya aliran darah ke plasenta.10

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan kegagalan proses invasi tropoblas.
Teori pertama adalah teori tekanan oksigen. Teori ini menjelaskan bahwa selama
trimester pertama awal diferensiasi tropoblas terjadi pada situasi dimana tekanan
oksigen rendah. Pada sekitar umur kehamilan 10-12 minggu kehamilan, pada saat
mana sudah terjadi hubungan antara ruang intevilus dengan darah ibu, maka
tekanan oksigen meningkat. Peningkatan tekanan oksigen pada saat ini
berhubungan dengan saat invasi tropoblas maksimal ke desidua maternal, yang
mana situasi ini memungkinkan sel tropoblas ekstravilus untuk melakukan
remodeling arteria spirales. Pada keadaan pre eklampsia terjadi pengeluaran
Hypoxia Induced-Factor 1 (HIF-1) yang merupakan faktor yang mengaktivasi
Transforming Growth Factor - beta 3 (TGF-beta3), yang merupakan inhibitor
proliferasi tropoblas. Dengan adanya peningkatan kedua substansi tersebut akan
terjadi kegagalan invasi tropoblas.10

Teori kedua yang mencoba menjelaskan kegagalan invasi tropoblas adalah teori
Angiogenesis, teori ini menyatakan bahwa kelangsungan hidup embrio sangat
tergantung dari aliran darah. Ini berarti bahwa harus ada pembuluh darah sebagai
perantara yang menghantarkan darah dari desidua maternal ke embrio yang
sedang berkembang. Dengan demikian diperlukan proses pembentukan pembuluh
darah atau sistem vaskuler yang disebut vaskulogenesis dan angiogenesis sebagai
jawaban terhadap terhadap kebutuhan embrio terhadap oksigen dan nutrisi.
Vaskulogenesis merupakan suatu proses pembentukan pembuluh darah baru, yang
merupakan hasil dari interaksi prekursor angioblas dengan berbagai protein,
diantaranya adalah Cell Adhesion Molecules, Extracellular Matrix Components,

6
Transcription Factor, Angiogenic Growth Factors, dan reseptor-reseptornya.
Sedangkan Angiogenesis adalah pembentukan cabang-cabang baru dari pembuluh
darah utama, yang terjadi pada proses implantasi dan plasentasi. Ada tiga fase
pada vaskulo-angiogenesis ini, yaitu fase inisiasi, fase proliferasi-invasi, dan fase
maturasi-diferensiasi. Fase inisiasi dimulai minggu ke-3 pasca konsepsi, dimana
pada saat ini mulai terbentuk vaskularisasi vili plasenta, pohon vili yang terbentuk
pada saat ini terdiri dari vili primer (solid tropoblastic villi) dan vili sekunder
(jaringan mesenkim yang longgar yang berasal dari extra embryonic coelomic
cavity). Sebelum terbentuknya pembuluh darah yang pertama, sel-sel Hofbauer
menghasilkan angiogenic growth factors, dimana kehadirannya pada saat yang
sangat dini diperlukan untuk inisiasi vaskulogenesis ini.

Beberapa dari angiogenic growth factors itu adalah vascular endothelial growth
factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF) dan placenta growth factor
(PlGF). VEGF merupakan suatu protein penting yang berfungsi sebagai regulator
pertumbuhan dan fungsi. Disrupsi dari gen yang mengkode VEGF telah terbukti
menyebabkan gangguan pembentukan dan perkembangan kardiovaskuler yang
menyebabkan kematian embrio. Ada banyak tipe dari VEGF ini, namun VEGF
tipe 165 merupakan VEGF yang paling kuat dalam perannya sebagai stimulator
proliferasi sel endotel, diferensiasi, invasi tropoblas, dan juga melepaskan
mediator yang bersifat vasorelaksan (Chung, 2004). Segera setelah terbentuknya
pembuluh darah pertama, fase proliferasi-invasi terjadi dengan terbentuknya
cabang cabang pembuluh darah, branching angiogenesis, yang ditandai dengan
peningkatan vaskulatur vili, peristiwa ini berakhir sampai akhir trimester pertama.
Kemudian sejak umur kehamilan 26 minggu sampai aterm pertumbuhan
pembuluh darah vili memasuki fase maturasi-diferensiasi, pada saat ini
percabangan kapiler sudah tidak ada lagi (non branching angiogenesis), vili
berkembang menjadi matang, yang memungkinkan vili dapat melakukan
pertukaran gas. Saat ini telah diketahui pula adanya suatu protein anti-angiogenik
yang beredar didalam darah penderita pre eklampsia, protein tersebut adalah
soluble fms-like tyrosine kinase (sflt-1). Protein ini bertindak sebagai antagonis
faktor angiogenik, dengan cara mengikat reseptor PLGF dan VEGF, sehingga
peran keduanya dalan proliferasi dan invasi tropoblas menjadi kurang. Richard

7
Levien (2004) melaporkan hasil penelitiannya tentang perbedaan kadar sflt-1 pada
penderita pre eklampsia dan kehamilan normal, didapatkan kadar sflt-1 pada pre
eklampsia lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kehamilan normal,
keadaan ini sudah terjadi 5 minggu sebelum onset sindroma pre eklampsia
muncul.10

2. Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan kerusakan endotel


Seperti yang dijelaskan di atas, pada pre eklampsia terjadi kegagalan invasi
tropoblas ke dalam arteria spirales, sehingga terjadi hipoperfusi plasenta.
Keadaan ini menyebabkan iskemik plasenta, plasenta yang mengalami iskemik ini
akan menghasilkan oksidan yang disebut juga radikal bebas. Radikal bebas atau
oksidan ini adalah hasil dari metabolisme oksigen yang mempunyai sifat
reaktif ,sangat labil karena mempunyai elektron bebas yang tidak berpasangan
pada orbit terluarnya sehingga radikal bebas ini akan mencari pasangannya atau
bereaksi dengan molekul lainnya untuk mencari pasangan elektron sehingga
bentuknya menjadi lebih stabil. Radikal bebas yang jumlahnya paling banyak
adalah molekul oksigen dengan 2 elektron yang tidak berpasangan, di samping
bentuk lainnya seperti anion superoksida (O2-) dan radikal hidroksil (OH-). Asam
lemak tak jenuh merupakan pasangan yang paling dicari oleh radikal bebas ini,
dari reaksi itu akan terbentuk peroksida lipid. Pasangan yang dicari oleh radikal
bebas itu akan memberikan elektronnya, akibatnya pasangan itu pun akan menjadi
radikal bebas lagi dan seterusnya sehingga terjadi apa yang disebut reaksi berantai
radikal bebas. Asam lemak tak jenuh terdapat di membran endotel, sehingga
dengan terbentuknya peroksida lipid itu maka terjadi kehancuran sel endotel dan
lebih jauh dapat masuk sampai DNA sel yang selanjutnya dapat menyebabkan
kerusakan atau mutasi DNA, sehingga sel kehilangan fungsi biologik. Yang amat
menakutkan akibat kerusakan sel ialah tidak berfungsinya pompa ion, dengan
akibat masuknya Na+ ke dalam sel yang mempercepat edema dan kematian sel
(Gulardi, 2002). Hipotesis yang penting pada patogensesis pre eklampsia adalah
terdapatnya senyawa yang dihasilkan oleh jaringan plasenta yang disebut radikal
bebas (oksidan) yang masuk ke sirkulasi ibu dan menyebabkan kerusakan endotel.
Perubahan fungsi endotel dianggap sebagai penyebab utama timbulnya gejala pre
eklampsia sperti hipertensi, proteinuria, dan aktivasi sistem koagulasi.4 Endotel

8
merupakan organ terluas dalam tubuh manusia, yang terdapat sepanjang dinding
sebelah dalam pembuluh darah. Endotel ini berperan penting untuk mengontrol
aliran darah dan tahanan perifer, melalui mediator mediator kimiawi yang
dihasilkan sebagai akibat rangsangan neuronal, kimiawi, dan fisik, yaitu: NO,
PGI2 , dan EDHF yang semuanya bersifat vasodilator. Selain itu endotel juga
berperan dalam proses trombosis dan hemostasis, dengan demikian peran endotel
bukan saja sebagai barier mekanik antara plasma intravaskuler dengan cairan
ekstravaskuler, tetapi mempunyai fungsi yang kompleks mengontrol diameter
pembuluh darah, aliran darah serta mekanisme pembekuan darah.

Karena perannya itulah sel endotel harus mampu merespon situasi stress fisik
(tekanan oksigen) yang buruk atau situasi patologik yang buruk, seperti iskemik
dan hipoksia. Pada pre eklampsia dimana terjadi kerusakan endotel maka fungsi
endotel sebagai barier mekanik hilang sehingga terjadi kebocoran endotel yang
bearkibat ekstravasasi cairan intra ke ekstravaskuler, disamping itu fungsi endotel
untuk memproduksi PGI2 dan NO juga menurun sehingga terjadi vasokonstriksi
dengan akibat peningkatan tekanan darah.10

3. Teori maladaptasi imunologik


Adanya faktor imunologik yang berperan dalam munculnya sindroma klinis pre
eklampsia telah terbukti dengan adanya fakta bahwa primigravida mempunyai
risiko lebih besar dibandingkan dengan multigravida, dari kenyataan ini muncul
anggapan bahwa pre eklampsia adalah “the disease of first pregnancy“, namun
fakta itu menjadi hilang apabila seorang ibu multipara menikah lagi, maka ia akan
mempunyai risiko menderita pre eklampsia yang lebih besar dibandingkan apabila
pasangan/suaminya tetap. Fenomena ini kemudian melahirkan teori “the disease
of first paternity “. Hasil konsepsi berasal dari 2 komponen, dari ayah dan ibu.
Dengan demikian seharusnya hasil konsepsi ditolak oleh ibu, namun pada
kehamilan normal terjadi adapatasi, dimana “human leucocyte antigen–G“
berperan dalam modulasi respon imun, dengan adanya HLA ini maka tropoblas
tidak dapat dikenali oleh mekanisme imun ibu, sehingga kehamilan dapat
berlangsung dengan baik, tidak demikian halnya dengan pre eklampsia dimana
telah dibuktikan bahwa HLA jumlahnya menurun atau terdapat HLA dalam

9
bentuk lain, sehingga terjadi penolakan sebagian dari ibu terhadap komponen
plasenta.11

Mekanisme yang pasti belum jelas namun diduga bahwa deposisi cairan semen di
traktus genitalia wanita dapat merangsang respon inflamasi, dimana terjadi
peningkatan TGFB1, kemudian merangsang pelepasan GM-CSF, dan menghambat
respon Th1 dan merangsang aktifitas Th2, sehingga aktifitas sitokin proinflamasi
menjadi berkurang. Demikian juga paparan spermatozoa itu dapat merangsang
makrofag desidual, yang dapat menghambat aktifitas NK cell melalui pelepasan
TGFB, IL-10, dan PGE2. Seperti diketahui bahwa pada pre eklampsia terjadi
peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF alfa, Il-6, dan Il-8.11

4. Teori defisiensi mikronutrien


Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa pre eklampsia berhubungan
dengan adanya defisiensi beberapa mikronutrien, misalnya kekurangan asam folat,
vitamin C dan E, kalsium dan asam lemak tak jenuh. Defisiensi asam folat dapat
menyebabkan disfungsi endotel dan aterosklerosis melalui kondisi
hiperhomosisteinemia. Homosistein merupakan asam amino yang mengandung
gugus S yang dibentuk dalam proses metabolisme metionin. Pembentukan
homosistein ini melalui 2 jalur, jalur pertama yaitu jalur remetilasi dimana
homosistein dibentuk dengan bergabungnya gugus metil yang diberikan oleh 5
metil tetrahidrofolat sebagai donor metil, reaksi ini dikatalisator oleh vitamin B12
dan enzim metionin sintase. Bila asam folat kurang maka terjadi kekurangan 5
metil tetrahidrofolat, sehingga terjadi penumpukkan homosistein dalam darah.
Jalur yang kedua adalah pemecahan homosistein menjadi sistationon dan sistein
melalui jalur transulfurasi yang membutuhkan vitamin B6.
Cotter (2001), membandingkan kadar homosistein pada pre eklampsia (56 kasus)
dengan non pre eklampsia (112 kasus) dan mendapatkan kadar homosistein lebih
tinggi secara bermakna pada pre eklampsia (9,8umol/L) dibandingkan dengan
kadar homosistein pada hamil normal (8,4 umol/L). 11 Demikian juga penelitian
yang dilakukan Jayakusuma di RS Sanglah pada tahun 2004 dengan
membandingkan kadar asam folat dan homosistein pada masing masing 30 kasus
pre eklampsia dan hamil normal, didapatkan kadar asam folat pada kehamilan

10
dengan pre eklampsia lebih rendah (12,3 ng/ml) secara bermakna (p0.05)
dibandingkan dengan kehamilan normal (14,2 ng/ml), didapatkan korelasi negatif
yang bermakna antara kadar asam folat dan homosistein, demikian juga kadar
asam folat ternyata mempunyai korelasi negatif yang bermakna dengan tekanan
darah sistolik, yang berarti bahwa makin rendah kadar asam folat maka tekanan
darah sistoliknya makin tinggi. Di samping memeriksa kadar asam folat pada
penelitian itu juga diambil sampel darah untuk mengetahui kadar homosistein
antara kehamilan pre eklampsia dan kehamilan normal, ternyata didapatkan kadar
homosistein pada pre eklampsia 9,7 umol/L lebih tinggi secara bermakna (p=0,03)
dibandingkan dengan kadar homosistein pada pasien hamil normal yaitu 6,1
umol/L. Hal ini menunjukkan bahwa ada peran asam folat dan homosistein pada
pre eklampsia.12

Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi sehingga membentuk


disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton. Selama proses ini akan
terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion superoksid dan peroksida
hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu bersifat toksik terhadap
endotel.

Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen seluler yang langsung dapat


menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari peristiwa stres oksidatif pada pre
eklampsia. Pada pre eklampsia diduga terjadi defisiensi vitamin C dan E, sehingga
terjadi ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan.13 Mikhail et al seperti yang
dikutip oleh Wibowo (2002), menemukan bahwa kadar asam askorbat, vitamin E,
dan beta karoten yang rendah pada pre eklampsia dibandingkan dengan kehamilan
normal. Demikian juga Wang et all, pada pre eklampsia berat kadar vitamin E
menurun, dengan demikian terbukti ada peran penurunan antioksidan endogen
terhadap munculnya gejala pre eklampsia.10

Kalsium telah lama diketahui berperan dalam patogensesis pre eklampsia, pada
keaadaan defisiensi kalsium kejadian pre eklampsia meningkat. Keaadaan itu
disebabkan karena adanya vasokontriksi, sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah dan menyebabkan plasenta menjadi iskemik, selanjutnya terjadi reaksi
berantai radikal bebas akibat iskemik plasenta seperti yang dijelaskan di atas.

11
2.5 Diagnosis
Untuk mendiagnosis pre eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran.
Dengan adanya hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di atas 20
minggu, sudah dapat untuk menegakkan diagnosis pre eklampsia. Namun untuk
lebih memudahkan, maka pre eklampsia dibagi menjadi 2 yaitu pre eklampsia
ringan dan pre eklampsia berat, dimana hal ini sangat berguna dalam hal
melakukan penanganan.14
Diagnosis pre eklampsia ringan ditegakkan jika terdapat gejala sebagai
berikut.
1. Hipertensi
a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan kurang dari 160/110
b. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg
c. Kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg
2. Proteinuria 0,3 g/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai +2
Pre eklampsia berat didiagnosis bila didapatkan satu atau lebih gejala di
bawah ini.
1. Tekanan darah sistol ≥ 160 mmHg dan diastol ≥ 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani
tirah baring
2. Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau kualitatif +4
3. Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Adanya keluhan subjektif
a. Gangguan visus: mata berkunang-kunang
b. Gangguan serebral: kepala pusing
c. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen
d. Hiperefleks
5. Adanya sindroma HELLP
6. Sianosis
7. PJT

12
2.6 Penatalaksanaan
1. Perawatan konservatif
a. Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya keluhan
subjektif dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)
1). Tirah baring
2). Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam
3). Pemberian MgSO4
 Dosis awal MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan MgSO 4
40% 5 gr (im) tiap 6 jam sampai dengan 24 jam
 Dosis pemeliharaan: MgSO4 40% 5 gr tiap 6 jam sampai 24 jam
 Ingat, harus selalu tersedia Ca glukonas 10% sebagai antidotum
4). Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah:
 Bila sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg, digunakan
injeksi 1 ampul clonidine yang dilarutkan dengan 10 cc larutan.
Mula-mula disuntikan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit
kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka
diberikan lagi 5 cc intravena dalam 5 menit sampai tekanan
diastolik normal, dilanjutkan dengan nifedipine 3 x 10 mg
 Bila tekanan darah sistolik < 180 mmHg dan diastolik < 110
mmHg, antihipertensi yang diberikan adalah nifedipine 3 x 10 mg
5). Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal),
dan jumlah produksi urine 24 jam
6). Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian
jantung, dan yang lain sesuai dengan indikasi
c. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24
jam diruang bersalin)
1). Tirah baring
2). Medikamentosa
3). Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi,
homosistein, fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine 24
jam, penimbangan berat badan setiap hari dan indeks gestosis

13
4). Diet biasa
5). Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)
d. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
1). Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)
2). Kenaikan progresif dari tekanan darah
3). Adanya sindroma HELLP
4). Adanya kelainan fungsi ginjal
5). Penilaian kesejahteraan janin jelek
e. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan dengan
tanda-tanda pre eklampsia ringan, perawatan dilanjutkan sekurang-
kurangnya selama 3 hari lagi
f. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan
dengan terminasi
2. Perawatan aktif
a. Indikasi :
1). Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
2). Adanya keluhan subjektif
3). Adanya sindroma HELLP
4). Kehamilan aterm (sama dengan atau lebih dari 37 mg)
5). Apabila perawatan konservatif gagal
6). Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin
tekanan darah tetap ≥ 160/110 mmHg
b. Pengobatan medisinal
1). Segera rawat inap
2). Tirah baring miring ke satu sisi
3). Infus ringer laktat yang mengandung dekstrose 5%, 60-125 cc/jam
4). Pemberian anti kejang MgSO4, dosis awal MgSO4 20%, 4 gr (iv) dan
MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
MgSO4 40% 5 g (im) setiap 6 jam s/d 24 jam pasca persalinan
5). Pemberian anti hipertensi berupa clonidine (iv) dilanjutkan dengan
nifedipine 3 x 10 mg atau metildopa 3 x 250 mg, dapat
dipertimbangkan bila:

14
 Sistolik ≥ 180 mmHg
 Diastolik ≥ 110 mmHg
c. Pengobatan obstetrik
1). Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif setiap penderita dilakukan
pemeriksaan kesejahteraan janin
2). Tindakan sectio caesaria (SC) dilakukan bila:
 Hasil kesejahteraan janin jelek
 Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)
 Kegagalan drip oksitosin
3). Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan dengan NST baik dan PS
baik
4). Pada pre eklampsia berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam.14

15
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Data Awal Kasus


A. Identitas Penderita
Nama : NKS No. CM : 52.57.70
Tanggal MRS : 17/03/2016
Umur : 26 tahun
Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Tejakula, Buleleng
Bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Sudah menikah
Nama suami : IGW
Alamat : Desa Tejakula, Buleleng
Pekerjaan : Pegawai Swasta

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Kaki membengkak sejak tanggal 13/03/2016. Diketahui tekanan darah tinggi saat
kontrol di bidan pada umur kehamilan 32 minggu 2 hari (160/110 mmHg).

Riwayat Penyakit Sekarang


Kronologi kedatangan pasien, sebagai berikut: Tanggal 16/03/2016 pukul 08.00
WITA pasien datang ke bidan untuk konsultasi kehamilan. Saat kunjungan
tersebut, bidan mendapatkan tekanan darah pasien 160/110 mmHg. Lalu bidan
merujuk pasien dengan G1P0000 UK 32 - 33 minggu T/H dengan Pre eklampsia
Berat. Pasien tiba di RSUD tanggal 17/03/2016 (09.00 WITA).Pasien mengeluh
kakinya bengkak. Pasien tidak merasakan nyeri perut hilang timbul dan keluar air
pervaginam. Gerakan janin (+) baik. Pasien mengaku tidak terdapat sakit kepala,
pandangan kabur, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
HPHT : 02/08/2016

16
TP : 09/05/2016

Riwayat Obstetri
1. Hamil saat ini

Riwayat Menstruasi
Pasien menstruasi pertama saat usia 14 tahun. Siklus menstruasi pasien teratur
setiap 28 hari sekali dengan rata-rata durasi menstruasi selama 5 hari. Pasien
mengaku mengganti pembalut 3 kali sehari selama menstruasi.

Riwayat Pernikahan
Menikah satu kali selama 6 bulan, suami pasien saat ini merupakan suami
pertama.

Riwayat Kontrasepsi
Pasien sebelumnya tidak menggunakan KB.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah memiliki riwayat penyakit hipertensi sebelumnya. Riwayat


penyakit asma, diabetes mellitus, jiwa, varises, tumor dan penyakit jantung juga
disangkal. Pasien juga mengaku tidak pernah melakukan tindakan operasi
sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam keluarga


Di keluarga tidak ada yang menderita penyakit hipertensi, asma, diabetes mellitus,
jiwa, varises dan penyakit jantung.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan.

Riwayat Antenatal Care


Pasien memeriksakan kehamilannya sebanyak 5 kali di bidan. Pasien tidak pernah
melakukan USG selama kehamilannya kecuali saat datang ke VK RSUD
Kabupaten Buleleng pada tanggal 17/03/2016( UK 32 minggu 3 hari).

17
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Keadaan umum: Baik Kesadaran:Compos mentis, E4V5M6
Tekanan Darah: 160/110 mmHg Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit Suhu tubuh : 36,8°C
Tinggi badan : 153 cm Berat badan : 70,5 kg
Saturasi O2 : 98%
2. Status General
Kepala : Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, RP (+) Isokor.
THT : Kesan tenang
Toraks : Jantung : S1S2 tunggal, Reguler, Murmur (-).
Pulmo : Vesikuler (+)/(+), Ronkhi (-)/(-), Wheezing (-)/(-).
Abdomen :  status obstetri.
Ekstremitas : Superior & Inferior : Oedema (+)/(+).
3. Status Obstetri
Abdomen : TFU 4 jari dibawah processus xiphoideus, His (-), DJJ (+)
145kali/mnt
VT tidak dilakukan

Pemeriksaan Laboratorium (17/03/2016) :


URINALISIS
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
MAKROSKOPIK
Volume 20 ml -
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak Keruh Jernih
PH 6,5 5-7
Berat Jenis >1,030 1,003-1,030
Albumin 4+ Negatif
Reduksi Negatif (-) mg/dl Negatif
Urobilinogen 1+ mg/dl Normal
Bilirubin Negatif (-) mg/dl Negatif
Keton Negatif (-) mg/dl Negatif
Nitrit Negatif (-) mg/dl Negatif
Leukosit Negatif (-) leu/ul Negatif
Blood 2+ Ery/ul Negatif

18
SEDIMEN
Epitel gepeng PENUH /lpk 2-5
Epitel bulat Negatif (-) /lpk Negatif
Leukosit 1-3 /lpb 1-2
Eritrosit 10-15 /lpb 1-2
Kristal Calsium Oxalat Negatif (-) /lpk Negatif
Kristal Calsium Karbonat Negatif (-) /lpk Negatif
Kristal asam urat Negatif (-) /lpk Negatif
Starch/Pati Negatif (-) /lpk Negatif
Jamur Negatif (-) /l’pk Negatif
Bakteri Negatif (-) /lpk Negatif
KIMIA
Glukosa acak 84 mg/dl ≤ 200

Ureum 16,7 mg/dl 10-50

Creatinin 0,92 mg/dl ♂: 0,6-1,1


♀: 0,5-0,9
SGOT 25,7 U/L ♂: ≤ 37
♀: ≤ 31
SGPT 12,1 U/L ♂: ≤ 42
♀: ≤ 32
ALB 3,09 gr/dl 3,6-5,4

DARAH LENGKAP

WBC 9,52 103/µL 3,00-10,00

HGB 11,2 gr/dl 12,0-16,0

PLT 198 103/µL 170-380

HCT 35 % 35,0-45,0

HEMATOLOGI

Bleeding Time (BT) 2 menit 30 detik 1-3 menit


Clotting Time (CT) 8 menit 30 detik 6-15 menit

Pemeriksaan Penunjang (18/03/2016)


URINALISIS
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
MAKROSKOPIK
Volume 20 ml -

19
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
PH 6,5 5-7
Berat Jenis 1,015 1,003-1,030
Albumin 3+ Negatif
Reduksi Negatif (-) mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal mg/dl Normal
Bilirubin Negatif (-) mg/dl Negatif
Keton Negatif (-) mg/dl Negatif
Nitrit Negatif (-) mg/dl Negatif
Leukosit Negatif (-) leu/ul Negatif
Blood 2+ Ery/ul Negatif
SEDIMEN
Epitel gepeng 5-8 /lpk 2-5
Epitel bulat Negatif (-) /lpk Negatif
Leukosit 2-4 /lpb 1-2
Eritrosit 25-30 /lpb 1-2
Kristal Calsium Oxalat Negatif (-) /lpk Negatif
Kristal Calsium Karbonat Negatif (-) /lpk Negatif
Kristal asam urat Negatif (-) /lpk Negatif
Starch/Pati Negatif (-) /lpk Negatif
Jamur Negatif (-) /lpk Negatif
Bakteri + /lpk Negatif
DARAH LENGKAP
WBC 9,58 103/µL 3,00-10,00
HGB 11,2 gr/dl 12,0-16,0
PLT 197 103/µL 170-380
HCT 36 % 35,0-45,0

Pemeriksaan Penunjang (19/03/2016)


URINALISIS
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
MAKROSKOPIK
Volume 10 ml -
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
PH 6,5 5-7
Berat Jenis 1,020 1,003-1,030
Albumin 1+ Negatif
Reduksi Negatif (-) mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal mg/dl Normal

20
Bilirubin Negatif (-) mg/dl Negatif
Keton Negatif (-) mg/dl Negatif
Nitrit Negatif (-) mg/dl Negatif
Leukosit 500 leu/ul Negatif
Blood 2+ Ery/ul Negatif
SEDIMEN
Epitel gepeng 20-30 /lpk 2-5
Epitel bulat Negatif (-) /lpk Negatif
Leukosit 20-30 /lpb 1-2
Eritrosit 20-40 /lpb 1-2
Kristal Calsium Oxalat Negatif (-) /lpk Negatif
Kristal Calsium Karbonat Negatif (-) /lpk Negatif
Kristal asam urat Negatif (-) /lpk Negatif
Starch/Pati Negatif (-) /lpk Negatif
Jamur Negatif (-) /lpk Negatif
Bakteri Negatif (-) /lpk Negatif
DARAH LENGKAP
WBC 9,3 103/µL 3,00-10,00

HGB 10,6 gr/dl 12,0-16,0

PLT 195 103/µL 170-380

HCT 33 % 35,0-45,0

Pemeriksaan Penunjang (20/03/2016)


URINALISIS
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
MAKROSKOPIK
Volume 30 ml -
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak Keruh Jernih
PH 7,0 5-7
Berat Jenis 1,015 1,003-1,030
Albumin 1+ Negatif
Reduksi Negatif (-) mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal mg/dl Normal
Bilirubin Negatif (-) mg/dl Negatif
Keton Negatif (-) mg/dl Negatif
Nitrit Negatif (-) mg/dl Negatif

21
Leukosit Negatif (-) leu/ul Negatif
Blood Negatif (-) Ery/ul Negatif
SEDIMEN
Epitel gepeng 12-15 /lpk 2-5
Epitel bulat Negatif (-) /lpk Negatif
Leukosit 1-2 /lpb 1-2
Eritrosit 0-1 /lpb 1-2
Kristal Calsium Oxalat Negatif (-) /lpk Negatif
Kristal Calsium Karbonat Negatif (-) /lpk Negatif
Kristal asam urat Negatif (-) /lpk Negatif
Starch/Pati Negatif (-) /lpk Negatif
Jamur Negatif (-) /lpk Negatif
Bakteri Negatif (-) /lpk Negatif
DARAH LENGKAP
WBC 9,1 103/µL 3,00-10,00
HGB 11,6 gr/dl 12,0-16,0
PLT 198 103/µL 170-380
HCT 35 % 35,0-45,0
KIMIA
Glukosa acak 71 mg/dl ≤ 200

Ureum 18,6 mg/dl 10-50

Creatinin 0,82 mg/dl ♂: 0,6-1,1


♀: 0,5-0,9
SGOT 28,9 IU/L ♂: ≤ 37
♀: ≤ 31
SGPT 11,2 IU/L ♂: ≤ 42
♀: ≤ 32
ALB 3,38 gr/dl 3,6-5,4

Pemeriksaan Penunjang (21/03/2016)


URINALISIS
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
MAKROSKOPIK
Volume 30 ml -
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak Keruh Jernih
PH 7,0 5-7
Berat Jenis 1,015 1,003-1,030
Albumin 1+ Negatif

22
Reduksi Negatif (-) mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal mg/dl Normal
Bilirubin Negatif (-) mg/dl Negatif
Keton Negatif (-) mg/dl Negatif
Nitrit Negatif (-) mg/dl Negatif
Leukosit Negatif (-) leu/ul Negatif
Blood Negatif (-) Ery/ul Negatif
SEDIMEN
Epitel gepeng 12-15 /lpk 2-5
Epitel bulat Negatif (-) /lpk Negatif
Leukosit 1-2 /lpb 1-2
Eritrosit 0-1 /lpb 1-2
Kristal Calsium Oxalat Negatif (-) /lpk Negatif
Kristal Calsium Karbonat Negatif (-) /lpk Negatif
Kristal asam urat Negatif (-) /lpk Negatif
Starch/Pati Negatif (-) /lpk Negatif
Jamur Negatif (-) /lpk Negatif
Bakteri Negatif (-) /lpk Negatif
DARAH LENGKAP
WBC 9,0 103/µL 3,00-10,00
HGB 12 gr/dl 12,0-16,0
PLT 200 103/µL 170-380
HCT 35 % 35,0-45,0

D. Diagnosis Kerja
G1P0000, 32 minggu 3 hari, T/H, Pre eklampsia Berat
PBB: 1839 gram
E. Rencana Kerja
Pemeriksaan penunjang: Cek DL (darah lengkap) dan urinalisis setiap hari
Terapi :
 MRS (konservatif tirah baring)
 MgSO4
 Loading dose: 4 gram (10 cc) MgSO4 40% secara IV selama 15
menit.
 Maintenance dose: 6 gram MgSO4 dalam larutan Ringer dalam 6
jam.
 Nifedipine 3x10mg po jika MAP ≥125 mHg

23
 Deksametason 1x12 mg IM (2 hari)
 Pemasangan DC 1x 24 jam
Monitor :
 Keluhan
 Tanda-tanda vital
 Tanda-tanda impending eclampsia
 Tanda-tanda intoksikasi MgSO4

3.2 Perjalanan Penyakit


Tgl S O A P
17/03 Kaki bengkak St.present : G1P0000 UK Tx :
/2016 (+/+), gerak 32 minggu 3 - Konservati,
janin (+) T: 160/110 hari T/H + Pre tirah baring.
Pkl mmHg eklampsia
- MgSO4 40% 4
13.15 N : 82 x/mnt berat
PBB: 1839 gr, lalu lanjut
RR : 20 x/mnt MgSO4 40% 6
gram
TAX : 36,8 0c gr dalam larutan
St. general : dbn Proteinuri: 4+ Ringer dalam 6
St. Obstetri: jam.
Abd : - Dexametasone
Tfu : 3 jari bpx 1x12 mg (IM)
His(-) hari ke-1
Vag : p ø (-) - Nifedipine 3x10
mg po jika MAP
≥ 125 mmHg
- Cek DL,UL dan
Kimia darah.
Mx : Keluhan,
observasi vital
sign, tanda
impending pre
eclampsia, tanda
intoksikasi
MgSO4.
18/03 Sakit perut(-), St. present : G1P0000 UK Tx :
/2016 gerak anak(+), T: 150/90 32 minggu 4 - Perawatan
keluar air (-), mmHg hari T/H + Pre konservatif tirah

24
Pkl sakit kepala(-) N : 80 x/mnt eklampsia baring hari ke-2
07.00 berkurang, RR : 20 x/mnt berat - Dexametasone
mual/muntah Tax : 36,5 0c PBB: 1839 1x12 mg (IM)
gram
(-/-) St. general : dbn hari ke-2
Proteinuri: 3+
nyeri ulu hati St. Obstetri: - Nifedipine 3 x
(-) Abd : His (-), 10 mg, jika
pandangan DJJ(+) 142 MAP≥125
kabur (-) kali/menit mmHg
Vagina: - Cek DL, UL.
perdarahan aktif
(-) Mx : Keluhan,
observasi vital
sign, tanda
impending pre
eclampsia, tanda
intoksikasi
MgSO4.

19/3/ Sakit perut(-), St. present : G1P0000 UK - Perawatan


2016 gerak anak(+), T: 140/90 32 minggu 5 konservatif tirah
keluar air (-), mmHg hari T/H + Pre baring hari ke-3
Pkl eklampsia
sakit kepala(-) N : 80 x/mnt - Nifedipine 3 x
07.00 berat (PER
berkurang, RR : 20 x/mnt hari ke-1) 10 mg, jika
mual/muntah Tax : 36,5 0c PBB: 1839 MAP≥125
(-/-), St. general : dbn gram mmHg
nyeri ulu hati St. Obstetri: Proteinuri: 1+ - Cek DL, UL
(-), Abd : His (-), Mx : Keluhan,
pandangan DJJ(+) 128 observasi vital
kabur (-) kali/menit sign, tanda
Vagina: impending pre
perdarahan eclampsia, tanda
aktif(-) intoksikasi
MgSO4.

20/3/ Sakit perut(-), St. present : G1P0000 UK - Perawatan


2016 gerak anak(+), T: 140/90 32 minggu 6 konservatif tirah
keluar air (-), mmHg hari T/H + Pre baring hari ke-4
Pkl eklampsia
sakit kepala(-) N : 80 x/mnt - Nifedipine 3 x
07.00 berat (PER
berkurang, RR : 20 x/mnt hari ke-2) 10 mg, jika
mual/muntah Tax : 36,5 0c PBB: 1839 MAP≥125
(-/-), St. general : dbn gram mmHg
nyeri ulu hati St. Obstetri: Proteinuri: 1+ - Cek DL, UL dan
(-), Abd : His (-),

25
pandangan DJJ(+) 148 Kimia darah
kabur (-) kali/menit - Mx : Keluhan,
Vagina: observasi vital
perdarahan sign, tanda
aktif(-) impending
preeclampsia,
tanda intoksikasi
MgSO4.

21/3/ Sakit perut(-), St. present : G1P0000 UK - Perawatan


2016 gerak anak(+), T: 140/90 33 minggu 0 konservatif tirah
keluar air (-), mmHg hari T/H + Pre baring hari ke-4
Pkl eklampsia
sakit kepala(-) N : 80 x/mnt - Nifedipine 3 x
07.00 berat (PER
berkurang, RR : 20 x/mnt hari ke-3) 10 mg, jika
mual/muntah Tax : 36,5 0c PBB: 1839 MAP≥125
(-/-), St. general : dbn gram mmHg
nyeri ulu hati St. Obstetri: - Cek DL, UL
(-), Abd : His (-), - Pasien Pulang
pandangan DJJ(+) 148 - Mx : Keluhan,
kabur (-) kali/menit observasi vital
Vagina: sign, tanda
perdarahan impending
aktif(-) preeclampsia,
tanda intoksikasi
MgSO4.

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam kasus ini pasien adalah seorang Ibu rumah tangga dengan umur 26 tahun
beragama Hindu. Pasien datang ke bidan pada tanggal 16/03/2016 untuk
melakukan konsultasi kehamilan pada pukul 08.00 WITA. Pada saat pemeriksaan
bidan mendapatkan bahwa tekanan darah pasien 160/100 mmHg. Setelah itu
pasien dirujuk ke RSUD Buleleng dengan G1P0000 UK 32-33 Minggu T/H
dengan Pre eklampsia Ringan. Pasien tiba di RSUD pada tanggal 17/03/2016
(09.00 WITA).

Hal yang akan dibahas dalam kasus ini adalah :

1. Diagnosis.
2. Faktor risiko
3. Penatalaksanaan
4. Prognosis
4.1 Diagnosis
Dalam kasus ini umur kehamilan pasien adalah 32-33 minggu berdasarkan
perhitungan HPHT. Tekanan darah pasien diketahui tinggi saat kehamilan yang
sekarang. Pada saat pasien datang ke UGD, didapatkan tekanan darah pasien
160/110 mmHg. Pada hasil anamnesis juga diketahui bahwa pasien tidak memiliki
riwayat hipertensi sebelum kehamilannya yang sekarang. Dengan demikian
diagnosis hipertensi kronik dan superimposed pre eklampsia dapat disingkirkan
karena hipertensi timbul setelah umur kehamilan 20 minggu.

27
Untuk membedakan apakah hipertensi pada pasien ini adalah hipertensi
gestasional atau pre eklampsia/eklampsia, dilakukan pemeriksaan urine midstream
untuk mengetahui apakah terdapat proteinuria atau tidak. Setelah pemeriksaan
urine acak dilakukan, diketahui terdapat proteinuria (+4), sehingga kemungkinan
hipertensi gestasional dapat disingkirkan. Dengan demikian diagnosis hipertensi
dalam kehamilan pada pasien ini dapat dikategorikan ke dalam pre eklampsia
berat karena umur kehamilan > 20 minggu, dengan peningkatan tekanan darah
disertai proteinuria +4. Pada pasien ini tidak terdapat riwayat kejang yang
menyertai peningkatan tekanan darah (menyingkirkan kemungkinan diagnosis
eklampsia). Tidak ditemukan tanda-tanda subyektif seperti gangguan penglihatan,
nyeri epigastrium, sakit kepala, mual sehingga pada pasien ini tidak ditemukan
tanda impending eklampsia. Jadi pasien ini didiagnosis dengan G1P0000, 32
minggu 3 hari T/H, Pre eklampsia berat.

4.2 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya pre eklampsia pada pasien ini adalah dilihat dari faktor
primigravida. Penelitian cohort prospektif oleh Sonia et al (2009) membuktikan
bahwa risiko seorang ibu hamil menderita pre eklampsia adalah 4,1% pada
primigravida dan 1.7% pada kehamilan berikutnya. Temuan berikutnya, risiko ibu
hamil yang menderita pre eklampsia di kehamilan pertama untuk menderita pre
eklampsia pada kehamilan kedua adalah 14,7%. Risiko pre eklampsia meningkat
sampai 31,9% pada kehamilan ketiga untuk wanita yang pernah mengalami pre
eklampsia pada dua kehamilan sebelumnya. Hal ini didasari prinsip bahwa
kejadian pre eklampsia lebih sering ditemui pada primigravida, karena adanya
risiko genetik dan lingkungan pada kehamilan pertama diprediksi dapat
menyebabkan wanita tersebut tidak ingin untuk hamil lagi, sehingga pengambilan
data studi epidemiologi didasarkan pada data kehamilan pertama saja.

4.3 Penatalaksanaan
Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata
meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas perinatal. Tujuan dasar
penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre eklampsia adalah (1)
mencegah kejang (2) mencegah gangguan fungsi organ vital (3) terminasi

28
kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya, (4) lahirnya
bayi sehat yang kemudian dapat berkembang, serta (5) pemulihan sempurna
kesehatan ibu.1

Pada pasien ini segera masuk rawat inap. Dasar pemikiran sedini mungkin
hospitalisasi ialah : observasi dapat dilakukan secara cermat dan terus-menerus,
sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit sukar diramalkan.
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda
klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat
berat badan.

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah MgSO4 sesuai protap. MgSO4
menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan saraf-saraf
dengan menghambat transmisi neuromuskular, sehingga mencegah terjadinya
kejang pada pasien ini. MgSO4 juga merupakan vasodilator serebral. Pemberian
MgSO4 harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: harus terdapat antidotum
berupa kalsium glukonas 10%, refleks patella kuat, dan frekuensi pernapasan >16
kali per menit dan tidak ada tanda-tanda distress napas.. Pemasangan DC 1x 24
jam untuk mengamati adanya gejala intoksikasi MgSO4.

Pasien juga diberikan obat nifedipine sebanyak 3x10 mg untuk menurunkan


tekanan darahnya sampai MAP < 125. Nifedipine bekerja dengan cara
menghambat masuknya kalsium ke dalam sel otot polos endotel, sehingga
kontraktilitas menurun dan menyebabkan vasodilatasi.

Pemberian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian respiratory distress


syndrome (RDS), kematian neonatal, dan perdarahan intraventrikuler.
Pemberiannya dianjurkan pada kehamilan 24-34 minggu. Pada kasus ini umur
kehamilan pasien adalah 32-33 minggu, sehingga memenuhi indikasi pemberian
kortikosteroid. Kortikosteroid yang diberikan pada pasien ini adalah
deksametason 1x12 mg IM (2 hari).

Pasien dapat dipulangkan bila sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda pre
eklampsia ringan selama tiga hari. Bila keadaan penderita menetap atau
memburuk, maka dilakukan terminasi kehamilan.

29
4.4 Prognosis

Prognosis pasien ini dubia ad bonam karena pasien sudah mendapatkan


penatalaksanaan sesuai dengan prosedur penanganan preeklamsia berat. Dengan
demikian, tekanan darah dan protein urin pasien menjadi terkontrol, dan
kehamilan pasien dapat dipertahankan. Prognosis pasien akan menjadi buruk jika
tekanan darah tidak diperiksa secara rutin pada antenatal care, dan pasien
terlanjur mengalami eklampsia atau sindroma HELLP. Bila pre eklampsia
memburuk menjadi eklampsia atau sindroma HELLP, maka prognosis janin akan
buruk. Sering kali janin mati intrauterin atau pada fase neonatal karena keadaan
janin sudah buruk.

30
BAB V
KESIMPULAN

Pre eklampsia merupakan suatu sindrom yang berhubungan dengan kehamilan


yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria pada wanita yang sebelumnya
telah diketahui sebagai normotensi, dan bermanifestasi setelah usia kehamilan di
atas dua puluh minggu. Penyebab pre eklampsia masih dipelajari hingga saat ini.
Namun diduga manifestasi pre eklampsia disebabkan oleh proses patologik yang
terjadi di plasenta. Beberapa teori yang diusulkan sebagai penyebab pre eklampsia
adalah teori kegagalan invasi tropoblast (kegagalan remodeling arteri spirales),
teori iskemik plasenta, radikal bebas dan kerusakan endotel, teori maladaptasi
imunologik dan teori defisiensi mikronutrien.

Pada kasus ini Pre eklampsia berat terjadi pada wanita 26 tahun pada kehamilan
pertama dengan umur kehamilan preterm (32-33 minggu). Diagnosis dapat
ditegakkan dengan jelas berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.

Pada pasien ini segera masuk rawat inap. Dasar pemikiran sedini mungkin
hospitalisasi ialah : observasi dapat dilakukan secara cermat dan terus-menerus,
sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit sukar diramalkan.
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda
klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat
berat badan. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah MgSO 4 sesuai protap
untuk mencegah terjadinya kejang. Nifedipine 3x10mg po jika MAP ≥125 mHg
diberikan untuk mengontrol tekanan darah. Deksametason 1x12 mg IM (2 hari)
diberikan untuk pematangan paru-paru janin. Pemasangan DC 1x 24 jam untuk

31
mengamati adanya gejala intoksikasi MgSO4. Pasien dapat dipulangkan bila sudah
mencapai perbaikan dengan tanda-tanda pre eklampsia ringan selama tiga hari.
Bila keadaan penderita menetap atau memburuk, maka dilakukan terminasi
kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2011. WHO Recommendations for Prevention and Treatment of Pre-


eclampsia and Eclampsia. Geneva: WHO Library and Cataloguing in
Publication Data
2. Angsar D. 2008. Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam : Ilmu Kebidanan.
Edisi IV Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp 530-561.

3. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., et al. 2004. Obstetri Williams
Vol 1. Edisi 21. Jakarta: EGC
4. Leveno KJ, et al. Hypertensive disorders in pregnancy. In:. Williams Manual
of Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies, 2003 : p. 761-808
5. Takahashi, WH., dan Martinelli S., 2008. Assessment of serum lipids in
pregnant women aged over 35 years and their relation with preeclampsia.
Einstein 6 (1):63-7.
6. Miller D.A. 2007. Hypertension in pregnancy. In: De Cherney, Alan H.
Lauren, N. Goodwin, T. Editors. Current Diagnosis and Treatment Obstetrics
and Gynecology 10th , Ed. New York : McGraw Hill. p. 318 – 328.

7. Mansjoer, A., Triyanti, K., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III.
Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
8. Wiknjosastro. 1991. Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
9. Sibai BM, Ewell M, Levine RJ, Klebanoff MA, Esterlitz J, Catalano PM,
Goldenberg, Joffe G. Risk factors associated with preeclampsia in healthy

32
nulliparous women. The Calcium for Preeclampsia Prevention (CPEP) Study
Group. Am J Obstet Gynecol. 1997;177(5):1003-10.
10. Lam, Chun, et al. (2005), “Circulating Angiogenic Factors in the
Pathogenesis and Prediction of Preeclampsia”, Hypertension-Journal of the
American Heart Association, Available : http://www.hyper.ahajournals.org
(Diakses tanggal 22 Maret 2016).
11. Kalkunte SS, Mselle TF, Norris WE, Wira CR, Sentman CL, Sharma S.
Vascular endothelial growth factor C facilitates immune tolerance and
endovascular activity of human uterine NK cells at the maternal-fetal
interface. J Immunol. 2009; 182:4085–4092. [PubMed: 19299706].
12. Cotter AM, Molloy AM, Scott JM, Daly SF. Elevated plasma homocysteine
in early pregnancy: A risk factor for the development of severe preeclampsia.
Am J Obstet Gynecol 2001;185:781 – 5.
13. Kiondo P, Welishe G, Wandabwa J, Wamuyu-Maina G, Bimenya GS, Okong
P. Plasma vitamin C concentration in pregnant women with pre-eclampsia in
Mulago hospital, Kampala, Uganda. Afr Health Sci. 2011;11(4):566-572.
14. Jayakusuma, AAN. 2004. Manajemen Resiko pada Pre Eklampsia (Upaya
Menurunkan Kejadian Pre Eklampsia dengan Pendekatan Berbasis Resiko).
Denpasar: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS. Sanglah.

33

Anda mungkin juga menyukai